Pendekar Hina Kelana - Bab 9: Mengundang Tamu
<< Bab Sebelumnya - Halaman Indeks - Bab Selanjutnya >>
oleh Grace Tjan
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.
Berdasarkan novel edisi ketiga.
Smiling Proud Wanderer Jilid 1
Bab 9: Mengundang Tamu
Bagian 1
Pada suatu senja, ketika Linghu Chong sedang memandang ke bawah dengan penuh perhatian dari atas tebing, ia melihat dua sosok manusia yang dengan luar biasa cepatnya mendaki tebing, orang yang paling depan gaunnya melambai-lambai, rupanya ia adalah seorang wanita. Ia melihat bahwa ilmu ringan tubuh kedua orang itu sangat tinggi, mereka berjalan di atas tebing yang terjal seperti berjalan di tanah datar saja, ketika ia memperhatikan mereka dengan seksama, ternyata mereka adalah guru dan ibu guru. Ia sangat gembira dan berseru keras-keras, "Guru, ibu guru!" Dalam sekejap, Yue Buqun dan Nyonya Yue berdua sudah melompat naik ke atas tebing, Nyonya Yue menjinjing sebuah keranjang nasi. Menurut peraturan Perguruan Huashan yang diturunkan dari generasi ke generasi, murid yang sedang dihukum menghadap tembok untuk merenungkan kesalahannya di Siguoya tidak boleh dikunjungi oleh para saudara seperguruan, kecuali untuk mengantarkan nasi, mereka juga dilarang bercakap-cakap dengan murid itu, bahkan murid orang yang dihukum pun tidak boleh naik ke tebing untuk menghadap gurunya. Tak nyana Yue Buqun dan Nyonya Yue datang secara pribadi ke atas tebing, Linghu Chong sangat bahagia, ia cepat-cepat bersujud, lalu mencengkeram kedua kaki Yue Buqun seraya berseru, "Guru, ibu guru, murid sangat rindu pada kalian".
Sepasang alis Yue Buqun agak terangkat, ia tahu bahwa murid pertamanya ini bersifat terus terang, tak pandai menahan diri, hal ini justru merupakan sesuatu yang harus dihindari kalau ingin mempelajari ilmu tenaga dalam kelas satu Perguruan Huashan. Sebelum naik ke tebing, suami istri itu telah terlebih dahulu bertanya tentang penyebab sakitnya, walaupun para murid lainnya tidak berbicara terus terang, namun dari cerita masing-masing orang, mereka dapat menyimpulkan bahwa sakitnya disebabkan oleh Yue Lingshan. Mereka lalu memanggil putri mereka dan menanyainya dengan seksama, ketika mereka mendengar jawabannya yang tergagap-gagap dan tidak tegas itu, disertai raut wajah yang merah padam karena malu, mereka lantas mengerti duduk perkaranya dengan jelas. Saat ini wajah Linghu Chong mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya, jelas bahwa setelah setengah tahun di Siguoya, kungfunya sama sekali tak mengalami kemajuan sedikit pun. Yue Buqun merasa agak tak senang, ia mendengus.
Nyonya Yue mengangsurkan tangan untuk membantu Linghu Chong berdiri, ia melihat bahwa wajahnya cekung dan pucat, sangat berbeda dengan roman mukanya dahulu yang selalu berseri-seri, mau tak mau ia merasa kasihan. Ia berkata dengan lembut, "Chong er, gurumu dan aku baru pulang dari guanwai[1], kami dengar kau sakit parah, apa kau sekarang sudah sembuh?"
Perasaan Linghu Chong bergejolak, air matanya hampir berlinangan, ia berkata, "Sudah sembuh sepenuhnya. Guru, ibu guru, kalian berdua tentu sangat lelah di perjalanan, hari ini kalian baru saja pulang, tapi sudah langsung naik......naik menjenguk aku". Ketika ia berbicara sampai disini, perasaannya terguncang, ia berbicara sambil tersedu sedan dan memalingkan mukanya untuk menghapus air matanya. Dari keranjang nasi Nyonya Yue mengambil semangkuk sup ginseng dan berkata, "Ini adalah sup yang dibuat dari ginseng liar dari guanwai, sangat bermanfaat bagi tubuhmu, cepat minumlah". Linghu Chong sadar bahwa guru dan ibu guru membawa ginseng ini dari guanwai yang jauhnya selaksa li, lalu mereka langsung memberikannya kepadanya, dalam hati ia merasa amat berterima kasih. Selagi memegang mangkuk sup itu, tangannya agak gemetar sehingga sup itu sedikit tumpah. Nyonya Yue mengangsurkan tangannya untuk menyuapinya. Linghu Chong cepat-cepat menghabiskan sup itu dengan sekali teguk, lalu berkata, "Banyak terima kasih, guru, ibu guru".
Yue Buqun menjulurkan jarinya untuk memeriksa denyut nadinya, ia merasakan bahwa denyut nadinya mulus dan cepat, ini berarti bahwa tenaga dalamnya mengalami banyak kemunduran dibandingkan dengan sebelumnya. Ia makin merasa tak senang, dan berkata dengan dingin, "Ia sudah sembuh!" Setelah beberapa saat, ia berkata lagi, "Chong er, beberapa bulan ini di Siguoya, kau melakukan apa? Bagaimana tenaga dalammu bisa tidak maju, tapi malah mundur?" Linghu Chong menunduk dan berkata, "Betul. Guru, ibu guru, mohon maaf". Nyonya Yue tersenyum kecil, "Chong er sakit parah, sekarang ia belum sembuh benar, tentu saja tenaga dalamnya belum pulih seperti dahulu. Masa kau harap makin parah sakitnya, makin kuat kungfunya?"
Yue Buqun menggeleng dan berkata, "Yang kuperiksa bukan apakah tubuhnya lemah atau kuat, tapi penguasaan tenaga dalamnya, hal ini tak da hubungannya dengan sakitnya. Ilmu tenaga dalam perguruan kita berbeda dengan perguruan lain, harus dipelajari dengan tekun, namun dalam tidur pun kemajuan bisa dicapai. Lagipula Chong er sudah mempelajari ilmu tenaga dalam kita selama lebih dari sepuluh tahun, andaikan tubuhnya tidak terluka, ia tentunya tak bisa jatuh sakit, jadi......jadi hal ini disebabkan karena ia tak bisa mengendalikan tujuh perasaan[2] dan enam hasrat".
Nyonya Yue tahu bahwa perkataan suaminya itu benar, ia berkata kepada Linghu Chong, "Chong er, gurumu selalu tak bosan-bosannya menasehatimu supaya kau belajar tenaga dalam dan ilmu pedang dengan giat, ia menghukum kau bersemedi di Siguoya, sebenarnya bukan sungguh-sungguh untuk menghukummu. Ia hanya berharap agar kau tak diganggu masalah-masalah lain dan dalam setahun ini, baik tenaga dalam maupun ilmu pedangmu bisa maju dengan pesat, ternyata......ternyata......ai......"
Linghu Chong sangat cemas, ia menunduk dan berkata, "Murid bersalah, sejak hari ini aku akan belajar dengan giat".
Yue Buqun berkata, "Akhir-akhir ini di dunia persilatan banyak kejadian yang tak disangka-sangka. Beberapa tahun belakangan ini aku dan ibu gurumu sibuk pergi kesana kemari, namun nampaknya akar dari masalah ini sukar untuk dihilangkan, di masa datang pasti akan terjadi masalah besar, hatiku benar-benar terasa tak tenang". Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Kau adalah murid pertama dari perguruan kita, aku dan ibu gurumu menaruh harapan besar padamu, kami berharap agar pada suatu hari kau akan bisa ikut memikul beban berat yang kami tanggung demi menghindarkan bencana dan membuat Perguruan Huashan makin jaya. Tapi kau malah terjerat masalah asmara, tidak berusaha untuk maju dan melalaikan ilmu silatmu. Kau telah membuat kami kehilangan harapan".
Linghu Chong melihat bahwa wajah sang guru sangat khawatir, perasaan malu bercampur takut bergejolak dalam hatinya, ia segera bersujud di tanah dan berkata, "Murid......murid pantas mati karena telah membuat guru dan ibu guru kecewa".
Yue Buqun membantunya berdiri sambil tersenyum, "Bagus kalau kau sudah tahu bahwa kau bersalah. Setengah bulan lagi aku akan menguji ilmu pedangmu". Sambil berbicara ia berbalik dan melangkah pergi. Linghu Chong berseru, "Guru, ada suatu hal......" Ia bermaksud untuk melaporkan tentang gambar-gambar di dinding gua belakang dan orang berjubah hijau itu. Yue Buqun mengayunkan tangannya lalu turun gunung.
Nyonya Yue berkata dengan suara pelan, "Setengah bulan ini kau harus belajar dengan giat, latihlah ilmu pedangmu. Hal ini akan sangat berpengaruh pada hidupmu kelak, kau sama sekali tak boleh melalaikannya". Linghu Chong berkata, "Ibu guru......" Ia hendak berbicara tentang jurus-jurus pedang di dinding gua dan orang berjubah hijau itu. Nyonya Yue tersenyum dan menunjuk-nunjuk ke arah punggung Yue Buqun, mengoyang-goyangkan tangannya, lalu berbalik dan mengikuti suaminya dengan langkah-langkah lebar.
Linghu Chong merenungkan hal itu, "Mengapa ibu guru berkata bahwa berlatih pedang adalah hal yang akan sangat berpengaruh pada hidupku kelak, sesuatu yang sama sekali tak boleh kulalaikan? Dan juga kenapa ibu guru menunggu sampai guru sudah pergi, lalu baru sembunyi-sembunyi menasehatiku? Mungkinkah......mungkinkah......" Begitu ia memikirkan hal itu, jantungnya langsung berdebar-debar, kedua pipinya terasa panas dan ia tak lagi berani memikirkannya secara lebih mendalam, namun dalam hatinya muncul sebuah harapan, "Mungkin guru dan ibu guru tahu bahwa aku sakit gara-gara adik kecil, dan mereka berniat mempertunangkan dia dengan aku? Tapi aku harus berusaha dengan giat, baik untuk tenaga dalam maupun ilmu pedang, supaya aku bisa menyandang mantel guru. Guru tak mau mengatakannya dengan terang-terangan, tapi ibu guru memperlakukan aku seperti anak sendiri, maka ia sembunyi-sembunyi menasehatiku, kalau tidak, hal apa lagi yang akan sangat berpengaruh pada hidupku kelak?"
Ketika ia berpikir mengenai hal ini, ia lantas menjadi bersemangat. Ia mengangkat pedangnya dan berlatih beberapa jurus ilmu pedang ajaran sang guru yang paling sulit dimengerti, namun gambar-gambar di gua belakang telah terpatri di dalam otaknya dalam-dalam, jurus apapun yang dipakainya, ia secara spontan berpikir tentang berbagai cara untuk memecahkannya. Di tengah-tengah jurus yang sedang dilancarkannya, ia berhenti dan berpikir, "Kali ini aku belum sempat memberitahu guru dan ibu guru tentang gambar-gambar di dinding gua belakang itu, setengah bulan lagi kalau mereka berdua naik ke tebing lagi, setelah mempelajarinya dengan seksama, mereka pasti bisa menjawab pertanyaanku".
Walaupun perkataan Nyonya Yue itu membuat Linghu Chong jadi bersemangat, namun dalam setengah bulan itu, tenaga dalam maupun ilmu pedangnya tidak mengalami banyak kemajuan, sehari penuh ia sibuk berkhayal, "Kalau guru dan ibu guru mempertunangkan aku dengan adik kecil, entah dia sendiri setuju atau tidak? Kalau aku benar-benar bisa menjadi suami istri dengan dia, apakah dia bisa melupakan Adik Lin? Adik Lin belum lama masuk perguruan dan minta petunjuk tentang ilmu pedang padanya, ia sehari-hari menemaninya mengobrol mengusir kebosanan, mereka berdua tidak benar-benar saling mencintai. Bagaimana hubungan mereka bisa melebihi hubungan diantara aku dan adik kecil yang dibesarkan bersama-sama, dan selalu bersama setiap hari selama lebih dari sepuluh tahun? Pada hari itu ketika aku hampir mati terkena pukulan Yu Canghai, aku selamat karena perkataan Adik Lin. Hal ini tak boleh kulupakan seumur hidupku, kelak aku harus memperlakukannya dengan baik. Kalau ia berada dalam bahaya, walaupun aku harus mempertaruhkan nyawaku, aku harus menolongnya".
* * *
Dalam sekejap, setengah bulan telah berlalu, pada hari itu selepas tengah hari, suami istri Yue Buqun bersama-sama naik ke tebing, bersama mereka datang pula Shi Daizi, Lu Dayou dan Yue Lingshan bertiga. Ketika Linghu Chong melihat bahwa adik kecil juga ikut datang, suaranya ketika memanggil "guru, ibu guru" bergetar.
Ketika Nyonya Yue melihat bahwa ia nampak segar bugar dan bersemangat, warna wajahnya sangat berbeda dibandingkan dengan setengah bulan sebelumnya, ia mengangguk-angguk sambil tersenyum dan berkata, "Shan er, ambilkan nasi untuk kakak pertama, biarkan dia makan kenyang dulu, baru berlatih pedang". Yue Lingshan berkata, "Baik". Ia menjinjing keranjang nasi masuk ke dalam gua, menaruhnya di atas batu besar, mengambil mangkuk dan sumpit, mengisi mangkuk dengan nasi putih sampai penuh, lalu berkata sembari tersenyum, "Kakak pertama, silahkan makan nasi!"
Linghu Chong berkata, "Banyak......banyak terima kasih". Yue Lingshan tertawa, "Kenapa? Kau kenapa jadi panas dingin seperti ini? Kenapa waktu bicara suaramu gemetar?" Linghu Chong berkata, "Tidak, tidak ada apa-apa". Ia berpikir, "Kalau saja setelah ini setiap aku makan nasi kau selalu ada disisiku, seumur hidup aku tak akan minta apa-apa lagi". Saat ini ia tak punya nafsu makan, maka ia cepat-cepat menghabiskan semangkuk nasi itu. Yue Lingshan berkata, "Kutambah lagi nasinya, ya". Linghu Chong berkata, "Banyak terima kasih, tak usah. Guru dan ibu guru sedang menunggu di luar".
Ketika ia keluar dari gua, ia melihat suami istri Yue Buqun duduk berendeng di atas sebuah batu. Linghu Chong menghampiri mereka dan menyoja, ia ingin berbicara, tapi ia merasa bahwa tak ada kata-kata yang pantas dikatakannya. Lu Dayou mengkedip-kedipkan matanya ke arahnya, wajahnya nampak amat gembira. Linghu Chong berpikir, "Adik keenam pasti telah mendapat kabar baik dan merasa senang untukku".
Pandangan mata Yue Buqun terpaku pada wajahnya, setelah beberapa saat ia berkata, "Kemarin Genming baru pulang dari Chang'an[3], ia berkata bahwa Tian Boguang baru saja melakukan beberapa kejahatan besar di Chang'an". Linghu Chong terkejut dan berkata, "Tian Boguang datang ke Chang'an? Kemungkinan besar ia akan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik". Yue Buqun berkata, "Tentu saja. Dalam semalam di Kota Chang'an ia merampok tujuh rumah, itu memang sudah lumrah, tapi selain itu di setiap tembok masing-masing rumah ia juga menulis delapan huruf besar: 'DIPINJAM OLEH KELANA TUNGGAL SELAKSA LI TIAN BOGUANG' ".
"Ah", ujar Linghu Chong. Ia berkata dengan gusar, "Kota Chang'an berada dekat Huashan, jelas bahwa ia meninggalkan delapan huruf itu untuk membuat malu Perguruan Huashan kita. Guru, kita......" Yue Buqun berkata, "Apa?" Linghu Chong berkata, "Guru dan ibu guru berkedudukan tinggi, tak pantas kalau mengotori pedang untuk penjahat seperti dia. Tapi kungfu murid belum cukup untuk menandingi penjahat itu, lagipula murid sedang dihukum, tak bisa turun tebing untuk mencarinya, oleh karena itu ia bisa mengamuk di kaki Huashan seperti itu. Benar-benar sangat mengesalkan".
Yue Buqun berkata, "Kalau kau benar-benar yakin kalau kau bisa membunuh penjahat itu, aku akan mengizinkanmu turun gunung untuk menebus dosamu dengan perbuatan baik. Peragakanlah 'Jurus Tanpa Tanding Keluarga Ning' yang diajarkan ibu gurumu. Dalam setengah tahun ini, mungkin kau telah paham tujuh puluh atau delapan puluh persen darinya, mintalah ibu guru untuk memberimu petunjuk tambahan, maka kau belum tentu akan kalah dengan penjahat marga Tian itu".
Linghu Chong terkejut, pikirnya, "Ibu guru belum mengajarkan jurus itu padaku". Tapi setelah memikirkannya kembali, ia pun mengerti, "Pada hari itu ketika ibu guru memperagakan jurus ini, walaupun ia tidak mengajarkannya padaku, tapi dengan mengandalkan pengetahuanku akan ilmu silat perguruan kita, aku seharusnya bisa mengerti inti dari jurus pedang ini. Guru memperkirakan bahwa dalam setengah tahun ini, aku sudah cukup berlatih dan menyempurnakan ilmuku sehingga aku sudah menguasai hampir seluruh jurus ini".
Ia mengulang-ulang nama jurus itu di dalam hati, " 'Jurus Tanpa Tanding Keluarga Ning'! 'Jurus Tanpa Tanding Keluarga Ning'!" Keringat dingin muncul di dahinya. Ketika ia pertama naik ke atas tebing, ia memang sering memikirkan kehebatan jurus itu, namun sejak ia melihat gambar-gambar yang ada di dinding gua belakang itu, ia sadar bahwa ilmu pedang Perguruan Huashan manapun bisa dipecahkan. 'Jurus Tanpa Tanding Keluarga Ning' ini lebih-lebih akan mengalami kekalahan telak. Mau tak mau kepercayaannya pada jurus pedang ini menghilang. Beberapa kali ia hampir berkata bahwa, "Jurus ini sama sekali tak berguna, bisa dipecahkan orang". Tapi di depan Shi Daizi dan Lu Dayou, ia tak bisa mengecam jurus yang sangat dibanggakan ibu guru ini.
Yue Buqun melihat bahwa raut mukanya tampak aneh, ia berkata, "Apa kau belum menguasai jurus ini? Tidak apa-apa. Ilmu pedang ini adalah ilmu silat tertinggi Perguruan Huashan kita, tenaga dalammu belum memadai, oleh karena itu kau tak bisa mempelajarinya. Hanya perlu waktu saja, kau perlahan-lahan akan bisa melakukannya".
Nyonya Yue berkata sembari tersenyum, "Chong er, kenapa kau belum berterima kasih pada guru? Gurumu akan mengajarimu 'Ilmu Awan Lembayung' ".
Pikiran Linghu Chong terguncang, ia berkata, "Baik! Banyak terima kasih, guru". Ia lantas bersujud.
Yue Buqun mengangsurkan tangannya untuk menghalanginya bersujud, ia tersenyum dan berkata, 'Ilmu Awan Lembayung' adalah inti ilmu pernapasan perguruan kita yang paling tinggi, oleh karena itu aku tidak sembarangan mengajarkannya, bukan karena aku pelit, tapi karena setelah kau mempelajari ilmu ini, pikiranmu tak boleh terpecah dan harus terus giat berlatih, sama sekali tak boleh berhenti di tengah jalan, kalau tidak orang yang melatihnya akan terancam bahaya, dan bisa menjadi gila. Chong er, aku mau lihat dulu sampai di mana kemajuan kungfumu selama setengah tahun terakhir ini, setelah itu aku akan memutuskan apakah aku akan mengajarimu rumus 'Ilmu Awan Lembayung' atau tidak".
Ketika Shi Daizi, Lu Dayou dan Yue Lingshan bertiga mendengar bahwa sang kakak pertama akan diajari 'Ilmu Awan Lembayung', wajah mereka menampakkan rasa kagum, mereka bertiga tahu bahwa kekuatan 'Ilmu Awan Lembayung' sangat hebat, menurut perkataan orang, "Diantara sembilan ilmu Huashan, 'Ilmu Awan Lembayung' adalah yang nomor satu". Mereka tahu bahwa di perguruan mereka, tak ada orang yang ilmu silatnya mendekati taraf ilmu silat Linghu Chong, di kemudian hari ia pasti akan menyandang mantel sang guru dan memimpin Perguruan Huashan, namun mereka tak menyangka bahwa sang guru akan dengan demikian cepatnya mengajarkan ilmu sakti nomor satu perguruan mereka kepadanya. Lu Dayou berkata, "Kakak pertama sangat giat berlatih, setiap kali aku mengantar nasi, aku selalu melihatnya kalau tidak sedang bersemedi melatih tenaga dalam, sedang berlatih ilmu pedang". Yue Lingshan meliriknya, lalu sembunyi-sembunyi membuat mimik wajah yang lucu, ia berkata dalam hati, "Kau Monyet Keenam jelas-jelas berbohong, kau cuma ingin membantu kakak pertama".
Nyonya Yue tersenyum, "Chong er, hunus pedangmu! Kita bertiga guru dan murid akan bertarung dengan Tian Boguang, kita sedang mencengkeram kaki sang Buddha pada saat-saat terakhir[4]. Mengasah tombak sebelum bertempur, lebih baik daripada sama sekali tak mengasahnya". Linghu Chong berkata, "Ibu guru, apa kita bertiga akan bertarung dengan Tian Boguang?" Nyonya Yue tersenyum, "Kaulah yang akan menantang dia, aku dan gurumu akan diam-diam membantumu. Tak perduli siapa yang membunuh dia, semua orang akan berkata bahwa kaulah yang membunuhnya, supaya orang-orang di dunia persilatan tak akan berkata bahwa aku dan gurumu merendahkan kedudukan kami dengan bertarung dengannya". Yue Lingshan bertepuk tangan dan menyengir, "Bagus sekali! Karena ayah dan ibu sembunyi-sembunyi membantumu, anak juga berani menantang dia, setelah membunuh orang jahat, orang akan berkata bahwa anaklah yang membunuhnya, bagaimana ini tidak bagus?"
Nyonya Yue tersenyum dan berkata, "Kau iri, ya? Kau ingin menang tanpa bersusah payah, benar tidak? Kakak pertamamu dengan mempertaruhkan nyawa sudah pernah bertukar beberapa ratus jurus dengan Tian Boguang, ia sudah tahu keadaan musuh yang sebenarnya, dengan mengandalkan kungfumu yang cuma sekian, bagaimana kau mampu melawan dia? Lagipula, kau seorang gadis kecil, bahkan mulutmu pun tak boleh mengucapkan nama penjahat itu, apalagi mengatakan bahwa kau bertarung dengannya". "Wus!" Tiba-tiba ia menusuk ke dada Linghu Chong.
* * *
Ia baru saja tersenyum manis dan berbicara kepada putrinya, tak nyana dalam sekejap ia sudah menghunus pedang yang tergantung di pinggangnya dan menusuk bagian penting tubuh Linghu Chong. Linghu Chong juga bereaksi dengan amat cepat, ia segera menghunus pedang untuk menangkis, "Trang!" Kedua pedang saling bertemu, kaki kiri Linghu Chong mundur selangkah. "Wus, wus, wus, wus, wus, wus!" Nyonya Yue menusuk enam kali dengan susul menyusul,"Trang,Trang,Trang,Trang,Trang,Trang!", Linghu Chong menangkis keenam tikaman itu satu persatu. Nyonya Yue berkata, "Serang balik!" Ilmu pedangnya mendadak berubah, ia mengangkat pedangnya dan menebas serta membacok dengan cepat, jurus-jurus ini bukan ilmu pedang Perguruan Huashan. Linghu Chong segera mengerti, ibu guru sedang memakai ilmu golok kilat Tian Boguang, supaya ia dapat menemukan cara memecahkannya dan dapat membunuh musuh yang tangguh.
Dalam sekejap, Nyonya Yue melancarkan jurus-jurusnya dengan makin cepat, jurus-jurusnya seakan menjadi satu dan tak dapat dibedakan satu sama lainnya. Yue Lingshan berkata pada ayahnya, "Ayah, Ma melancarkan jurus-jurus ini dengan amat cepat, tapi masih berupa jurus-jurus ilmu pedang, bukan ilmu golok. Jangan-jangan ilmu golok Tian Boguang tidak seperti itu".
Yue Buqun tersenyum simpul, "Ilmu silat Tian Boguang sangat hebat, memakai ilmu goloknya bukankah tidak mudah? Ibumu juga tidak benar-benar meniru ilmu goloknya, hanya meniru kecepatannya saja, dan memperagakan kecepatan goloknya secara mendalam dan jelas. Kalau ingin mengalahkan Tian Boguang, hal yang paling penting bukan bagaimana memecahkan ilmu goloknya, tapi mencari cara untuk mengendalikan kecepatan jurus goloknya. Kau lihat saja, bagus! 'Burung Hong Datang Menyembah'!" Ia melihat bahu kiri Linghu Chong agak turun, pedang di tangan kirinya miring, siku kanannya ditarik ke belakang, diikuti dengan jurus 'Burung Hong Datang Menyembah'. Jurus itu sangat tepat untuk dipakai pada saat ini. Hatinya gembira dan ia lantas berteriak.
Tak nyana begitu kata "menyembah" itu keluar dari mulutnya, tikaman Linghu Chong itu menjadi menceng dan tak bertenaga, sehingga ia tak mampu menembus jaring yang dibuat oleh gerakan pedang Nyonya Yue. Yue Buqun pelan-pelan menghela napas panjang, pikirnya, "Jurus ini salah". Nyonya Yue sama sekali tak memberi ampun, "Trang, trang, trang!" Dengan sebat Nyonya Yue terus menekan Linghu Chong sehingga ia kerepotan menangkisnya.
Yue Buqun melihat bahwa Linghu Chong melancarkan jurus itu dengan kacau dan tidak beraturan, dari sepuluh jurus, dua atau tiga diantaranya bukan berasal dari ilmu pedang perguruan sendiri, mau tak mau wajahnya makin lama makin masam. Hanya saja, walaupun ilmu pedang Linghu Chong kacau dan campur aduk, tapi ia masih bisa menangkis serangan Nyonya Yue yang sebat dan ganas. Setelah ia mundur ke dinding tebing, ia sudah tak bisa mundur lagi, maka sedikit demi sedikit ia melancarkan serangan balasannya. Ketika tiba-tiba ada kesempatan, ia melancarkan jurus ‘Cemara Hijau Menyambut Tamu’, pedangnya seakan mengeluarkan lelatu yang menyambar ke arah alis dan pelipis Nyonya Yue.
Nyonya Yue menangkis serangan itu, ia cepat-cepat menarik pedang untuk melindungi tubuhnya, ia tahu bahwa dalam jurus 'Cemara Hijau Menyambut Tamu' itu terdapat banyak perubahan yang lihai. Linghu Chong sudah tahu seluk beluk jurus itu dan tak mungkin benar-benar menusuk dirinya, namun jurus itu juga tidak mudah ditangkis, maka ia tak lagi menyerang tapi hanya bertahan saja dengan penuh konsentrasi. Tak nyana Linghu Chong menikam dengan menceng, gerakannya perlahan dan lemah, sama sekali tak mengancam lawan. Nyonya Yue membentak, "Seranglah dengan sepenuh hati, kau sedang mengkhayalkan apa?" "Wus, wus, wus!" Ia menusuk tiga kali ke arah dinding tebing, ia melihat Linghu Chong melompat untuk menghindarinya, maka ia berseru, "Jurus 'Cemara Hijau Menyambut Tamu' macam apa ini? Apa setelah sakit parah, kau mengembalikan semua ilmu pedangmu ke guru?" Linghu Chong berkata, "Iya". Wajahnya nampak malu, ia lantas menikam dua kali.
Shi Daizi dan Lu Dayou melihat wajah sang guru yang makin lama makin masam, hati mereka merasa cemas, mendadak mereka mendengar suara angin berdesir, Nyonya Yue berjalan berkeliling, gaun hijau yang membalut tubuhnya seakan berubah menjadi sebuah bayangan hijau, sinar pedangnya berkilauan, jurus-jurus pedangnya tak bisa dibedakan satu sama lainnya lagi. Pikiran Linghu Chong galau, berbagai ide muncul silih berganti dalam kepalanya, "Kalau aku memakai 'Kuda Liar Mencongklang', musuh bisa memakai jurus yang cemerlang untuk memecahkannya, kalau aku memakai jurus yang menusuk miring ini, aku akan menderita luka parah". Setiap kali ia berpikir tentang ilmu pedang perguruan sendiri, ia teringat pada jurus di dinding gua yang bisa memecahkannya. Ketika sebelumnya ia memakai jurus 'Burung Hong Datang Menyembah' dan 'Cemara Hijau Menyambut Tamu', ia berhenti di tengah jalan, karena ia teringat pada jurus pemecah kedua jurus itu, ia merasa takut, sehingga secara spontan ia menarik pedangnya dan hanya bertahan saja. Nyonya Yue menusuk dengan cepat untuk memancingnya menggunakan 'Jurus Tanpa Tanding Keluarga Ning' untuk mengalahkan musuh dan meraih kemenangan, namun Linghu Chong hanya menangkis serangan sekenanya saja. Pikirannya tak hanya kacau, namun ia juga ketakutan, seakan jiwanya telah melayang meninggalkan tubuhnya. Nyonya Yue tahu benar bahwa muridnya ini bernyali besar, sejak kecil ia telah dikaruniai sifat tak takut pada langit dan bumi, ia belum pernah melihat Linghu Chong bertarung seperti ini, mau tak mau ia merasa gusar dan berseru, "Kau mau pakai jurus itu atau tidak?"
Linghu Chong menjawab, "Ya!" Ia mengangkat pedang dan menusuk ke depan, cara memakai dan gerakan pedangnya persis sama dengan 'Jurus Tanpa Tanding Keluarga Ning' yang diciptakan Nyonya Yue. Nyonya Yue berkata, "Bagus!" Ia tahu jurus ini sangat sebat dan ganas, ia tak berani melawan secara langsung, maka ia lantas mengegos ke samping sembari cepat-cepat menarik pedangnya. Namun dalam hati Linghu Chong berpikir, "Jurus ini tak bisa dipakai, tak ada gunanya, cuma akan membuat kalah telak saja". Mendadak pergelangan tangannya tergetar keras, pedangnya terlepas dan melayang. Linghu Chong terkejut, "Ah!, serunya.
Nyonya Yue langsung menusuk ke depan, pedangnya berkilauan bagai pelangi, suaranya berkesiuran, itulah 'Jurus Tanpa Tanding Keluarga Ning' miliknya. Ketika ia melancarkan jurus itu, tenaganya jauh lebih kuat dari ketika jurus itu pertama diciptakan beberapa bulan yang lalu. Setelah ia menciptakan jurus itu, ia merasa sangat puas, setiap hari ia memikirkannya secara mendalam, bagaimana caranya jurus itu bisa dilancarkan dengan lebih cepat, bagaimana tenaga dalamnya bisa lebih kuat, sehingga dengan sekali menikam, musuh sulit untuk menangkis. Ketika ia melihat Linghu Chong melancarkan jurus kebangaannya itu, mula-mula nampaknya sama, namun setelah sampai pada pertengahan jurus, intinya berubah, benar-benar seperti "mengambar macan tapi malah menjadi anjing". Linghu Chong telah menggunakan jurus andalan yang berkekuatan luar biasa dengan kacau balau, seperti orang yang tak berguna saja, Nyonya Yue merasa gusar dan segera melancarkan jurus itu. Walaupun ia tak bermaksud melukai muridnya, namun kekuatan jurus itu terlalu besar, mata pedang belum tiba, tapi kekuatan pedang telah menyelimuti sekujur tubuh Linghu Chong.
Yue Buqun tahu bahwa Linghu Chong sudah tak berdaya untuk menghindar, tak bisa menangkis serangan, apalagi menyerang balik. Dahulu, ketika pedang Nyonya Yue menyentuh tubuh Linghu Chong, Nyonya Yue menguncang pedang itu hingga putus dengan tenaga dalamnya, namun saat ini tenaga dalam terpusat di ujung pedang, mungkin ia tak akan bisa menariknya kembali. Yue Buqun berseru, "Celaka!" Ia cepat-cepat menarik pedang yang tergantung di pinggang putrinya dan maju selangkah. Kalau ujung pedang Nyonya Yue tinggal setengah chi lagi dari sasarannya, ia akan menerjang maju untuk menangkisnya. Kungfu kedua kakak beradik seperguruan itu tak berbeda jauh, walaupun Yue Buqun agak lebih unggul, namun karena Nyonya Yue sudah bergerak terlebih dahulu, belum tentu dia akan bisa menangkis serangan itu. Ia cuma bisa berharap agar Linghu Chong hanya menderita luka ringan.
Dalam keadaan yang genting itu, Linghu Chong kebetulan menyentuh sarung pedang yang tergantung di pinggangnya, ia membungkuk, menekuk lututnya dan mengacungkan sarung pedang itu ke arah pedang yang menuju ke arahnya. Jurus ini adalah jurus yang terukir di dinding gua belakang itu, si pemegang toya mengacungkan toyanya ke arah pedang lawan sehingga toya dan pedang membuat sebuah garis lurus, kalau tenaga dalam kedua belah pihak saling berhadapan, maka pedang akan putus. Pedang di tangan Linghu Chong telah terguncang hingga jatuh, setelah itu melihat sang ibu guru menyerang dengan kekuatan yang bagai guntur, pikirannya sudah amat galau, di otaknya berkelebat berbagai macam jurus yang diukir di dinding gua, tusukan Nyonya Yue ini tak mampu dilawannya, demi menyelamatkan nyawanya, ia melancarkan jurus dari dinding gua itu. Gerakan pedang itu amat cepat, tangkisannya juga amat sebat, ia benar-benar tak sempat untuk berpikir lagi, mana ada waktu untuk mencari sebuah toya? Ketika ia secara kebetulan menyentuh sarung pedang di pinggangnya, jangankan pedang, kalau jarinya menyentuh lumpur atau jerami pun, ia juga akan tetap menggunakan jurus ini sehingga apa yang dipegangnya membentuk sebuah garis lurus dengan pedang lawan.
Setelah ia melancarkan jurus itu, tenaga dalam terkumpul di lengannya, tapi, "Sret!", pedang Nyonya Yue masuk ke dalam sarung pedang. Ternyata, Linghu Chong yang sedang panik tak sempat membalik sarung pedang itu, begitu ia menggengam sarung pedang, ia langsung mengacungkannya ke depan, ternyata yang ia acungkan ke depan adalah mulut sarung pedang, sehingga pedang Nyonya Yue tidak patah tapi malah masuk ke dalam sarung pedang.
Nyonya Yue terkejut, bagian tangan diantara ibu jari dan telunjuknya amat nyeri, pedangnya terlepas dari tangannya, secara mengejutkan ditarik oleh Linghu Chong dengan sarung pedang. Jurus yang digunakan Linghu Chong mengandung cukup banyak perubahan, saat itu ia sudah tak bisa mengendalikan dirinya sendiri, tanpa sadar, ia mendorong sarung pedang ke depan hingga menyentuh tenggorokan Nyonya Yue. Senjata yang mengarah ke titik vital di leher Nyonya Yue adalah gagang pedangnya sendiri.
Yue Buqun terkejut sekaligus gusar, ia mengayunkan pedangnya dan memukul sarung pedang Linghu Chong. Kali ini ia mengerahkan 'Ilmu Awan Lembayung', Linghu Chong merasa sekujur tubuhnya panas, ia mundur tiga langkah dan jatuh terduduk. Sarung pedang dan pedang yang berada di dalamnya patah menjadi tiga atau empat bagian dan terjatuh ke tanah. Tepat pada saat itu, seberkas cahaya putih memancar, pedang yang melayang di udara terjatuh dan menancap di tanah sampai ke gagangnya. Shi Daizi, Lu Dayou dan Yue Lingshan bertiga tertegun melihatnya. Yue Buqun menerjang ke depan Linghu Chong dan mengangsurkan tangan kanannya, "Plak! Plak!" Ia menamparnya dua kali, dengan geram ia berseru, "Binatang kecil, apa yang kau lakukan?"
Linghu Chong merasa pusing, tubuhnya terhuyung-huyung, ia bersujud di tanah seraya berkata, "Guru, ibu guru, murid pantas mati". Yue Buqun murka, ia berseru, "Selama setengah tahun ini, kau merenungkan dosa apa di Siguoya? Kau berlatih ilmu apa?" Linghu Chong berkata, "Murid......murid tidak.....berlatih ilmu apapun". Yue Buqun bertanya lagi dengan bengis, "Khayalan apa yang mengilhamimu untuk menciptakan jurus yang kau pakai untuk melawan ibu guru itu?" Linghu Chong berkata, "Murid......murid tidak berpikir, dalam keadaan genting, kebetulan......kebetulan memakai jurus itu". Yue Buqun menghela napas, lalu berkata, "Kurasa kau memang menggunakannya tanpa berpikir, memakainya secara kebetulan, oleh karena itu aku marah seperti itu. Apa kau tahu bahwa kau telah tersesat, dan sebentar lagi tak bisa membebaskan dirimu lagi?" Linghu Chong menunduk dan berkata, "Mohon guru sudi memberi petunjuk".
Setelah cukup lama, Nyonya Yue akhirnya bisa menenangkan dirinya, setelah melihat Linghu Chong dipukul oleh sang suami hingga kedua pipinya bengkak dan lebam, rasa kasihannya timbul dengan sendirinya, ia berkata, "Berdirilah! Toh kau tak mengerti duduk perkara yang sebenarnya". Ia berpaling ke arah suaminya dan berkata, "Kakak, Chong er sangat cerdas, setengah tahun ini ia tidak bertemu kita berdua, ia berlatih sendiri sehingga ia tersesat. Saat ini ia belum tersesat jauh, kalau segera diperbaiki, masih belum terlambat". Yue Buqun mengangguk-angguk seraya berkata pada Linghu Chong, "Berdirilah".
Linghu Chong bangkit, ia memandang pedang dan sarung pedang yang patah menjadi tiga di atas tanah, pikirannya bingung, ia tak mengerti kenapa guru dan ibu guru berkata bahwa ia telah tersesat dalam berlatih.
* * *
Yue Buqun melambai-lambaikan tangannya untuk memanggil Shi Daizi dan yang lain-lain, "Kalian kemarilah". Shi Daizi, Lu Dayou dan Yue Lingshan bertiga serentak menjawab, "Baik". Mereka menghampirinya.
Yue Buqun duduk diatas sebongkah batu, ia berbicara perlahan-lahan, "Dua puluh lima tahun yang lalu, kungfu perguruan kita terbagi atas aliran lurus dan sesat". Linghu Chong dan yang lain-lain merasa sangat heran, mereka semua berpikir, "Ilmu silat Perguruan Huashan adalah ilmu silat Perguruan Huashan, bagaimana bisa terbagi atas aliran lurus dan sesat? Kenapa sejak dahulu sampai sekarang, guru tak pernah berbicara tentang hal ini?" Yue Lingshan berkata, "Ayah, ilmu silat yang kita pelajari tentunya adalah kungfu aliran lurus". Yue Buqun berkata, "Tentu saja. Kalau kita sudah tahu bahwa itu adalah kungfu aliran sesat, masa kita masih mempelajarinya? Tapi aliran sesat menganggap dirinya aliran lurus, dan mengatakan bahwa kitalah yang aliran sesat. Namun waktulah yang menentukan siapa yang lurus dan sesat. Aliran sesat itu akhirnya hilang seperti asap yang tertiup angin, dua puluh lima tahun kemudian, aliran itu sudah lenyap dari muka bumi". Yue Lingshan berkata, "Pantas saja selama ini aku tak pernah mendengar tentang hal itu. Ayah, karena aliran sesat itu sudah lenyap, kita tak perlu memperdulikannya lagi".
Yue Buqun berkata, "Kau tahu apa? Yang disebut aliran sesat itu sama sekali bukan benar-benar aliran sesat seperti yang terdapat sekarang ini, melainkan adalah kungfu perguruan kita sendiri, hanya penekanannya dalam berlatih yang tak sama. Ketika aku mengajari kalian kungfu, apa yang pertama dipelajari?" Sambil berbicara, pandangan matanya terpaku pada wajah Linghu Chong.
Linghu Chong berkata, "Yang dipelajari paling dahulu adalah rumus ilmu tenaga dalam, lalu berlatih ilmu pernapasan". Yue Buqun berkata, "Benar. Dalam kungfu Perguruan Huashan, yang ditekankan adalah 'tenaga dalam', setelah menguasai tenaga dalam, tak perduli ilmu silat tangan kosong atau bersenjata semua akan bisa dikuasai, ini adalah cara berlatih aliran lurus perguruan kita. Akan tetapi diantara para sesepuh perguruan kita ada seorang tokoh yang berpendapat bahwa ilmu silat perguruan kita harus menekankan 'pedang', setelah menguasai ilmu pedang, walaupun tenaga dalam kita hanya biasa-biasa saja, kita akan bisa mengalahkan musuh. Perbedaan yang utama diantara lurus dan sesat berada pada hal ini".
Yue Lingshan berkata, "Ayah, anak mau mengatakan sesuatu, kau tak boleh marah". Yue Buqun berkata, "Bicara tentang apa?" Yue Lingshan berkata, "Aku berpikir bahwa dalam ilmu silat perguruan kita, tenaga dalam memang penting, namun ilmu pedang juga tak boleh dipandang remeh. Kalau hanya tenaga dalam kita yang lihai, tapi kita tidak menguasai ilmu pedang, kita tak akan bisa menunjukkan kehebatan kungfu perguruan kita". Yue Buqun mendengus, "Kata siapa ilmu pedang tidak penting? Inti masalah terletak pada mana yang diutamakan dan mana yang tidak. Pada akhirnya tenaga dalamlah yang diutamakan". Yue Lingshan berkata, "Yang paling bagus ialah kalau tenaga dalam dan ilmu pedang kedua-duanya sama-sama diutamakan". Yue Buqun berkata dengan gusar, "Perkataanmu itu sudah dekat pada kesesatan. Kalau keduanya sama-sama diutamakan, maka itu sama saja dengan mengatakan bahwa keduanya sama-sama tidak diutamakan. Inilah yang disebut 'begitu tali pengikat jala ikan ditarik, maka semua jaringnya akan terbuka', mana yang tali pengikat, mana yang jaring? Kedua hal ini harus dipisahkan dengan jelas. Bertahun-tahun yang lalu ketika perguruan kita membuat pemisahan antara lurus dan sesat, langit dan bumi bagai terbalik. Kalau kau mengatakan perkataan itu tiga puluh tahun yang lalu, jangan-jangan sebelum setengah hari berlalu, kepalamu sudah dipenggal".
Yue Lingshan menjulurkan lidahnya, lalu berkata, "Salah bicara satu kalimat saja, kepala langsung dipenggal? Apa itu tidak terlalu keras?" Yue Buqun berkata, "Ketika aku masih remaja, masih tak jelas siapa yang menang dalam pertarungan antara faksi tenaga dalam dan pedang di perguruan kita. Kalau saat itu kau mengatakan perkataan itu secara terang-terangan, faksi tenaga dalam akan membunuhmu, dan faksi pedang juga akan membunuhmu. Kalau kau mengatakan bahwa baik tenaga dalam maupun ilmu pedang harus sama-sama ditekankan, kedudukannya sederajat, faksi tenaga dalam tentunya akan mengangap kau meninggikan derajat ilmu pedang, sedangkan faksi pedang akan mengatakan bahwa kau mencampuradukkan tali pengikat dan jaring, ini sama dengan pengkhianatan dan bidaah". Yue Lingshan berkata, "Siapa yang benar dan siapa yang salah, kenapa harus diperdebatkan? Kenapa mereka tak bertanding saja supaya segera bisa diketahui hasilnya?"
Yue Buqun menghela napas dan berkata dengan perlahan-lahan, "Lima puluh tahun yang lalu, faksi tenaga dalam kita sedikit jumlahnya. Para paman guru dari faksi pedang adalah mayoritas. Lagipula, kungfu faksi pedang lebih mudah dikuasai, jauh lebih cepat membuahkan hasil. Kalau semua orang berlatih selama sepuluh tahun, faksi pedang pasti akan menang; kalau semua orang berlatih selama dua puluh tahun, kedua belah pihak akan seimbang; setelah tiga puluh tahun faksi pedang akan ketinggalan jauh dibandingkan dengan faksi tenaga dalam. Tapi itu berarti bahwa diperlukan dua puluh tahun lebih untuk mengetahui siapa yang lebih unggul, dalam dua puluh tahun dapat kau bayangkan betapa sengitnya kedua belah pihak itu bertarung".
Yue Lingshan berkata, "Akhirnya mereka mengakui kesalahan dan menyerah, benar tidak?"
Yue Buqun menggeleng tanpa berbicara apa-apa, setelah cukup lama, ia baru berkata, "Mereka masih keras kepala sampai saat terakhir, mereka tak pernah mau mengaku kalah, walaupun mereka telah kalah telak dalam pertandingan di Puncak Putri Kumala, namun kebanyakan dari mereka......kebanyakan dari mereka mengayunkan pedang untuk membunuh diri. Mereka yang tersisa diam-diam menghilang dan sejak itu tak pernah menunjukkan wajah mereka di dunia persilatan lagi".
"Ah!", Linghu Chong, Yue Lingshan dan yang lain-lain berseru kaget. Yue Lingshan berkata, "Semuanya adalah kakak beradik seperguruan, kalah menang dalam adu pedang, kenapa harus dianggap begitu serius? Kenapa mereka sampai begitu putus asa?"
Yue Buqun berkata, "Hal ini menyangkut prinsip-prinsip dasar ilmu silat, bukan cuma masalah adu pedang diantara saudara seperguruan. Bertahun-tahun yang lalu ketika Perguruan Pedang Lima Puncak memperebutkan jabatan ketua perserikatan, perguruan kita punya banyak tokoh yang berilmu tinggi, namun karena perang saudara di dalam perguruan kita, lebih dari dua puluh orang jago tewas dalam adu pedang di Puncak Putri Kemala. Walaupun faksi pedang kalah telak, namun faksi tenaga dalam juga kehilangan tidak sedikit orang, oleh karena itu kedudukan ketua perserikatan bisa direbut oleh Perguruan Songshan. Kalau dicari penyebabnya, akar dari semua itu ialah perang diantara faksi pedang dan tenaga dalam itu". Linghu Chong dan yang lain-lain berkali-kali menganguk.
Yue Buqun berkata, "Kalau perguruan kita tak berhasil mendapatkan kedudukan ketua perserikatan, itu sudah lumrah; kalau reputasi Perguruan Huashan tercoreng, itu juga sudah lumrah, namun hal yang terberat ialah saling bunuh diantara para saudara seperguruan. Saudara-saudara seperguruan itu dahulu bagai saudara kandung sendiri, namun akhirnya saling bunuh membunuh dengan sangat kejam. Sekarang kalau aku mengingat keadaan yang begitu berbahaya di puncak Huashan saat itu, masih ada rasa takut yang tersisa di dalam hatiku". Sambil berbicara, matanya memandang Nyonya Yue.
Air muka Nyonya Yue agak berubah, ketika ia mengenang bagaimana para jago perguruan sendiri saling menjagal, mau tak mau ia merasa ngeri.
Yue Buqun perlahan-lahan membuka pakaiannya hingga dadanya terlihat. Yue Lingshan berseru kaget, "Aiyo, ayah, kau.......kau......" Di dadanya terlihat sebuah bekas luka yang melintang, panjangnya dua chi lebih. Bekas luka itu memanjang dari bahu kirinya sampai dada kanannya, walaupun sudah lama sembuh, namun masih menyisakan parut berwarna merah muda, rupanya luka yang dideritanya saat itu sangat parah sehingga ia hampir saja mengantar nyawa. Sejak kecil Linghu Chong dan Yue Lingshan dibesarkan oleh Yue Buqun, namun sampai saat itu mereka tak tahu bahwa di tubuhnya terdapat bekas luka seperti itu. Yue Buqun menutup bagian depan jubahnya dan berkata, "Pada hari itu dalam pertarungan di atas Puncak Putri Kumala aku terkena sabetan pedang seorang paman guru hingga aku pingsan. Ia mengira aku sudah mati sehingga ia tak memperdulikanku lagi. Kalau kebetulan ia menikamku lagi, hei hei!"
Yue Lingshan tersenyum dan berkata, "Kalau ayah tiada, hari ini aku Yue Lingshan lebih-lebih lagi tak tahu berada di mana".
Yue Buqun tersenyum, lalu wajahnya segera berubah serius, ia berkata, "Hal ini adalah rahasia besar perguruan kita, siapapun tak boleh membocorkannya, walaupun orang-orang perguruan lain sudah tahu bahwa pada hari itu Perguruan Huashan kehilangan lebih dari dua puluh jago papan atas, tapi tak ada yang tahu penyebab sebenarnya. Kami hanya mengatakan bahwa tiba-tiba wabah penyakit menyerang, kalian tak boleh membiarkan kejadian yang mencoreng nama perguruan ini diketahui orang lain. Hari ini aku tak punya pilihan lain kecuali memberitahu kalian tentang sebab musabab perkara ini karena akibatnya bisa sangat serius. Kalau Chong er tetap berada pada jalannya sekarang, dalam kurang dari tiga tahun, ia akan berpendapat bahwa 'pedang lebih penting dari tenaga dalam', hal itu sangat berbahaya, tak hanya bisa menghancurkan dirinya sendiri, namun juga mendurhakai begitu banyak sesepuh yang telah mengorbankan nyawa mereka demi aliran lurus perguruan kita dan sekaligus menghancurkan Perguruan Huashan".
Begitu mendengar hal itu, keringat dingin bercucuran di sekujur tubuh Linghu Chong, sambil menunduk malu ia berkata, "Murid telah melakukan kesalahan besar, mohon agar guru dan ibu guru menghukum aku seberat-beratnya". Yue Buqun menghela napas namun berkata, "Tentunya kau tidak sengaja melakukan hal itu, karena kau tak tahu kau tak bisa disalahkan. Tapi berpikirlah tentang para paman guru dari faksi pedang saat itu, mereka bermaksud baik, ingin mengharumkan nama perguruan kita dengan ilmu silat yang luar biasa, namun begitu mereka tersesat, mereka benar-benar terperangkap, dan akhirnya tak bisa membebaskan diri lagi. Kalau hari ini aku tidak memperingatkanmu dengan keras, dengan kecerdasan dan sifatmu yang seperti ini, kau akan sangat mudah terjerumus ke jalan pintas yang diambil oleh faksi pedang untuk memperoleh keberhasilan yang lebih cepat". Linghu Chong menjawab, "Ya!"
Nyonya Yue berkata, "Chong er, dari mana kau mendapatkan ilham untuk jurus yang barusan ini kau pakai untuk merebut pedangku?" Linghu Chong amat malu, ia berkata, "Murid hanya ingin menangkis tusukan ibu guru yang sangat cepat dan ganas, ternyata.......ternyata......"
Nyonya Yue berkata, "Baiklah. Mana yang lebih unggul di antara faksi pedang dan tenaga dalam, saat ini kau tentunya sudah tahu dengan jelas. Walaupun jurusmu ini sangat cerdik, namun begitu bersentuhan dengan tenaga dalam kelas satu gurumu, jurus yang cerdik itu masih tak bisa melawannya. Saat adu pedang di Puncak Putri Kumala itu, jurus-jurus faksi pedang banyak perubahannya, tak henti-hentinya mengalir, tapi kakek gurumu mengandalkan 'Ilmu Awan Lembayung', dengan yang tumpul mengalahkan yang tajam, dengan diam mengalahkan yang bergerak, sehingga ia berhasil mengalahkan lebih dari sepuluh orang jago faksi pedang. Ia menegaskan dasar-dasar ilmu silat aliran lurus perguruan kita. Ajaran guru hari ini harus kalian semua camkan baik-baik. Kungfu perguruan kita menggunakan tenaga dalam sebagai dasar, dan menggunakan pedang sebagai pelaksananya; tenaga dalam adalah dasarnya, dan pedang mengikuti; tenaga dalam adalah tali jala, sedangkan pedang adalah jaringnya. Apabila kau tak mampu menguasai tenaga dalam, walaupun ilmu pedangmu tinggi, tetap saja tak ada gunanya". Linghu Chong, Shi Daizi, Lu Dayou dan Yue Lingshan serentak menyoja menerima ajaran itu.
Yue Buqun berkata, "Chong er, tadinya hari ini aku bermaksud untuk mengajarimu rumus-rumus dasar 'Ilmu Awan Lembayung' dan lalu membawamu turun gunung untuk membunuh penjahat Tian Boguang itu. Hal itu bisa ditunda untuk sementara. Dalam dua bulan mendatang ini, kau harus mempelajari ilmu tenaga dalam yang telah kuajarkan kepadamu sebelumnya dengan tekun. Kau harus melupakan semua ilmu pedang yang sesat dan aneh itu. Aku akan mengujimu lagi untuk melihat apakah kau benar-benar telah mengalami kemajuan". Ketika ia berbicara sampai disini, mendadak suaranya menjadi sangat tegas, "Kalau kau berkeras untuk mengikuti jalan yang salah, terus mengikuti jalan faksi pedang yang sesat ini, hah, hukuman terberat adalah hukuman mati, hukuman teringan adalah pemusnahan seluruh ilmu silatmu dan dikeluarkan dari perguruan. Saat itu, walaupun kau merengek-rengek minta ampun, akan sudah terlambat. Jangan salahkan aku karena aku belum menjelaskannya padamu!"
Keringat dingin bercucuran dari dahi Linghu Chong, ia berkata, "Baik, murid pasti tak akan berani melakukannya".
Yue Buqun berpaling ke arah putrinya dan berkata, "Shan er, kau dan Dayou berdua berwatak tak sabaran, perkataanku pada kakak pertama ini juga harus kalian camkan baik-baik". Lu Dayou berkata, "Baik". Yue Lingshan berkata, "Walaupun aku dan kakak keenam tak sabaran, tapi kami tak sepintar kakak pertama, kami tak akan bisa menciptakan jurus pedang sendiri, ayah tak usah khawatir". Yue Buqun mendengus, "Kau sendiri tak bisa menciptakan jurus pedang? Kau dan Chong er bukannya telah menciptakan ilmu pedang Chong-Ling?"
Wajah Linghu Chong dan Yue Lingshan berdua menjadi merah padam. Linghu Chong berkata, "Murid telah membuat keonaran". Yue Lingshan tersenyum dan berkata, "Itu adalah sesuatu yang sudah sangat lama terjadi, saat itu aku masih kecil, tak tahu apa-apa, aku dan kakak pertama hanya bercanda saja. Ayah, bagaimana kau bisa tahu?" Yue Buqun berkata, "Kalau ada murid perguruan kita yang menciptakan ilmu pedang sendiri, dan aku sebagai ketua perguruan tidak mengetahuinya, bukankah itu berarti bahwa aku ini dungu?" Yue Lingshan menarik lengan baju ayahnya dan berkata sembari tersenyum, "Ayah, kau mengolok-olok aku!" Ketika Linghu Chong melihat bahwa dari raut wajah sang guru ia sama sekali tak punya maksud bercanda, ia tak bisa menghindari munculnya rasa jeri di hatinya.
Yue Buqun berdiri dan berkata, "Apabila kungfu perguruan kita dipelajari sampai mendalam, bunga atau daun yang dilempar pun bisa menjadi senjata. Orang lain hanya tahu bahwa Perguruan Huashan adalah ahli ilmu pedang, itu agak memandang remeh kita". Sambil berbicara ia mengibaskan lengan baju kirinya, tenaga dalam pun memancar, pedang yang tergantung di pinggang Lu Dayou melompat keluar dari sarungnya. Lengan baju kanan Yue Buqun menyusul mengibas, menyapu mata pedang itu, "Krak!" Pedang patah menjadi dua. Linghu Chong dan yang lain-lain tertegun karena takjub. Nyonya Yue menatap suaminya dengan penuh rasa kagum.
Yue Buqun berkata, "Ayo pergi!" Bersama Nyonya Yue ia mendahului turun gunung, Yue Lingshan, Shi Daizi dan yang lain-lain mengikuti di belakangnya.
Linghu Chong memandang dua patahan pedang yang tergeletak di tanah, dalam hati ia merasa terkejut sekaligus gembira, pikirnya, "Ternyata ilmu silat perguruan kita begitu lihai. Jurus apapun menjadi luar biasa di tangan guru, siapa yang mampu mematahkannya?" Ia berpikir lagi, "Bermacam-macam jurus yang terukir di dinding gua belakang, memperlihatkan dengan jelas bahwa semua jurus andalan Perguruan Pedang Lima Puncak dapat dipatahkan. Tapi Perguruan Pedang Lima Puncak masih tetap termasyur sampai saat ini, selalu menguasai dunia persilatan, ternyata setiap perguruan pedang mempunyai dasar ilmu tenaga dalam yang kuat, kalau setiap jurus pedang disertai dengan tenaga dalam yang hebat, tentunya ia tidak mudah dipatahkan. Prinsip ini sebenarnya sangat sederhana, hanya saja aku melupakannya sehingga pikiranku berujung pada jalan buntu. Sebenarnya jurus yang sama, yaitu 'Burung Hong Datang Menyembah', di tangan Adik Lin dan di tangan guru tentunya tidak sama. Orang bertoya di dinding gua itu akan bisa memecahkan jurus 'Burung Hong Datang Menyembah' Adik Lin, namun ia tak akan bisa mematahkan jurus 'Burung Hong Datang Menyembah' guru".
Setelah ia mengerti hal itu, kekhawatiran yang sudah dipendamnya selama beberapa bulan terakhir ini pun sirna. Walaupun hari ini sang guru tidak jadi mengajarinya 'Ilmu Awan Lembayung', dan juga tidak mengatakan bahwa Yue Lingshan akan dipertunangkan kepadanya, namun ia tidak merasa kecewa, ia malah bersyukur karena kepercayaannya kepada ilmu silat perguruannya telah pulih kembali. Ketika ia mengenang bagaimana dalam setengah bulan terakhir ia hanya mimpi di siang bolong belaka, berharap agar guru dan ibu guru bersedia mempertunangkan putri mereka kepadanya, mau tak mau wajahnya menjadi merah padam dan diam-diam ia merasa jengah.
Sore hari besoknya, ketika Lu Dayou naik ke tebing untuk mengantar nasi, ia berkata, "Kakak pertama, hari ini pagi-pagi guru dan ibu guru pergi ke Shanpei[5]". Linghu Chong agak terkejut, ia berkata, "Ke Shanpei? Kenapa tidak ke Chang'an?" Lu Dayou berkata, "Si Tian Boguang itu telah melakukan beberapa kejahatan di Prefektur Yan'an, ternyata penjahat itu sudah tak berada di Chang'an lagi".
"Oh", ujar Linghu Chong. Ia berpikir bahwa jika guru dan ibu guru turun tangan, Tian Boguang pasti akan tewas; dalam lubuk hatinya yang terdalam, mau tak mau ia merasa kasihan. Ia merasa bahwa karena Tian Boguang adalah seseorang yang cabul dan gemar main wanita, serta membahayakan semua orang, kalau ia harus mati pun belum cukup untuk menebus dosa-dosanya. Tetapi ilmu silat orang ini benar-benar tinggi, dalam kedua pertarungan diantara mereka, ia selalu bersikap jujur dan jantan, namun sayang ia selalu melakukan kejahatan, sehingga ia menjadi musuh bersama dunia persilatan.
* * *
Catatan Kaki
[1] Daerah di luar Tembok Besar.
[2] Tujuh emosi manusia, yaitu rasa senang, marah, sedih, takut, cinta, benci dan birahi.
[3] Chang'an yang sekarang dikenal sebagai Xi'an adalah ibu kota Propinsi Shanxi. Chang'an adalah ibu kota beberapa dinasti China seperti Dinasti Zhou, Qin, Han, Sui, dan Tang.
[4] Ungkapan yang artinya 'baru bersiap-siap setelah saatnya hampir tiba'.
[5] Propinsi Shanxi utara, Huashan terletak di propinsi yang sama.
Bagian 2
Dalam dua hari belakangan ini, Linghu Chong berlatih tenaga dalam, ia tak lagi melihat gambar-gambar yang ada di dinding gua itu, setiap kali ia mengingatnya, ia segera mengusir pikiran itu jauh-jauh dan berusaha untuk menghindarinya, ia sering berpikir, "Untungnya, guru mengingatkanku tepat pada waktunya, sehingga aku tidak tersesat dan menjadi orang yang berdosa pada perguruan sendiri, benar-benar sangat berbahaya".
Pada suatu hari saat menjelang senja, setelah makan, ketika Linghu Chong telah bersemedi selama beberapa waktu, tiba-tiba ia mendengar suara seseorang yang menaiki tebing dari jauh, langkah kakinya amat cepat, rupanya ilmu silat orang yang datang itu tidak rendah. Ia merasa cemas, "Orang ini bukan orang perguruan kita, dia mau apa diatas tebing ini? Apa dia orang bertopeng yang berjubah hijau itu?" Ia cepat-cepat berlari ke gua belakang dan mengambil sebilah pedang milik perguruan sendiri, mengantungkannya di pinggangnya, lalu kembali ke gua depan.
Saat itu, orang itu sudah berada di atas tebing sambil berteriak, "Saudara Linghu, teman lama datang berkunjung". Suaranya terdengar akrab di telinganya, ternyata ia adalah si 'Kelana Tunggal Selaksa Li' Tian Boguang. Linghu Chong terkejut, pikirnya, "Guru dan ibu guru sedang turun gunung untuk membunuhmu, tapi kau begitu berani, mau apa kau naik ke Huashan?" Ia berjalan ke mulut gua, tertawa dan berkata, "Kakak Tian kau telah datang berkunjung dari jauh, sungguh tak terduga".
Ia melihat bahwa Tian Boguang sedang membawa sebuah pikulan, ia meletakkan pikulannya di tanah, lalu mengeluarkan sebuah guci besar dari keranjang bambu yang tergantung di pikulan itu, lalu ia tersenyum dan berkata, "Aku dengar Saudara Linghu sedang disekap di puncak Huashan, ia pasti ingin minum, dari gudang Kedai Arak Zhexian di Chang'an, adik mengambil arak tua berumur seratus tiga puluh tahun supaya bisa minum sepuasnya dengan Saudara Linghu".
Linghu Chong mengambil beberapa langkah untuk menghampirinya, di bawah sinar rembulan ia melihat bahwa di atas kedua guci arak besar itu memang tertempel merek 'Kedai Arak Zhexian' yang ditulis dengan huruf-huruf emas di atas kertas merah. Kertas merek dan segel yang tertera di guci itu sama-sama kelihatan kuno, jelas bahwa guci-guci itu tidak baru. Ia tak bisa menahan rasa gembiranya, ia tertawa dan berkata, "Kakak Tian memikul arak berumur seratus tahun lebih ini ke puncak Huashan, benar-benar hadiah yang luar biasa! Mari, mari, mari minum arak berdua". Dari dalam gua ia membawa dua buah mangkuk. Tian Boguang membuka segel lempung di guci arak dan bau harum arak yang semerbak segera menyeruak keluar. Sebelum ia sempat mencicipi arak itu, Linghu Chong sudah merasa mabuk.
Tian Boguang menuangkan semangkuk arak dari guci itu dan berkata, "Coba kau cicipi, bagaimana?" Linghu Chong mengangkat mangkuk dan minum seteguk besar arak, lalu berseru memuji, "Benar-benar arak bagus!" Ia menghabiskan sisa arak, lalu mengacungkan jempolnya, "Arak yang terkenal di kolong langit, sangat jarang ditemui di muka bumi!"
Tian Boguang tertawa dan berkata, "Aku dengar orang bilang bahwa arak yang terkenal di kolong langit itu kalau di utara Arak Fen[1], kalau di selatan Arak Shao[2]. Arak Fen yang paling enak bukan berasal dari Shan-xi, melainkan dari Chang'an, dan arak berkelas yang nomor satu di Chang'an ialah arak 'Kedai Zhexian' yang dahulu sering diminum Li Taibai[3]. Saat ini, kecuali kedua guci ini, di muka bumi ini tidak ada guci ketiga". Linghu Chong berkata dengan heran, "Masa di gudang Kedai Arak Zhexian hanya tertinggal dua guci ini saja?" Tian Boguang tertawa, "Setelah aku mengambil kedua guci ini, aku lihat masih ada lebih dari dua ratus guci di gudang itu, aku pikir para pembesar, orang kaya dan rakyat jelata di Kota Chang'an jika punya uang di kantong baru bisa pergi ke 'Kedai Arak Zhexian' untuk minum arak bagus ini, kenapa pendekar besar Linghu dari Perguruan Huashan yang pemberani tak bisa melakukan hal yang sama? Maka aku lantas membuat keributan sehingga bau harum arak lantas memenuhi gudang itu, dan arak membanjir sampai setinggi pinggang".
Linghu Chong terkejut, namun juga ingin tertawa, "Apa Kakak Tian menghancurkan dua ratus guci arak itu hingga hancur berkeping-keping?" Tian Boguang tertawa terbahak-bahak, "Di kolong langit ini tinggal dua guci ini, maka hadiah ini sangat berharga, hahaha, hahaha!" Linghu Chong berkata, "Banyak terima kasih, banyak terima kasih!" Ia minum semangkuk lagi dan berkata, "Ternyata Kakak Tian telah memikul kedua guci besar ini dari Kota Chang'an ke Huashan, tentunya sangat sukar dan merepotkan, jangankan arak yang terkenal di kolong langit, kalau kedua guci ini hanya berisi air pun, Linghu Chong akan sangat berterima kasih".
Tian Boguang mengacungkan jempol tangan kanannya dan berkata dengan lantang, "Kau seorang lelaki sejati, seorang gagah!" Linghu Chong berkata, "Kenapa Kakak Tian memuji adik?" Tian Boguang berkata, "Si Tian ini adalah maling cabul yang telah melakukan segala kejahatan, pernah menusukmu sampai terluka parah, dan juga telah melakukan banyak kejahatan di kaki Huashan, semua orang di Perguruan Huashan tidak ada yang tidak ingin segera membunuhku. Namun ketika hari ini aku membawakan arak, Saudara Linghu langsung meminumnya tanpa curiga, tak takut arak ini diracuni. Hanya lelaki sejati yang berpandangan luas seperti ini yang pantas menikmati arak yang terkenal di kolong langit ini".
Linghu Chong berkata, "Kau mengolok-olokku. Adik dan Kakak Tian sudah dua kali bertarung, aku tahu jelas kalau perbuatan Kakak Tian tidak baik, namun kau tidak akan mau merendahkan dirimu sendiri dengan diam-diam meracuni orang. Lagipula, ilmu silatmu jauh lebih tinggi dariku, kalau mau mencabut nyawaku, tinggal menghunus golok saja, untuk apa repot-repot?"
Tian Boguang tertawa terbahak-bahak, "Perkataan Saudara Linghu sangat benar. Tapi kau harus tahu bahwa aku tidak langsung memikul dua guci arak ini dari Chang'an ke Huashan, mula-mula aku memikul seratus jin arak wangi ini ke Shanpei untuk melakukan dua kasus, lalu ke Shandong[4] untuk melakukan dua kasus lagi, baru naik ke Huashan". Linghu Chong terkejut, ia berpikir, "Tapi kenapa?" Setelah memikirkannya sejenak, ia lantas mengerti dan berkata, "Rupanya Kakak Tian sengaja terus menerus melakukan kejahatan untuk memancing guru dan ibu guruku pergi. Supaya bisa menjumpai adik, kau memakai akal-akalan memancing harimau turun gunung. Kakak Tian bersusah payah sedemikian rupa, entah apa yang kau inginkan dariku?" Tian Boguang tertawa, "Coba Saudara Linghu terka".
Linghu Chong berkata, "Aku tak mau menebak!" Ia menuang semangkuk besar arak dan berkata, "Kakak Tian, kau datang ke Huashan sebagai tamu, tapi di tebing tandus ini tak ada sesuatu yang bisa kuhadiahkan untukmu, maka aku akan memberi sang Buddha bunga dari orang lain[5], minumlah semangkuk arak yang paling harum di kolong langit ini". Tian Boguang berkata, "Banyak terima kasih". Dengan sekali tengak ia menghabiskan semangkuk arak itu. Linghu Chong menemaninya minum semangkuk arak. Kedua orang itu saling memperlihatkan mangkuk yang sudah kosong, tertawa terbahak-bahak, lalu meletakkan mangkuk pada saat yang sama. Mendadak kaki kanan Linghu Chong melayang, "Bruk!" ia menendang kedua guci arak itu hingga masuk ke dalam jurang, setelah beberapa lama, dari dasar jurang sayup-sayup terdengar dua suara berdebam.
Tian Boguang berkata dengan kaget, "Saudara Linghu, untuk apa kau menendang guci-guci arak itu?" Linghu Chong berkata, "Kau dan aku berada pada jalan yang berbeda, pikiran kita pun tak sama, Tian Boguang, kau telah berbuat begitu banyak kejahatan dan melukai banyak orang yang tak berdosa, semua orang di dunia persilatan mengertakkan gigi begitu mendengar namamu. Linghu Chong menghormati sifatmu yang terus terang, dan tidak menganggapmu bajingan yang tak tahu malu, oleh karena itu aku mau minum tiga mangkuk arak besar denganmu. Persahabatan kita berakhir sampai disini saja. Jangankan dua guci besar arak bagus, walaupun kau menaruh semua harta karun di kolong langit ini di hadapanku, masa kau bisa membeli Linghu Chong untuk dijadikan temanmu?" "Sret!", ia menghunus pedang dan berkata, "Tian Boguang, hari ini aku ingin mempelajari jurus-jurus dahsyat ilmu golok kilatmu".
Namun Tian Boguang tak menghunus goloknya, ia menggeleng dan tersenyum kecil, lalu berkata, "Saudara Linghu, ilmu pedang perguruanmu yang terhormat sangat tinggi, hanya saja usiamu masih muda, kau belum menguasainya secara tuntas, kalau kau mau bertarung dengan aku sekarang, kau masih bukan tandinganku".
Linghu Chong mengumam pada dirinya sendiri untuk beberapa saat, lalu mengangguk, "Perkataanmu itu benar, dalam sepuluh tahun ini, Linghu Chong tak akan bisa membunuh Kakak Tian". "Sret!" Ia memasukkan pedangnya ke dalam sarungnya kembali.
Tian Boguang tertawa terbahak-bahak lalu berkata, "Orang yang bijak bisa menyesuaikan dirinya dengan keadaan!" Linghu Chong berkata, "Linghu Chong hanya orang biasa yang tak punya nama di dunia persilatan, Kakak Tian sudah bersusah payah naik ke Huashan, tentunya bukan cuma untuk mengambil kepala yang berada di atas leherku. Kau dan aku adalah musuh, bukan teman, kalau Kakak Tian ingin menyuruhku melakukan sesuatu, aku tak akan menurutinya". Tian Boguang tersenyum dan berkata, "Kau belum mendengar apa yang akan aku katakan, tapi belum-belum sudah menolak".
Linghu Chong berkata, "Tepat sekali. Tak perduli kau mau menyuruhku berbuat apa, aku pasti tak akan melakukannya. Tapi aku juga tak bisa mengalahkanmu, maka lebih baik aku kabur saja". Sebelum ia selesai berbicara ia telah berlari sampai ke belakang tebing. Ia tahu orang ini dikenal sebagai 'Kelana Tunggal Selaksa Li', langkah kakinya luar biasa cepat. Walaupun ilmu goloknya hebat, namun di dunia persilatan orang yang dapat mengalahkannya tidak sedikit. Dalam sepuluh tahun belakangan ia telah melakukan banyak perbuatan jahat dan para pendekar aliran lurus telah beberapa kali bergabung untuk mengepungnya, namun mereka tak pernah bisa menyentuh selembar rambut pun di tubuhnya, karena ia adalah seseorang yang selalu waspada, selain itu ilmu ringan tubuhnya juga sangat tinggi. Oleh karena itu ketika Linghu Chong mulai berlari, ia lari dengan sekuat tenaga.
Ia bergerak dengan sangat cepat namun tak nyana Tian Boguang lebih cepat lagi, Linghu Chong baru berlari beberapa zhang saja, tapi ternyata Tian Boguang sudah menghadang di depannya. Linghu Chong segera berbalik, ia hendak terjun dari depan tebing, namun begitu ia berlari sepuluh langkah lebih, Tian Boguang telah mengejarnya dan menghadang di depannya sambil mementang tangannya seraya tertawa terbahak-bahak. Linghu Chong mundur tiga langkah lalu berseru, "Aku tak bisa lari, terpaksa berkelahi. Kalau aku memanggil bala bantuan, Kakak Tian tidak boleh marah".
Tian Boguang tertawa, "Kalau gurumu yang terhormat Tuan Yue datang, si Tian ini akan kabur. Akan tetapi saat ini Tuan Yue dan Nyonya Yue masih berada di Shandong yang jauhnya lima ratus li dari sini, mereka tak mungkin bisa sampai disini tepat pada waktunya untuk menyelamatkanmu. Walaupun adik-adik seperguruan Saudara Linghu banyak dan bisa disuruh naik ke atas tebing, namun mereka masih bukan tandingan si Tian ini, yang lelaki akan sia-sia mengantar nyawa, sedangkan yang wanita......hehehe, hehehe". Suara tertawanya mengandung maksud yang tak baik.
Linghu Chong terkejut, ia berkata dalam hati, "Siguoya jauh dari aula utama Huashan, walaupun aku bisa berteriak keras-keras, para adik seperguruan tak akan bisa mendengarnya. Orang ini adalah maling cabul pemetik bunga yang terkenal, kalau ia berjumpa dengan adik kecil......aiyo, berbahaya sekali! Untung saja barusan ini aku tak bisa lari, kalau tidak Tian Boguang tentu akan datang ke aula utama untuk mencari aku, dan adik kecil pasti akan terlihat olehnya. Adik kecil begitu rupawan, kalau sampai terlihat oleh maling cabul yang sangat jahat ini, aku.......walaupun mati selaksa kali aku masih tak akan bisa menebus kesalahanku". Ia memutar otaknya dan mengambil keputusan, "Saat ini aku akan pura-pura menuruti kehendaknya untuk mengulur waktu. Karena aku tak bisa mengalahkannya dengan tenaga, aku harus mengalahkannya dengan akal. Aku harus mengulur waktu sampai guru dan ibu guru pulang, lalu semua akan beres". Ia berkata, "Baiklah. Linghu Chong tak bisa mengalahkanmu, lari tak bisa, memanggil bala bantuan juga tak bisa......" Ia mengangkat bahunya, seakan hendak mengatakan bahwa ia sudah tak berdaya lagi dan akan menyerahkan diri pada nasib saja.
Tian Boguang tersenyum dan berkata, "Saudara Linghu, kau jangan sampai salah paham, bukannya si Tian Boguang ini mau membuatmu susah, sebenarnya perkara ini sangat menguntungkan bagimu, nanti kau pasti akan sangat berterima kasih padaku".
Linghu Chong mengoyang-goyangkan tangannya, "Kau sudah banyak melakukan kejahatan, namamu sangat buruk. Aku tak perduli apakah perkara ini sangat menguntungkan bagiku, Linghu Chong akan menjaga akhlak dan harga dirinya, dan tak akan ikut berkubang dalam lumpur bersamamu".
Tian Boguang tersenyum dan berkata, "Si Tian ini adalah bandit pemetik bunga yang namanya sangat jelek, tapi Linghu Chong adalah murid Tuan Yue, orang bajik nomor satu di dunia persilatan, kau tak bisa berkubang dalam lumpur bersamaku. Tapi kalau hari ini begitu, kenapa dulu tidak?" Linghu Chong berkata, "Apa maksudmu, kalau hari ini begitu, kenapa dulu tidak?" Tian Boguang tertawa dan berkata, "Di loteng Huiyan di Hengyang, Saudara Linghu dan si Tian ini pernah bersama-sama duduk semeja dan minum-minum secara bersahabat". Linghu Chong berkata, "Linghu Chong selalu cinta arak seperti nyawa sendiri, kalau kita minum beberapa mangkuk arak bersama, memangnya kenapa?" Tian Boguang berkata, "Di Wisma Kumala di Kota Hengshan, Saudara Linghu dan si Tian ini pernah bersenang-senang dengan pelacur di bordil yang sama". "Bah!", ujar Linghu Chong, "Waktu itu Linghu Chong terluka parah, aku ditolong orang dan untuk sementara waktu berada di Wisma Kumala untuk menyembuhkan lukaku. Bagaimana kau bisa mengatakan aku tidur dengan pelacur?" Tian Boguang tertawa, "Tapi di Wisma Kumala itu, Saudara Linghu tidur seranjang dengan dua orang perempuan muda yang rupawan".
Pikiran Linghu Chong terguncang, dengan lantang ia berkata, "Tian Boguang, mulutmu itu terlalu kotor! Nama Linghu Chong putih bersih, kedua nona itu bahkan lebih suci murni lagi. Kalau kau terus mengatakan kata-kata yang kotor dan cabul ini, aku tak akan segan-segan lagi padamu".
Tian Boguang tersenyum, lalu berkata, "Hari ini kau tak akan segan-segan lagi padaku, apa gunanya? Kalau kau mau melindungi nama Perguruan Huashan yang putih bersih, maka saat itu seharusnya kau memperlakukan kedua nona itu dengan sopan, tapi kenapa di depan para pendekar Perguruan Qingcheng, Heng Shan dan Hengshan kau tidur seranjang dengan kedua nona itu dan main gila dengan mereka? Hahaha, hahaha!"
Linghu Chong murka, sambil berseru, ia mengangkat tinjunya dan menyerang Tian Boguang.
Tian Boguang menghindar sembari tertawa, ia berkata, "Tak ada gunanya mengingkari kejadian itu, kalau pada hari itu kau tidak main gila dengan kedua nona itu di atas ranjang, kenapa sekarang mereka tergila-gila padamu?"
Linghu Chong berpikir, "Orang ini adalah orang yang sama sekali tak tahu malu, ia bicara sembarangan tanpa banyak pikir, kalau aku terjerat dalam omong kosong yang tak ada juntrungannya ini, entah berapa banyak lagi perkataan kasar yang akan diucapkannya. Pada hari itu di loteng Huiyan di Hengyang, ia kena akal-akalanku, ini adalah hal yang paling memalukan seumur hidupnya, hanya hal ini yang bisa menyumpal mulutnya". Dalam sekejap ia tak lagi marah, namun malah tersenyum, "Aku pikir untuk apa Kakak Tian jauh-jauh datang Ke Huashan, ternyata kau telah menerima perintah gurumu biksuni kecil Yilin untuk mengantarkan dua guci arak bagus kepadaku sebagai tanda terima kasihnya karena telah mencarikan seorang murid yang patuh seperti kau. Hahaha, hahaha!"
Wajah Tian Boguang merah padam, namun ia segera menenangkan dirinya, dengan wajah bersungguh-sungguh ia berkata, "Dua guci arak ini adalah hadiah persahabatan dari si Tian ini sendiri, tapi kedatangan si Tian ini ke Huashan memang ada hubungannya dengan guru kecil Yilin".
Linghu Chong tertawa, "Guru ya guru, mana ada guru besar atau guru kecil? Begitu seorang lelaki sejati berjanji, kereta yang ditarik empat kuda pun tak bisa menarik kembali perkataannya. Masa kau mau mengingkari perkataanmu? Adik Yilin adalah murid senior di Perguruan Hengshan. Kau bisa mengangkat seorang guru seperti dia, ini adalah nasib baikmu! Hahaha, hahaha!"
Tian Boguang murka, tangannya menekan gagang goloknya, ia hampir saja mencabut goloknya, tapi ia cepat-cepat menahan diri, dan dengan dingin berkata, "Saudara Linghu, ilmu silat tangan kosongmu buruk, tapi silat lidahmu sangat lihai". Linghu Chong tertawa, "Dalam ilmu golok, pedang dan silat tangan kosong aku bukan tandingan Kakak Tian, maka aku terpaksa meraih sedikit kemenangan dengan lidahku". Tian Boguang berkata, "Kalau bersilat lidah, aku mengaku kalah. Saudara Linghu, kau ikut aku sekarang".
Linghu Chong berkata, "Aku tak mau pergi! Biar kau bunuh aku, aku tetap tak mau pergi!"
Tian Boguang berkata, "Apa kau tahu aku mau kau pergi kemana?"
Linghu Chong berkata, "Tak tahu! Mau terbang ke langit, atau mau menyusup ke dalam bumi. Kemanapun Tian Boguang pergi, Linghu Chong pasti tak akan pergi ke situ".
Tian Boguang perlahan-lahan menggeleng, "Aku datang ingin mengundang Saudara Linghu bertemu guru kecil Yilin".
Linghu Chong terkejut dan berkata, "Apa Adik Yilin telah terjatuh ke dalam tanganmu, penjahat? Kau durhaka, berani berbuat kurang ajar pada gurumu!" Tian Boguang berkata dengan gusar, "Guru si Tian ini orang lain, sudah lama meninggal dunia. Setelah ini jangan bawa-bawa guru kecil Yilin lagi". Sedikit demi sedikit raut wajahnya menjadi tenang, ia berkata lagi, "Guru kecil Yilin memikirkanmu siang dan malam, ia mengkhawatirkan Saudara Linghu, sebagai temanmu, sejak saat ini aku tak berani berbuat tak sopan padanya, tentang hal ini kau tak usah khawatir. Ayo kita pergi!"
Linghu Chong berkata, "Aku tak mau pergi! Sudah beribu kali kukatakan bahwa aku tak mau pergi!"
Tian Boguang menelengkan kepalanya sambil meliriknya, "Aku diminta orang untuk mempertemukanmu dengan guru kecil Yilin, ini bukan keinginannya, kenapa kau harus mempertaruhkan nyawamu?" Linghu Chong berkata, "Kalau aku tak mau melakukan sesuatu, jangankan kau, guru, ibu guru, ketua perserikatan lima puncak dan Sri Baginda Kaisar pun tak bisa memaksaku. Pokoknya aku tak mau pergi, seribu kali tak mau pergi". Tian Boguang berkata, "Karena kau begitu keras kepala, si Tian ini tak akan segan-segan lagi". "Sret!" Ia menghunus golok.
Linghu Chong berkata dengan gusar, "Kau sudah terlebih dahulu menyinggungku ketika kau berusaha menawan aku. Rupanya hari ini Siguoya di Huashan ini akan menjadi tempat Linghu Chong menghantar nyawa". Ia berseru dan menghunus pedangnya.
Tian Boguang mundur selangkah sambil mengerutkan dahi, "Saudara Linghu, diantara kita berdua tidak ada permusuhan, kenapa kita harus bertarung mati-matian? Tak ada jeleknya kalau kita bertaruh saja". Diam-diam Linghu Chong merasa senang, "Mau bertaruh? Bagus, kalaupun aku kalah, aku masih bisa bersilat lidah untuk mengingkarinya". Tapi mulutnya berkata, "Bertaruh apa? Kalau menang, aku tak akan pergi, kalau kalah, aku juga tetap tak akan pergi". Tian Boguang tersenyum dan berkata, "Murid tertua ketua Perguruan Huashan, ternyata begitu takut pada ilmu golok kilat Tian Boguang, bahkan tiga puluh jurus pun ia tak berani melayaninya". Linghu Chong berkata dengan marah, "Takut apa? Paling-paling aku akan mati di bawah golokmu".
Tian Boguang berkata, "Saudara Linghu, aku bukannya meremehkan kau, tapi jangan-jangan kau tak akan bisa melayani tiga puluh jurus ilmu golok kilatku ini. Kalau kau bisa menangkis tiga puluh jurus golok kilatku, si Tian ini akan menepuk pantat dan lantas pergi tanpa banyak omong lagi. Tapi kalau si Tian ini beruntung dan bisa mengalahkanmu dalam tiga puluh jurus, kau harus ikut aku turun gunung untuk menemui guru kecil Yilin".
Sebuah ide muncul di benak Linghu Chong, diam-diam ia mengingat-ingat jurus-jurus golok Tian Boguang, "Setelah bertarung dua kali dengannya, entah sudah berapa kali aku memikirkan macam-macam jurus goloknya yang sebat dan ganas itu, dan juga telah minta petunjuk guru dan ibu guru. Kalau aku cuma tidak harus kalah, masa menangkis tiga puluh jurus saja aku tak bisa?" Dengan lantang ia berkata, "Baik. Akan kuhadapi tiga puluh jurusmu!" "Wus!" Ia menyerang ke arahnya. Begitu mulai ia langsung memakai jurus andalan perguruan sendiri, yaitu 'Burung Hong Datang Menyembah', mata pedangnya bergetar dan mengeluarkan suara mendengung, seketika itu juga bagian atas tubuh Tian Boguang dikelilingi oleh sinar pedangnya.
Tian Boguang memuji, "Ilmu pedang yang bagus!" Ia mengayunkan goloknya untuk menangkis dan mundur selangkah ke belakang. Linghu Chong berteriak, "Satu jurus!" Ia kembali menyerang dengan jurus 'Cemara Hijau Menyambut Tamu'. Lagi-lagi Tian Boguang memuji, "Ilmu pedang yang bagus!" Ia tahu bahwa dalam jurus itu tersembunyi banyak perubahan, maka ia tak berani menangkisnya dengan goloknya, melainkan hanya mengegos untuk menghindar. Gerakan menghindar ini sebenarnya bukan sebuah jurus, tapi Linghu Chong berseru, "Dua jurus!" Ia sama sekali tak berhenti dan terus menyerang dengan sebuah jurus lagi.
Ia menyerang dengan lima jurus yang susul menyusul, Tian Boguang hanya menangkis atau menghindar, tak pernah bisa membalas, namun Linghu Chong telah menghitung sampai lima jurus. Ketika Linghu Chong memulai jurus keenamnya dengan menusuk ke atas dari bawah, Tian Boguang berteriak dan mengangkat goloknya untuk membacok, golok dan pedang beradu, dan pedang di tangan Linghu Chong langsung jatuh ke tanah. Tian Boguang berseru, "Jurus keenam, jurus ketujuh, jurus kedelapan, jurus kesembilan, jurus kesepuluh!" Setiap kali ia menghitung, golok di tangannya membacok, setelah menghitung lima kali, golok bajanya juga telah membacok lima kali. Ternyata jurus-jurusnya tak ada perubahannya, dan ia selalu membacok ke arah kepala.
Namun setiap jurusnya lebih keras dari yang sebelumnya. Saat jurus keenam dilancarkan, Linghu Chong merasa sekujur tubuhnya seperti tertekan oleh tenaga lawan
hingga ia sukar bernapas, ia berusaha sekuat tenaga untuk menangkis. "Trang!" Golok dan pedang beradu, lengannya terasa kesemutan dan pedangnya jatuh ke tanah. Tian Boguang membacok lagi. Linghu Chong memejamkan kedua matanya, ia tak memperdulikannya.
Tian Boguang tertawa terbahak-bahak dan bertanya, "Sekarang sudah berapa jurus?" Linghu Chong membuka matanya dan berkata, "Ilmu golokmu memang lebih tinggi dariku, tenaga luar dan dalammu juga jauh lebih menang dariku. Linghu Chong bukan tandinganmu". Tian Boguang tertawa, "Kalau begitu, ayo kita pergi!"
Linghu Chong berkata, "Aku tak mau pergi!" Wajah Tian Boguang berubah masam, ia berkata, "Saudara Linghu, si Tian ini menghargaimu sebagai seorang lelaki sejati yang perkataannya bisa dipegang, Saudara Linghu sudah kalah dalam tiga puluh jurus, bagaimana kau bisa mengingkari perkataanmu sendiri?" Linghu Chong berkata, "Tadinya aku tak percaya bahwa kau akan bisa mengalahkanku dengan tiga puluh jurus, sekarang ternyata aku kalah, tapi aku sama sekali tak pernah berkata bahwa kalau aku kalah aku akan ikut kau pergi. Memangnya kapan aku pernah berkata begitu?" Tian Boguang berpikir bahwa ia sendirilah yang mengucapkan perkataan itu, tapi Linghu Chong tak pernah mengatakannya. Ia mengayun-ayunkan goloknya sambil tertawa dingin, lalu berkata, "Dalam namamu ada huruf 'hu', ternyata nama itu memang cocok denganmu".[6] Memangnya kalau kau tak pernah mengatakannya, lalu kenapa?" Linghu Chong berkata, "Barusan ini aku kalah karena tenagaku kalah kuat dibandingkan denganmu, aku masih tak puas. Biarkan aku istirahat sejenak, nanti kita bertarung lagi".
Tian Boguang berkata, "Baiklah, aku tunggu sampai kau mau mengaku kalah". Ia duduk di atas batu sambil berkacak pinggang, lalu menyengir sambil melirik ke arahnya.
Linghu Chong berpikir, "Bandit ini ingin aku ikut dia turun gunung, entah ada maksud jahat apa di baliknya, katanya untuk menemui Adik Yilin, tapi pasti ini bukan alasan yang sebenarnya. Dia juga bukan benar-benar murid Adik Yilin, lagipula setiap Adik Yilin melihat dia, ia ketakutan sampai jiwanya seakan melayang ke awang-awang, mana mungkin ia mau berurusan dengannya? Tapi saat ini ia terus mengangguku, bagaimana caranya supaya aku bisa lolos darinya?" Ia berpikir tentang enam bacokan yang barusan ini dilancarkan olehnya, ilmu goloknya biasa-biasa saja, namun tenaga yang dipakainya sangat kuat, dan ia benar-benar tak tahu bagaimana ia dapat menangkis serangan itu.
Mendadak sebuah ide muncul di benaknya, "Malam itu di bukit tandus, ketika Tuan Mo Da membunuh si Tapak Songyang Fei Bin, ia menggunakan ilmu pedang Heng Shan yang cepat dan sukar ditebak, kalau aku memakainya untuk melawan penjahat Tian Boguang ini, tentunya aku tak akan kalah. Di dinding gua belakang, terukir bermacam-macam jurus andalan Perguruan Heng Shan, kalau aku mempelajari barang tiga atau empat puluh jurus saja, tentunya aku akan bisa menghadapi Tian Boguang". Ia berpikir lagi, "Ilmu pedang Heng Shan sangat luar biasa, tak dapat dipelajari dengan seketika, agaknya ini cuma mimpi di siang bolong".
Tian Boguang melihat bahwa air mukanya berubah-ubah, mendadak cemas mendadak gembira, lalu tiba-tiba nampak putus asa. Ia tersenyum dan berkata, "Saudara Linghu, apa kau sudah menemukan akal bulus untuk mematahkan ilmu golokku ini?"
Ketika Linghu Chong mendengarnya mengatakan kedua kata "akal bulus" itu dengan nyaring, mau tak mau ia menjadi naik pitam, dengan lantang ia berkata, "Untuk mematahkan ilmu golokmu, untuk apa pakai akal bulus segala? Kau terlalu bawel dan ribut hingga aku tak bisa memusatkan perhatianku, aku mau masuk ke dalam gua supaya bisa berpikir dengan tenang, kau jangan buat onar". Tian Boguang tersenyum, "Kau pikirkanlah dalam-dalam, aku tak akan menganggumu". Linghu Chong mendengar bahwa ia mengatakan kedua kata "dalam-dalam" itu dengan nyaring, ia memaki pelan-pelan dan masuk ke dalam gua.
Linghu Chong menyalakan lilin dan masuk ke gua belakang, ia langsung menuju ke dinding gua tempat ilmu pedang Perguruan Heng Shan diukir dan mempelajarinya, namun ketika melihat berbagai ilmu pedang yang perubahannya begitu rumit, ia menjadi tertegun. Seandainya ia tidak melihatnya dengan mata kepalanya sendiri, ia tak akan percaya kalau di dunia ini ada jurus-jurus pedang yang begitu aneh dan liar perubahannya. Ia berpikir, "Kalau dalam sekejap aku ingin menguasai ilmu pedang ini, jelas tak mungkin, aku harus memilih beberapa perubahan yang paling aneh, mengingat-ingatnya, lalu setelah keluar aku akan melancarkannya secara acak, siapa tahu aku bisa membuatnya bingung". Ia segera mulai mempelajari dan mengingat-ingatnya. Walaupun ia tahu bahwa setiap jurus ilmu pedang Perguruan Heng Shan telah dipatahkan musuh, namun karena ia berpikir bahwa Tian Boguang tak tahu cara memecahkan jurus-jurus itu, ia sama sekali tak khawatir.
Sambil menghafal, tangannya bergerak-gerak, setelah mempelajari lebih dari dua puluh jurus, ia telah menghabiskan lebih dari separuh shichen, terdengar suara Tian Boguang dari luar gua, "Saudara Linghu, kalau kau tak keluar, aku akan menerjang masuk". Linghu Chong mengangkat pedangnya dan melompat keluar, "Baik, aku akan terima tiga puluh jurusmu!"
Tian Boguang tertawa, "Kalau kali ini Saudara Linghu kalah lagi, lalu bagaimana?" Linghu Chong berkata, "Ini bukan pertama kalinya aku kalah, kalau harus kalah sekali lagi, memangnya kenapa?" Saat ia mengucapkan beberapa kalimat ini, dengan pedang di tangannya ia telah menyerang dengan tujuh jurus yang seperti topan badai. Ketujuh jurus ini baru dipelajarinya dari dinding gua belakang, jurus-jurus itu perubahannya sulit ditebak.
Tian Boguang tidak menyangka bahwa dalam ilmu pedang Huashannya ada perubahan-perubahan semacam itu, tangan dan kakinya sibuk menangkis serangan-serangan itu, berkali-kali ia harus mundur, diam-diam ia merasa heran, sampai pada jurus kesepuluh, "Wus!", ia mengayunkan goloknya dan menyerang balik. Bacokan-bacokan goloknya penuh tenaga hingga perubahan-perubahan dalam ilmu pedang Linghu Chong sukar dilancarkan, pada jurus kesembilan belas, golok dan pedang beradu, dan pedang Linghu Chong lantas tergetar dan mencelat.
Linghu Chong melompat dua langkah ke samping dan berseru, "Kakak Tian kau hanya menang tenaga saja, tapi kau tidak mengalahkanku dengan ilmu golokmu. Kali ini aku masih tidak menerima kekalahanku, tunggu aku memikirkan tiga puluh jurus pedang lagi, lalu aku akan bertarung denganmu lagi". Tian Boguang tertawa, "Gurumu yang terhormat sekarang masih berada di tempat yang lima ratus li jauhnya dari sini, masih mencari jejak si Tian ini dimana-mana, dalam sepuluh hari sampai setengah bulan ini belum tentu ia akan pulang ke Huashan. Tidak ada gunanya Saudara Linghu mengulur-ulur waktu seperti ini". Linghu Chong berkata, "Kalau aku bergantung pada guruku untuk membereskanmu, orang gagah macam apa aku ini? Aku baru sembuh dari sakit parah, tenagaku belum kuat, maka kau bisa mengambil kesempatan dalam kesempitan, kalau cuma adu jurus, masa aku tak bisa menangkis tiga puluh jurusmu?" Tian Boguang tersenyum, "Aku tak perduli apakah aku menang dengan tenaga atau ilmu golok, kalah ya kalah, menang ya menang, untuk apa kau bersilat lidah lagi?" Linghu Chong berkata, "Baik! kau tunggu aku disini, jadilah lelaki sejati, jangan sampai karena takut, kau lantas kabur turun gunung, ilmu ringan tubuhmu terlalu tinggi, Linghu Chong tak bisa mengejarmu!" Tian Boguang tertawa terbahak-bahak, mundur dua langkah dan duduk di atas batu.
Linghu Chong kembali masuk ke gua belakang, ia berpikir, "Tian Boguang pernah melukai Pendeta Tianmen dari Perguruan Taishan, dan bertarung dengan Adik Yilin dari Perguruan Hengshan, barusan ini aku juga memakai ilmu pedang Perguruan Heng Shan untuk melawannya, tapi ia belum tentu tahu tentang ilmu pedang Perguruan Songshan". Maka ia lantas mencari gambar-gambar ilmu pedang Perguruan Songshan, setelah mempelajari lebih dari sepuluh jurus, ia berpikir, "Aku masih belum mengeluarkan sekitar sepuluh jurus andalan Perguruan Heng Shan, kalau kucampur dengan ilmu pedang Perguruan Songshan, lalu mendadak memakai beberapa jurus perguruan sendiri, mungkin aku bisa membuatnya pusing tujuh keliling". Tanpa menunggu Tian Boguang berteriak memanggilnya, ia segera keluar gua dan bertarung.
Ilmu pedangnya kadang-kadang Songshan, kadang-kadang Heng Shan, dicampur dengan beberapa jurus andalan Perguruan Huashannnya sendiri. Tian Boguang berkali-kali berteriak, "Aneh sekali, aneh sekali!" Setelah bertukar dua puluh dua jurus, akhirnya ia bisa menempelkan goloknya di leher Linghu Chong dan memaksanya untuk melemparkan pedangnya.
Linghu Chong berkata, "Kali pertama aku hanya bisa melayani lima jurusmu, setelah berpikir untuk beberapa saat, kali kedua aku bisa melayani delapan belas jurus, setelah berpikir beberapa saat lagi, aku bisa melayani dua puluh satu jurus. Kakak Tian, kau takut apa tidak?" Tian Boguang tersenyum, "Aku takut apa?" Linghu Chong berkata, "Kalau aku terus menerus memutar otak, dan berpikir beberapa kali lagi, aku akan bisa melayani tiga puluh jurusmu. Setelah banyak kali berpikir, aku akan bisa mengalahkanmu, saat itu, walaupun aku tidak membunuhmu, bukankah akan sangat payah bagimu?" Tian Boguang berkata, "Seumur hidup si Tian ini berkeliaran di dunia persilatan, diantara semua lawan yang pernah kutemui, Saudara Linghu adalah yang paling pintar dan banyak akal, hanya sayang ilmu silatmu masih kalah jauh dari si Tian ini. Walaupun kau maju dengan pesat, tapi kalau kau mau mengalahkan si Tian ini dalam beberapa shichen ini, jelas tidak mungkin!"
Linghu Chong berkata, "Seumur hidup Linghu Chong berkeliaran di dunia persilatan, diantara semua lawan yang pernah kutemui, Kakak Tian adalah yang paling nekad, buktinya walaupun makin lama aku makin kuat, tapi kau sama sekali tidak kabur, ini adalah hal yang amat jarang terjadi. Kakak Tian, permisi, aku masuk dulu untuk berpikir".
Tian Boguang tertawa, "Silahkan".
Linghu Chong perlahan-lahan masuk ke dalam ke dalam gua, walaupun ia bicara asal-asalan dengan Tian Boguang, dan sepertinya tak mengkhawatirkan apa-apa, namun hatinya sebenarnya makin lama makin cemas, "Penjahat ini datang ke Huashan, tentunya membawa maksud yang tak baik. Ia tahu dengan jelas bahwa guru dan ibu guru sedang mencarinya untuk membunuhnya, bagaimana ia bisa dengan enteng mengajak aku bertarung? Setelah ia berhasil menahanku, walaupun ia tidak membunuhku, namun ia seharusnya menotok jalan darahku sehingga aku tak bisa bergerak, kenapa ia terus menerus membebaskanku? Apa maksudnya?"
Ia merasa bahwa Tian Boguang datang ke Huashan dengan membawa rencana jahat yang mengerikan, namun ia sama sekali tak bisa menduga rencana jahat macam apa itu, pikirnya, "Apa ia ingin menahanku disini supaya orang lain bisa membereskan adik-adik seperguruanku? Kenapa ia tak lantas membunuhku tanpa banyak cingcong? Bukankah itu jauh lebih mudah?" Ia berpikir untuk beberapa saat, lalu melompat berdiri, pikirnya, "Dalam perkara hari ini, nampaknya Perguruan Huashan berada dalam bahaya besar. Guru dan ibu guru sedang tak ada di rumah, saat ini Linghu Chong adalah murid tertua perguruan kami, beban yang berat ini harus kupikul sendirian. Tak perduli Tian Boguang menyimpan rencana jahat apa, aku harus cari akal untuk menempur dia, begitu ada kesempatan, aku harus membunuhnya". Setelah mengambil keputusan, ia kembali memperhatikan gambar-gambar di dinding gua, namun kali ini ia memilih jurus-jurus yang paling ganas dan bertujuan membunuh.
Catatan Kaki
[1] Arak tak berwarna yang dibuat di Fenyang, Propinsi Shan-xi (山西), propinsi tetangga Propinsi Shanxi (陕西)dimana Huashan dan Chang'an berada.
[2] Arak beras yang berasal dari Shaoxing di Propinsi Zhejiang, yang sampai sekarang masih sering dipakai dalam masakan China.
[3] Li Bai atau Li Bo (701-762 M) adalah seorang penyair yang hidup pada masa Dinasti Tang. Ia terkenal sering membuat syair dalam keadaan mabuk. Zhexian yang berarti 'dewa yang terbuang' adalah salah satu julukannya.
[4] Propinsi Shanxi timur.
[5] Ungkapan yang artinya 'memberikan barang milik orang lain sebagai hadiah'.
[6] Hu (狐) berarti rubah, binatang yang dianggap licik dan banyak akal.
Bagian 3
Ketika ia keluar dari gua, hari telah terang. Linghu Chong masih bermaksud membunuh, namun senyum lebar nampak di wajahnya, ia berkata, "Kakak Tian, kau telah sudi berkunjung ke Huashan, adik belum sempat melaksanakan kewajibanku sebagai tuan rumah, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya. Setelah pertarungan selesai, tak perduli siapa yang menang atau kalah, adik akan mohon Kakak Tian untuk mencicipi hasil bumi khas daerah kami". Tian Boguang berkata, "Banyak terima kasih!" Linghu Chong berkata, "Di kemudian hari, kalau kita kebetulan bertemu di bawah gunung, kau dan aku akan bertarung mati-matian, tak bisa seperti hari ini, kita tak bisa dengan sopan bertukar jurus yang dihitung". Tian Boguang berkata, "Rupanya Saudara Linghu adalah seorang teman yang begitu baik, sayang sekali kalau aku harus membunuhmu. Hanya saja kalau aku tak membunuhmu, ilmu silatmu akan maju pesat, pada suatu hari saat ilmu pedangmu sudah lebih hebat dariku, kau tak akan mengampuni aku si bandit pemetik bunga ini". Linghu Chong berkata, "Benar. Kesempatan untuk saling belajar dari ilmu silat masing-masing seperti ini sangat jarang. Kakak Tian, adik akan menyerang, mohon beri aku petunjuk". Tian Boguang tertawa, "Aku tak berani memberimu petunjuk, Saudara Linghu, silahkan!"
Linghu Chong tersenyum dan berkata, "Semakin lama adik semakin yakin bahwa aku bukan tandingan Kakak Tian". Sebelum selesai berbicara, pedangnya sudah menusuk ke depan, ketika ujung pedang tinggal berjarak tiga chi dari tubuh Tian Boguang, tiba-tiba tikaman itu melenceng ke sebelah kiri, dan tiba-tiba kembali menusuk. Tian Boguang mengangkat goloknya untuk menangkis serangan itu. Linghu Chong tak menunggu sampai mata pedang bersentuhan dengan badan golok, sekonyong-sekonyong ia menebas ke selangkangan Tian Boguang. Jurus ini sangat keji dan kejam, luar biasa sebat dan ganas, Tian Boguang terkejut, ia cepat-cepat melompat. Linghu Chong memanfaatkan kesempatan itu, "Wus, wus, wus!" Ia menebas tiga kali, setiap tebasan memakai tenaga yang telah dihimpunnya seumur hidup, menyerang ke bagian-bagian penting tubuh Tian Boguang. Tian Boguang telah kehilangan kesempatan pertama untuk menyerang dan ia berada di bawah angin. Ia mengayunkan goloknya kesana kemari untuk menangkis serangan, "Sret!" Pedang Linghu Chong menusuk ke arah kaki kanannya dan merobek kaki celananya hingga berlubang, gerakan pedang itu sangat cepat, dari daging kakinya hanya kurang dari satu cun saja.
Tangan kanan Tian Boguang meninju hingga Linghu Chong terguling-guling, dengan geram ia berkata, "Setiap jurusmu itu bertujuan untuk mencabut nyawaku, masa ini yang disebut saling mempelajari ilmu silat masing-masing?" Linghu Chong bangkit dan tertawa, "Bagaimanapun kerasnya aku berusaha, pada akhirnya aku tetap tak bisa menyentuh selembar rambut pun di tubuh Kakak Tian. Kekuatan tinju kirimu itu sama sekali tidak kecil". Tian Boguang tersenyum, "Maafkan aku". Linghu Chong menghampirinya sambil menyengir, "Sepertinya kau telah mematahkan dua tulang igaku". Ketika ia makin dekat, mendadak ia memindahkan pedang ke tangan kirinya dan menikam.
Serangan ini sangat aneh, jurus ini adalah jurus pamungkas Perguruan Heng Shan. Tian Boguang terperanjat, ujung pedang hanya kurang beberapa cun saja dari perutnya, ia kerepotan menghindarinya dan terpaksa berguling-guling di tanah. Linghu Chong berada di atas angin, ia menikam empat kali dengan susul menyusul sehingga Tian Boguang kepayahan, nampaknya dengan beberapa jurus lagi, Linghu Chong akan bisa memaku Tian Boguang ke tanah dengan pedangnya. Dengan tak disangka-sangka, kaki kiri Tian Boguang melayang, menendang pergelangan tangannya, kaki kanannya juga mendepak, tepat mengenai perutnya. Pedang di tangan Linghu Chong terlepas dan ia jatuh terlentang ke tanah.
Tian Boguang melompat dan menerjang ke depan, lalu menempelkan mata goloknya ke leher Linghu Chong sembari tertawa dingin, "Ilmu pedang yang sangat kejam! Hampir saja si Tian ini menghantar nyawa ke tanganmu, kali ini kau sudah mengaku kalah belum?" Linghu Chong tertawa, "Tentu saja belum. Katanya kita akan adu senjata, tapi kau malah pakai kaki dan tangan. Kalau pakai kaki dan tangan, bagaimana caranya kita menghitung berapa jurus yang telah dipakai?"
Tian Boguang mengayun-ayunkan goloknya, ia tertawa sinis dan berkata, "Kau pakai akal-akalan mencampur tinju dan tendangan, tapi masih kurang dari tiga puluh jurus". Linghu Chong bangkit, dengan gusar ia berkata, "Kau sudah bisa mengalahkan aku dalam tiga puluh jurus, ilmu silatmu memang hebat, memangnya kenapa? Kalau kau mau bunuh aku, bunuh saja, untuk apa mengejek aku? Kalau kau mau tertawa, tertawa saja, untuk apa tertawa sinis seperti itu?" Tian Boguang mundur selangkah dan berkata, "Tuduhan Saudara Linghu memang beralasan, si Tian inilah yang salah". Ia menjura dan berkata, "Si Tian ini mohon maaf yang sebesar-besarnya, mohon supaya Saudara Linghu sudi memaafkanku".
Linghu Chong tertegun, ia tak menyangka bahwa setelah menang telak, Tian Boguang malah minta maaf, ia segera menjura untuk balas menghormat dan berkata, "Aku tak berani menerima permintaan maafmu!" Ia berpikir, "Dia minta maaf, pasti dia punya maksud tertentu, entah apa maksudnya". Setelah berpikir keras, ia masih tak bisa menemukan jawabannya, maka ia bertanya dengan terang-terangan, "Kakak Tian, ada satu hal yang Linghu Chong tidak mengerti, tapi aku tak tahu Kakak Tian mau memberitahuku secara terus terang atau tidak". Tian Boguang berkata, "Tian Boguang tidak pernah merahasiakan hal apapun kepada siapapun. Perkara merampok dan memperkosa, membunuh dan membakar, orang lain akan menyembunyikan dan mengingkarinya, tapi kalau Tian Boguang melakukannya, untuk apa menyangkalnya?" Linghu Chong berkata, "Kalau begitu, Kakak Tian adalah seorang gagah yang jujur dan terus terang". Tian Boguang berkata, "Aku tak berani disebut "orang gagah", tapi paling tidak aku adalah seorang penjahat yang perbuatan dan perkataannya sejalan".
Linghu Chong berkata, "Hei hei, di dunia persilatan, tokoh seperti Kakak Tian ini sangat jarang. Aku hendak bertanya pada Kakak Tian, kau telah merencanakan hal ini dengan seksama, memancing guruku untuk pergi jauh-jauh, lalu setelah itu datang ke Huashan untuk mengajakku pergi, sebenarnya kau ingin aku pergi ke mana? Kau punya rencana apa?" Tian Boguang berkata, "Si Tian ini sudah berkata pada Saudara Linghu sebelumnya, bahwa aku ingin mengajakmu menemui guru kecil Yilin, untuk mengobati sakit rindunya". Linghu Chong menggeleng dan berkata, "Hal itu terlalu aneh dan tak masuk akal, Linghu Chong bukan anak yang berumur tiga tahun, bagaimana aku bisa percaya padamu?"
Tian Boguang berkata dengan gusar, "Si Tian ini menghormatimu sebagai seorang ksatria, tapi kau menganggapku sebagai seorang bajingan yang tak tahu malu. Kenapa kau tak percaya pada perkataanku? Apa perkataanku itu bukan perkataan manusia, tapi cuma kentut anjing? Kalau si Tian ini berdusta, ia lebih rendah dari anjing atau babi".
Linghu Chong melihat bahwa ia mengucapkan kata-kata itu dengan penuh ketulusan, mau tak mau ia menjadi percaya sekaligus heran, tanyanya, "Kakak Tian mengangkat biksuni kecil itu sebagai guru cuma sebagai lelucon saja, bukan sungguhan, tapi kenapa demi dia kau jauh-jauh datang kemari untuk mengajakku turun gunung?" Wajah Tian Boguang nampak jengah, "Tentu saja masih ada alasan lain. Kepandaiannya cuma begitu-begitu saja, mana bisa jadi guruku?" Sebuah pikiran muncul di benak Linghu Chong, diam-diam ia menduga-duga, "Jangan-jangan Tian Boguang benar-benar jatuh cinta pada Adik Yilin, dan hawa nafsunya telah berubah menjadi perasaan cinta?" Ia berkata, "Kakak Tian, apa kau telah jatuh cinta kepadanya pada pandangan pertama, dan lantas dengan senang hati melakukan apapun yang dia perintahkan?" Tian Boguang menggeleng, "Kau jangan mengkhayal yang bukan-bukan, mana ada hal seperti itu?" Linghu Chong berkata, "Sebenarnya ada alasan lain apa? Aku harap Kakak Tian mau memberitahuku".
Tian Boguang berkata, "Ini adalah nasib burukku sendiri, untuk apa Saudara Linghu bertanya-tanya terus? Pokoknya, kalau Tian Boguang tidak bisa mengundangmu turun gunung, sebulan lagi aku akan mati dengan cara yang sangat mengenaskan".
Linghu Chong terkejut, namun air mukanya tak berubah, "Mana ada hal semacam itu di kolong langit ini?"
Tian Boguang membuka bajunya hingga dadanya telanjang, lalu menunjuk ke arah dua lingkaran merah sebesar uang kepeng yang berada di bawah kedua putingnya, ia berkata, "Seseorang telah menotok jalan darah kematian Tian Boguang di sini, dan juga memberiku racun yang sangat kuat, lalu memaksaku untuk mengundangmu menjumpai
guru kecil Yilin. Kalau aku tak berhasil mengundangmu, dalam waktu sebulan kedua titik merah ini akan membusuk dan bernanah, lalu menyebar sedikit demi sedikit ke seluruh tubuhku. Setelah itu tidak akan ada obatnya lagi, akhirnya sekujur tubuh akan berubah menjadi daging busuk, lalu setelah tiga tahun dan enam bulan, aku akan mati membusuk". Wajahnya nampak suram, "Saudara Linghu, aku berbicara dengan jujur, bukan untuk minta belas kasihanmu, aku hanya mau kau tahu bahwa tak perduli bagaimana kerasnya kau menolak, aku akan tetap memaksamu. Kalau kau benar-benar tak mau pergi, Tian Boguang akan melakukan apa saja. Biasanya aku memang sudah melakukan segala kejahatan, dalam keadaan diantara hidup dan mati ini, aku takut apa?"
Linghu Chong berpikir, "Nampaknya ia tidak berbohong, aku tinggal mencari akal supaya tak usah ikut dia turun gunung, sebulan lagi racun dalam tubuhnya akan bekerja, dan seorang penjahat akan lenyap dari dunia ini, tak perlu aku sendiri yang membunuhnya". Ia langsung tersenyum manis, "Entah siapa jago yang membuat lelucon seperti ini dan membuat masalah yang begitu meyusahkan bagi Kakak Tian? Racun macam apa yang bersarang di tubuh Kakak Tian? Tak perduli racun yang selihai apapun, pasti ada cara untuk memunahkannya". Tian Boguang berkata dengan geram, "Orang yang menotok dan memberi aku racun itu, tak usah disebut-sebut. Yang bisa memunahkan racun aneh di titik jalan darah tubuhku, selain orang yang melakukannya, di kolong langit ini cuma ada seorang lain yaitu 'Tabib Sakti Pembunuh' Ping Yizhi, tapi apa dia mau menyembuhkan aku?" Linghu Chong tersenyum kecil, "Kalau Kakak Tian memohon dengan baik-baik, atau memaksanya dengan golok, dia pasti mau menyembuhkanmu". Tian Boguang berkata, "Kau jangan menyindir aku, pokoknya kalau aku benar-benar tak bisa mengajakmu turun, si Tian ini tak akan bisa hidup lagi, tapi kau juga tak bisa tenang-tenang saja". Linghu Chong berkata, "Tentu saja. Tapi Kakak Tian cuma harus membuatku mengaku kalah, mengingat ilmu silatmu hebat, mungkin aku akan ikut kau turun gunung. Kakak Tian, mohon tunggu sebentar, aku akan masuk ke gua untuk berpikir lagi".
Ia masuk ke dalam gua dan berpikir, "Pada hari itu aku dan dia beberapa kali bertarung, setiap kali aku selalu bisa melayani dia sampai tiga puluh jurus, kenapa kali ini aku malah mengalami kemunduran, tak bisa melayani dia sampai tiga puluh jurus?" Ia mengumam pada dirinya sendiri untuk beberapa saat, lalu mendapatkan jawabannya, "Pada hari itu ketika aku bertarung mati-matian dengannya demi menyelamatkan Adik Yilin, aku tak perduli apa aku bertarung dengan dia tiga atau empat puluh jurus. Sekarang mulutku terus menerus menghitung satu jurus, dua jurus, tiga jurus, dalam hati aku cuma memikirkan kapan aku akan mencapai jurus ketiga puluh, karena pikiranku bercabang, maka permainan pedangku juga tak bisa sebagus semestinya. Linghu Chong, oh Linghu Chong, kenapa kau bisa begitu dungu?" Setelah ia mengerti hal itu, semangatnya muncul dan ia kembali mempelajari ilmu silat yang terukir di dinding gua dengan seksama.
Namun kali ini yang dipelajarinya ialah ilmu pedang Perguruan Taishan. Ilmu pedang Perguruan Taishan menekankan kemantapan dan kestabilan, dalam waktu yang begitu pendek, ia tak akan bisa memahami intinya, lagipula ilmu pedang yang teliti dan penuh disiplin tak sesuai dengan sifatnya sendiri. Setelah mempelajarinya selama beberapa saat, ia hendak melangkah keluar, namun secara sekilas ia melihat gambar seorang bertombak yang dengan ringan dan lincah memecahkan jurus-jurus pedang Perguruan Taishan. Makin lama ia makin terpesona, begitu asyik mempelajarinya hingga ia lupa sudah berapa lama waktu berlalu, sampai Tian Boguang tak sabar menunggu dan berteriak memanggilnya supaya keluar. Kali ini keduanya langsung bertarung.
Kali ini Linghu Chong telah belajar dari pengalamannya dan tak lagi menghitung jurus, pedang yang ada di tangannya mengeluarkan sinar berkilauan, menyerang dengan sebat ke arah Tian Boguang. Tian Boguang melihat bahwa jurus-jurus pedangnya terus mengalir seperti tiada henti-hentinya, setiap kali ia masuk gua untuk berpikir, ketika keluar ia selalu mengeluarkan jurus-jurus baru, maka ia tak berani memandang enteng. Mereka saling membalas dengan cepat, dalam sekejap, mereka telah melancarkan entah berapa banyak jurus. Tiba-tiba Tian Boguang menerjang ke depan selangkah dan dengan secepat kilat mencengkeram pergelangan tangan Linghu Chong, lalu memelintir lengannya hingga ujung pedang mengarah ke tenggorokannya, ia tinggal mendorong pedang ke depan dan pedang itu akan menembus lehernya. Tian Boguang berkata dengan lantang, "Kau kalah!"
Pergelangan tangan Linghu Chong amat sakit, tapi ia berkata, "Kau yang kalah!" Tian Boguang berkata, "Bagaimana bisa aku yang kalah?" Linghu Chong berkata, "Ini adalah jurus ketiga puluh dua!" Tian Boguang berkata, "Jurus ketiga puluh dua?" Linghu Chong berkata, "Tepat sekali. Jurus ketiga puluh dua!" Tian Boguang berkata, "Kau tidak menghitungnya". Linghu Chong berkata, "Aku tidak menghitung dengan mulut, tapi menghitung dalam hati, jelas-jelas ini adalah jurus ketiga puluh dua". Sebenarnya, bagaimana ia bisa menghitung di dalam hati? Ketika ia berkata tentang jurus ketiga puluh dua, ia cuma bicara sembarangan saja.
Tian Boguang melepaskan pergelangan tangan Linghu Chong dan berkata, "Salah! Kau menikam seperti ini ketika menyerang, lalu aku menyerang balik seperti ini, kau menangkis seperti ini, aku juga membacok begini, itu jurus kedua". Ia mengayunkan goloknya dan memperagakan semua jurus yang dipakai ketika mereka bertarung dari awal sampai akhir, sejak ia mulai menghitung sampai saat ia mencengkeram pergelangan tangan Linghu Chong, hanya ada dua puluh delapan jurus. Linghu Chong melihat bahwa ingatannya sangat kuat, kedua orang itu bertukar jurus dengan amat sebat, namun ia bisa mengingat setiap jurus dan gerakan dengan jelas, urutannya sama sekali tidak rancu, benar-benar sebuah bakat yang jarang ditemui di dunia persilatan. Mau tak mau ia merasa sangat kagum, maka ia mengacungkan jempolnya dan berkata, "Ingatan Kakak Tian sangat luar biasa, ternyata adik yang salah menghitung, aku akan pikir-pikir lagi".
Tian Boguang berkata, "Tunggu dulu! Sebenarnya di dalam gua ini ada keanehan apa, aku mau masuk untuk melihatnya, apa di dalam gua ada kitab ilmu silat rahasia? Kenapa setiap kali kau masuk gua, begitu keluar kau selalu mengeluarkan banyak jurus-jurus aneh?" Sambil berbicara ia melangkah hendak masuk ke gua.
Linghu Chong terkejut, pikirnya, "Kalau ia sampai melihat gambar-gambar yang terukir di dinding gua, akan terjadi bencana". Ia segera memasang air muka gembira di wajahnya, namun ekspresi itu segera menghilang, ia lantas cepat-cepat berpura-pura nampak sangat khawatir, seraya mementang kedua tangannya ia berkata, "Yang disembunyikan di gua ini ialah kitab-kitab rahasia perguruan kami, Kakak Tian bukan murid Perguruan Huashan kami, kau tak boleh masuk ke dalam untuk melihat".
Tian Boguang melihat bahwa air mukanya yang tadinya gembira langsung menghilang, diganti dengan air muka khawatir yang dilebih-lebihkan, kemungkinan besar ia sedang berpura-pura, sebuah pikiran muncul di benaknya, "Begitu ia mendengar aku ingin masuk ke dalam gua, kenapa raut mukanya tiba-tiba menjadi gembira? Setelah itu ia berpura-pura khawatir, tentunya ia sedang menyembunyikan maksudnya yang sebenarnya, ia berharap aku menerjang ke dalam gua. Di dalam gua, pasti ada sesuatu yang berbahaya bagiku, kemungkinan besar jebakan, atau ular berbisa, atau binatang buas peliharaannya, aku tak boleh masuk dalam perangkapnya". Ia berkata, "Ternyata di dalam gua ada kitab ilmu silat rahasia perguruanmu yang terhormat, kalau begitu si Tian ini tak akan masuk untuk melihatnya". Linghu Chong menggeleng-gelengkan kepalanya, nampaknya ia sangat kecewa.
Setelah itu, Linghu Chong masuk ke dalam gua beberapa kali dan mempelajari banyak jurus-jurus aneh, tak hanya jurus-jurus andalan setiap perguruan yang tergabung dalam Perguruan Pedang Lima Puncak, namun juga tidak sedikit bermacam-macam jurus pemecah ilmu pedang Perguruan Pedang Lima Puncak, namun karena terburu-buru ia tak bisa memahaminya secara tuntas. Ia menggunakan jurus-jurus itu dalam keadaan setengah matang, sehingga keampuhannya juga terbatas, oleh karena itu ia tak pernah mampu melayani ilmu golok kilat Tian Boguang sampai tiga puluh puluh jurus. Tian Boguang melihat bahwa setiap kali ia masuk ke gua untuk merenung, setelah keluar ia mendadak dapat melancarkan begitu banyak jurus-jurus aneh. Jurus-jurus itu cemerlang, tapi tak banyak gunanya, tak mampu mengalahkan dirinya, namun jurus-jurus itu begitu cerdik, seumur hidupnya ia belum pernah meyaksikannya, benar-benar membuat orang yang melihatnya tercengang. Walaupun ia makin lama makin tak mengerti, namun ia sangat berharap agar ia dapat bertarung dengannya lebih lama lagi, agar ia bisa mempelajari dengan lebih mendalam lagi ilmu pedang yang menakjubkan itu.
Tak lama kemudian sudah lewat tengah hari, setelah Tian Boguang sekali lagi menaklukkan Linghu Chong, mendadak ia ingat, "Jurus pedang yang dipakainya kali ini, sebagian besar mirip dengan milik Perguruan Songshan, apa mungkin di dalam gua itu berkumpul jago-jago Perguruan Pedang Lima Puncak? Setiap kali ia masuk ke gua itu, ada seorang jagoan yang mengajarinya berbagai jurus, lalu menyuruh dia keluar untuk bertarung denganku. Aiyo, untung saja aku tidak langsung menerjang masuk ke dalam gua dengan gegabah, kalau tidak bagaimana aku harus menghadapi segerombolan jago-jago Perguruan Pedang Lima Puncak?" Ketika ia berpikir tentang hal itu, ia bertanya tanpa berpikir, "Kenapa mereka tidak keluar?" Linghu Chong bertanya, "Siapa yang tidak keluar?" Tian Boguang berkata, "Para sesepuh jagoan yang mengajarimu ilmu pedang di dalam gua itu".
Linghu Chong terperanjat, setelah tahu maksudnya, ia tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Para sesepuh ini tidak......tidak mau bertarung dengan Kakak Tian".
Tian Boguang murka, "Hah, orang-orang ini cuma mencari pujian dan nama besar saja, pura-pura tak mencari kedudukan dan harta, tak mau merendahkan diri dengan bertarung melawan Tian Boguang si maling cabul. Kau suruh mereka keluar dan bertarung satu lawan satu, nama boleh termasyur, tapi mereka belum tentu tandingan Tian Boguang".
Linghu Chong menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata sembari tertawa, "Kalau Kakak Tian ingin bertarung, tak ada jeleknya kalau Kakak Tian masuk ke gua dan minta petunjuk sebelas orang sesepuh ini. Mereka berpendapat bahwa ilmu golok Kakak Tian cukup bagus". Ia tahu bahwa Tian Boguang telah banyak melakukan kejahatan di dunia persilatan, musuhnya amat banyak, biasanya ia selalu bersikap waspada dan hati-hati, karena ia telah menduga bahwa di dalam gua ada jago-jago dari berbagai perguruan, bagaimanapun juga ia tak akan menerjang masuk ke dalam gua. Linghu Chong sengaja tidak mengatakan bahwa ada sepuluh orang jagoan, melainkan sebelas orang, suatu jumlah yang ganjil, agar lebih meyakinkan.
Benar saja, Tian Boguang mendengus dan berkata, "Sesepuh jagoan apa? Jangan-jangan mereka semua adalah bajingan bernama kosong, kalau tidak kenapa setelah berulang-ulang mengajarimu berbagai jurus, kau tak pernah mampu melayani tiga puluh jurus si Tian ini?" Ia sangat membanggakan ilmu ringan tubuhnya, ia berpikir bahkan kalau sebelas orang jagoan itu bersama-sama menerjang keluar, walaupun ia tak bisa melawan mereka, namun ia masih punya kesempatan untuk melarikan diri. Lagipula, karena mereka adalah sesepuh Perguruan Pedang Lima Puncak, mereka akan menjaga martabat mereka dan pasti tak akan mengeroyok dirinya.
Linghu Chong berkata dengan sungguh-sungguh, "Hal itu disebabkan karena kebodohan Linghu Chong sendiri, tenaga dalamku dangkal, hingga aku tak mampu mempelajari inti ilmu silat para sesepuh ini. Kakak Tian sedikit hati-hatilah kalau bicara, supaya tidak membuat mereka marah. Kalau salah satu sesepuh ini turun tangan, Kakak Tian tak usah menunggu racun bekerja sebulan lagi, dalam sekejap di Siguoya sini kepalamu juga bisa dipenggal".
Tian Boguang berkata, "Kau beritahu aku, siapa sebenarnya para sesepuh di dalam gua itu?" Wajah Linghu Chong seperti menyimpan rahasia, katanya, "Para sesepuh ini sudah lama menyembunyikan diri, sudah lama menarik diri dari dunia luar, berkumpulnya mereka disini, sama sekali tak ada hubungannya dengan Kakak Tian. Nama para sesepuh ini tak boleh dibocorkan ke dunia luar, tapi walaupun kuberitahu, Kakak Tian juga tak akan mengenali mereka. Aku tak akan bilang, aku tak akan bilang!" Tian Boguang melihat bahwa wajahnya nampak aneh, jelas sedang menyembunyikan sesuatu, ia berkata, "Keempat perguruan Songshan, Taishan, Heng Shan dan Hengshan mungkin masih punya sesepuh berilmu tinggi, tapi perguruanmu yang terhormat sudah tak punya sesepuh yang tertinggal lagi. Semua orang di dunia persilatan tahu hal ini. Saudara Linghu bicara sembarangan, susah dipercaya orang".
Linghu Chong berkata, "Benar. Di Perguruan Huashan memang sudah tak ada sesepuh yang tertinggal sampai sekarang. Bertahun-tahun yang lalu, perguruan kami bernasib buruk terkena serangan wabah penyakit, semua jago angkatan tua meninggal dunia, kekuatan Perguruan Huashan berkurang banyak, kalau tidak, Kakak Tian pasti tak bisa enak-enak melenggang ke atas gunung sendirian. Perkataan Kakak Tian memang benar, di dalam gua sama sekali tidak ada sesepuh perguruan kami".
Tian Boguang sudah yakin bahwa ia sedang membohonginya, kalau ia mengatakan sesuatu, pasti hal sebaliknyalah yang benar, kalau ia mengatakan bahwa sama sekali tidak ada sesepuh Perguruan Huashan yang tersisa, pasti masih ada. Setelah berpikir selama beberapa saat, mendadak ia teringat akan sesuatu hal, ia menepuk pahanya sambil berseru, "Ah! Aku tahu! Ternyata masih ada Sesepuh Feng, Feng Qingyang!"
Linghu Chong langsung teringat pada tiga huruf besar 'FENG QING YANG' yang terukir di dinding gua dan tak bisa menahan diri untuk berseru kaget, namun kali ini ia tidak berpura-pura, ia berpikir bahwa jangan-jangan Sesepuh Feng ini belum wafat, namun ia cepat-cepat mengoyang-goyangkan tangannya dan berkata, "Kakak Tian tak boleh bicara sembarangan. Feng......Feng......" Ia berpikir bahwa di dalam nama 'Feng Qingyang' ada huruf 'Qing', ia adalah seorang tokoh yang lebih tua satu generasi dibandingkan dengan angkatan 'Bu' gurunya, maka ia lantas berkata, "Kakek Guru Feng sudah lama mengundurkan diri, dari dahulu tak ada yang tahu kemana ia pergi, dan juga tak tahu apakah beliau masih ada di dunia ini atau tidak, bagaimana ia bisa datang ke Huashan? Kalau Kakak Tian tak percaya, sebaiknya Kakak Tian masuk ke gua dan melihat, hingga perkara ini menjadi terang benderang".
Ketika Tian Boguang melihat bahwa ia ingin sekali dirinya masuk ke gua, ia makin tak sudi ditipu, pikirnya, "Ia begitu cemas, aku tak boleh salah tanggap. Aku dengar bahwa bertahun-tahun yang lampau semua sesepuh Perguruan Huashan mendadak binasa dalam semalam, hanya Feng Qingyang seorang yang saat itu tidak ada di atas gunung dan berhasil menghindari bencana. Ternyata ia masih hidup, tapi tentunya sudah berumur tujuh atau delapan puluh tahun, walaupun ilmu silatnya tinggi, namun pada akhirnya tenaganya akan berkurang, kenapa aku harus takut pada seorang tua renta?" Ia berkata, "Saudara Linghu, kita sudah bertarung sehari semalam, kalau kita terus bertarung, pada akhirnya kau tak akan bisa mengalahkanku. Walaupun ada Kakek Guru Feng yang terus menerus memberimu petunjuk, tapi tetap tak ada gunanya. Jadilah anak yang manis dan ikut aku turun gunung".
Linghu Chong hendak menjawab, namun mendadak ia mendengar seseorang tertawa sinis dari belakang tubuhnya, "Kalau aku benar-benar memberimu petunjuk untuk beberapa jurus, masa kau tak bisa mengalahkan bocah ini?"