Pendekar Hina Kelana Bab 39 - Menolak Perserikatan
<< Bab Sebelumnya - Halaman Utama Pendekar Hina Kelana - Bab Selanjutnya >>
Terjemahan Cersil Pendekar Hina Kelana
oleh Grace Tjan @sungai dan telaga
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.
Berdasarkan novel edisi ketiga.
Smiling Proud Wanderer Jilid 4
Bab XXXIX - Menolak Perserikatan
Bagian Pertama
Mereka baru saja keluar dari mulut gua ketika sebuah bayangan hitam melayang di atas ubun-ubun mereka, seakan ada suatu benda yang jatuh, Linghu Chong dan Yingying cepat-cepat melompat menghindar, tak nyana sebuah jala ikan besar menyelimuti mereka berdua. Mereka amat terkejut dan cepat-cepat menghunus pedang untuk memotong jala ikan itu, namun setelah berusaha memotongnya untuk beberapa saat, ternyata jala itu masih utuh. Tepat pada saat itu, sebuah jala ikan lain jatuh dari ketinggian dan mengurung mereka berdua.
Seseorang melompat dari atap gua, tangannya mengenggam seutas tali tambang yang ditariknya sehingga jala ikan tertutup rapat. Dengan terkejut Linghu Chong berseru, "Shifu!" Ternyata orang itu memang Yue Buqun.
Yue Buqun menarik jala ikan itu hingga makin ketat. Linghu Chong dan Yingying menjadi seperti dua ekor ikan besar yang terperangkap di dalam jala, tadinya mereka masih dapat meronta-ronta, namun setelah itu mereka tak dapat berkutik. Yingying amat terkejut, ia tak tahu harus berbuat apa, namun seketika itu juga, ia melihat senyum mengembang di wajah Linghu Chong, ekspresi pemuda itu amat puas, maka ia berpikir, "Apa dia sudah menemukan cara untuk meloloskan diri?"
Yue Buqun menyeringai menyeramkam, "Keparat kecil, kau kegirangan karena berhasil keluar dari gua, tapi kau sama sekali tak menyangka bahwa kau akan tertimpa bencana, bukan?" Linghu Chong berkata, "Hal ini bukan bencana, manusia memang harus mati, kalau aku bisa mati bersama istriku tercinta, aku sangat bahagia". Sekarang Yingying mengerti, tadi raut wajahnya nampak girang karena ia dapat mati bersamanya, rasa takutnya menghilang dan berubah menjadi perasaan bahagia yang manis. Linghu Chong berkata, "Kau hanya bisa membunuh kami berdua, tapi tak bisa memisahkan kami suami istri dan membunuh kami satu persatu". Yue Buqun berkata dengan gusar, "Keparat kecil, maut sudah di depan mata, tapi kau masih membual saja!" Ia melilitkan tali tambang di sekeliling tubuh mereka berdua, lalu mengikat mereka erat-erat.
Linghu Chong berkata, "Kau mengambil jala ikan ini dari tempat Lao Touzi, kau benar-benar memperlakukanku dengan baik, kau tahu bahwa kami enggan untuk berpisah, maka kau mengikat kami suami istri dengan begitu erat. Kau membesarkanku dari kecil, kau tentunya tahu isi hatiku, di dunia ini, hanya kau seorang Tuan Yue yang memahami diriku". Ia sengaja bicara sembarangan untuk mengulur waktu, sambil mencari jalan untuk meloloskan diri, selain itu ia juga berharap Feng Taishishu mendadak muncul untuk menyelamatkan mereka.
Yue Buqun tertawa sinis, lalu berkata, "Keparat kecil, dari kecil kau memang suka membual, watak malingmu tak pernah berubah. Kupotong dulu lidahmu supaya setelah mampus nanti kau tak usah masuk neraka gara-gara lidahmu". Kaki kirinya melayang dan menendang pinggang Linghu Chong, seketika itu juga titik bisunya tertotok sehingga ia tak bisa bicara, lalu Yue Buqun berkata, "Ren Da Xiaojie, kau ingin aku membunuh dia dulu, atau kau?"
Yingying berkata, "Apa bedanya? Obat penawar Sanshi Naoshen Dan yang ada padaku tinggal tiga butir saja".
Wajah Yue Buqun langsung menjadi pucat pasi. Setelah ia dipaksa minum Sanshi Naoshen Dan oleh Yingying, siang malam ia sibuk memikirkan bagaimana caranya ia dapat memperoleh obat penawarnya. Ia sudah lama menunggu kesempatan ini, ketika mereka berdua baru lolos dari bahaya dan dengan riang gembira keluar dari gua, mereka sama sekali tak waspada sehingga dapat dijerat dengan jala benang emas. Sebenarnya ia bermaksud untuk terlebih dahulu membunuh Linghu Chong dan Yingying, lalu mengeledah tubuh mereka untuk mengambil obat penawar, namun saat ini ia mendengar Yingying berkata bahwa ia hanya tinggal mempunyai tiga butir obat penawar, sehingga setelah mereka berdua mati, ia juga hanya dapat hidup tiga tahun lagi saja. Tiga tahun kemudian, serangga pemakan mayat akan memasuki otaknya dan ia akan menjadi gila, lalu mati dalam penderitaan yang sulit diukiskan, hal ini sangat memusingkan kepalanya.
Walaupun ia sangat pandai menguasai diri, namun mau tak mau tangannya agak gemetar, katanya, "Baiklah, ayo kita membuat suatu persetujuan. Beritahukanlah cara membuat obat pemunah padaku, dan aku akan mengampuni nyawa kalian berdua". Yingying tersenyum, lalu berkata dengan hambar, "Walaupun aku masih muda dan pengelamanku cetek, namun aku tahu watak si Pedang Budiman Tuan Yue. Kalau perkataan yang mulia dapat dipercaya, kau bukanlah si Pedang Budiman". Yue Buqun berkata, "Tak ada bagusnya kau mengikuti Linghu Chong, kau cuma jadi pintar bersilat lidah saja. Apa kau sudah memutuskan tak mau memberitahukan cara membuat obat penawar padaku?" Yingying berkata, "Tentu saja tidak. Tiga tahun lagi, aku dan Chong Lang akan menunggu yang mulia dengan hormat di pintu neraka, hanya saja saat itu kelima indramu sudah akan rusak dan wajahmu tak keruan bentuknya, entah bagaimana kami akan mengenalimu".
* * *
Punggung Yue Buqun langsung terasa dingin, ia sadar bahwa ketika Yingying berbicara tentang "kelima indramu sudah akan rusak dan wajahmu tak keruan bentuknya", Yingying sedang berbicara tentang keadaan dirinya setelah racun bekerja, kalau sekujur tubuhnya tak membusuk, ia sendirilah yang akan merusak wajahnya. Ketika memikirkan hal ini, ia gemetar ketakutan, dengan gusar ia berkata, "Walaupun seluruh wajahku hancur, wajahmu akan hancur tiga tahun terlebih dahulu. Aku tak akan membunuhmu, tapi akan kupotong telinga dan hidungmu, lalu di mukamu yang seputih salju itu akan kubuat tujuh atau delapan belas goresan pedang, coba lihat apakah Chong Langmu yang tercinta ini masih mencintai manusia buruk rupa yang tak mirip manusia atau setan sepertimu ini atau tidak". "Sret!", ia mencabut pedangnya.
"Ah!", Yingying menjerit ketakutan. Ia tak takut mati, tapi kalau wajahnya sampai dirusak
Yue Buqun sehingga menjadi seperti monster dan dilihat oleh Linghu Chong, ia lebih suka mati. Titik bisu Linghu Chong telah terkena totokan, namun tangan dan kakinya masih dapat bergerak, ia paham isi hati Yingying, dengan sikunya ia menyenggolnya, lalu mengacungkan dua jari tangan kanannya dan mencolokkannya ke arah sepasang matanya sendiri. "Ah!", seru Yingying, "Chong Ge, jangan!"
Yue Buqun tak benar-benar ingin merusak wajah Yingying, ia hanya ingin memaksa Yingying memberitahukan resep obat penawar padanya, kalau Linghu Chong sampai merusak matanya sendiri, langkah andalannya sudah tak ada artinya lagi. Gerakan tangannya luar biasa cepatnya, lengan kirinya melesat ke depan dan mencengkeram pergelangan tangan kanan Linghu Chong lewat lubang jala, ia membentak, "Berhenti!"
Begitu mereka bersentuhan, Yue Buqun langsung merasa tenaga dalamnya mengalir keluar dengan deras, "Aiyo!", teriaknya, ia hendak melepaskan diri, namun telapaknya seakan lengket dengan pergelangan tangan Linghu Chong. Linghu Chong membalikkan tangannya dan mencengkeram telapak tangan Yue Buqun, tenaga dalamnya makin deras membanjir keluar. Yue Buqun sangat ketakutan, tangan kanannya mengayunkan pedang ke arah Linghu Chong. Tangan Linghu Chong bergetar dan menarik tubuhnya, sehingga pedangnya menebas ke tanah. Tenaga dalam Yue Buqun masih membanjir keluar, ketika ia hendak menebas lagi, ia sudah lemas tak bertenaga, sehingga bahkan lengannyapun sukar diangkat. Ia berusaha sekuat tenaga mengangkat pedang dan mengarahkan ujungnya ke dahi Linghu Chong, namun lengan dan pedangnya tak henti-hentinya gemetar, dengan perlahan-lahan ia mendorongnya ke depan.
Yingying amat terkejut, ia mengacungkan jarinya, hendak menyentil pedang Yue Buqun, namun kedua lengannya tertindih di bawah tubuh Linghu Chong, dan jala ikan itu juga membungkusnya dengan amat ketat, ia meronta-ronta sekuat tenaga, namun tak bisa melepaskan tangannya. Tangan kiri Linghu Chong tertindih oleh tubuh Yingying dan juga tak bisa digerakkan, ia memandangi mata pedang yang perlahan-lahan mendekat sambil berpikir, "Aku telah menggunakan gerakan pedang yang perlahan seperti ini untuk membunuh Zuo Lengchan dan melukai Lin Pingzhi, sekarang shifu juga menggunakannya untuk membunuhku, pembalasan sungguh cepat datangnya".
Yue Buqun merasakan bahwa tenaga dalamnya terkuras dengan cepat, namun mata pedangnya hanya tinggal beberapa cun saja dari dahi Linghu Chong, ia merasa girang sekaligus cemas.
Mendadak dari belakang tubuhnya terdengar suara melengking seorang gadis berteriak, "Kau sedang apa? Lekas singkirkan pedangmu!" Terdengar suara langkah kaki, seseorang berlari mendekat. Yue Buqun melihat bahwa ujung pedangnya tinggal maju beberapa cun saja, dan ia akan dapat membunuh Linghu Chong. Saat ini hidupnya sedang berada di ujung tanduk, ia mana bisa menyerah begitu saja? Ia mengerahkan seluruh sisa tenaganya hingga ujung pedangnya berhasil menyentuh dahi Linghu Chong, namun tepat pada saat itu, punggungnya terasa dingin, sebilah pedang menusuk punggungnya hingga tembus ke bagian depan dadanya.
Gadis itu berseru, "Linghu Shixiong, kau tak apa-apa?" Ialah Yilin.
Darah dan qi bergejolak di dada Linghu Chong, ia tak dapat menjawab. Yingying berkata, "Xiao shimei, Linghu Shixiong tak apa-apa". Yilin berkata dengan girang, "Bagus sekali!" Setelah tertegun sesaat, ia berseru kaget, "Ini Tuan Yue! Aku.....aku telah membunuhnya!" Yingying berkata, "Benar. Selamat karena kau telah berhasil membalaskan dendam gurumu. Tolong bukakan jaring ikan ini supaya kami bisa keluar".
Yilin berkata, "Iya, iya!" Ketika melihat Yue Buqun tergeletak di tanah, darah segar mengalir dari lukanya, ia begitu ketakutan sehingga sekujur tubuhnya lemas, dengan gemetar ia berkata, "Apa.....apakah aku yang membunuhnya?" Ia mengangkat tali tambang dan hendak mengurainya, namun tangannya gemetaran dan tak bertenaga, sehingga ia tak bisa membuka ikatannya.
* * *
Sekonyong-konyong dari sebelah kiri terdengar seseorang berkata, "Biksuni kecil, kau telah membunuh orang tua, hari ini kau akan menerima hukuman yang setimpal!" Seorang tua berbaju kuning berlari mendekat, ia dalah Lao Denuo.
Yingying berseru, "Xiao shimei, cepat cabut pedang untuk bertahan!"
Yilin tertegun sesaat, lalu mengambil pedang dari tubuh Yue Buqun. "Wus, wus, wus!", Lao Denuo menyerang tiga kali dengan sebat, Yilin menangkis ketiga serangan itu, namun tebasan ketiga menyerempet bahunya dan melukainya.
Jurus-jurus pedang Lao Denuo makin lama makin cepat, beberapa jurusnya samar-samar seperti berasal dari Pixie Jianfa, namun karena ia belum mahir menggunakannya, ia hanya dapat melancarkan gerakannya saja, tapi kecepatannya masih kalah jauh dibandingkan dengan Lin Pingzhi. Lao Denuo sudah amat berpengalaman, sedangkan ilmu pedangnya berasal dari Songshan dan Huashan Pai sekaligus, selain itu ia baru-baru ini juga telah mempelajari Pixie Jianfa, maka Yilin bukanlah tandingannya. Untung saja karena Yihe, Yiqing dan yang lainnya berharap ia akan menjadi ketua Hengshan Pai, beberapa hari belakangan ini mereka menyuruhnya berlatih jurus-jurus andalan ilmu pedang Huashan yang diajarkan oleh Linghu Chong, sehingga ilmu silatnya sedikit lebih maju. Selain itu, Lao Denuo belum mahir menggunakan Pixie Jianfa dan ia baru mencoba-coba melancarkannya, jurus-jurusnya muncul diantara ilmu pedang Songshan dan Huashan, sehingga jurus-jurusnya malah menjadi campur aduk, dan keampuhan ilmu pedangnya menjadi berkurang.
Ketika melihat ilmu pedang musuh yang amat sebat, mula-mula Yilin merasa cemas, hanya dalam serangan ketiga bahunya telah terluka, namun karena berpikir bahwa kalau ia sampai kalah, Linghu Chong dan Yingying tak dapat membebaskan diri dari bahaya serta akan segera celaka, ia merasa bahwa kalau Lao Denuo ingin membunuh Linghu Shixiong, ia harus membunuh dirinya dahulu. Karena sudah bertekad untuk mati, ia bertarung tanpa memperdulikan keselamatan dirinya sendiri. Menghadapi cara bertarung mati-matiannya ini, Lao Denuo menjadi sulit meraih kemenangan, makinya, "Biksuni kecil, persetan mamamu, kau ganas sekali!"
Yingying sadar bahwa walaupun Yilin bertarung mati-matian tanpa henti dan berusaha sekuat tenaga untuk bertahan, setelah bertarung beberapa lama, ia pasti akan kalah, maka ia cepat-cepat berguling, menarik tangan kirinya dan membuka totokan Linghu Chong, lalu merogoh saku dadanya dan mengeluarkan pedang pendeknya. Linghu Chong berseru, "Lao Denuo, ada apa di belakangmu?"
Lao Denuo sudah berpengalaman, ia tak mungkin terkena tipuan Linghu Chong dan menoleh sehingga musuh mendapat kesempatan untuk menyerangnya. Ia tak menghiraukan teriakan Linghu Chong dan terus mendesak musuh. Yingying mengenggam pedang pendeknya, ia hendak melemparkannya keluar dari lubang di jala, namun Yilin dan Lao Denuo sedang bertarung dalam jarak dekat, kalau ia meleset sedikit saja, mungkin ia akan mengenai Yilin, untuk sesaat ia bimbang dan tak melemparkannya. "Ah!", mendadak Yilin terdengar berteriak, bahu kirinya telah terkena tusukan pedang, luka pertama yang dideritanya ringan, namun lukanya kali ini dalamnya beberapa cun, hingga rerumputan hijau di tanah berlumuran darahnya.
Linghu Chong berseru, "Monyet, monyet, eh, itu monyet Liu Shidi. Monyet yang baik, cepat terjang dan gigit dia, dia adalah keparat yang mencelakai tuanmu".
Untuk menggelapkan kitab rahasia Ilmu Awan Lembayung milik Yue Buqun, Lao Denuo telah membunuh adik seperguruan keenam Huashan Pai, yaitu Lu Dayou. Lu Dayou sering membawa seekor monyet kecil yang bertengger di bahunya, setelah ia meninggal, monyet kecil itu entah pergi kemana. Saat ini ketika ia mendengar teriakan Linghu Chong, mau tak mau ia merasa jeri, "Kalau binatang itu sampai mengigitku, tentunya sangat merepotkan". Ia mengegos dan menebas ke belakang tubuhnya, tapi mana ada monyet seperti itu? Tepat pada saat itu, pedang pendek Yingying melayang, "Wus!", pedang itu melesat ke tengkuknya. Lao Denuo menunduk hingga pedang pendek itu lewat di atas ubun-ubunnya, namun mendadak ia merasa mata kaki kirinya kencang, ternyata kakinya telah terjerat oleh seutas tali tambang, mendadak tali tambang itu tertarik ke belakang, seketika itu juga ia tak dapat berdiri teguh dan terjerembab ke tanah. Ternyata ketika Linghu Chong melihat Lao Denuo membungkuk, ia mendapatkan kesempatan emas. Ia tak punya waktu untuk membuka jala, maka ia melemparkan tali jala yang panjang untuk menjerat kaki kiri Lao Denuo, lalu menariknya hingga Lao Denuo terjatuh. Linghu Chong dan Yingying serentak berseru, "Cepat bunuh, cepat bunuh!"
Yilin menebas ke arah ubun-ubun Lao Denuo. Namun hatinya welas asih dan sifatnya penakut, sebelumnya ia membunuh Yue Buqun karena ingin menolong Linghu Chong, dalam keadaan cemas ia menikam dan sama sekali tak menyangka bahwa ia akan membunuh orang. Saat ini, ketika pedangnya sudah akan membacok kepala Lao Denuo, hatinya melemah dan ia sedikit mengeser pedangnya, "Sret!", pedang itu membacok bahu kanannya. Tulang selangka Lao Denuo putus dan pedangnya terjatuh, ia takut Yilin akan kembali menyerang, maka sambil menahan rasa sakit ia bangkit, melepaskan tali jala dan melarikan diri ke bawah tebing secepat terbang.
Mendadak dua orang menerjang dari sisi tebing, wanita yang berada di depan berseru, "Hei, apa kau barusan ini memaki putriku?" Ia adalah ibu Yilin, nenek dari Kuil Xuankong yang berpura-pura bisu itu. Lao Denuo menendangnya. Nenek itu mengegos menghindar, lalu, "Plak, plak!", ia menampar Lao Denuo keras-keras seraya membentak, "Kau memaki 'persetan mamamu', aku ini mamanya, apa kau berani memakiku?"
Linghu Chong berseru, "Hentikan dia! Jangan biarkan dia kabur!" Nenek itu tadinya hendak memukul kepala Lao Denuo, namun ketika mendengar seruan Linghu Chong, ia berkata, "Setan kecil, akan kulepaskan dia!" Ia bergeser dan menendang pantat Lao Denuo. Begitu mendapat pengampunan, Lao Denuo langsung berlari turun gunung.
Seseorang mengikuti di belakang nenek itu, ia adalah Biksu Bujie, sambil meringis, ia berjalan mendekat, lalu berkata, "Memangnya tak ada tempat untuk bermain, kenapa kalian bermain-main dalam jala segala?" Yilin berkata, "Ayah, cepat buka jala itu, lepaskan Linghu Shixiong dan Ren Da Xiaojie". Dengan dingin nenek itu berkata, "Aku belum membuat perhitungan dengan keparat kecil ini. Jangan lepaskan dia".
Linghu Chong tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Begitu pengantin naik ranjang, mak comblang dibuang. Kalian suami istri sudah rujuk kembali, kenapa kalian tak berterima kasih padaku si mak comblang?" Nenek itu menendangnya seraya memaki, "Kutendang kau sebagai tanda terima kasihku!" Linghu Chong tertawa, lalu berseru, "Taogu Liuxian, cepat tolong aku!"
Nenek itu paling jeri pada Taogu Liuxian, dengan cemas ia berpaling. Linghu Chong mengeluarkan tangannya dari lubang jala dan membuka simpul tali tambang, ia membiarkan Yingying keluar, namun sebelum ia sempat keluar, nenek itu berseru, "Kau tak boleh keluar!"
Linghu Chong berkata sembari tertawa, "Tak boleh keluar, ya tak usah keluar. Di dalam jala ini tiada langit dan bumi, seorang ksatria harus dapat menyesuaikan diri dengan keadaan, mengkeret masuk jala, molor keluar jala, apalah artinya, aku Linghu Chong......" Ia hendak mengoceh tak keruan, namun begitu ia melihat mayat Yue Buqun yang tergeletak di tanah, senyum di wajahnya langsung sirna, air mata hangat mengenangi rongga matanya, menyusul air matanya jatuh berderai-derai.
Nenek itu masih geram, ia memaki, "Keparat kecil! Kalau aku tak menabokmu keras-keras, amarahku tak dapat dilampiaskan!" Ia mengangkat tangan kanannya, hendak memukul pipi kanan Linghu Chong. Yilin berkata, "Ma, jangan......jangan......"Linghu Chong mengangkat tangan kanannya, di tangannya itu telah ada sebilah pedang, rupanya ketika ia sedang memandangi mayat Yue Buqun dengan sedih, Yingying telah menaruhnya di dalam genggamannya.
Pedangnya menuding, hendak menikam ke arah titik jalan darah di bahu kanan sang nenek, sehingga nenek itu terpaksa mundur selangkah. Nenek itu bertambah gusar, tubuhnya bergerak secepat angin, telapaknya memukul, sikutnya menyodok kaki, dalam sekejap ia telah menyerang tujuh atau delapan kali. Dari dalam jala, Linghu Chong mengayunkan pedang sekehendak hatinya, namun setiap gerakannya mengarah ke titik-titik penting nenek itu, tapi setiap kali pedang hampir menyentuh tubuhnya, ia selalu berhasil menghindar. Dugu Jiujian yang digunakan Linghu Chong ini tiada tandingannya di kolong langit ini, kalau Linghu Chong tak bermurah hati, nenek itu sudah akan mati tujuh atau delapan kali. Setelah bertukar jurus beberapa kali, nenek itu sadar bahwa ilmu silatnya kalah jauh dibandingkan dengannya, maka sambil menghela napas, ia berhenti menyerang, wajahnya nampak amat jengah.
Biksu Bujie membujuknya, "Istriku, kita semua teman baik, kenapa kau marah-marah begini?"
Nenek itu berkata dengan gusar, "Untuk apa kau banyak bicara?" Karena ia tak dapat melampiaskan amarahnya, ia hendak menimpakannya pada suaminya.
Linghu Chong melemparkan pedangnya, menerobos keluar dari jala ikan, lalu berkata sembari berkata, "Kalau kau ingin memukulku untuk melampiaskan kemarahanmu, silahkan saja!" Nenek itu mengangkat tangannya, "Plak, plak!", ia menamparnya keras-keras. "Aiyo!", jerit Linghu Chong, namun ia sama sekali tak menghindar. Nenek itu berkata dengan gusar, "Kenapa kau tak menghindar?" Linghu Chong berkata, "Aku tak bisa menghindar, memangnya aku bisa apa?" Nenek itu mencibir, ia tahu bahwa Linghu Chong sengaja mengalah karena memandang wajah Yilin, ia mengangkat tangannya, namun tak jadi memukul. Yingying menarik tangan Yilin seraya berkata, "Xiao shimei, untung saja kau datang tepat pada waktunya untuk menolong kami. Bagaimana kau bisa datang kemari?" Yilin berkata, "Aku dan para shiziku semua ditawan oleh (sambil berbicara ia menunjuk ke mayat Yue Buqun).....orang-orang suruhannya, aku dan tiga orang shizi dikurung di sebuah gua, namun barusan ini ayah, mama dan Buke Bujie menolong kami. Ayah, mama dan aku, serta Buke Bujie dan ketiga shizi itu lalu menolong para shizi lainnya. Aku turun dari tebing dan mendengar di depanku ada orang berbicara, sepertinya suara itu suara Linghu Shixiong, maka aku cepat-cepat datang untuk melihat apa yang terjadi". Yingying berkata, "Aku dan dia mencari kemana-mana, tapi tak bisa menemukan seorangpun, ternyata kalian dikurung di dalam gua".
Linghu Chong berkata, "Keparat tua berbaju kuning itu adalah seseorang yang amat jahat, sayang sekali ia berhasil melarikan diri!" Sambil mengangkat pedang, ia berkata, "Ayo kita kejar dia!"
* * *
Mereka berlima bersama-sama menuruni Siguoya, sebelum lama berjalan, mereka berjumpa dengan Tian Boguang dan tujuh murid Hengshan yang sedang mendaki ke atas dari lembah, diantara mereka terdapat Yiqing. Mereka semua sangat senang karena bisa bertemu. Linghu Chong berpikir, "Di kolong langit ini jangan-jangan tak ada orang yang lebih hafal keadaan di Huashan daripada aku, tapi aku tak tahu bahwa di lembah ini ada gua lain, Tian Xiong orang luar, tapi ia malah tahu, aneh sekali!" Ia menarik lengan baju Tian Boguang sehingga mereka berjalan di belakang yang lainnya. Linghu Chong berkata, "Tian Xiong, aku saja tak tahu kalau di lembah terpencil di Huashan ini ada gua rahasia, tapi kau malah dapat menemukannya, benar-benar mengagumkan".
Tian Boguang meringis, "Hal itu sama sekali tak ada keanehannya". Linghu Chong berkata, "Ah, aku tahu, kau menangkap seorang murid Huashan dan memaksanya memberitahumu". Tian Boguang berkata, "Tidak". Linghu Chong berkata, "Kalau begitu tolong beritahu aku bagaimana kau bisa tahu". Wajah Tian Boguang memerah, sambil meringis ia berkata, "Perkara ini agak tak pantas, tak usah dibicarakan". Linghu Chong merasa makin heran, kalau tak bertanya ia tak puas, maka sambil tersenyum ia berkata, "Kau dan aku adalah berandalan dunia persilatan, apanya yang tak pantas? Ayo cepat bilang". Tian Boguang berkata, "Caixia akan mengatakannya, tapi Ketua Linghu jangan menyalahkanku". Linghu Chong berkata sembari tertawa, "Kau telah menyelamatkan para shizi dan shimei Hengshan Pai, kau telah berjasa besar, dan aku belum sempat berterima kasih padamu, masa aku malah menyalahkanmu?" Tian Boguang berbisik, "Aku tak akan menyembunyikannya darimu, kau sudah tahu aku punya sifat buruk. Tapi sejak Taishifu mencukur gundul kepalaku dan menamaiku Buke Bujie, aku tak bisa mengulangi perbuatanku lagi....." Linghu Chong memikirkan cara aneh yang dipakai Biksu Bujie untuk menghukumnya dan mau tak mau senyum mengembang di wajahnya. Tian Boguang tahu apa yang sedang dipikirkannya, wajahnya memerah, tapi ia meneruskan berbicara, "Aku sudah lama belajar kepandaian ini, tapi aku belum melupakannya, tak perduli seberapa jauhnya, asalkan ada wanita, caixia......caixia pasti dapat merasakannya". Linghu Chong tercengang, tanyanya, "Ilmu macam apa itu?" Tian Boguang berkata, "Aku juga tak tahu ini ilmu macam apa, tapi sepertinya aku bisa mencium bau wanita yang tak sama dengan bau kaum pria".
Linghu Chong tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Kabarnya ada biksu agung yang punya mata atau telinga sakti, tapi Tian Xiong punya hidung sakti". Tian Boguang berkata, "Aku malu, malu sekali!" Linghu Chong tertawa dan berkata, "Kepandaian Tian Xiong ini dahulu digunakan untuk berbuat jahat, tapi setelah melalui berbagai pengalaman dan latihan, tak nyana hari ini digunakan untuk menolong murid-murid Hengshan Pai kami".
Yingying berpaling, ia hendak bertanya apa yang lucu, namun melihat ekspresi Tian Boguang yang kikuk, ia menduga bahwa hal itu bukan sesuatu yang baik, maka ia langsung tutup mulut.
Mendadak Tian Boguang berhenti, lalu berkata, "Sepertinya di sekitar sini ada murid-murid Hengshan".
Ia mencium-cium dengan seksama, lalu berjalan ke semak-semak di lereng gunung, sambil menunduk ia mencari-cari, setelah beberapa saat, ia berseru girang, jarinya menunjuk ke tanah seraya berseru, "Disini!" Diatas tempat yang ditunjuknya belasan bongkah batu tertumpuk, setiap bongkah batu itu beratnya dua atau tiga ratus jin, ia segera mengangkat sebuah diantaranya. Bujie dan Linghu Chong datang membantunya, dalam sekejap mereka telah menyingkirkan belasan bongkah batu itu, di bawahnya terdapat sebuah lempeng batu hijau. Mereka bertiga bersama-sama mengangkat lempeng batu itu dan muncullah sebuah gua, di dalamnya terbaring beberapa orang biksuni, ternyata mereka semua adalah murid-murid Hengshan. Yilin dan Yiqing cepat-cepat turun ke gua itu untuk membantu saudari-saudari seperguruan mereka keluar, setelah memapah beberapa orang, ternyata di dalam gua masih ada beberapa orang, mereka semua hampir menghembuskan napas terakhir. Semua orang cepat-cepat menarik keluar murid-murid Hengshan yang terkurung itu, nampak Yihe, Zheng E dan Qin Juan berada diantara mereka, ternyata dalam gua itu tersembunyi tiga puluh orang lebih, lewat dua hari lagi saja, mereka semua sudah akan tewas dalam gua itu.
Ketika Linghu Chong meyadari betapa kejamnya anak buah sang guru, mau tak mau ia merasa amat kecewa, namun ia memuji Tian Boguang, katanya, "Tian Xiong, kepandaianmu ini benar-benar tak dapat diremehkan, saudari-saudari ini disembunyikan jauh di dalam tanah, namun ternyata kau masih dapat mencium bau mereka, mengagumkan sekali". Tian Boguang berkata, "Sama sekali tak ada anehnya, untung saja diantara mereka banyak paman-paman guru yang berasal dari kalangan orang biasa....." Linghu Chong berkata, "Paman guru? Ah, aku tahu, kau kan murid Yilin Xiao Shimei". Tian Boguang berkata, "Kalau saja yang dikurung semua paman-paman guru yang berasal dari kaum biksuni, aku tak mungkin bisa menemukan mereka". Linghu Chong berkata, "Ternyata orang biasa berbeda dengan kaum biksuni". Tian Boguang berkata, "Tentu saja. Perempuan biasa pakai bedak, gincu dan wewangian". Saat itu Linghu Chong baru paham duduk perkaranya.
Mereka saling membantu, Yiqing, Yihe dan yang lainnya mengambil air sungai dengan kopiah mereka, dan memberi mereka minum satu persatu. Untung saja ada celah di gua itu, sehingga udara dapat masuk, semua murid Hengshan telah berlatih tenaga dalam, sehingga walaupun mereka amat lelah, jiwa mereka tak terancam. Yihe dan yang lainnya tenaga dalamnya paling kuat, setelah mereka minum sedikit air, pikiran mereka menjadi terang kembali.
Linghu Chong berkata, "Kita baru dapat menyelamatkan kurang dari sepertiga murid-murid Hengshan, Tian Xiong, mohon kerahkan kepandaianmu untuk mencari mereka".
Sang nenek melirik Tian Boguang, ia sangat mencurigainya, tanyanya, "Dari mana kau tahu kalau orang-orang ini dikurung disini? Kemungkinan besar, ketika mereka dikurung, kau berada disini, benar tidak?" Tian Boguang cepat-cepat berkata, "Tidak, tidak! Aku selalu mengikuti Taishifu, tak pernah meninggalkan beliau". Wajah sang nenek menjadi masam, bentaknya, "Kau selalu mengikuti dia?" Tian Boguang diam-diam mengeluh, ia berpikir bahwa mereka suami istri baru saja rujuk, di sepanjang jalan mereka menangis sekaligus tertawa, terkadang memukul dan memaki, namun terkadang mesra juga, ia mendengar semuanya, celaka sekali kalau nenek guru ini sampai mengamuk, maka ia cepat-cepat berkata, "Hampir setahun ini murid selalu mengikuti taishifu, sampai sepuluh hari yang lalu, kami baru berpisah, dan baru bisa dengan susah payah bertemu kembali hari ini di Huashan". Sang nenek setengah curiga dan setengah percaya, tanyanya, "Kalau begitu, dari mana kau tahu bahwa para biksuni ini dikurung di gua ini?" Tian Boguang berkata, "Hal ini......hal ini......" Untuk sesaat ia tak tahu harus berkata apa dan merasa amat jengah.
* * *
Tepat pada saat itu, dari lereng bukit terdengar suara puluhan sangkakala serentak berkumandang, disusul dengan suara gemuruh genderang, seakan laksaan penunggang kuda sedang berderap mendatangi mereka.
Semua orang terpana. Yingying berbisik di telinga Linghu Chong, "Ayahku datang!" "Oh!", ujar Linghu Chong, ia hendak berkata, "Ternyata ayah mertua yang mulia datang berkunjung". Namun dalam hati ia lamat-lamat merasa bahwa perkataan itu kurang pantas, maka ia tak mengatakannya.
Setelah genderang ditabuh untuk beberapa saat, suara sangkakala kembali berkumandang. Sang nenek berkata, "Apa tentara kerajaan datang?"
Sekonyong-konyong, suara genderang dan sangkakala serentak berhenti, belasan orang serentak berseru, "Yang mulia jiaozhu Riyue Shenjiao yang berwatak ksatria dan pandai ilmu surat, pembela rakyat jelata, Ren Jiaozhu telah tiba!" Belasan orang ini adalah jago-jago yang tenaga dalamnya amat kuat, ketika mereka serentak berseru, suara mereka berkumandang di lembah itu, dari keempat penjuru di gunung itu terdengar gema suara mereka, "Yang mulia Ren Jiaozhu telah tiba! Yang mulia Ren Jiaozhu telah tiba!" Kekuatan suara itu sungguh besar dan membuat mereka merinding, wajah Biksu Bujie dan yang lainnya menjadi pucat pasi.
Sebelum gema menghilang, telah terdengar suara orang yang tak terhitung banyaknya serentak berseru, "Semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan! Ren Jiaozhu membangkitkan agama suci kita, semoga beliau panjang umur bagai langit!" Setelah beberapa saat, sorak sorai berhenti dan keempat penjuru menjadi sunyi senyap. Seseorang berkata dengan lantang, "Ren jiaozhu dari Riyue Shenjiao yang berwatak ksatria dan pandai ilmu surat, pembela rakyat jelata, memberikan perintah. Para ketua dan segenap murid Wuyue Jianpai mohon mendengarkannya: semua harus berkumpul di panggung batu di Puncak Chaoyang[1]". Ia berbicara tiga kali dengan nyaring, lalu setelah berhenti sejenak, ia kembali berkata, "Kedua belas Xiangzhu dan para wakilnya supaya memimpin anak buah masing-masing untuk memeriksa setiap puncak dan lembah dengan seksama, serta menjaga jalan keluar masuk, orang yang tak berkepentingan tak boleh melewatinya dengan sembarangan. Barang siapa yang tak mematuhi perintah akan dihukum mati di tempat!" Dalam sekejap terdengar dua atau tiga puluh orang serentak menjawab.
Linghu Chong dan Yingying saling berpandangan, mereka sadar bahwa orang itu memerintahkan setiap lembah dan puncak diperiksa dengan seksama, serta jalan keluar masuk dijaga, untuk memaksa setiap anggota Wuyue Jianpai menghadap Ren Jiaozhu di Puncak Chaoyang. Linghu Chong berpikir, "Dia adalah ayah Yingying, tak lama lagi aku dan Yingying akan menikah, pada akhirnya aku memang harus menemui ayah mertua juga". Kepada Yihe dan yang lainnya ia berkata, "Saudari-saudari seperguruan kita banyak yang masih terkurung. Mohon Tian Xiong menunjukkan jalan untuk secepatnya membebaskan mereka. Selain itu mohon beberapa shizi pergi ke mulut gua di Siguoya untuk menangkap Lin Pingzhi. Ren Jiaozhu adalah ayah Ren Da Xiaojie, sepertinya ia tak akan membuat kita susah. Aku dan Ren Da Xiaojie akan mendahului pergi ke puncak timur, setelah para shizi berkumpul, kita akan bertemu di Puncak Chaoyang". Yihe, Yiqing, Yilin dan yang lainnya mengiyakan, lalu pergi mengikuti Tian Boguang untuk menolong saudari-saudari mereka.
Nenek itu berkata dengan gusar, "Atas dasar apa ia main perintah disini? Kalau aku membandel tak mau menemuinya, coba lihat apa si marga Ren ini bisa menghukum mati aku di tempat atau tidak". Linghu Chong tahu wataknya keras kepala dan sukar dinasehati, kalaupun ia bisa dibujuk untuk menemui Ren Woxing, perkataannya kemungkinan besar akan menyinggungnya dan malah membuat keadaan menjadi runyam, maka ia segera menghormat untuk minta diri pada suami istri Bujie, lalu menuju ke Puncak Chaoyang bersama dengan Yingying.
Linghu Chong berkata, "Ayahmu menyuruh semua anggota Wuyue Jianpai serentak pergi ke Puncak Chaoyang, apa semua anggota perguruan-perguruan itu saat ini semua ada di Huashan?"
Yingying berkata, "Diantara Wuyue Jianpai, Tuan Yue, Zuo Lengchan dan Tuan Mo Da hari ini telah meninggal dunia, sedangkan dari Taishan Pai tak kedengaran siapa yang menjabat sebagai ketua, dari kelima perguruan pedang besar, sebenarnya hanya tinggal kau seoranglah yang menjabat sebagai ketua". Linghu Chong berkata, "Selain Hengshan Pai, para pendekar terkemuka dari kelima perguruan kita sebagian besar sudah tewas di gua di Siguoya, selain itu murid-murid Hengshan juga masih terkurung dan berada dalam bahaya, aku khawatir......" Yingying berkata, "Kau khawatir ayahku akan menggunakan kesempatan ini untuk menumpas Wuyue Jianpai?"
Linghu Chong mengangguk-angguk, menghela napas, lalu berkata, "Sebenarnya ia tak perlu turun tangan sendiri, di Wuyue Jianpai hanya sedikit orang yang tersisa".
Yingying juga ikut menghela napas, lalu berkata, "Tuan Yue menjebak jago-jago Wuyue Jianpai agar serentak datang ke Huashan untuk melihat jurus-jurus pedang yang terukir di dinding gua, dengan maksud untuk membinasakan tokoh-tokoh berilmu tinggi dari setiap perguruan, sehingga ia dapat memastikan kedudukannya sebagai ketua Wuyue Pai. Langkah ini sebenarnya cemerlang, namun tak nyana Zuo Lengchan mengetahui rencananya dan mengambil kesempatan dengan mengumpulkan orang-orang buta untuk membunuhnya di gua yang gelap". Linghu Chong berkata, "Menurutmu orang yang hendak dibunuhnya adalah shifuku, bukan aku?" Yingying berkata, "Ia tak menduga bahwa kau ikut datang juga. Ilmu pedangmu amat cemerlang, sudah jauh melebihi jurus-jurus yang diukir di dinding gua itu, maka tentunya kau tak mungkin datang melihat jurus-jurus dalam gua itu. Kita masuk ke gua itu hanya karena kebetulan belaka".
Linghu Chong berkata, "Perkataanmu itu benar, sebenarnya diantara aku dan Zuo Lengchan tak ada permusuhan apa-apa. Kedua matanya dibutakan oleh shifuku, dan kedudukan ketua Wuyue Pai juga direbut dari tangannya, hal-hal ini membuatnya amat membencinya".
Yingying berkata, "Mungkin Zuo Lengchan telah lebih dahulu membuat suatu rencana untuk memancing Tuan Yue masuk ke dalam gua, lalu membunuhnya dengan memanfaatkan gelapnya gua. Tapi entah bagaimana, rencana itu diketahui oleh Tuan Yue dan ia malah menunggu di mulut gua untuk menangkap orang dengan jala. Benar-benar seperti seekor belalang sembah yang mengincar tonggeret, tapi ditunggu burung pipit yang berada di belakangnya. Sekarang gurumu dan Zuo Lengchan telah meninggal dunia, jangan-jangan apa sebab semua ini tak lagi bisa diketahui".
Dengan muram Linghu Chong mengangguk-angguk. Yingying berkata, "Hal Tuan Yue memancing jago-jago Wuyue Jianpai untuk datang kesini sebenarnya sudah ada gelagatnya sejak dahulu. Pada hari itu, saat pertandingan merebut jabatan ketua di Songshan, xiao shimeimu memainkan jurus-jurus andalan ilmu pedang Taishan, Heng Shan, Songshan dan Hengshan, kalau jago-jago dari keempat perguruan itu tak melihatnya sendiri, mereka akan merasa penasaran. Tapi kau sudah mengajarkan jurus-jurus pedang yang terukir di dinding gua itu pada murid-murid Hengshan, sehingga mereka tak merasa bahwa hal itu sesuatu yang luar biasa lagi. Namun orang-orang Taishan, Heng Shan dan Songshan tentunya bertanya-tanya dari mana ilmu pedang itu berasal. Tuan Yue menyebarkan desas desus, lalu membuka pintu gua, maka jago-jago ketiga perguruan itu mana bisa tak berlomba-lomba melihatnya?" Linghu Chong berkata, "Kita orang yang mempelajari ilmu silat, begitu mendengar ada ilmu silat hebat di suatu tempat, walaupun harus mempertaruhkan nyawa, pasti akan mendatanginya, apalagi kalau ilmu itu adalah jurus-jurus andalan perguruan sendiri, jurus-jurus itu lebih-lebih lagi harus dilihat".
Yingying berkata, "Tuan Yue menduga kalau Hengshan Paimu tak mungkin datang, maka ia menggunakan muslihat lain, ia membius semua orang, lalu menawan mereka di Huashan". Linghu Chong berkata, "Aku tak mengerti kenapa shifu bersusah payah untuk menculik begitu banyak murid Hengshan. Karena mereka harus berjalan jauh, mereka akan mudah dipergoki orang. Kenapa saat itu ia tak langsung membunuh mereka di Hengshan saja?" Ia berhenti sejenak, lalu berkata, "Ah, aku tahu, kalau ia membunuh murid-murid Hengshan, Wuyue Pai akan kehilangan salah satu puncaknya. Shifu ingin menjadi ketua Wuyue Pai, tanpa Hengshan Pai, jabatannya sebagai ketua Wuyue Pai itu tak sempurna, tak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya".
Yingying berkata, "Tentunya itu adalah salah satu alasannya, tapi aku menduga bahwa ada satu alasan lain yang lebih penting". Linghu Chong berkata, "Apa itu?" Yingying berkata, "Paling bagus kalau ia bisa menangkapmu, lalu menggunakanmu untuk ditukar dengan sebuah benda milikku. Kalau ia menangkap murid-murid perguruanmu itu untuk mengancammu, aku tak bisa hanya berpangku tangan saja dan akan terpaksa memberikan benda itu untuk ditukar dengan orang". Linghu Chong mendadak sadar, ia menepuk pahanya seraya berkata, "Benar. Shifuku menginginkan obat pemunah Sanshi Naoshen Dan".
Yingying berkata, "Setelah Tuan Yue dipaksa menelan obat itu, tentunya ia siang malam merasa tak tenteram dan ingin cepat-cepat memperoleh obat pemunahnya. Ia tahu bahwa hanya dengan menggunakan dirimu ia baru akan dapat memperoleh obat pemunah itu". Linghu Chong berkata, "Tentu saja, aku kan permata hatimu, hanya akulah yang dapat ditukar dengan obat pemunah darimu". Yingying mencibir, lalu berkata, "Kalau ia hendak menukarmu dengan obat pemunah, aku tak akan memberikannya. Bahan-bahan obat pemunah sangat sulit dicari, membuatnya lebih sulit lagi, obat itu adalah sebuah harta karun, tak bisa dengan gampang diberikan kepadanya". Linghu Chong berkata, "Kata pepatah kuno, 'mencari harta karun yang tak ternilai harganya itu mudah, tapi mencari kekasih hati itu sulit' ". Pipi Yingying menjadi merah padam, dengan lirih ia berkata, "Tikus naik ke atas timbangan, lalu memuji diri sendiri, dasar tak tahu malu". Selagi berbicara, mereka berdua melewati sebuah jalanan yang amat sempit.
Jalanan itu lurus mendaki ke puncak gunung dan amat terjal, dua orang tak bisa berjalan berendeng pundak melewatinya. Yingying berkata, "Kau jalan di depan". Linghu Chong berkata, "Kau saja yang jalan di depan, kalau kau terjatuh, akan kugendong kau". Yingying berkata, "Tidak, kau jalan di depan, tak boleh menoleh ke belakang dan melihatku, kau harus menurut pada perkataan nenek". Sambil berkata ia tersenyum. Linghu Chong berkata, "Baik, aku jalan di depan. Kalau aku terjatuh, kau yang gendong aku". Yingying berkata, "Tidak, tidak!" Ia khawatir Linghu Chong akan berpura-pura terpeleset untuk mengodanya, maka ia segera berjalan di depan. Yingying melihat bahwa walaupun ia bergurau, namun ekspresi wajahnya nampak muram, setelah tertawa, raut wajahnya kembali nampak sedih, Yingying tahu bahwa ia masih memikirkan kematian Yue Buqun, di sepanjang jalan ia bergurau untuk mengusir rasa sedih.
Setelah berbelok beberapa kali, mereka tiba di Puncak Yunu [2], Linghu Chong menunjukkan berbagai tempat di puncak itu, diantaranya tempat baskom sang Putri Kumala mencuci muka dan tempat meja rias sang putri. Yingying tahu dengan jelas bahwa Puncak Yunu ini adalah tempat yang sering didatangi olehnya dan Yue Lingshan di masa silam, ia khawatir kalau hal ini akan membuatnya makin sedih, maka ia hanya memandangnya sejenak, lalu cepat-cepat melangkah pergi tanpa bertanya-tanya lagi.
Setelah menuruni sebuah lereng, mereka tiba di jalan yang menuju ke Puncak Chaoyang. Pegunungan itu dipenuhi para penjaga, para pengikut Riyue Shenjiao itu memakai seragam yang terbagi atas tujuh warna yang berbeda, dengan amat rapi, mereka maju dan mundur mematuhi isyarat bendera komando, dibandingkan dengan keadaan di Heimuya dahulu, mereka nampak lebih jauh lebih berdisiplin. Diam-diam Linghu Chong merasa kagum, "Ren Jiaozhu adalah seseorang yang sangat terpelajar. Dahulu ketika aku memimpin ribuan orang menyerang Biara Shaolin, aku memimpin mereka dengan kacau balau, mana bisa dibandingkan denga orang-orang Riyue Jiao ini, yang bagai tubuh yang mengerakkan tangan, dan bagai tangan yang mengerakkan jari, sehingga ribuan orang seperti satu orang saja? Dongfang Bubai juga adalah seorang tokoh yang sangat hebat, namun setelah itu pikirannya kacau dan ia menyerahkan semua urusan penting agama mereka pada Yang Lianting, sehingga orang-orang di Heimuya hanya melihat kekejamannya saja dan tak melihat kewibawaannya".
Begitu para pengikut Riyue Shenjiao melihat Yingying, mereka segera menyoja dengan amat hormat, mereka juga berlaku amat hormat kepada Linghu Chong. Panji-panji komando dikibarkan setingkat demi setingkat dari kaki sampai ke lereng gunung, lalu ke puncak gunung, untuk melapor pada Ren Woxing.
Linghu Chong melihat bahwa mulai dari kaki sampai puncaknya, semua tempat strategis di Puncak Chaoyang ini penuh para pengikut agama mereka, paling tidak jumlah mereka dua ribu orang. Kali ini Riyue Shenjio mengerahkan seluruh kekuatan mereka, selain itu mereka sepertinya juga telah mengundang tak sedikit orang-orang aliran sesat untuk mendukung operasi mereka. Kalaupun para ketua Wuyue Jianpai tidak mati dan jago-jago kelima perguruan itu berkumpul di Huashan ini, dan mereka telah bersiap-siap terlebih dahulu untuk menghadapi serangan ini, jangan-jangan mereka masih akan kalah. Apalagi sekarang ketika mereka sudah tercerai-berai, lebih sukar lagi untuk melawan. Melihat gelagatnya, Ren Woxing tak bermaksud baik pada Wuyue Jianpai, namun karena situasi sudah seperti ini, ia tak bisa seorang diri melawan dan terpaksa menyerahkan diri pada takdir, maju selangkah demi selangkah sesuai dengan keadaan. Kalau Ren Woxing benar-benar hendak menumpas habis Wuyue Jianpai, ia tak bisa menghinakan dirinya dengan mencari selamat sendiri, ia akan terpaksa mengangkat pedang, melawan mati-matian, dan gugur bersama murid-murid Hengshan Pai di Puncak Chaoyang ini.
Walaupun ia cerdas, namun ia tak banyak akal dan lebih-lebih lagi tak pandai bermuslihat, dan tak bisa menghadapi perkara besar dan perubahan yang drastis, saat ini Hengshan Pai telah masuk perangkap, namun ia tak bisa memikirkan cara untuk melindungi atau membebaskan perguruannya itu, maka ia hanya akan membiarkan semuanya terjadi secara alami sesuai dengan kehendak langit. Ia juga berpikir bahwa Yingying dan Ren Jiaozhu berhubungan darah, sehingga paling-paling Yingying hanya akan bersikap netral dan tak mungkin membantu pihaknya atau mencari akal untuk menghadapi ayahnya. Oleh karenanya mau tak mau ia tak lagi menghiraukan bagaimana para anggota agama itu menarik busur dan menghunus pedang mereka, dan hanya bercanda saja dengan Yingying.
Namun pikiran Yingying kalut karena cemas, ia tak bisa bersikap acuh tak acuh seperti Linghu Chong, di sepanjang jalan ia memutar otak untuk mencari akal, pikirnya, "Chong Lang adalah orang yang tak takut langit dan bumi, aku harus membantunya mencari akal". Ia menduga bahwa karena ayahnya telah mengadakan operasi besar-besaran disini, ia tentunya tak bermaksud baik, namun karena keadaan sudah terlanjur menjadi begitu berbahaya, jangan-jangan ia tak akan dapat menyenangkan kedua belah pihak lagi.
Mereka berdua perlahan-lahan mendaki gunung, begitu sampai di puncaknya, mendadak terdengar sangkakala berkumandang, "Dor, dor, dor!", senapan berbunyi, disusul dengan suara terompet dan genderang, tak nyana mereka disambut dengan sangat meriah sebagai tamu agung. Linghu Chong berbisik, "Bapak mertua yang mulia menyambut dongchuang jiaoke [3] pulang ke rumah!" Yingying memelototinya, namun hatinya sedih, "Orang ini tak memperdulikan apapun, di saat seperti ini ia masih bisa bercanda saja".
* * *
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Berarti 'mentari pagi'.
[2] Berarti Puncak Putri Kumala (Hokkian: Giok Li Hong).
[3] Dongchuang jiaoke berarti 'menantu ranjang timur'. Ungkapan ini berasal dari cerita mengenai ahli kaligrafi terkenal Wang Xizhi (321-379 M) yang tetap tidur bertelanjang dada di ranjang timur ketika guru putra mahkota datang ke rumahnya untuk mencari menantu. Ia kemudian justru terpilih menjadi menantu karena sikapnya yang independen.
Bagian Kedua
Tiba-tiba terdengar seseorang tertawa panjang keras-keras, lalu berkata dengan lantang, "Da Xiaojie, Linghu Xiongdi, jiaozhu sudah lama menunggu kedatangan kalian". Seorang tetua bertubuh kurus kering yang menggenakan jubah ungu melangkah mendekati mereka, dengan wajah berseri-seri, ia mengenggam kedua tangan Linghu Chong, ialah Xiang Wentian.
Linghu Chong juga amat senang bertemu dengannya, katanya, "Xiang Dage, apa kabar? Aku sering teringat padamu".
Xiang Wentian berkata sembari tersenyum, "Di Heimuya, aku tak henti-hentinya mendengar kabar baik tentang sepak terjangmu yang menguncangkan dunia persilatan, dari jauh aku mengangkat cawan arak untukmu dan paling tidak aku telah minum sepuluh guci arak besar. Lekas menghadap jiaozhu". Sambil menggandeng tangan Linghu Chong, ia berjalan ke arah panggung batu.
Panggung batu itu terletak di puncak sebelah timur, sebongkah batu karang yang tinggi menjulang, sebuah panggung tinggi yang terbentuk secara alami, di sebelah timur panggung batu itu terdapat tempat tertinggi di Puncak Chaoyang, yaitu Xianren Zhang [1]. Xianren Zhang itu adalah lima buah tiang batu yang menjulang ke angkasa, jari tengahnya yang paling tinggi. Di atas jari itu terdapat sebuah kursi, seseorang duduk dengan tegak di atas kursi itu, ialah Ren Woxing.
Yingying melangkah ke hadapan Xianren Zhang, lalu mendongak seraya berseru, "Ayah!"
Linghu Chong menjura seraya berkata, "Wanbei Linghu Chong menghadap jiaozhu".
Ren Woxing tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Xiao xiongdi datang tepat pada waktunya, sekarang kita semua orang sendiri, tak usah banyak peradatan. Hari ini agama kami akan bertemu dengan orang-orang gagah, kita akan bicara urusan dinas dahulu, baru urusan keluarga. Xian......xiandi [2]silahkan duduk di sampingku".
Linghu Chong mendengar bahwa ketika ia mengucapkan kata 'xian' itu ia berhenti sejenak, seakan ia hendak memanggilnya 'xianxu' [3], namun karena status dirinya belum pasti, ia mengubah panggilannya menjadi 'xiandi', namun Linghu Chong tahu bahwa ia merestui pernikahannya dengan Yingying, dan juga berkata bahwa 'kita semua orang sendiri', serta 'kita akan bicara urusan resmi dahulu, baru urusan keluarga', jelas bahwa ia telah menganggapnya sebagai keluarga sendiri. Linghu Chong merasa girang, ia bangkit, namun tiba-tiba seberkas hawa dingin menyembur dari dantiannya, sekujur tubuhnya seakan mendadak masuk ke dalam peti es dan mau tak mau ia gemetar. Yingying terkejut, ia memburu ke depan seraya bertanya, "Kau kenapa?" Linghu Chong berkata, "Aku.....aku......" Tak nyana ia tak mampu berkata-kata.
Walaupun Ren Woxing berada jauh di atas sana, pandangan matanya masih tajam, tanyanya, "Apa kau beradu telapak dengan Zuo Lengchan?" Linghu Chong mengangguk. Ren Woxing berkata sembari tertawa, "Tak apa-apa. Kau telah menghisap qi Hanbingnya, setelah kau membuyarkannya, semuanya akan baik-baik saja. Kenapa Zuo Lengchan belum datang?" Yingying berkata, "Zuo Lengchan diam-diam membuat muslihat jahat untuk mencelakai Linghu Dage dan aku, ia sudah dibunuh oleh Linghu Dage".
"Oh", ujar Ren Woxing, ia duduk di tempat yang amat tinggi sehingga raut wajahnya tak terlihat, namun nada suaranya penuh rasa kecewa. Yingying tahu isi hati ayahnya, hari ini sang ayah telah dengan besar-besaran mengerahkan kekuatannya untuk mengintimidasi Wuyue Jianpai agar anggota kelima perguruan itu tunduk padanya, Zuo Lengchan adalah musuh besar bebuyutannya, namun ia tak bisa menyaksikannya bertekuk lutut dengan mata dan kepalanya sendiri, maka ia merasa amat kecewa.
Yingying mengangsurkan tangan kirinya dan mengenggam tangan kanan Linghu Chong untuk membantunya membuyarkan hawa dingin. Tangan kiri Linghu Chong digenggam oleh Xiang Wentian. Mereka berdua mengerahkan tenaga dengan serentak dan Linghu Chong merasa rasa dingin di tubuhnya perlahan-lahan menghilang. Tempo hari ketika Ren Woxing dan Zuo Lengchan bertarung di Biara Shaolin, Ren Woxing telah menghisap tak sedikit qi Hanbingnya, sehingga di tanah bersalju itu ia bersama dengan Linghu Chong, Xiang Wentian dan Yingying bertiga menjadi manusia salju, namun kali ini Linghu Chong hanya beradu pedang dengannya dan hanya sedikit terkena hawa dingin Zuo Lengchan untuk waktu yang singkat, ia juga tak menghisap tenaga dalam Zuo Lengchan, sehingga hawa dingin yang diserapnya juga sedikit, maka setelah beberapa saat, ia tak lagi gemetar, katanya, "Sudah baik, banyak terima kasih!"
Ren Woxing berkata, "Xiao xiandi, begitu kau mendengar panggilanku, kau langsung naik gunung menemuiku, bagus sekali, bagus sekali!" Ia berpaling ke arah Xiang Wentian dan berkata, "Kenapa anggota keempat perguruan lainnya sampai sekarang belum datang juga?"
Xiang Wentian berkata, "Biar hamba memanggil mereka lagi!" Tangan kirinya mengayun, delapan belas orang tua berpakaian warna kuning berbaris ke depan puncak itu, lalu serentak berseru, "Ren Jiaozhu dari Riyue Shenjiao yang berwatak ksatria dan pandai ilmu surat, pembela rakyat jelata menitahkan: semua anggota perguruan Taishan, Heng Shan, Huashan dan Hengshan lekas menuju Puncak Chaoyang untuk bertemu. Semua xiangzhu supaya mendesak mereka, jangan lalai". Kedelapan belas orang tua ini adalah para jago yang tenaga dalamnya melimpah, ketika mereka serentak berseru, suara mereka berkumandang sampai jauh dan dapat didengar di semua puncak di sekitarnya. Dari keempat penjuru terdengar puluhan suara menjawab, "Siap. Semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan!" Itulah jawaban dari para xiangzhu Riyue Jiao.
Ren Woxing berkata sembari tersenyum, "Ketua Linghu, silahkan duduk".
Linghu Chong melihat bahwa di sebelah barat Xianren Zhang telah dibariskan lima buah kursi, setiap kursi itu dilapisi kain brokat yang berwarna hitam, putih, biru, merah dan kuning, di atas masing-masing kain brokat itu tersulam sebuah puncak gunung. Puncak utara Hengshan dilambangkan dengan warna hitam, dan di atas kain satin hitam yang menutupi kursinya tersulam Puncak Jianxing dengan benang sutra putih. Sulamannya amat halus, dari penutup kursi itu nampak bahwa kali ini Riyue Shenjiao telah merencanakan semuanya dengan amat teliti. Diantara Wuyue Jianpai, puncak tengah Songshan menduduki tempat pertama, sedangkan puncak utara Hengshan berada di urutan terbawah, namun kursi mereka diatur secara terbalik, tempat duduk ketua Hengshan Pai adalah tempat duduk kehormatan, di tempat kedua ialah puncak barat Huashan, sedangkan Songshan Pai ditempatkan di urutan terakhir. Ren Woxing meninggikan dirinya dan sengaja merendahkan Zuo Lengchan, namun karena Zuo Lengchan, Yue Buqun, Tuan Mo Da dan Pendeta Tianmen semua telah meninggal dunia, Linghu Chong tak menolak, sambil menjura ia berkata, "Aku akan duduk!" Iapun duduk di atas kursi yang diselimuti kain satin hitam itu.
Semua orang menunggu tanpa bersuara di Puncak Chaoyang. Setelah beberapa lama, Xiang Wentian kembali memerintahkan kedelapan belas orang tua berbaju kuning itu untuk memanggil mereka, namun masih tak terlihat seorangpun menaiki gunung. Xiang Wentian berkata, "Orang-orang itu tak tahu terima kasih, mereka begitu lambat menghadap jiaozhu, panggil orang-orang kita naik dahulu!" Kedelapan belas orang tua berbaju kuning itu kembali berseru memanggil, "Saudara-saudara sekalian dari segala penjuru, segala pulau dan gua, segala perkumpulan dan benteng, segala gunung dan aula, mohon naik ke Puncak Chaoyang untuk menghadap jiaozhu".
Begitu kata 'zhu' itu keluar dari mulut mereka, dari lereng gunung terdengar seruan yang bagai guntur, "Siap!" Suara mereka menguncang gunung dan lembah sehingga Linghu Chong mau tak mau merasa jeri, dari suaranya, paling tidak mereka terdiri atas dua atau tiga puluh ribu orang. Orang-orang ini diam-diam bersembunyi tanpa bersuara sedikitpun, nampaknya Ren Woxing bermaksud untuk menunggu sampai orang-orang Wuyue Jianpai tiba, lalu tanpa disangka-sangka, puluhan ribu orang itu akan serentak berseru untuk menekan mereka, sehingga Wuyue Jianpai tak akan berani melawan. Dalam sekejap, keempat penjuru Puncak Chaoyang dipenuhi orang-orang yang tak terhitung banyaknya. Namun walaupun jumlah mereka amat banyak, sama sekali tak terdengar suara ribut. Setiap orang berdiri di pos mereka masing-masing, nampaknya mereka telah lama dilatih untuk melakukannya. Sekitar dua atau tiga ribu orang menaiki gunung itu, mereka adalah kepala dan tokoh-tokoh rimba hijau, sedangkan para bawahan yang lain menunggu di lereng gunung.
Dengan sekilas pandang, Linghu Chong melihat bahwa Huang Boliu, Sima Da, Zu Qianqiu, Lao Touzi dan Ji Wushi berasa diantara mereka. Orang-orang ini berada dibawah kekuasaan Riyue Shenjiao atau berhubungan dengan mereka. Tempo hari ketika Linghu Chong memimpin rombongan orang gagah menyerang Biara Shaolin, kebanyakan dari mereka ikut serta. Begitu pandangan mata mereka bertemu dengan Linghu Chong, mereka memberi isyarat dengan mengangguk atau tersenyum, namun tak ada seorangpun yang bersuara menyambutnya, diluar suara derap langkah kaki ribuan orang yang naik ke puncak itu, sama sekali tiada suara lain.
Tangan kanan Xiang Wentian terangkat tinggi-tinggi dan membuat sebuah lingkaran di udara, ribuan orang segera berlutut seraya serentak berseru, "Angkatan muda dunia persilatan menghadap jiaozhu yang suci serta berwatak ksatria dan pandai ilmu surat, pembela rakyat jelata! Semoga ketua suci hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan!" Orang-orang ini adalah tokoh-tokoh yang tinggi ilmu silatnya, kalau mereka berseru dengan mengerahkan tenaga, seruan seseorang dari mereka sama kerasnya dengan seruan sepuluh orang. Ketika mereka berseru "Semoga ketua suci hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan!", para pengikut Riyue Shenjiao dan para pendekar yang berkumpul di lereng gunung serentak bersorak sorai, suara mereka benar-benar menguncang langit dan bumi.
Ren Woxing duduk dengan penuh wibawa, ia menunggu sampai sorak sorai berhenti, mengangkat tangannya untuk memberi isyarat, lalu berkata, "Kalian semua sudah bekerja keras, mohon berdiri".
Beberapa ribu orang berseru, "Terima kasih ketua suci!", lalu serentak bangkit.
Linghu Chong berpikir, "Dahulu ketika aku pertama kali naik ke Heimuya dan melihat bagaimana pengikut agama mereka menjilat Dongfang Bubai dengan tak tahu malu, aku tak kuasa menahan rasa mual. Tak nyana setelah Ren Jiaozhu menjadi ketua, malah semakin menjadi-jadi. Di belakang kata 'jiaozhu' ditambahkan lagi kata 'suci' sehingga menjadi jiaozhu yang suci. Jangan-jangan para pejabat militer dan sipil kalau berjumpa dengan kaisar sambil meneriakkan 'hidup sang baginda', juga tak akan merendahkan diri seperti itu. Kita para pesilat, orang yang mengaku sebagai pendekar atau orang gagah, kalau menghinakan diri seperti ini, mana bisa disebut lelaki sejati yang pemberani?" Ketika memikirkan hal ini, mau tak mau ia merasa gusar, mendadak dantiannya terasa amat nyeri, pandangan matanya gelap seakan hendak pingsan.
Sepasang tangannya mencengkeram sandaran tangan kursi, ia mengigit bibir bawahnya sehingga mengeluarkan darah, ia tahu bahwa setelah mempelajari Xixing Dafa, walaupun ia bersumpah tak akan menggunakannya, namun baru-baru ini ketika ia dijerat dengan jala ikan di mulut gua oleh Yue Buqun dan hidupnya berada di ujung tanduk, ia telah menggunakan ilmu itu. Ia berhasil menghisap tenaga dalam Yue Buqun, namun ia juga telah mencelakai dirinya sendiri. Sekarang ia berusaha menguasai dirinya agar ia tak sampai mengerang.
Namun kepalanya bermandi keringat dan sekujur tubuhnya gemetar, wajahnya mengerenyit, raut wajahnya nampak amat kesakitan, siapapun dapat melihatnya. Zu Qianqiu dan yang lainnya memandangnya tanpa berkedip, mereka sangat mengkhawatirkan dirinya. Yingying melangkah ke belakangnya dan berbisik, "Chong Ge, aku ada disini". Di bawah pandangan mata ribuan orang, ia hanya dapat berkata demikian, namun ia sudah begitu malu hingga wajahnya merah padam. Linghu Chong berpaling dan memandanginya, ia merasa sedikit terhibur.
Ia segera teringat perkataan Ren Woxing tempo hari di Hangzhou, ia berkata bahwa setelah dirinya mempelajari Xixing Dafa, di dalam tubuhnya akan terkumpul berbagai tenaga milik orang lain yang pada suatu hari akan bergolak, dan setiap kali bergolak akan lebih lihai dari sebelumnya. Dahulu Dongfang Bubai dapat merebut kedudukan Ren Woxing karena ia sibuk berpikir keras mencari cara untuk membuyarkan berbagai tenaga yang berada dalam tubuhnya, sehingga ia mengabaikan urusan-urusan lain dan dapat dimanfaatkan oleh Dongfang Bubai. Ketika Ren Woxing dipenjarakan selama belasan tahun di dasar Xihu, ia mempelajarinya dengan seksama dan berhasil menemukan cara untuk membuyarkan tenaga-tenaga itu, namun hanya kalau Linghu Chong menjadi anggota Riyue Shenjiao ia baru dapat mengajarkan ilmu itu padanya.
Saat itu Linghu Chong tak menyetujuinya karena ia menyakini ajaran yang telah diajarkan padanya sejak kecil, yaitu bahwa yang sesat dan lurus tak mungkin dapat hidup berdampingan, maka ia tak mungkin dapat bergaul dengan orang-orang Mo Jiao. Setelah ia melihat kelakuan Zuo Lengchan dan guru-guru besar aliran lurus lainnya yang kekejaman dan kelicikannya jauh melebihi orang-orang Mo Jiao, ia tak lagi memperdulikan perbedaan diantara yang lurus dan yang sesat itu lagi. Kadang-kadang ia berpikir, kalau Ren Jiaozhu berkeras memintaku masuk agamanya sebelum ia bersedia menikahkan Yingying padaku, aku akan masuk agamanya tanpa banyak cingcong. Wataknya memang mudah menyesuaikan diri dengan keadaan, segala urusan tak dimasukkan dalam hatinya, masuk agama mereka tak apa, tak masuk agama mereka juga tak apa, hal itu bukan masalah besar baginya.
Namun hari itu di Heimuya, ketika ia melihat bagaimana para orang gagah begitu merunduk-runduk pada ketua mereka, Dongfang Bubai dan Ren Woxing, seraya mengucapkan puja-puji kosong, ia berpikir, seandainya setelah aku masuk agama mereka aku harus menjadi budak seperti mereka itu, benar-benar sia-sialah aku menjadi manusia, hidup mati seorang lelaki sejati sudah ditakdirkan, kalau aku harus hidup dengan mengemis belas kasihan, Linghu Chong pasti tak akan sudi melakukannya. Lebih-lebih lagi saat ini ketika melihat Ren Woxing menyalahgunakan kekuasaannya dan berlaku seperti seorang tiran, bersikap angkuh seakan hendak mengungguli sang kaisar. Ia berpikir tentang bagaimana ketika Ren Woxing terkurung dalam penjara rahasia di dasar danau ia begitu tak punya harapan, namun hari ini ia merendahkan para pahlawan dunia ini sehingga mereka sepertinya bukan manusia lagi, benar-benar keterlaluan.
Ketika ia sedang memikirkan hal ini, mendadak terdengar seseorang berkata dengan lantang, "Lapor pada ketua suci, murid-murid Hengshan Pai sudah tiba".
* * *
Linghu Chong terkejut, ia melihat Yihe, Yiqing, Yilin dan murid-murid Hengshan lain menaiki gunung sambil saling memapah. Suami istri Bujie dan Tian Boguang mengikuti mereka dari belakang. Bao Dachu berkata dengan lantang, "Kawan-kawan sekalian silahkan menghadap ketua suci".
Yiqing dan yang lainnya melihat bahwa Linghu Chong duduk di samping Ren Woxing, mereka tahu bahwa Ren Woxing akan menjadi ayah mertuanya, mereka berpikir bahwa walaupun yang lurus dan yang sesat tak bisa hidup berdampingan, namun dengan memandang muka ketua mereka, mereka akan menghormat sebagai generasi yang lebih muda. Mereka masing-masing melangkah ke hadapan Xianren Zhang, lalu menjura untuk menghormat seraya berkata, "Murid-murid Hengshan menghadap Ren Jiaozhu!" Bao Dachu berseru, "Berlutut dan bersujudlah!" Dengan lantang Yiqing berkata, "Kami orang beragama, kami bersujud pada Sang Buddha, bersujud pada bodhisatwa, bersujud pada guru, tapi tidak bersujud pada orang biasa!" Bao Dachu berseru, "Ketua suci bukan orang biasa, beliau adalah dewa dan nabi, Buddha dan bodhisatwa!" Yiqing berpaling ke arah Linghu Chong dan memandanginya. Linghu Chong menggeleng-gelengkan kepalanya.
Yiqing berkata, "Kalau kau ingin membunuh kami, bunuh saja kami, murid-murid Hengshan tak akan bersujud pada orang biasa!"
Biksu Bujie tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Perkataan yang bagus, perkataan yang bagus!" Xiang Wentian berkata dengan gusar, "Kau berasal dari perguruan apa? Untuk apa kau datang kemari?" Ia melihat bahwa murid-murid Hengshan tak mau bersujud pada Ren Woxing, sehingga suasana menjadi tegang, kalau ia membuat susah para murid perempuan ini, ia akan merasa tak enak pada Linghu Chong, maka ia segera bersikap keras pada Biksu Bujie untuk mengalihkan perhatian Ren Woxing. Biksu Bujie berkata sembari tertawa, "Si biksu ini di kuil besar tak diterima, sedangkan kuil kecil tak mau menerima seorang biksu yang liar seperti aku ini, aku tak punya perguruan, tapi ketika mendengar disini ada orang berkumpul, aku datang untuk melihat keramaian". Xiang Wentian berkata, "Hari ini Riyue Shenjiao bertemu dengan Wuyue Jianpai, orang-orang yang tak berkepentingan tak boleh mengacau disini, pergilah turun gunung!" Xiang Wentian berkata demikian dengan memandang muka Linghu Chong, boleh dikatakan sudah cukup sopan. Ia melihat bahwa Biksu Bujie datang bersama dengan murid-murid Hengshan, ia menduga bahwa sang biksu ada hubungannya dengan Hengshan Pai, oleh karenanya ia tak ingin mempermalukan Linghu Chong.
Bujie berkata sembari tertawa, "Huashan ini juga bukan punya Mo Jiao kalian, aku boleh datang dan pergi sesuka hatiku, kecuali murid-murid Huashan, tak ada yang boleh melarangku". Perkataan 'Mo Jiao' ini melanggar tabu besar di kalangan Riyue Jiao, walaupun orang dunia persilatan sering diam-diam menyebut mereka 'Mo Jiao', namun kalau mereka tak bermusuhan, mereka tak akan menyebutnya di depan muka mereka. Biksu Bujie selalu berbicara dengan terus terang, perkataannya blak-blakan, ketika ia mendengar Xiang Wentian membentaknya supaya turun gunung, ia merasa amat tak senang, walaupun lawan berjumlah amat banyak, ia sama sekali tak menunjukkan rasa takut.
Xiang Wentian berpaling ke arah Linghu Chong seraya berkata, "Linghu Xiongdi, biksu sinting ini apa hubungannya dengan perguruanmu yang mulia?"
Dada dan perut Linghu Chong setengah mati sakitnya, dengan suara bergetar ia menjawab, "Ini.....ini Bujie Dashi......"
Ketika Ren Woxing mendengar Bujie terang-terangan menyebut mereka 'Mo Jiao', ia merasa amat geram, ia khawatir kalau Linghu Chong akan mengatakan bahwa biksu ini erat hubungannya dengannya, sehingga ia tak bisa membunuhnya, maka tanpa menunggu Linghu Chong menyelesaikan perkataannya, ia langsung membentak, "Bunuh biksu gila ini!" Delapan orang tetua berpakaian kuning serentak menjawab, "Siap!" Mereka serentak menyerang Biksu Bujie.
Bujie berseru, "Kalian main keroyok, ya?" Begitu mengucapkan perkataan itu, serangan kedelapan tetua itu telah tiba. Sang nenek berkata, "Benar-benar tak tahu malu!" Ia melompat ke tengah kerumunan orang itu dan dengan punggung menempel punggung, ia dan Biksu Bujie menyambut serangan musuh. Kedelapan tetua itu adalah jago-jago kelas satu Riyue Shenjiao, ilmu silat mereka hampir setingkat dengan Biksu Bujie dan sang nenek, namun karena delapan melawan dua orang, dalam beberapa jurus mereka sudah berada di atas angin. Tian Boguang menghunus golok pendeknya dan Yilin mengangkat pedangnya, lalu ikut bertarung. Ilmu silat mereka berdua kalah jauh, dan dua orang diantara para tetua itu khusus melayani mereka, dengan golok kilatnya, Tian Boguang masih sanggup menangkis serangan musuh, namun Yilin dicecar musuh hingga ia sukar mengambil napas, kalau tetua itu tak memandang seragam Hengshan Pai yang dikenakannya dan sedikit mengalah karena memandang muka Linghu Chong, ia sudah lama terbunuh.
Tangan kiri Linghu Chong menekan perutnya, sedangkan tangan kanannya menghunus pedang seraya berseru, "Tunggu.....tunggu dulu!" Ia menerjang ke tengah pertarungan, pedangnya bergetar, setelah berturut-turut melancarkan delapan jurus, ia telah berhasil memaksa empat orang tetua mundur, namun ia masih berbalik dan menyerang delapan kali lagi. Keenam belas jurus Dugu Jianfa ini masing-masing jurusnya menyerang titik-titik penting setiap tetua. Kedelapan tetua itu kelabakan didesak olehnya, selain itu mereka juga tak berani benar-benar bertarung dengannya, maka mereka semua mundur. Linghu Chong berjongkok di tanah seraya berkata, "Ren.....Ren Jiaozhu, mohon pandang mukaku, biarkan......biarkan mereka berdua......" Ia sudah tak sanggup mengucapkan kata 'pergi' lagi.
Melihat keadaan itu, Ren Woxing menduga bahwa qi di dalam tubuhnya sedang bergolak, ia tahu bahwa putrinya tak mau menikahi orang lain selain orang ini, sedangkan ia sendiri juga amat menyukainya, selain itu ia juga tak punya putra dan berharap agar Linghu Chong kelak dapat mewarisi jabatan ketua Riyue Shenjiao, maka ia segera mengangguk-angguk seraya berkata, "Karena Ketua Linghu telah memintakan ampun, hari ini kita akan bermurah hati".
Sosok Xiang Wentian berkelebat, sepasang tangannya mengayun, ia menotok suami istri Bujie, Tian Boguang dan Yilin berempat. Gerakannya amat cepat, kepadaiannya benar-benar mencengangkan, walaupun sang nenek bergerak secepat kilat, namun ternyata ia tak dapat menghindar. Linghu Chong berkata dengan terkejut, "Xiang.....Xiang....." Xiang Wentian berkata sembari tersenyum, "Kau tak usah khawatir, ketua suci sudah berkata akan bermurah hati". Ia berpaling dan berseru, "Delapan orang maju kesini!" Delapan orang pengikut berbaju hijau segera maju dari antara kerumunan, mereka menjura seraya berkata, "Siap menerima perintah Pelindung Kiri Xiang!" Xiang Wentian berkata, "Empat lelaki dan empat perempuan". Seketika itu juga empat lelaki mundur dan empat perempuan maju.
Xiang Wentian berkata, "Keempat orang ini bicara sembarangan dan pantas dibunuh. Namun ketua suci telah berbaik hati, dengan memandang muka emas Ketua Linghu ia tak menghukum mereka. Bawa mereka turun gunung dan buka totokan mereka". Kedelapan orang itu menjura seraya mengiyakan. Dengan suara pelan Xiang Wentian memerintahkan, "Mereka teman Ketua Linghu, jangan kurang ajar". Kedelapan orang itu menjawab, "Baik!" Sambil memanggul keempat orang itu, mereka turun gunung.
Linghu Chong dan Yingying melihat bahwa Biksu Bujie dan yang lainnya berhasil lolos dari maut, maka mereka menghembuskan napas lega. Dengan suara bergetar Linghu Chong berkata, "Banyak......banyak terima kasih!" Ia berjongkok di tanah dan masih tak bangkit juga. Walaupun barusan ini ia telah berhasil memaksa mundur kedelapan tetua itu dengan enam belas jurus, namun ilmu silat masing-masing tetua itu tinggi sehingga ia tak dapat melukai mereka dengan jurus-jurus pedangnya. Tenaganya telah banyak terkuras untuk melancarkan keenam belas jurus itu dan rasa nyeri di dada dan perutnya berkecamuk makin hebat.
Xiang Wentian diam-diam merasa khawatir, namun ekspresi wajahnya tak berubah, sembari tersenyum ia bertanya, "Linghu Xiongdi, apa kau merasa agak tak enak badan?" Bertahun-tahun yang lalu, ia dan Linghu Chong pernah bergabung melawan musuh serta menjadi saudara angkat, walaupun mereka tak banyak berkumpul, namun persahabatan diantara mereka sehidup semati. Ia menggandeng tangan Linghu Chong dan memapahnya sampai ia kembali duduk di kursi, lalu diam-diam menyalurkan tenaga untuk membantunya melawan hawa murni yang bergolak dalam tubuhnya.
Linghu Chong berpikir bahwa karena ia mempunyai ilmu Xixing Dafa, cara yang dipakai Xiang Wentian ini sama dengan membiarkan dirinya menghisap tenaga dalamnya, maka ia cepat-cepat meronta sekuat tenaga seraya berkata, "Xiang Dage, jangan! Aku.....aku sudah sembuh".
Ren Woxing berkata, "Diantara Wuyue Jianpai, hanya Hengshan Pai yang menghadiri pertemuan ini. Keempat perguruan lain ternyata berani tak naik ke puncak ini, oleh karenanya kita tak akan sungkan lagi pada mereka".
* * *
Tepat pada saat itu, Shangguan Yun berlari dengan cepat ke puncak gunung, melangkah ke hadapan Xianren Zhang, lalu menjura dan berkata, "Lapor pada ketua suci: di dalam gua di Siguoya ditemukan ratusan mayat. Ketua Songshan Pai Zuo Lengchan termasuk diantaranya, selain itu masih terdapat jago-jago Songshan, Taishan dan Heng Shan Pai yang tak terhitung jumlahnya, sepertinya mereka telah saling membunuh sendiri". "Oh", ujar Ren Woxing, "Kemana perginya ketua Heng Shan Pai, Tuan Mo Da?" Shangguan Yun berkata, "Hamba telah memeriksanya dengan seksama,
namun diantara mayat-mayat tersebut sama sekali tak terdapat Tuan Mo Da, di Huashan juga sama sekali tak terdapat jejaknya".
Linghu Chong dan Yingying merasa girang sekaligus terkejut, mereka berdua saling berpandangan sambil berpikir, "Tuan Mo Da datang dan pergi bagai bayangan, ternyata ia dapat lolos dari bahaya, kemungkinan besar saat itu ia berbaring diantara tumpukan mayat dan berpura-pura mati, lalu menunggu sampai keadaan tenang dan setelah itu baru pergi".
Terdengar Shangguan Yun kembali berkata, "Yuqing Zi, Yuyin Zi dan yang lainnya dari Taishan Pai juga ikut tewas". Ren Woxing sangat tak senang, katanya, "Bagaimana.....bagaimana bisa terjadi begitu?" Shangguan Yun kembali berkata, "Di luar gua itu terdapat sebuah mayat lagi". Ren Woxing berkata, "Mayat siapa?" Shanguan Yun berkata, "Setelah hamba selidiki, ternyata mayat itu adalah ketua Huashan Pai dan orang yang baru-baru ini merebut kedudukan ketua Wuyue Pai, si Pedang Budiman Tuan Yue Buqun". Ia tahu bahwa di kemudian hari Linghu Chong akan memegang kekuasaan besar di agamanya, dan Yue Buqun adalah gurunya, maka ia berbicara dengan sopan tentang Yue Buqun.
Ketika Ren Woxing mendengar bahwa Yue Buqun juga telah tewas, mau tak mau ia merasa kecewa, tanyanya, "Siapa.....siapa lagi yang tewas?" Shangguan Yun berkata, "Ketika hamba sedang memeriksa gua di Siguoya itu, hamba mendengar di belakang gua ada suara orang bertarung, hamba keluar dan melihat orang-orang Huashan Pai sedang bertempur dengan sengit melawan pendeta-pendeta Taishan Pai, mereka saling menuduh lawan membunuh guru mereka. Kedua belah pihak bertarung dengan hebat, tak sedikit yang luka atau terbunuh. Sekarang mereka telah ditawan di kaki gunung untuk menunggu penghakiman ketua suci".
Ren Woxing mengumam, lalu berkata, "Yue Buqun dibunuh orang Taishan Pai? Di Taishan Pai mana ada jago yang mampu melakukan hal itu?"
Yiqing dari Hengshan Pai berkata dengan lantang, "Bukan! Yue Buqun dibunuh oleh seorang shimei dari perguruan kami". Ren Woxing berkata, "Siapa?" Yiqing berkata, "Oleh Yilin Shimei yang sekarang sudah pergi ke kaki gunung. Yue Buqun mencelakai paman guru ketua kami dan Paman Guru Dingyi, di perguruan kami tak ada yang tak membencinya sampai ke tulang sumsum. Hari ini bodhisatwa memberkati kami, arwah paman guru ketua dan Paman Guru Dingyi meminjam tangan seorang shimei perguruan kami yang rendah ilmu silatnya untuk membunuh penjahat besar itu".
Ren Woxing berkata, "Hmm, ternyata begitu! Itu namanya jaring langit amat besar, tak ada yang bisa meloloskan diri". Dari nada suaranya nampak bahwa ia amat kecewa.
Xiang Wentian dan para tetua sekalian saling berpandangan, mereka semua merasa tak senang. Operasi besar-besaran Riyue Shenjiao ke Huashan ini telah direncanakan sebelumnya dengan amat cermat, tak hanya semua jago-jago agama mereka yang dikerahkan, mereka juga mengumpulkan semua pendekar bawahan mereka dari setiap perkumpulan, gua dan pulau untuk menundukkan Wuyue Jianpai dengan sekali gebrak. Kalau kelima perguruan itu tak sudi tunduk, mereka akan membinasakan mereka semua. Sejak saat itu Ren Woxing dan Riyue Shenjiao akan menguncang seluruh kolong langit. Setelah itu mereka akan menyerang Shaolin dan Wudang sehingga di aliran lurus tak ada lagi perguruan yang mampu melawan mereka, hari ini pondasi untuk hidup selamanya dan mempersatukan dunia persilatan itu akan didirikan di Puncak Chaoyang Huashan dengan megah, namun ternyata Zuo Lengchan, Yue Buqun dan jago-jago ternama lain dari Taishan Pai telah saling bunuh, Tuan Mo Da pergi entah kemana, dan murid-murid angkatan muda keempat perguruan itu juga sudah tinggal sedikit. Rencana gemilang yang telah disusun dengan susah payah oleh Ren Woxing hancur berantakan.
Semakin lama berpikir, Ren Woxing semakin marah, ia membentak, "Bawa anjing-anjing Wuyue Jianpai yang belum tewas ke atas". Shangguan Yun menjawab, "Baik!" Ia berbalik dan meneruskan perintah itu.
Berbagai hawa murni yang berkecamuk di tubuh Linghu Chong perlahan-lahan menjadi tenang, ketika ia mendengar Ren Woxing berkata tentang 'anjing-anjing Wuyue Jianpai yang belum tewas', ia tahu bahwa ia tak bermaksud memaki dirinya, namun karena bagaimanapun juga Hengshan Pai masih termasuk Wuyue Jianpai juga, dalam hati ia merasa tak senang.
Setelah beberapa lama, terdengarlah sebuah suara teriakan, para pengikut Riyue Shenjiao yang dipimpin oleh kedua tetua untuk mengantarkan para murid Songshan, Huashan, Taishan dan Heng Shan telah tiba di puncak. Murid-murid Huashan memang tak banyak jumlahnya, sedangkan sebagian besar jago-jago Songshan, Taishan dan Heng Shan Pai yang datang ke Huashan telah terbunuh dalam pertempuran. Ketiga puluh tiga murid-murid ketiga perguruan itu tak hanya orang-orang yang tak terkenal, namun mereka juga telah terluka, seandainya mereka tak dipapah oleh para anggota Riyue Shenjiao, mereka tak akan dapat naik ke puncak gunung.
Begitu melihat mereka Ren Woxing murka, tanpa menunggu mereka datang mendekat, ia membentak, "Untuk apa anjing-anjing ini? Bawa turun mereka, bawa turun mereka!" Kedua tetua itu menjawab, "Kami akan melaksanakan perintah ketua suci". Mereka membawa ketiga puluh tiga murid ketiga perguruan yang telah terluka itu turun gunung. Ren Woxing mencaci maki untuk beberapa saat, lalu mendadak tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Wuyue Jianpai ini boleh dikatakan telah berdosa pada langit, mereka tak bisa hidup, tanpa perlu bersusah payah turun tangan, mereka sudah saling bunuh di sarang mereka sendiri, sejak ini di dunia persilatan nama mereka sudah terhapus".
Xiang Wentian dan kesepuluh tetua serentak menjura seraya berkata, "Berkat keberuntungan besar ketua suci, keparat-keparat terkutuk itu saling membinasakan sendiri".
Xiang Wentian kembali berkata, "Diantara Wuyue Jianpai, tinggal Hengshan Pai yang masih berdiri, ini adalah berkat kepemimpinan Ketua Linghu yang bijaksana. Sejak saat ini Hengshan Pai dan agama suci kita adalah bagai cabang dari pohon yang sama, dan akan sama-sama berjaya. Selamat pada ketua suci yang telah memperoleh seorang pendekar muda berbakat sebagai pembantu utama".
Ren Woxing berkata, "Tepat sekali, perkataan Pelindung Kiri Xiang ini benar. Linghu Xianzhi, sejak hari ini kau boleh membubarkan Hengshan Paimu ini. Para shitai dan murid-murid perempuan perguruan kalian kalau ingin pergi ke Heimuya akan disambut dengan hangat, atau kalau ingin tetap tinggal di Hengshan juga tak apa. Orang-orang dari Halaman Lain Hengshan ini, jadikan saja pengawalmu sebagai wakil ketua, hahaha, hahaha!" Ia mendongak seraya tertawa panjang, suaranya menggetarkan gunung dan lembah.
* * *
Ketika mendengar perkataan 'wakil ketua' itu, semua orang tertegun, namun setelah itu sorak sorai gembira membahana, dari segala penjuru terdengar seruan, "Linghu Daxia menjadi wakil ketua agama kita, bagus sekali!" "Selamat kepada ketua suci yang telah mendapatkan pembantu yang baik!" "Selamat kepada ketua suci, selamat kepada wakil ketua!" "Hidup ketua, hidup wakil ketua!" Para pengikut agama mereka telah menganggap Linghu Chong sebagai menantu sang jiaozhu, dan ia juga telah diangkat sebagai wakil ketua, maka kelak tak ayal lagi ia tentunya akan menjadi ketua. Mereka tahu bahwa wataknya ramah, maka di kemudian hari mereka kemungkinan besar tak usah was-was siang dan malam seperti sekarang ini seakan bencana siap menimpa setiap saat. Pendekar-pendekar dunia persilatan lainnya sebagian besar sudah pernah mengikuti Linghu Chong menyerbu Biara Shaolin dan bersama-sama berjuang bersamanya, atau mereka pernah menerima obat dari Yingying dan berhutang budi padanya, maka mereka bersorak-sorai mendukungnya dengan tulus.
Xiang Wentian berkata sembari tersenyum, "Selamat kepada wakil ketua, kita akan terlebih dahulu minum arak untuk menyambutmu masuk agama kami, lalu minum arak kegirangan pernikahanmu dengan Ren Da Xiaojie. Ini namanya kegembiraan berganda, kegembiraan yang datang silih berganti".
Namun Linghu Chong kebingungan, ia tahu bahwa hal ini tak boleh terjadi, namun ia tak tahu bagaimana ia harus menolak; ia juga berpikir kalau ia menolak, harapannya untuk menikahi Yingying akan pupus sampai disini, dan dalam kemurkaannya, Ren Woxing dapat membunuhnya. Kalau dirinya mati bukan hal penting, akan tetapi seluruh murid Hengshan jangan-jangan juga akan binasa disini. Apakah ia harus langsung menolak, atau untuk sementara menyetujuinya, sampai murid-murid Hengshan lolos dari bahaya? Ia perlahan-lahan berpikir sambil memandang murid-murid Hengshan, nampak ada yang raut wajahnya marah, ada yang putus asa, dan ada juga yang kaget dan cemas, tak tahu sebaiknya harus berbuat apa.
Terdengar Shanguan Yun berkata dengan lantang, "Dibawah pimpinan ketua suci dan wakil ketua, mari kita serang Shaolin dan menundukkan Wudang, lalu tanpa kita serang Kunlun dan Emei akan runtuh sendiri, untuk memusnahkan Gaibang, kita juga tak perlu bersusah payah. Semoga ketua suci hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan! Semoga wakil ketua hidup sembilan ribu tahun seperti Nanshan[4] dan selalu berbahagia selamanya!"
Linghu Chong sedang merasa bimbang, namun ia mendengar Shangguan Yun menyanjung dirinya dengan berkata 'semoga wakil ketua hidup sembilan ribu tahun seperti Nanshan dan selalu berbagia selamanya' segala, walaupun masih kalah jauh dibandingkan dengan pujian 'semoga ketua suci hidup selaksa tahun, mempersatukan dunia persilatan' yang ditujukan pada Ren Woxing, yaitu hanya hidup sembilan ribu tahun dibandingkan dengan selaksa tahun seperti Ren Woxing, namun kalau ia menjadi wakil ketua, puja-puji ini jangan-jangan akan terus mengikuti di belakang pantatnya. Ketika berpikir tentang hal ini, ia merasa amat geli dan tak bisa menahan tawa.
Tawa itu penuh sindiran, semua orang dapat mendengarnya, dalam sekejap Puncak Chaofeng menjadi sunyi senyap.
Xiang Wentian berkata, "Ketua Linghu, ketua suci telah menganugrahkan jabatan wakil ketua kepadamu, ini adalah kedudukan tinggi yang berarti bahwa di dunia persilatan kau hanya berada di bawah seseorang, namun berada di atas laksaan orang, cepat mengucapkan banyak terima kasih".
Mendadak pikiran Linghu Chong menjadi terang benderang, tanpa ragu-ragu ia bangkit, lalu berkata dengan lantang ke arah Xianren Zhang, "Ren Jiaozhu, ada dua masalah besar yang hendak kubicarakan dengan jiaozhu".
Ren Woxing berkata sembari tersenyum, "Katakanlah saja".
Linghu Chong berkata, "Masalah pertama, wanbei telah menerima kepercayaan dari ketua Hengshan Pai terdahulu, Dingxian Shitai, untuk menjabat sebagai ketua Hengshan Pai. Walaupun tak mampu mengembangkan Hengshan Pai, namun aku tak dapat membawa Hengshan Pai masuk ke dalam Riyue Shenjiao, kalau tidak, di akherat kelak, aku mana punya muka untuk menemui Dingxian Shitai? Ini adalah masalah pertama. Masalah kedua adalah masalah pribadi, aku mohon jiaozhu memberikan putri kesayanganmu padaku sebagai istri".
Ketika para hadirin mendengarnya berbicara tentang masalah yang pertama, mereka merasa keadaan akan menjadi runyam, namun setelah mendengarnya berbicara tentang masalah kedua, yang ternyata adalah sebuah lamaran di depan umum, mereka semua saling berpandangan sambil tersenyum.
Ren Woxing tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Masalah pertama dapat diatur, berikanlah jabatan ketua Hengshan Pai pada salah seorang shitai disini. Setelah kau sendiri masuk agama suci kami, apakah Hengshan Pai akan bergabung dengan kami atau tidak, dapat dibicarakan lagi kemudian. Tentang masalah kedua, semua orang di kolong langit ini tahu bahwa kau dan Yingying cocok satu sama lain, tentu saja aku mengizinkan dia menjadi istrimu, untuk apa khawatir lagi? Hahaha, hahaha!"
Para hadirin menyetujuinya dan seketika itu juga gunung penuh suara tawa gembira.
Linghu Chong berpaling dan memandang Yingying, sepasang pipi gadis itu nampak merah padam, raut wajahnya nampak bahagia, ia menunggu tawa para hadirin mereda, lalu berkata dengan lantang, "Atas kebaikan ayah mertua yang telah mengundang menantu untuk masuk agama kalian yang mulia, dan juga memberiku kedudukan yang tinggi, aku merasa sangat berterima kasih. Tapi menantu adalah orang yang selalu tak bisa menaati aturan, kalau aku masuk agama kalian yang mulia, aku pasti akan merusak rencana besar ayah mertua. Setelah mempertimbangkannya dengan seksama, aku mohon ayah mertua menarik kembali keputusanmu".
Ren Woxing merasa amat marah, dengan dingin ia berkata, "Kalau begitu, kau sudah memutuskan tak mau masuk agama suci kami?"
Linghu Chong berkata, "Tepat sekali!" Perkataannya ini diucapkannya dengan tegas, tanpa keragu-raguan sedikitpun.
Seketika itu juga, raut wajah semua pendekar di Puncak Chaoyang berubah menjadi pucat pasi.
Ren Woxing berkata, "Berbagai hawa murni yang menumpuk dalam tubuhmu itu hari ini bergejolak. Setelah ini dalam paling lama setengah tahun atau paling cepat tiga bulan, mereka akan bergejolak lagi, semakin lama semakin hebat. Di dunia ini hanya aku seorang yang tahu cara membuyarkannya". Linghu Chong berkata, "Tempo hari di Mei Zhuang di Hangzhou, dan di tanah bersalju di kaki Gunung Shaoshi, ayah mertua sudah pernah berbicara tentang hal ini. Barusan ini menantu telah merasakan bagaimana hawa-hawa murni itu bergejolak, rasanya seperti mati laksaan kali. Namun bagi seorang lelaki sejati, begitu menginjakkan kaki di dunia persilatan, ia sudah tak memperdulikan perkara mati dan hidup atau senang dan susah lagi".
Ren Woxing mendengus, lalu berkata, "Kau ini masih membandel saja. Hari ini Hengshan Paimu berada dalam genggamanku, aku bisa tak membiarkan mereka turun gunung hidup-hidup, hal ini semudah membalik telapak tangan saja bagiku". Linghu Chong berkata, "Walaupun Hengshan Pai kebanyakan terdiri atas kaum wanita, namun mereka tak kenal takut. Kalau ayah mertua ingin membunuh kami, kami bersumpah akan melawan sampai mati".
Yiqing melambaikan tangannya, semua murid Hengshan Pai berdiri di belakang Linghu Chong. Dengan lantang Yiqing berkata, "Kami murid-murid Hengshan hanya mematuhi perintah ketua seorang, matipun kami tak takut". Para murid berseru, "Matipun kami tak takut!" Zheng E berkata, "Musuh banyak dan kami sedikit, kami telah masuk perangkap, kelak para orang gagah dunia persilatan akan tahu tentang bagaimana kami melawan sekuat tenaga dan tak sudi tunduk".
Ren Woxing murka, ia mendongak dan tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Kalau hari ini aku membunuh kalian semua, orang akan berkata bahwa aku sengaja menjebak dan mencelakai kalian dengan tipu daya. Linghu Chong, bawalah murid-muridmu kembali ke Hengshan, dalam waktu sebulan, aku secara pribadi akan naik ke Puncak Jianxing. Saat itu kalau di Hengshan masih tersisa seekor anjing atau ayam saja, aku si marga Ren ini boleh dibilang tak becus".
Para pengikut Riyue Shenjiao berseru, "Semoga ketua suci hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan! Bantai semua yang ada di Hengshan sampai ayam dan anjingpun tak ada yang tersisa!" Dengan kekuatan yang dimiliki Riyue Shenjiao, apakah mereka hendak pergi ke Puncak Jianxing untuk menumpas Hengshan Pai atau langsung menumpas mereka sekarang, hanya selisih waktu yang diperlukan untuk menempuh perjalanan ke Hengshan. Tak perduli bagaimana Hengshan Pai setelah pulang nanti mengatur pertahanan mereka, Riyue Shenjiao pasti akan dapat menumpas mereka degan tuntas. Sebelumnya ketika Wuyue Jianpai bermusuhan dengan Riyue Shenjiao, kelima perguruan itu saling membantu, seandainya ada satu perguruan yang mengalami kesulitan, keempat perguruan yang lain akan membantunya. Oleh karenanya, selama lebih dari seratus tahun, mereka berhasil mempertahankan keadaan sehingga tak ada pihak yang kalah atau menang. Saat ini dari kelima perguruan itu hanya tersisa sebuah saja dan perguruan itu tak mampu sendirian melawan Riyue Shenjiao. Setiap murid Hengshan Pai menyadari hal ini. Kalau Ren Woxing berkata bahwa ia akan menumpas Hengshan Pai hingga seekor anjing atau ayampun tak tersisa, ia bukan hanya membual belaka.
Sebenarnya dalam benak Ren Woxing saat ini telah ada perhitungan lain, walaupun ilmu pedang Linghu Chong hebat, ia tak bisa menang tanpa dukungan orang lain, sedangkan Hengshan Pai sendiri tak ada nilainya baginya. Yang dipikirkannya sebenarnya adalah Shaolin dan Wudang, ia berpikir bahwa setelah Linghu Chong kembali ke Hengshan, ia dapat minta bantuan Shaolin dan Wudang, dan kedua perguruan itu pasti akan mengirim jago-jago mereka ke Puncak Jianxing untuk membantunya. Ia akan sengaja tak menyerang Hengshan, melainkan mendadak menyergap Wudang, lalu melancarkan sergapan besar-besaran bercabang tiga diantara Gunung Shaoshi dan Wudang. Jarak diantara Wudang dan Biara Shaolin tak sampai ratusan li, kalau Wudang mengalami kesulitan, mereka pasti akan memberitahu Shaolin yang berada di dekat mereka. Saat itu jago-jago Shaolin kemungkinan besar telah pergi ke Hengshan, sedangkan sisanya tentunya telah berbondong-bondong keluar untuk membantu Wudang. Pada saat itu, Riyue Shenjiao sebaliknya sedang menyerang tempat-tempat penting di Biara Shaolin, setelah membakarnya, mereka akan bersembunyi dan menyergap musuh dari depan dan belakang sekaligus. Mereka akan menumpas biksu-biksu Shaolin yang dimintai bantuan oleh Wudang, lalu mengepung Wudang dengan ketat tapi tak langsung menyerang. Mereka akan menunggu sampai jago-jago Wudang dan Shaolin yang berada di Hengshan mendengar kabar dan buru-buru lari tunggang langgang ke Wudang, setelah itu Riyue Shenjiao tinggal menunggu musuh yang sudah kecapaian dan menyergap mereka di tengah jalan, dengan demikian mereka pasti akan berhasil. Setelah itu menyerang Wudang dan menumpas Hengshan akan semudah membalik telapak tangan.
Seketika itu juga, ia telah mengambil keputusan untuk menumpas Shaolin dan Wudang,
dalam hati ia telah berulang-ulang memikirkannya, ia merasa bahwa kemungkinan besar ia akan berhasil. Walaupun penolakan Linghu Chong masuk ke dalam agama mereka mencoreng mukanya, namun karena perbuatannya itu, Riyue Shenjiao malah akan berhasil melaksanakan rencana besar mereka untuk mempersatukan dunia persilatan. Rasa girang dalam hatinya sukar dilukiskan.
Linghu Chong berkata pada Yingying, "Yingying, apa kau tak bisa ikut denganku?" Sejak tadi air mata telah memenuhi rongga mata Yingying, saat ini ia tak sangup menahan dirinya lagi dan air matanyapun jatuh bercucuran dari kedua pipinya, katanya, "Kalau aku ikut kau ke Hengshan, aku akan menjadi anak yang tak berbakti; tapi kalau aku mengkhianatimu, aku akan tak setia padamu. Aku tak bisa berbakti sekaligus bersikap setia. Chong Ge, Chong Ge, sejak ini jangan pikirkan aku lagi. Karena kau......" Linghu Chong berkata, "Kenapa?" Yingying berkata, "Karena hidupmu sudah tak panjang lagi, aku juga pasti tak akan hidup sehari lebih lama darimu".
Linghu Chong berkata sembari tertawa, "Ayahmu berkata sendiri bahwa ia sudah mempertunangkanmu padaku, dia adalah ketua suci yang akan hidup selamanya dan mempersatukan dunia persilatan, mana mungkin ia mengingkari perkataannya sendiri? Bagaimana kalau kau dan aku sekarang menikah disini dan menjadi suami istri?"
Yingying tertegun, walaupun ia sudah tahu bahwa Linghu Chong adalah seorang lelaki yang semberono dan berani berbuat apa saja, serta tak perduli adat istiadat dan suka berbuat sesuka hatinya, namun ia tak menduga bahwa pemuda itu akan dapat berkata demikian, mau tak mau wajahnya menjadi merah padam, katanya, "Mana.....mana bisa begitu?"
Linghu Chong tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Kalau begitu kita berpisah disini".
Ia paham benar isi hati Yingying, ia akan menunggu sampai Ren Woxing memimpin anak buahnya menyerang Hengshan, setalah dirinya tewas, Yingying pasti akan bunuh diri demi cinta, hal ini pasti akan terjadi dengan sendirinya dan tak dapat dicegah. Seandainya saat ini ia dapat mengabaikan pandangan yang umum berlaku dan menjadi suami istri bersamanya di Puncak Chaoyang ini, mereka akan pulang ke Hengshan dan menikmati kebahagiaan sebagai pengantin baru selama beberapa hari, lalu setelah itu mereka akan mati bersama sambil bergandengan tangan tanpa menyesal sedikitpun. Namun cara ini terlalu mengagetkan, tak jadi soal bagi aku si berandalan Linghu Chong ini, tapi Ren Da Xiaojie yang pemalu dan hati-hati ini tak dapat melakukannya, apalagi karena hal ini ia akan menanggung nama jelek sebagai anak yang tak berbakti. Ia tertawa terbahak-bahak, lalu merangkap tangan untuk menghormat pada Ren Woxing seraya berkata, "Ayah mertua yang mulia, maafkan menantu hari ini!" Ia menyoja kepada Xiang Wentian dan para tetua lain, lalu berkata, "Linghu Chong menunggu kalian semua dengan hormat di Puncak Jianxing!" Sambil berbicara ia berbalik dan melangkah pergi.
Xiang Wentian berkata, "Tunggu dulu! Ambilkan arak! Linghu Xiongdi, kalau kita tak mabuk hari ini, kelak kita tak akan punya kesempatan lagi". Linghu Chong berkata sembari tersenyum, "Bagus sekali, bagus sekali! Xiang Dage benar-benar sahabat yang mengerti isi hatiku". Sebelum Riyue Jiao datang ke Huashan, mereka telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan seksama, bermacam-macam barang tersedia, begitu Xiang Wentian berkata, 'Ambilkan arak!', datanglah orang-orang yang mengusung beberapa guci arak, membuka tutupnya dan menuangkan arak ke cawan. Xiang Wentian dan Linghu Chong masing-masing minum secawan.
Dari kerumunan orang seseorang bertubuh buntak maju ke depan, ialah Lao Touzi, katanya, "Linghu Gongzi, si tua ini selamanya tak akan melupakan budimu yang besar, hari ini aku datang untuk menyuguhkan secawan arak untukmu". Sambil berbicara ia mengangkat cawan arak itu dan menenggaknya sampai tandas. Ia hanya seorang pendekar yang berada di bawah kekuasaan Riyue Jiao, kedudukannya tak bisa disamakan dengan Xiang Wentian. Hari ini Linghu Chong telah menolak masuk Riyue Shenjiao dan terang-terangan menyinggung Ren Woxing, tapi Lao Touzi yang hanya seorang tokoh yang tak penting ternyata berani menyuguhkan arak padanya, jangan-jangan karenanya dalam sekejap mata ia akan terbunuh. Ia lebih mengutamakan kesetiaan dan mengabaikan keselamatan sendiri, tak memperdulikan hidup atau mati, ketika para hadirin menyaksikan betapa beraninya dia, mereka semua diam-diam mengaguminya.
Setelah itu Zu Qianqiu, Ji Wushi, Lan Fenghuang, Huang Boliu dan yang lainnya datang menghampiri dan menyuguhkan arak padanya. Linghu Chong menengak tandas setiap cawan yang diisi arak, melihat orang-orang gagah yang mengajaknya bersulang datang tak putus-putusnya, ia berpikir, "Begitu banyak kawan begitu menghargaiku, hidup Linghu Chong ini tak sia-sia, tapi kenapa aku harus mencelakai mereka?" Ia mengangkat sebuah cawan besar, lalu berkata, "Kawan-kawan sekalian, Linghu Chong sudah tak kuat minum, hari ini aku tak sanggup minum lagi. Saat kalian datang menyerbu Hengshan, aku akan menuangkan arak bagus di kaki gunung, kita minum sampai mabuk baru bertarung!" Sambil berbicara ia menenggak habis arak di cawan yang berada di tangannya. Para pendekar serentak berseru, "Perkataan jujur dari seorang ksatria!" Seseorang berseru, "Setelah minum sampai mabuk, kita bertarung sembarangan, pasti sangat menarik!"
Linghu Chong membuang cawan araknya, lalu dalam keadaan setengah mabuk ia turun gunung. Yiqing, Yihe dan murid-murid Hengshan lain juga ikut turun gunung.
* * *
Saat Linghu Chong dan para pendekar minum arak, Ren Woxing hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa, namun dalam hati ia membuat perhitungan dengan seksama tentang bagaimana ia harus mengatur sergapan tiga arah diantara Shaolin dan Wudang; bagaimana caranya menyerang Hengshan untuk memancing jago-jago Shaolin dan Wudang supaya datang membantu mereka; bagaimana menyerang Wudang dengan masih membiarkan seseorang dari Wudang pergi ke Shaolin untuk minta bantuan; juga bagaimana menyamarkan semua ini sehingga ahli strategi lawan yang paling pandai tak dapat mengetahui muslihatnya. Saat Linghu Chong turun gunung dalam keadaan mabuk, detil-detil rencananya untuk menaklukkan Shaolin dan Wudang sebagaian besar sudah diperhitungkan dengan matang. Ia juga berpikir, "Orang-orang ini di depan mataku berani bersulang dengan si bocah Linghu Chong itu, aku akan perlahan-lahan membuat perhitungan dengan mereka. Aku akan memakai orang-orang ini dan untuk sementara tak berkata apa-apa, setelah Shaolin, Wudang dan Hengshan berhasil ditumpas, orang-orang yang hari ini menyuguhkan arak pada Linghu Chong tak akan bernasib baik".
Sekonyong-konyong terdengar Xiang Wentian berkata, "Semua dengarlah: ketua suci sudah tahu Linghu Chong akan berkeras kepala dan tak mau diberi kedudukan tinggi, namun ia masih berusaha membujuknya, ketua suci telah bermurah hati karena beliau menghargai orang berbakat, tapi sebenarnya ketua suci masih mempunyai maksud lain yang tak dapat dipahami orang kasar seperti Linghu Chong itu. Hari ini kita dengan semudah membalik telapak tangan dapat menumpas Songshan, Taishan, Huashan dan Heng Shan Pai, pengaruh dan wibawa Riyue Shenjiao menjadi makin besar!" Para hadirin serentak bersorak-sorai, "Semoga ketua suci hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan!"
Xiang Wentian menunggu sorak-sorai para hadirin berhenti, lalu melanjutkan berbicara, "Di dunia persilatan masih ada Shaolin dan Wudang yang berbahaya bagi agama kita; ketua suci hendak menggunakan Linghu Chong untuk menyapu bersih Shaolin dan menumpas Wudang. Rencana ketua suci tak mungkin salah dan telah disusun dengan matang. Beliau sudah tahu Linghu Chong tak akan sudi masuk agama kita, dan ternyata dia memang benar-benar tak mau masuk agama kita. Kita bersulang dengan Linghu Chong sesuai dengan siasat ketua suci".
Ketika para pengikut Riyue Shenjiao mendengarnya, mereka semua berpikir, "Ternyata begitu". Mereka semua kembali berseru keras-keras, "Semoga ketua suci hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan!"
Xiang Wentian sudah bertahun-tahun mengikuti Ren Woxing, ia kenal baik wataknya, sebelumnya karena terdorong oleh rasa persaudaraan, ia bersulang dengan Linghu Chong, hal ini tentunya membuat Ren Woxing tak senang, tapi ia tak memperdulikannya. Akan tetapi orang-orang lain juga ikut bersulang dengan Linghu Chong dan mereka pasti akan dibunuh, oleh karenanya ia segera mengarang sebuah alasan untuk menyelamatkan muka Ren Woxing, ia berharap bahwa dengan perkataan itu, ia akan dapat menyelamatkan nyawa Lao Touzi, Ji Wushi dan yang lainnya. Dengan cara demikian, ketika orang-orang itu bersulang dengan Linghu Chong, mereka tak hanya tak mengurangi kewibawaan Ren Woxing, tapi juga menunjukkan kemampuannya meramal masa depan yang luar biasa.
Ketika Ren Woxing mendengar Xiang Wentian berkata demikian, hatinya amat girang, pikirnya, "Pelindung Kiri Xiang sudah bertahun-tahun mengikutiku dan tahu isi hatiku. Tapi walaupun ia tahu aku bermaksud menyapu bersih Shaolin dan menumpas Wudang, ia masih tak dapat menebak bagaimana caranya aku akan menumpas mereka. Rencana besar ini akan dilaksanakan selangkah demi selangkah, dan sebelumnya diapun tak akan mengetahuinya".
Shangguan Yun berkata dengan lantang, "Ketua suci begitu pandai, semua urusan besar di kolong langit ini telah terlebih dahulu diperhitungkan oleh beliau. Apapun yang dikatakan beliau akan kita laksanakan, tak mungkin salah". Bao Dachu berkata, "Ketua suci tinggal mengangkat jari kelingking saja dan kami siap mengarungi samudera atau lautan api, serta mempertaruhkan nyawa untuk melaksanakan perintah ketua". Wang Cheng berkata, "Untuk melaksanakan perintah ketua, mati laksaan kalipun lebih baik daripada hidup tanpa tujuan". Seseorang lain berkata, "Beberapa saudara berkata bahwa dalam seumur hidup, beberapa hari inilah yang paling berarti, karena setiap hari kami dapat melihat jiaozhu. Begitu melihat jiaozhu, tubuh menjadi kuat dan semangat berkobar-kobar, melebihi orang yang berlatih tenaga dalam selama sepuluh tahun". Seseorah lain berkata, "Ketua suci menerangi seluruh kolong langit, seperti Riyue Shenjiao kita membawa faedah bagi rakyat jelata, dan seperti hujan yang membasahi tanah yang kekeringan, semua orang yang melihatnya bersuka hati dan bersyukur tanpa henti". Seseorang lain berkata, "Sejak zaman dahulu, diantara para pahlawan, orang gagah dan pemikir besar, tak seorangpun mampu mengungguli ketua suci. Ilmu silat Konghucu mana bisa mengungguli ilmu silat ketua suci? Dewa Guan Yu pemberani, namun apakah ia dapat sebijaksana ketua suci? Walaupun Zhuge Liang pandai bersiasat, namun apakah ia mampu beradu pedang dengan ketua suci kita?"
Para pengikut Riyue Shenjiao bersorak-sorai, "Konghucu, Dewa Guan Yu, Zhuge Liang, siapapun tak bisa mengungguli ketua suci kita!"
Bao Dachu berkata, "Setelah agama suci kita mempersatukan dunia persilatan, kita akan mengeluarkan patung Konghucu dari wen miao [5] dan mengeluarkan patung Dewa Guan Yu dari wu miao [6], menyuruh mereka berdua memakzulkan diri dan mengantikannya dengan ketua suci kita!"
Shangguan Yun berkata, "Hidup ketua suci! Anak dan cucu kami, delapan belas generasi anak dan cucu kami, akan mematuhi perintah ketua suci".
Semua orang berseru keras-keras, "Semoga ketua suci hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan! Semoga ketua suci hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan!"
Ketika Ren Woxing mendengar puja-puji bawahannya yang mengalir deras, walaupun perkataan mereka agak berlebihan, namun ia merasa amat nyaman mendengarnya, pikirnya, "Perkataan ini memang benar. Ilmu silat Zhuge Liang memang bukan tandinganku, ia enam kali menyerang dari Qishan, namun ia tak berhasil, apakah ia lebih bijaksana dariku? Guan Yu berhasil menembus lima pos pertahanan dan membunuh enam jenderal, ia sangat pemberani, tapi kalau ia bertarung satu lawan satu denganku, ia mana bisa mengungguli Xixing Dafaku? Murid-murid Konghucu tak lebih dari tiga ribu, namun bukankah pengikutku lebih dari tiga puluh ribu orang? Ia memimpin tiga ribu muridnya berpergian kesana kemari, lalu kehabisan gandum dan tak tahu harus berbuat apa. Aku memimpin puluhan ribu orang malang melintang di kolong langit dan berbuat sesuka hatiku tanpa ada orang yang dapat menghalangiku. Kemampuan dan kebijaksaan Konghucu masih kalah jauh kalau dibandingkan denganku, Ren Woxing".
Ketika mendengar sorak-sorai 'Semoga ketua suci hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan! Semoga ketua suci hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan!' menggetarkan langit dan bumi, para pendekar yang menunggu di lereng gunung ikut bersorak sorai, sehingga gema membahana dari gunung gemunung di sekeliling mereka. Dengan amat puas diri Ren Woxing bangkit.
Melihat Ren Woxing bangkit, mereka serentak bersujud. Seketika itu juga, Puncak Chaoyang menjadi sunyi senyap, tak ada suara sedikitpun yang terdengar.
Cahaya mentari menyinari wajah dan tubuh Ren Woxing, jiaozhu Riyue Shenjiao ini berdiri di tempat yang tinggi dengan amat berwibawa bagai seorang dewa.
Ren Woxing tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Seandainya aku dapat hidup selamanya, selamanya seperti hari......" Ketika ia mengucapkan kata 'hari' itu, mendadak suaranya menghilang. Ia mengerahkan tenaga, hendak mengucapkan kata 'ini', namun ia merasakan dadanya bergejolak, bagaimanapun juga, ia tak bisa mengucapkan kata 'ini' itu. Tangan kanannya menekan dadanya, seakan hendak menekan darah panas yang menyembur ke kerongkongannya, namun kepalanya terasa pusing dan cahaya mentari menyilaukan matanya.
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Berarti 'telapak dewa'.
[2] Berarti 'adik yang terhormat' (Hokkian: hiante).
[3] Berarti 'menantu yang terhormat' (Hokkian: hiansay).
[4] Berarti Gunung Selatan.
[5] Kuil sastra untuk memuja Konghucu.
[6] Kuil militer untuk memuja Guan Yu (Hokkian: Kuan Kong).