Pendekar Hina Kelana Bab 38 - Pembantaian Massal
<< Bab Sebelumnya - Halaman Utama Pendekar Hina Kelana - Bab Selanjutnya >>
Terjemahan Cersil Pendekar Hina Kelana
oleh Grace Tjan
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.
Berdasarkan novel edisi ketiga.
[Meskipun Zuo Lengchan sudah buta, dia masih bisa bereaksi cepat dan melompat mundur dengan cepat sambil mengumpat. Ren Yingying membungkuk dan mengambil pedang panjang.] |
Smiling Proud Wanderer Jilid 4
Bab XXXVIII - Pembantaian Massal
Bagian Pertama
Linghu Chong dan Yingying saling berpandangan, berbagai macam perasaan muncul dalam hati mereka. Sinar mentari menerobos masuk dari jendela sehingga pisau cukur nampak berkilauan. Linghu Chong berpikir, "Tak nyana bencana besar ini dapat diselesaikan dengan cara seperti ini".
Mendadak lamat-lamat terdengar suara orang berbicara dari Kuil Xuankong, namun karena jarak yang jauh, tak kedengaran dengan jelas. Setelah beberapa saat, terdengar suara orang menghampiri kuil, Linghu Chong berseru, "Ada orang!" Begitu ia berseru, ia sadar bahwa titik bisunya telah terbuka. Titik bisu di tubuh manusia adalah yang paling dangkal, sedangkan tenaga dalamnya jauh lebih kuat dibandingkan dengan Yingying, sehingga ia bisa membuka totokan terlebih dahulu. Yingying mengangguk-angguk. Linghu Chong ingin menggerakkan tangan dan kakinya, namun ternyata ia masih tak bisa berkutik. Ia mendengar ada tujuh atau delapan orang berbicara, mereka masuk ke Kuil Xuankong, lalu menaiki tangga ke Paviliun Linggui.
Terdangar seseorang yang bersuara parau berkata dengan kasar, "Di kuil ini setan saja tak ada, mau cari siapa? Kita harus berhati-hati". Dia adalah si biksu pengemis, Chou Songnian. Biksu Sibao berkata, "Kita sudah mendapat perintah atasan, maka kita harus melaksanakannya dengan baik".
Linghu Chong cepat-cepat menggerahkan qinya untuk membuka totokan, namun tenaga dalamnya kebanyakan berasal dari tenaga orang lain, sehingga tak bisa dipergunakan seperti miliknya sendiri, semakin dipaksakan, totokan malah semakin sulit dibuka. Yan Sanxing berkata, "Kata Tuan Yue, setelah kita berhasil, ia akan mengajarkan Pixie Jianfa pada kita, menurutku perkataannya ini kemungkinan besar tak bisa dipercaya. Kali ini kita datang ke Hengshan, kalaupun kita berhasil melaksanakan tugas, orang yang berjasa sangat banyak, sedangkan kita belum mendirikan jasa besar apapun, atas dasar apa ia akan mengajarkannya pada kita?"
Selagi mereka berbicara, beberapa orang telah naik ke atas loteng dan mendorong pintu Paviliun Linggui hingga terbuka, mendadak mereka melihat Linghu Chong dan Yingying yang terikat, masing-masing duduk di atas meja dan di lantai, mau tak mau mereka berseru kaget.
'Si Licin Yang Tak Bisa Dipegang' You Xun berkata, "Kenapa Ren Da Xiaojie bisa berada disini? Hah, ada seorang biksu pula". Nyonya Zhang berkata, "Siapa yang berani kurang ajar pada Ren Da Xiaojie seperti ini?" You Xun berkata, "Nyonya Zhang, tunggu dulu, tunggu dulu!" Nyonya Zhang berkata, "Untuk apa menunggu?" You Xun berkata, "Ada sesuatu yang aneh dalam perkara ini!" Pendeta Yuling berseru, "Eh, dia ini bukan biksu......dia adalah Ketua Linghu, Linghu Chong".
Beberapa orang itu segera berpaling ke arah Linghu Chong dan menatapnya, mereka langsung mengenalinya. Kedelapan orang itu selalu amat menghormati Yingying, selain itu mereka juga amat jeri pada Linghu Chong, mereka saling berpandangan, untuk sesaat mereka tak tahu harus berbuat apa. Yan Sanxing dan Chou Songnian mendadak berseru, "Kita berjasa besar!" Pendeta Yuling berkata, "Benar, mereka cuma menangkap beberapa biksuni, apa hebatnya? Menangkap ketua Hengshan Pai adalah jasa besar. Kali ini, Tuan Yue pasti akan mengajarkan Pixie Jianfa pada kita". Nyonya Zhang bertanya, "Sekarang bagaimana?" Dalam benak kedelapan orang itu muncul pikiran yang sama, "Kalau Ren Da Xiaojie dibebaskan dan kita tak bisa menangkap Linghu Chong, nyawa kita akan langsung melayang, bagaimana sebaiknya?" Namun dibawah pengaruh wibawa Yingying, mereka sama sekali tak berani berkata bahwa mereka tak akan membebaskannya.
You Xun tertawa terkekeh-kekeh, lalu berkata, "Kata pepatah, orang yang bernyali kecil bukan ksatria, semua lelaki sejati itu kejam. Tak apa kalau kita bukan ksatria, tapi kalau sampai tak jadi lelaki sejati, sayang sekali! Sayang sekali!" Pendeta Yuling berkata, "Apa maksudmu kita harus menggunakan kesempatan ini untuk membunuh dan membungkam mulut mereka?" You Xun berkata, "Bukan aku yang mengatakannya, kaulah yang mengatakannya". Nyonya Zhang membentak, "Budi Shenggu pada kita amat besar, siapa yang berani kurang ajar padanya, aku adalah orang pertama yang tak terima". Chou Songnian berkata, "Sampai sekarang kalian belum membebaskannya, apa dia akan sudi menerima kemurahan hati kita? Lagipula, mana mungkin ia akan membiarkan kita menangkap Linghu Chong?" Nyonya Zhang berkata, "Jelek-jelek kita sudah masuk Hengshan Pai, sekarang kita melawan guru dan perguruan sendiri, ini namanya berkhianat". Sambil berbicara ia mengangsurkan tangannya, hendak membuka ikatan Yingying.
Chou Songnian membentak, "Berhenti!" Nyonya Zhang berkata dengan gusar, "Kau berteriak begini, apa karena ingin menakut-nakutiku?" "Sret!", Chou Songnian mencabut golok biksunya dari sarungnya. Namun gerakan Nyonya Zhang juga amat sebat, ia menghunus golok pendeknya dan memotong tali yang mengikat tangan Yingying. Ia berpikir bahwa ilmu silat Yingying amat tinggi, asalkan ia dapat membuka ikatannya, walaupun dikerubuti tujuh orang, mereka tak usah takut. Sinar golok berkilauan, golok biksu Chou Songnian telah membacok. "Wus, wus!", golok Nyonya Zhang berturut-turut menyerang tiga kali, sehingga Chou Songnian terpaksa mundur dua langkah.
Ketika orang-orang yang lain melihat ikatan Yingying telah terlepas, mereka merasa jeri, mereka mundur ke sisi pintu, hendak berebut menuruni loteng, namun ketika mereka melihat Yingying masih tak berkutik dan tak bisa bangkit, mereka sadar bahwa ia masih tertotok dan perlahan-lahan kembali.
You Xun tertawa terkekeh-kekeh, lalu berkata, "Kita semua kan teman baik, untuk apa main senjata segala, bukankah ini akan merusak persaudaraan diantara kita?" Chou Songnian berkata, "Kalau totokan Ren Da Xiaojie sudah terbuka, apa kita masih punya nyawa?" Sambil menghunus golok, ia menerjang ke arah Nyonya Zhang, golok biksu segera beradu dengan golok pendek dengan amat sengit. Chou Songnian bertubuh tinggi besar, golok biksunya juga amat berat, namun ketika bertarung dengan Nyonya Zhang dari jarak dekat, biksu pengemis itu sama sekali tak berada di atas angin. You Xun berkata sembari tertawa, "Jangan berkelahi, jangan berkelahi. Ayo kita bicarakan perlahan-lahan". Sambil membawa kipas, ia datang menghampiri untuk mendamaikan mereka. Chou Songnian berkata, "Pergi sana, jangan menghalangiku!" You Xun tersenyum dan berkata, "Baik, baik!" Ia berbalik, tangan kanannya mendadak bergetar, Nyonya Zhang menjerit mengenaskan, ternyata kipasnya yang bertulang baja telah menancap di leher Nyonya Zhang. You Xun tertawa dan berkata, "Kita semua orang sendiri, aku sudah menasehatimu untuk tak berkelahi, tapi kau masih tak mau mendengarnya, bukankah ini mencederai rasa persaudaraan?" Ia mencabut kipas bajanya dan darah segarpun mengucur dengan deras dari leher Nyonya Zhang.
Peristiwa ini sama sekali tak diduga oleh orang-orang lain, Chou Songian mundur untuk menghindar seraya berseru, "Sialan, ternyata si haram jadah ini menolongku".
You Xun tersenyum dan berkata, "Kalau bukan membantumu, lantas membantu siapa lagi?" Kepada Yingying ia berkata, "Ren Da Xiaojie, kau adalah putri Ren Jiaozhu, kami agak segan padamu karena ayahmu, namun terhadapmu kami segan sekaligus jeri, karena kau memiliki obat penawar Sanshi Naoshen Dan. Kalau kami dapat mendapatkan obat pemunah itu, Shenggu menjadi tak ada artinya". Keenam orang lainnya berseru, "Benar, benar, ambil obat pemunahnya dan bunuh dia untuk membungkam mulutnya". Pendeta Yuling berkata, "Kita semua bersumpah dulu, kalau ada orang yang sampai membocorkan peristiwa ini, Sanshi Naoshen Dan di tubuhnya akan langsung mengamuk". Ketujuh orang ini merasa bahwa mereka harus membunuh Yingying, namun begitu teringat pada Ren Woxing, mereka semua merasa jeri, kalau peristiwa ini sampai bocor keluar, walaupun dunia persilatan luas, mereka tak akan dapat bersembunyi. Mereka bertujuh langsung bersumpah.
Linghu Chong tahu bahwa begitu mereka selesai bersumpah, mereka akan membunuh Yingying, maka ia segera mengerahkan tenaga dalam untuk membuka titik-titik jalan darahnya yang tertotok, namun sama sekali tak berhasil. Hatinya cemas, ia memandang Yingying, dilihatnya sepasang matanya yang indah memandangi dirinya, raut wajahnya sama sekali tak menunjukkan rasa takut, maka ia segera merasa lega, pikirnya, "Kalau memang harus mati, akan sangat baik kalau kami dapat mati bersama".
Chou Songnian berkata pada You Xun, "Ayo turun tangan". You Xun berkata, "Ternyata Biksu Chou bersikap terus terang dan berwatak pahlawan, aku mohon Saudara Chou melakukannya". Chou Songnian berkata, "Kalau kau tak turun tangan, akan kubantai kau dulu". You Xun berkata sembari tertawa, "Karena Saudara Chou tak berani, bagaimana kalau Saudara Yan saja?" Chou Songnian memaki, "Nenekmu, kata siapa aku tak berani? Aku cuma tak ingin membunuh orang hari ini". Pendeta Yuling berkata, "Tak jadi masalah siapa yang turun tangan, tak ada orang yang akan membocorkannya.". Biksu Sibao berkata, "Kalau begitu, mohon saudara saja yang turun tangan". Yan Sanxing berkata, "Kenapa menolak dengan seribu satu alasan? Tak usah banyak omong, ayo semua hunus senjata dan serentak menyerang Ren Da Xiaojie". Semua orang ini amat jahat, namun walaupun sudah bermaksud untuk membunuh Yingying, mereka masih tak berani berkata kasar padanya.
You Xun berkata, "Tunggu dulu, biar kuambil obat penawarnya dulu, setelah ada di tangan, kita baru bertindak". Chou Songnian berkata, "Kenapa harus kau yang mengambilnya dahulu? Begitu mendapatkannya, kau akan memaksa orang lain. Biar aku saja yang mengambilnya". You Xun berkata, "Kalau kau yang mengambilnya, kata siapa kau tak akan memaksa yang lainnya?" Pendeta Yuling berseru, "Jangan buang waktu! Kalau titik jalan darahnya sampai terbuka, celakalah kita. Bunuh dia dulu, baru ambil obatnya!" "Sret!", ia menghunus pedangnya, orang-orang lain juga menghunus senjata mereka dan mengepung Yingying.
Yingying sadar bahwa ajal sudah tiba, pandangan matanya tak beralih memandang Linghu Chong, ia mengenang saat-saat bahagia yang telah dilaluinya bersamanya dalam beberapa hari belakangan ini, senyum lembut muncul di sudut-sudut bibirnya.
Yan Sanxing berseru, "Aku akan menghitung satu, dua, tiga, lalu kita serentak turun tangan, satu, dua, tiga!" Begitu kata 'tiga' itu terucap, tujuh bilah senjata menghantam ke tubuh Yingying. Tak nyana, ketika ketujuh senjata itu tinggal setengah chi lagi dari tubuh Yingying, mereka serentak berhenti bergerak, seakan sebelumnya sudah bersepakat.
Chou Songnian memaki, "Pengecut! Kenapa tak berani membunuhnya? Kalian berharap orang lain yang membunuhnya, supaya diri kalian sendiri tak dipersalahkan!" Biksu Sibao berkata, "Kalau kau sendiri begitu berani, kenapa golok biksumu tak membacok?" Ketujuh orang itu licik, mereka berharap agar orang lain membunuh Yingying dahulu, sehingga senjata mereka tak usah berlumuran darah, ternyata benar-benar tak mudah untuk membunuh seseorang yang selama ini selalu mereka hormati. Chou Songnian berkata, "Ayo kita lakukan sekali lagi! Kali ini siapapun yang senjatanya tak bergerak, dia adalah haram jadah anak sundal yang tak pantas dibandingkan dengan anjing atau babi! Aku akan menghitung satu, dua, tiga lagi. Satu --- dua --- ".
Sebelum kata 'tiga' itu keluar dari mulutnya, Linghu Chong sudah terlebih dahulu berteriak, "Pixie Jianfa!"
Begitu mendengarnya, ketujuh orang itu langsung berpaling, empat orang diantara mereka bertanya, "Apa?" Kejadian Yue Buqun membutakan mata Zuo Lengchan di Panggung Fengshan telah tersiar di dunia persilatan, ketujuh orang itu amat mengaguminya, dalam beberapa hari belakangan ini, yang mereka pikirkan siang dan malam adalah Pixie Jianpu.
Linghu Chong kembali berkata, "Pixie Jianpu, ilmu pedang yang paling agung, pertama pelajarilah qi pedang, lalu semangatnya. Kalau qi dan semangat sudah kokoh, ilmu pedang akan menjadi sempurna. Kalau qi pedang tak dipelihara, semangat pedang mana bisa muncul? Rahasia qiqong seluruhnya terletak di sini". Begitu ia merapalkannya, ketujuh orang itu mendekatinya, setelah ia membacakan enam atau tujuh kalimat, mereka meninggalkan Yingying dan menghampirinya.
Ketika Chou Songnian mendengarnya berhenti merapal, ia bertanya, "Ini......ini Pixie Jianpu?" Linghu Chong berkata, "Kalau bukan Pixie Jianpu lalu apa?" Chou Songnian berkata, "Bacakanlah lagi". Linghu Chong merapal, "Untuk melatih qi harus bersikap tulus, memusatkan pikiran berkonsentrasi, hati bersih......" Sampai disini ia tak merapal lagi. Biksu Sibao mendesaknya, "Ayo baca lagi, baca lagi". Namun bibir Pendeta Yuling berkomat-kamit, dengan penuh konsentrasi ia berusaha menghafalkannya, "Untuk melatih qi harus bersikap tulus, memusatkan pikiran berkonsentrasi, hati bersih......"
Sebenarnya Linghu Chong belum pernah membaca Pixie Jianpu, yang dirapalkannya ialah rumus ilmu pedang Huashan, ia hanya mengubah perkataan 'Pedang Huashan, ringan dan sebat' menjadi 'Pixie Jianpu, ilmu pedang yang paling agung' saja. Sebenarnya ini adalah rumus Faksi Tenaga Dalam yang diajarkan Yue Buqun, oleh karenanya di dalamnya ada perkataan 'pertama pelajarilah qi pedang, lalu semangatnya'. Linghu Chong tak banyak makan sekolahan, kata-kata yang dikenalnya juga terbatas, dalam waktu yang singkat, ia mana bisa merangkai kata-kata seperti itu? Tapi Chou Songnian dan yang lainnya, pertama, belum pernah mendengar rumus ilmu pedang Huashan, kedua, mereka selalu memikirkan Pixie Jianpu sehingga seperti keranjingan, maka begitu mereka mendengar ada orang yang merapalkan rumus Pixie Jianfa, mereka menjadi tergila-gila, mana sempat menyelidiki apakah kitab pedang itu asli atau palsu?
Linghu Chong meneruskan rapalannya, "Terus mengalir, qi pedang penuh, Pedang Penakluk Kejahatan muncul, semua terbunuh habis....." Perkataan 'semua terbunuh habis' itu adalah karangannya sendiri, rumus ilmu pedang Huashan berbunyi 'Pedang Huashan muncul, qiterpusat pikiran terkonsentrasi'. Setelah merapal sampai disini, ia berkata, "Ini......ini......dibawahnya sepertinya 'membunuh tak tuntas, ilmu pedang tak ampuh', tapi sepertinya bukan, aku tak ingat dengan jelas".
Biksu Sibao dan yang lainnya serentak bertanya, "Dimana kitab pedangnya?" Linghu Chong berkata, "Kitab pedang ini......sama sekali tak ada padaku". Sambil berbicara, sepasang matanya memandang perutnya sendiri. Dengan perkataannya ini ia seakan benar-benar mengakui bahwa ia membawa kitab itu, begitu ia mengucapkannya, dua tangan langsung merogoh saku dadanya, yang satu milik Biksu Sibao, sedangkan yang satunya lagi milik Chou Songnian. Mendadak keduanya menjerit mengenaskan, kepala Biksu Sibao terbelah, sedangkan punggung Chou Songnian tertembus pedang, ternyata mereka berdua menjadi korban serangan Yan Sanxing dan Pendeta Yuling.
Yan Sanxing tertawa sinis dan berkata, "Kita semua bersusah payah mencari Pixie Jianpu, tapi begitu Pixie Jianpu ditemukan, kedua haram jadah ini ingin menguasainya, mana bisa begitu gampang?" "Duk, duk!", kakinya melayang dan menendang kedua mayat itu.
Pada mulanya Linghu Chong merapalkan Pixie Jianpu karena melihat Yingying dalam keadaan genting, ia berharap dapat menarik perhatian orang-orang itu dan mengulur waktu, sehingga titik-titik jalan darahnya atau milik Yingying dapat terbuka, ia tak menyangka bahwa akalnya itu sangat ampuh, tak hanya menarik perhatian ketujuh orang berbahaya itu, tapi juga membuat mereka saling membunuh sehingga tinggal tersisa lima orang, maka diam-diam ia merasa girang.
You Xun berkata, "Tak ada yang sudah melihat apakah kitab itu ada di tubuh Linghu Chong, tapi kita sudah saling membacok, sabarlah sedikit....." Sebelum ia selesai berbicara, Yan Sanxing telah memelototinya dengan ganas seraya berkata, "Katamu kami tak sabaran, kau tak senang, benar tidak? Jangan-jangan kau ingin mengangkangi kitab pedang itu". You Xun berkata, "Aku tak berani mengangkanginya, apa enaknya kalau kepalaku pecah seperti kedua biksu besar ini? Tapi kitab pedang ini termasyur di seluruh dunia, kita semua tentunya ingin memperluas wawasan kita". Sepasang Orang Aneh Tongbai serentak berkata, "Benar, siapapun tak boleh mengangkanginya, kalau ingin membacanya harus bersama-sama".
Yan Sanxing berkata pada You Xun, "Baik, kalau begitu geledahlah saku dada bocah ini dan ambil kitab pedangnya". You Xun menggeleng sambil tersenyum, "Aku tak punya maksud mengangkanginya, maka aku tak berani membacanya terlebih dahulu. Saudara Yan, kau ambillah dan kalau aku boleh meliriknya sedikit saja, aku sudah puas". Yan Sanxing berkata pada Pendeta Yuling, "Kau saja yang mengambilnya!" Pendeta Yuling berkata, "Lebih baik Saudara Yan saja yang mengambilnya". Yan Sanxing melirik ke arah Sepasang Orang Aneh Tongbai, mereka berdua juga menggeleng. Dengan gusar Yan Sanxing berkata, "Memangnya aku tak tahu apa yang kalian pikirkan? Kalian ingin si tua ini mengambil kitab itu, lalu mencelakaiku, tapi si marga Yan ini tak bisa kalian tipu". Mereka berlima saling berpandangan dengan bingung, mereka mencapai jalan buntu karena tak ada yang mau mengalah.
Linghu Chong sangat takut mereka akan mencelakai Yingying, maka ia berkata, "Kalian tak usah tergesa-gesa, biarkan aku mengingat-ingatnya, hmm, Pedang Penakluk Kejahatan muncul, semua terbunuh habis, membunuh tak tuntas, ilmu pedang tak ampuh......salah, salah, kalau ilmu pedangnya tak ampuh, untuk apa mengangkanginya? Celaka, celaka, kitab pedang ini sangat mendalam, bagaimanapun juga aku tak bisa mengingat semuanya".
Kelima orang itu begitu bertekad untuk mendapatkan kitab pedang itu, entah bagaimana ketika mendengar bahwa kata-kata dalam kitab itu sangat kasar, mereka malah makin bernafsu untuk memilikinya. Yan Sanxing mengangkat goloknya seraya berseru, "Gampang saja kalau kalian ingin aku mengambil kitab pedang dari saku dada bocah ini. Kalian berempat mundurlah sampai keluar pintu, supaya kalian haram jadah tak bisa membokongku". Tanpa berkata apa-apa, Sepasang Orang Aneh Tongbai segera mundur keluar pintu. Sambil tertawa terkekeh-kekeh, You Xun juga mundur keluar. Pendeta Yuling agak ragu-ragu dan hanya mundur beberapa langkah. Yan Sanxing berseru, "Kalian keluar sana!" Pendeta Yuling berkata, "Untuk apa kau berteriak? Kalau si tua ini ingin keluar, ia akan keluar, untuk apa kau urus?" Walaupun ia berkata demikian, namun akhirnya ia melangkah keluar pintu. Keempat orang lainnya terus menatapnya, mereka berpikir bahwa Paviliun Linggui berada dalam Kuil Xuankong, kalau hendak meloloskan diri, ia harus melewati tangga, sehingga mereka tak khawatir kalau setelah mengambil kitab itu ia lantas terbang ke langit.
Yan Sanxing berbalik, memunggungi Linghu Chong, sepasang matanya menatap keempat orang yang berada di luar tanpa berkedip, khawatir kalau mereka tiba-tiba menyerang dan menyergapnya. Ia membalikkan tangan kirinya dan meraba-raba saku dada Linghu Chong, setelah meraba-raba untuk beberapa saat, ia sama sekali tak merasakan adanya kitab apapun, maka ia segera mengigit goloknya, lalu tangan kirinya mencengkeram dada Linghu Chong, sedangkan tangan kanannya meraba-raba. Ketika ia mengerahkan tenaga ke tangan kirinya, ia langsung merasakan tenaga dalamnya mengalir keluar, dengan terkejut ia langsung menarik tangannya, namun tak nyana tangannya itu seakan lengket di tubuh Linghu Chong dan tak bisa ditarik kembali. Ia makin terkejut dan segera menambah tenaga untuk menarik tangannya, namun semakin ia mengerahkan tenaga, tenaga dalamnya mengalir keluar makin deras. Ia berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri, namun tenaga dalamnya malah makin membanjir keluar bagai tanggul air yang jebol.
Dalam keadaan genting, mendadak tenaga dalam lawan mengalir ke dalam tubuh Linghu Chong, diam-diam ia merasa amat girang, katanya, "Untuk apa kau menekan pembuluh nadiku? Aku akan membacakan rumus ilmu pedang itu padamu". Mulutnya berkomat-kamit seakan sedang mengatakan sesuatu. Pendeta Yuling dan orang-orang lain yang berada di luar pintu melihatnya dan menyangkanya benar-benar sedang merapalkan kitab pedang, kalau mereka tak ikut mendengarkan, mereka akan rugi besar, maka mereka segera menerjang masuk dan mengerumuni Linghu Chong. Linghu Chong berkata, "Benar, inilah kitab pedangnya, kau ambillah dan biarkan semua orang melihatnya!" Namun tangan Yan Sanxing lengket di tubuhnya, ia mana bisa mengangsurkannya? Pendeta Yuling mengira bahwa Yan Sanxing telah mendapatkan kitab pedang itu, namun tak mengeluarkannya karena ingin mengangkanginya, ia cepat-cepat mengangsurkan tangannya untuk mencengkeram dada Linghu Chong, namun begitu menyentuh tubuhnya, tenaga dalamnya langsung mengalir keluar dan tangannya menjadi lengket.
Linghu Chong berseru, "Kalian jangan berebut, kalau kalian tarik menarik seperti ini, kitab pedang akan robek dan tak ada yang bisa membacanya!"
Sepasang Orang Aneh Tongbai saling melirik dengan penuh arti, sinar kuning berkilauan, sepasang tongkat emas murni menghunjam dari udara. Kepala Yan Sanxing dan Pendeta Yuling terbelah dan mereka langsung tewas. Begitu mereka tewas, tenaga dalam mereka buyar dan kedua telapak mereka terlepas dari tubuh Linghu Chong, lalu kedua mayat mereka terjatuh ke lantai.
Linghu Chong mendadak mendapatkan tenaga dalam dua orang sekaligus, tenaga ini berasal dari luar titik-titik jalan darahnya yang tertotok, begitu tenaga itu menerjang ke dalam, titik-titik jalan darah itu langsung terbuka. Tenaga dalamnya memang aslinya sudah berlimpah, maka hanya dengan sedikit mengerahkan tenaga saja, tali tambang yang mengikat tangannya segera putus, ia merogoh saku dadanya dan memegang gagang pedang pendeknya seraya berkata, "Kitab pedang ada disini, ambil saja".
Otak Sepasang Orang Aneh Tongbai lambat, mereka tak merasa putusnya tali yang mengikatnya sesuatu yang aneh, ketika mereka mendengarnya bersedia menyerahkan kitab pedang itu, dengan girang mereka serentak mengangsurkan tangan untuk menerimanya. Mendadak sinar putih berkelebat, "Sret, sret!", mendadak pergelangan tangan mereka berdua serentak putus dan terjatuh ke lantai. Mereka berdua menjerit kesakitan, lalu mundur. Linghu Chong memutuskan tali yang mengikat kakinya, lalu melompat bagai terbang ke hadapan Yingying seraya berkata pada You Xun, "Ilmu pedang ampuh, semua terbunuh! Saudara You, kau mau baca kitab pedang ini atau tidak?"
Walaupun You Xun licin, sekali ini ia begitu ketakutan sehingga wajahnya pucat pasi, dengan suara bergetar ia berkata, "Terima kasih, aku......aku tak ingin membacanya".
Linghu Chong berkata sembari tertawa, "Tak usah sungkan-sungkan, baca saja, tak ada jeleknya". Ia mengurut punggung dan pinggang Yingying beberapa kali untuk membuka titik jalan darahnya yang tertotok.
Sekujur tubuh You Xun gemetar, katanya, "Linghu Gong.....Linghu Gongxi, Linghu Da.....Daxia, kau, kau......kau....." Ia bertekuk lutut dan bersujud di lantai, lalu berkata, "Hamba patut mati, tak ada.....tak ada gunanya banyak bicara, apapun yang diperintahkan Shenggu dan ketua, walaupun harus terjun ke dalam api atau air mendidih, akan hamba turuti". Linghu Chong tertawa dan berkata, "Langkah pertama untuk mempelajari Pixie Jianfa sangat mengasyikkan, ayo cepat lakukan!" You Xun berkali-kali bersujud sambil berkata, "Semua orang di dunia persilatan tahu bahwa Shenggu dan ketua amat murah hati, hari ini, biarkanlah hamba menebus dosa, hamba akan pergi ke dunia persilatan dan menyiarkan kebaikan kalian berdua....." Begitu ia mengucapkan kata 'berdua' itu, ia sadar bahwa dalam kepanikannya ia telah melakukan suatu kesalahan besar, Yingying paling kesal kalau ada orang yang diam-diam membicarakan hubungan dirinya dengan Linghu Chong, ia hendak menutup mulutnya, namun sudah terlambat.
Yingying melihat Sepasang Orang Aneh Tongbai berdiri berendeng pundak, walaupun pergelangan tangan mereka kutung dan darah mereka bercucuran, namun wajah mereka sama sekali tak nampak jeri, maka ia bertanya, "Apakah kalian berdua suami istri?"
Si lelaki dari Sepasang Orang Aneh Tongbai itu bernama Zhou Gutong, sedangkan yang perempuan bernama Wu Baiying. Zhou Gutong berkata, "Hari ini kami jatuh ke dalam tanganmu, kalau mau membunuh atau mencincang kami, silahkan saja, untuk apa banyak bertanya-tanya segala?" Namun Yingying justru menyukai keangkuhan mereka, dengan dingin ia berkata, "Aku bertanya apakah kalian berdua suami istri". Wu Baiying berkata, "Kami berdua bukan suami istri resmi, tapi selama dua puluh tahun lebih ini kami lebih baik dari suami istri yang menikah secara resmi". Yingying berkata, "Diantara kalian berdua, hanya seorang yang boleh hidup. Kalian berdua kehilangan sebuah tangan, kaki, dan sebelah....." Ia teringat bahwa ayahnya seperti mereka berdua, kehilangan sebelah matanya, maka ia tak meneruskan perkataannya, setelah berhenti sejenak, ia berkata, "Kalian berdua bertarung, siapa yang berhasil membunuh lawan boleh pergi dengan bebas sendirian!"
Sepasang Orang Aneh Tongbai serentak berseru, "Bagus sekali!" Sinar kuning berkilauan, mereka berdua mengangkat tongkat emas masing-masing dan menghantamkannya ke kepala sendiri.
Yingying berseru, "Tunggu dulu!" Dengan pedang di tangan kiri dan pedang pendek di tangan kanan yang serentak dihunus, ia menghalangi tongkat mereka, "Trang, trang!", ia merasakan bahu dan lengannya kesemutan sehingga sepasang pedangnya hampir terlepas. Ia telah menangkis kedua tongkat itu, namun tangan kirinya lebih lemah, sehingga tongkat Wu Baiying masih menyerempet ubun-ubunnya, darah segarpun segera bercucuran.
Zhou Gutong berkata, "Begitu aku bunuh diri, Shenggu pasti akan menepati janjinya dan membebaskanmu, kenapa kau tak mau?" Wu Baiying berkata, "Tentu saja aku yang mati dan kau yang hidup, untuk apa kita bertengkar lagi?"
Yingying berkata, "Bagus sekali, kalian suami istri saling mencintai, aku sangat menghargainya dan tak akan membunuh kalian berdua. Cepat balut luka di tangan kalian yang buntung!" Begitu mendengar perkataan itu mereka berdua amat girang, mereka membuang tongkat mereka, lalu cepat-cepat membalut luka pasangan mereka. Yingying berkata, "Tapi ada satu hal lagi yang harus kalian lakukan". Zhou dan Wu berdua serentak menyanggupinya. Yingying berkata, "Setelah turun gunung nanti, kalian harus segera menikah. Kalian berdua bersama, tapi tak menjadi suami istri, bukankah.....bukankah....." Tadinya ia hendak berkata 'bukankah tak pantas', namun ia segera teringat bahwa dirinya dan Linghu Chong bersama, namun juga belum menikah, tak terasa wajahnya merona merah. Wu dan Zhou saling memandang, lalu serentak menjura sambil mengucapkan terima kasih. Yingying memerintahkan Zhou Gutong menanggalkan jubahnya agar Linghu Chong dapat menukar baju wanitanya dengan jubah itu.
You Xun berkata, "Shenggu murah hati dan berbudi luhur, ia tak cuma mengampuni jiwa kalian, tapi juga memikirkan pernikahan kalian. Kalian suami istri kecil memang benar-benar beruntung. Aku sudah lama tahu bahwa Shenggu memperlakukan bawahannya dengan sangat baik". Yingying berkata, "Siapa yang memerintahkan kalian datang ke Hengshan kali ini? Ada persekongkolan apa?" You Xun berkata, "Hamba ditipu oleh si anjing Yue Buqun dari Huashan itu, ia berkata bahwa ia telah menerima Heimu Ling dari Ren Jiaozhu untuk menangkap dan membawa para biksuni Hengshan ke Heimuya agar dapat dihukum oleh Ren Jiaozhu". Yingying bertanya, "Heimu Ling ada di tangan Yue Buqun?" You Xun berkata, "Benar, benar! Hamba memperhatikannya dengan seksama, yang dibawanya adalah benar-benar Heimu Ling milik Riyue Shenjiao, kalau tidak, hamba yang setia pada jiaozhu dan Shenggu mana mungkin sudi menuruti perintah si anjing Yue Buqun itu?" Yingying berpikir, "Bagaimana Yue Buqun dapat memiliki Heimu Ling Riyue Shenjiao kami? Ah, aku tahu, setelah minum Sanshi Naoshen Dan, ia menerima perintah ayahku dan ayah memberinya Heimu Ling itu". Ia kembali bertanya, "Yue Buqun juga berkata, bahwa setelah berhasil, ia akan mengajarkan Pixie Jianfa pada kalian, benar tidak?"
You Xun berkali-kali bersujud seraya berkata, "Si anjing Yue Buqun itu benar-benar pintar menipu orang, semua orang percaya padanya". Yingying berkata, "Kalian berkata bahwa kali ini kalian telah berjasa besar di Hengshan, sebenarnya apa yang terjadi?" You Xun berkata, "Ada orang yang menaruh obat bius di beberapa sumur di Hengshan, sehingga para shifu Hengshan semuanya tak sadarkan diri. Orang-orang Halaman Lain yang tak tahu tentang rencana itu juga ikut tak sadarkan diri. Saat ini mereka sudah menuju ke Heimuya".
Linghu Chong cepat-cepat bertanya, "Apakah kalian melukai atau membunuh orang?" You Xun berkata, "Kami membunuh delapan atau sembilan orang, semuanya dari Halaman Lain. Mereka tak diberi obat bius, tapi mereka melawan dan terbunuh". Linghu Chong bertanya, "Siapa mereka?" You Xun berkata, "Hamba tak tahu nama mereka, Linghu Daxia, teman-teman baikmu.....tak termasuk di dalamnya". Linghu Chong mengangguk-angguk, hatinya terasa lega.
Yingying berkata, "Ayo turun gunung". Linghu Chong berkata, "Baik". Ia memunggut pedang Biksu Sibao yang tergeletak di tanah, lalu berkata sembari tertawa, "Kalau bertemu perempuan jahat itu, aku akan menjajal kepandaiannya".
You Xun berkata, "Banyak terima kasih karena kebaikan Shenggu dan Ketua Linghu yang mengampuni jiwaku". Yingying tersenyum simpul dan berkata, "Tak usah sungkan-sungkan begini". Tangan kirinya mengayun, pedang pendeknya melayang, "Sret!", pedang itu menembus punggung You Xun, seketika itu juga, si 'Licin Yang Tak Bisa Dipegang' You Xun yang begitu licik seumur hidupnya itupun tewas.
* * *
Mereka berdua berendeng pundak turun dari loteng, pegunungan yang sepi itu sunyi senyap, hanya terdengar suara burung berkicau.
Yingying melirik Linghu Chong, mau tak mau ia mendengus, lalu tertawa. Linghu Chong menghela napas, lalu berkata, "Linghu Chong mencukur rambutnya dan sejak ini menjadi pengikut Sang Buddha. Ni Shizhu [1], sejak ini kita harus berpisah". Yingying tahu bahwa ia hanya bergurau, namun karena cintanya yang mendalam, ia merasa khawatir, mau tak mau tubuhnya gemetar, ia mencengkeram lengan Linghu Chong seraya berkata, "Chong Ge, kau jangan......jangan berbicara seperti itu padaku, aku.....aku......" Barusan ini ia membunuh You Xun dengan pedangnya tanpa berkedip, namun sekarang suaranya penuh rasa cemas. Linghu Chong tersentuh, ia menepuk-nepuk kepalanya yang botak sambil menghela napas, lalu berkata, "Tapi karena di dunia ini sudah ada istriku yang cantik jelita, biksu besar ini terpaksa kembali menjadi orang biasa".
Yingying tersenyum menawan, lalu berkata, "Kukira setelah membunuh You Xun, di dunia persilatan tak ada orang yang bermulut manis lagi, sejak saat ini keadaan akan tenang, ternyata.....hihihi". Linghu Chong berkata sembari tertawa, "Coba elus-elus kepalaku yang botak ini, benar-benar licin tak bisa dipegang". Wajah Yingying memerah, ia mencibir, lalu berkata, "Ayo bicara yang benar. Setelah para murid Hengshan dibawa ke Heimuya, menyelamatkan mereka akan sangat sukar, lagipula hal ini akan merusak hubungan ayah dan anak kami......"
Linghu Chong berkata, "Dan akan lebih merusak hubungan mertua dan menantu kami lagi". Yingying memelototinya, namun dalam hati ia merasa amat bahagia. Linghu Chong berkata, "Kita tak boleh buang waktu, ayo naik ke gunung untuk menghadang dan menyelamatkan mereka". Yingying berkata, "Kita bunuh mereka semua, jangan sisakan seorang saksi matapun, jangan sampai ayahku tahu". Setelah mengambil beberapa langkah, ia menghela napas.
Linghu Chong memahami isi hatinya, masalah besar seperti ini sulit disembunyikan dari Ren Woxing, hal ini lebih mudah dikatakan daripada dilakukan, namun sebagai ketua Hengshan Pai, kalau ada anggota Hengshan Pai yang ditawan, ia mana bisa tak menyelamatkan mereka? Yingying sudah memutuskan untuk membelanya sehingga ia tak keberatan menentang perintah ayahnya. Ia berpikir karena keadaan sudah seperti ini, harus ada suatu kepastian, maka ia mengangsurkan tangan kirinya dan menggengam tangan kanan Yingying. Yingying sedikit meronta, namun karena melihat di keempat penjuru tak ada orang, ia membiarkan Linghu Chong mengenggam tangannya. Linghu Chong berkata, "Yingying, aku tahu isi hatimu. Masalah ini membuat hubunganmu dengan ayahmu menjadi buruk, aku sangat menyesalkannya". Yingying mengangguk pelan seraya berkata, "Kalau ayah memikirkanku, ia tak akan turun tangan terhadap Hengshan Pai. Tapi kurasa ia tak punya maksud buruk padamu".
Linghu Chong segera sadar dan berkata, "Benar, ayahmu menangkap murid-murid Hengshan untuk memaksaku masuk Riyue Shenjiao". Yingying berkata, "Tepat sekali, sebenarnya ayah sangat suka padamu, apalagi kau adalah satu-satunya ahli waris ilmu saktinya". Linghu Chong berkata, "Sebenarnya aku juga cocok dengan ayahmu dan menghormatinya, lagipula ia juga ayah nenekku, lebih senior tiga generasi. Tapi aku benar-benar tak ingin masuk Riyue Shenjiao, apa itu 'semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan', apa itu 'pandai ilmu surat dan berwatak ksatria, pembela rakyat jelata', begitu mendengar kata-kata yang memuakkan itu aku ingin muntah". Yingying berkata, "Aku tahu, oleh karenanya aku tak pernah membujukmu masuk agama kami. Kalau kau masuk Riyue Shenjiao dan kelak diangkat menjadi ketua, lalu siang malam mendengar puja-puji yang memuakkan itu, kau......kau tak akan bisa seperti sekarang ini. Ai, begitu ayah duduk di puncak Heimuya, wataknya berubah dengan drastis".
Linghu Chong berkata, "Tapi kita juga tak boleh menyinggung ayahmu". Ia mengangsurkan tangan kanannya dan mengenggam pula tangan kiri Yingying seraya berkata, "Yingying, setelah menolong murid-murid Hengshan, aku dan kau langsung menikah saja, tak usah memperdulikan perintah orang tua atau perantaraan mak comblang segala. Kita mengundurkan diri dari dunia persilatan, mengantung pedang dan menyepi, sejak itu tak lagi memperdulikan urusan luar dan hanya berkonsentrasi untuk membuat anak saja".
Mula-mula, ketika Yingying mendengarnya berbicara dengan serius, wajahnya menjadi merah padam dan ia berulangkali mengangguk, akan tetapi ketika sampai pada kata-kata terakhir, ia terkejut dan meronta sehingga genggaman tangan Linghu Chong terlepas.
Linghu Chong berkata sembari tertawa, "Kalau jadi suami istri, masa tak punya anak?" Yingying berkata dengan kesal, "Kalau kau bicara sembarangan lagi, aku tak akan bicara padamu selama tiga hari". Linghu Chong tahu bahwa ia akan melaksanakan ancamannya, ia menjulurkan lidahnya, lalu berkata, "Baiklah, aku tak akan banyak bercanda lagi, kita harus menyelesaikan urusan penting dahulu. Ayo naik ke Puncak Jianxing untuk melihat keadaan".
Mereka berdua mengerahkan ilmu ringan tubuh dan naik ke Puncak Jianxing lewat jalan setapak, mereka melihat bahwa di Biara Wuse tak ada seorangpun, kamar-kamar yang ditinggali para murid juga kosong melompong, pakaian dan senjata mereka berserakan di lantai. Untung saja di lantai tak ada bercak-bercak darah, sepertinya tak ada yang terluka. Mereka berdua juga datang ke Halaman Lain di Lembah Tongyuan untuk menyelidik, namun disana mereka juga tak melihat seorangpun. Di atas meja tertata makanan dan arak, Linghu Chong ketagihan minum, tapi ia tak berani minum setegukpun, katanya, "Perutku lapar sekali, ayo cepat turun gunung untuk makan dan minum".
Yingying merobek secarik kain dari bagian depan jubah Linghu Chong, lalu memberikannya kepadanya untuk membungkus kepalanya. Linghu Chong berkata sembari tertawa, "Nah ini baru pantas. Kalau tidak, biksu besar yang menculik gadis dari keluarga baik-baik dan membawanya kemana-mana akan sangat tak pantas". Ketika tiba di kaki gunung, sudah pukul wei [2], dengan susah payah mereka berhasil menemukan sebuah kedai nasi kecil, lalu mereka makan sampai kenyang.
* * *
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Panggilan yang dipakai seorang biksu pada orang awam perempuan.
[2] Diantara pukul satu sampai tiga siang.
Bagian Kedua
Mereka mencari jalan ke Heimuya, lalu mengambil napas dan berlari dengan cepat, setelah berlari selama satu shichen lebih, mendadak sayup-sayup dari belakang gunung terdengar suara makian, mereka berhenti dan mendengarkan, sepertinya itu adalah suara Taogu Liuxian. Mereka bergegas menuju ke arah suara itu berasal, sedikit demi sedikit mereka dapat mendengarnya dengan jelas, ternyata suara itu memang suara Taogu Liuxian. Yingying berbisik, "Entah enam orang aneh itu sedang bertengkar dengan siapa".
Mereka berdua berbelok ke sebuah lembah dan bersembunyi di balik pohon, mereka melihat Taogu Liuxian berteriak-teriak sambil mengepung seseorang, pertarungan mereka amat sengit. Orang itu bergerak kian kemari dengan amat sebat sehingga hanya terlihat sebuah sosok kelabu masuk keluar diantara keenam bersaudara itu, ternyata ia adalah ibu Yilin, nenek dari Kuil Xuankong yang berpura-pura bisu tuli itu. "Plak, plak!", Taogen Xian dan Taoshi Xian terkena tamparan dua kali. Linghu Chong amat girang, ia berbisik, "Hutang enam bulan akan segera lunas, akan kucukur gundul kepalanya". Tangannya menekan gagang pedangnya, ia menunggu sampai Taogu Liuxian tak bisa melawan, lalu ia akan melompat masuk dan membalas dendamnya.
Terdengar suara pukulan berentetan, keenam bersaudara itu masing-masing kena tampar beberapa kali olehnya, Taogu Liuxian tak bisa menahan amarah mereka, mereka ingin menangkap tangan dan kakinya, lalu mencabiknya menjadi empat potong. Akan tetapi gerakan nenek itu luar biasa cepatnya, bagai setan saja, beberapa kali mereka sepertinya dapat menangkapnya, tapi selalu kurang beberapa cun, sehingga ia selalu dapat menghindar, bahkan ia beberapa kali dengan enteng berhasil menampar mereka. Namun nenek ini juga tahu bahwa keenam orang itu lihai, ia khawatir dirinya kehabisan tenaga, dan setelah mengalahkan dua orang diantara mereka, sisanya akan menangkapnya. Setelah bertarung beberapa saat, nenek itu tahu bahwa ia akan sulit meraih kemenangan, maka ia merentangkan kedua tangannya, "Plak, plak, plak, plak!", ia menampar empat orang, lalu tiba-tiba melompat mundur, berbalik dan lari. Ia berlari secepat kilat, dalam sekejap ia sudah lari beberapa zhang jauhnya, Taogu Liuxian berseru kaget, lalu cepat-cepat mengejar.
Linghu Chong melintangkan pedangnya sambil berseru, "Mau kabur kemana?" Sinar putih berkelebat, pedangnya menuding leher nenek itu. Pedangnya langsung menyerang titik penting tubuh, nenek itu terkejut, ia menarik kepalanya untuk menghindar, namun Linghu Chong menusukkan pedangnya dengan miring ke bahu kanannya. Nenek itu tak bisa menghindar, ia hanya bisa cepat-cepat mundur dua langkah ke belakang. Linghu Chong mengangkat pedangnya dan memaksanya mundur selangkah lagi. Dengan pedang di tangannya, nenek itu mana bisa menandinginya? "Wus, wus!", ia memaksa nenek itu mundur lima langkah lagi, kalau ia ingin mencabut nyawanya, nenek itu sudah lama mati.
Diiringi sorak-sorai Taogu Liuxian, ujung pedang Linghu Chong menuding dada nenek itu. Taogen Xian berempat menerjang ke depan dan menangkap keempat anggota tubuhnya, lalu mengangkatnya. Linghu Chong cepat-cepat berseru, "Jangan bunuh dia!" Taohua Xian menamparnya. Linghu Chong berkata, "Gantung dia dulu". Taogen Xian berseru, "Baik, ambil tali, ambil tali".
Namun mereka berenam tak ada yang membawa tali, di belantara itu lebih-lebih lagi tak ada tali, namun Taohua Xian dan Taogen Xian masih mencari-cari di keempat penjuru. Tiba-tiba cengkeraman mereka menjadi longgar dan nenek itu berhasil melepaskan diri, ia berguling-guling di tanah dan menerjang ke depan, ia baru saja hendak lari ketika mendadak punggungnya terasa agak kesemutan. Linghu Chong berkata sembari tertawa, "Berhenti!" Ujung pedangnya dengan pelan menyentuh punggung sang nenek. Nenek itu tercengang dan wajahnya menjadi pucat pasi, ia terpaksa berdiri tak bergeming.
Taogu Liuxian berlari mendekat, enam jaripun serentak menjulur dan menotok enam titik jalan darah di bahu, iga, tangan dan kaki sang nenek. Taogan Xian mengelus-elus wajahnya yang bengkak kena tamparan sang nenek, ia mengangsurkan tangannya hendak balas menampar, namun Linghu Chong memikirkan perasaan Yilin dan tak membiarkan sang nenek dipukul, maka ia berkata, "Tunggu dulu, kita gantung dia dulu saja". Ketika Taogu Liuxian mendengar bahwa ia hendak mengantung sang nenek tinggi-tinggi, mereka kegirangan dan segera mengelupas kulit pohon untuk membuat tali.
Linghu Chong bertanya kenapa sang nenek bisa berkelahi dengan mereka berenam. Taozhi Xian berkata, "Kami enam bersaudara sedang berak disini, ketika kami sedang asyik-asyiknya, tiba-tiba nenek ini berlari mendekat lalu bertanya, 'Eh, apakah kalian melihat seorang biksuni kecil?' Bicaranya sangat kasar dan menganggu keasyikan kami berak....." Ketika Yingying mendengar mereka bicara jorok, ia mengerenyitkan dahinya dan melangkah pergi.
Linghu Chong berkata sembari tertawa, "Benar, nenek ini memang paling suka mencampuri urusan orang". Taoye Xian berkata, "Tentu saja kami tak memperdulikannya, dan menyuruhnya pergi. Tapi perempuan ini malah memukul kami dan kami lantas melawannya. Kami tentunya berkelahi untuk menang, tapi kotoran di pantat kami belum dibersihkan, kami harus berkelahi dalam keadaan bau dan merasa tak leluasa. Linghu Xiongdi, kalau saja kau tak tiba tepat pada waktunya, terlambat sedikit saja dia sudah akan kabur". Taohua Xian berkata, "Belum tentu, kita membiarkannya lari beberapa langkah dahulu, lalu mengejarnya, sehingga ia kecele". Taoshi Xian berkata, "Taogu Liuxian pasti bisa menangkap kembali seorang tokoh tak terkenal seperti itu". Taogen Xian berkata, "Ini adalah cara kucing menangkap tikus, membiarkannya lari beberapa langkah, lalu menangkapnya kembali". Linghu Chong tertawa dan berkata, "Satu kucing saja bisa menangkap enam tikus, apalagi enam kucing menangkap seekor tikus, pasti semudah membalik telapak tangan". Ketika mendengar Linghu Chong menyetujui perkataan mereka, Taogu Liuxian kegirangan. Selagi bercakap-cakap, mereka telah berhasil membuat tali dari kulit pohon, mereka menelikung dan mengikat tangan perempuan itu, lalu mengantungnya dari sebuah pohon tinggi.
Linghu Chong mengangkat pedangnya dan mengelupas kulit pohon sebesar tujuh atau delapan chi, lalu mengukir tujuh huruf besar di batang pohon itu, 'Gentong cuka nomor satu di kolong langit ini'. Taogen Xian berkata, "Linghu Xiongdi, kenapa perempuan ini adalah gentong cuka nomor satu di kolong langit? Apakah dia sangat kuat minum cuka? Rasanya aku tak percaya, ayo kita lepaskan dia, aku akan berlomba dengannya!" Linghu Chong tertawa dan berkata, "Gentong cuka itu makian. Taogu Liuxian adalah pahlawan tanpa tanding, sikap ksatria kalian setinggi langit, pandai ilmu surat dan silat, didukung khalayak ramai, Fang Zheng Dashi malu menghadapi kalian, Zuo Lengchan mengakui keunggulan kalian, perempuan jahat ini mana bisa dibandingkan dengan kalian? Kalian tak perlu berlomba". Taogu Liuxian menyeringai dan berseru-seru, "Benar, benar, benar!"
Linghu Chong bertanya, "Sebenarnya kalian melihat Yilin Xiao Shimei tidak?" Taogen Xian berkata, "Apa kau menanyakan biksuni kecil yang cantik dari Hengshan Pai itu? Kami belum melihat biksuni kecil, tapi kalau biksu besar, kami sudah melihat dua orang". Taogan Xian berkata, "Yang satu papa si biksuni kecil sedangkan yang satu lagi murid si biksuni kecil". Linghu Chong bertanya, "Dimana?" Taoye Xian berkata, "Mereka berdua lewat sekitar satu shichen yang lalu, kami berjanji untuk minum arak bersama mereka di kota berikut. Kami berkata setelah selesai berak kami akan datang, eh, tiba-tiba perempuan jahat ini datang merecoki kami".
Sebuah pikiran muncul di benak Linghu Chong, ia berkata, "Baik, kalian menyusul saja nanti, aku akan pergi ke kota dulu. Kalian enam pahlawan besar ini tak boleh memukul orang yang terikat, kalau kalian menampar perempuan jahat ini, reputasi kalian enam pahlawan besar akan tercoreng". Taogu Liuxian serentak menyanggupinya. Linghu Chong dan Yingying segera berjalan dengan cepat.
Yingying berkata sembari tertawa, "Kau tak mengunduli kepalanya, tentunya karena kau menghargai Yilin Xiao Shimei sehingga pembalasan dendammu hanya tiga puluh persen saja".
* * *
Setelah berjalan belasan li, mereka tiba di sebuah kota besar, setelah mencari sampai di kedai arak kedua, mereka menjumpai Biksu Bujie dan Tian Boguang yang sedang duduk di dalamnya. "Ah!", ujar mereka berdua ketika mereka melihat Linghu Chong dan Yingying, mereka bangkit, tak bisa menahan rasa girang mereka. Bujie cepat-cepat minta tambah arak dan hidangan.
Linghu Chong bertanya apakah ada sesuatu yang aneh. Tian Boguang berkata, "Di Hengshan aku nampak begitu bodoh, aku tak punya muka untuk terus tinggal di sana, maka aku mohon taishifu untuk cepat-cepat pergi saja. Aku tak bisa pergi ke Lembah Tongyuan itu lagi".
Linghu Chong menduga bahwa mereka ternyata masih tak tahu bahwa murid-murid Hengshan telah diculik, maka ia berkata pada Biksu Bujie, "Dashi, aku mohon kau melakukan sesuatu, bisa tidak?" Biksu Bujie berkata, "Tentu saja, memangnya kenapa tak bisa?" Linghu Chong berkata, "Tapi urusan ini sangat dirahasiakan, cucu muridmu ini tak boleh ikut campur". Biksu Bujie berkata, "Apa susahnya? Aku tinggal menyuruh dia pergi jauh-jauh dan tak mencampuri urusan bapakmu ini".
Linghu Chong berkata, "Pergilah beberapa belas li ke tenggara, di sebatang pohon tinggi, ada seseorang yang diikat, digantung tinggi-tinggi......" "Ah!", ujar Bujie, raut wajahnya aneh, tubuhnya agak gemetar. Linghu Chong berkata, "Orang itu temanku, aku mohon kau menolongnya". Bujie berkata, "Bukannya itu gampang? Kenapa kau sendiri tak menolongnya?" Linghu Chong berkata, "Aku tak akan menyembunyikannya darimu, ia adalah seorang wanita". Ia memiringkan mulutnya ke arah Yingying, lalu berkata, "Aku sedang bersama Ren Da Xiaojie, jadi rasanya tak enak". Bujie tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Aku tahu, kau takut Ren Da Xiaojie minum cuka". Yingying memelototi mereka berdua.
Linghu Chong tertawa, lalu berkata, "Wanita itu sangat cemburuan, bertahun-tahun yang silam suaminya memandang seorang nyonya dan memujinya, mengatakan bahwa ia cantik, wanita itu langsung pergi tanpa berpamitan, sehingga membuat suaminya bersusah payah mencarinya ke seluruh penjuru dunia selama belasan tahun". Ketika mendengar perkataannya mata Biksu Bujie makin lama makin lebar, ia berulang-ulang berkata, "Ini.....ini.....ini....." Makin lama napasnya yang terengah-engah makin keras. Linghu Chong berkata, "Kabarnya suaminya sampai sekarang masih mencarinya, tapi belum menemukannya".
Ketika mereka sedang berbicara, Taogu Liuxian memasuki kedai arak itu sambil tertawa
terbahak-bahak. Bujie seakan tak melihat mereka, sepasang tangannya mencengkeram lengan Linghu Chong erat-erat seraya berkata, "Be....benarkah?" Linghu Chong berkata, "Katanya, kalau suaminya berhasil menemukannya dan berlutut di hadapannya, ia masih tak akan berubah pikiran. Oleh karena itu, begitu kau membebaskannya, ia akan langsung kabur. Gerakan tubuh wanita ini sangat cepat, dalam sekejap mata, ia sudah akan menyelinap pergi dan menghilang". Bujie berkata, "Aku tak akan berkejap, tak akan berkejap". Linghu Chong berkata, "Aku juga menanyainya, kenapa ia tak mau bertemu dengan suaminya. Katanya suaminya adalah
lelaki yang paling tak setia dan doyan main perempuan di kolong langit ini, maka tak ada gunanya menemuinya".
Bujie berseru dan hendak berlari keluar, namun Linghu Chong menahannya, lalu berbisik di telinganya, "Kuajari kau sebuah resep rahasia supaya ia tak bisa kabur". Bujie terkejut sekaligus girang, ia tertegun sejenak, lalu mendadak berlutut di tanah dan bersujud tiga kali seraya berseru, "Linghu Xiongdi, eh salah, Ketua Linghu, Kakek Linghu, Leluhur Linghu, Linghu Shifu, kalau kau sudi mengajarkan resep rahasia itu padaku, aku akan mengangkatmu menjadi guru".
Mendadak Linghu Chong tertawa, lalu berkata, "Aku tak berani, tak berani, silahkan berdiri". Ia menariknya hingga bangkit, lalu berbisik di telinganya, "Setelah kau menurunkannya dari pohon itu, jangan langsung membuka ikatannya, terlebih lagi jangan membuka totokannya, gendonglah dia sampai ke sebuah penginapan dan sewalah sebuah kamar. Coba kau pikir, bagaimana caranya mencegah seorang wanita lari keluar kamar?" Bujie mengaruk-garuk kepalanya, lalu berkata dengan ragu-ragu, "Aku.....aku tak begitu mengerti". Linghu Chong berkata, "Kau lucuti bajunya dulu, lalu taruhlah di tempat yang jauh, lalu baru membuka totokannya, kalau ia telanjang bulat, ia mana berani kabur dari penginapan itu?" Bujie kegirangan, ia berseru, "Akal yang bagus, akal yang bagus! Linghu Shifu, budimu sungguh besar....." Tanpa menyelesaikan perkataannya, ia langsung menerjang keluar lewat jendela ke tengah jalan, lalu lari sekencang-kencangnya.
Taogen Xian berkata, "Ai, biksu ini aneh sekali, untuk apa ia pergi?" Taozhi Xian berkata, "Pasti ia kebelet kencing". Taoye Xian berkata, "Untuk apa ia bersujud di hadapan Linghu Chong dan memanggilnya shifu? Apakah karena dia sudah berumur, tapi masih perlu diajari cara kencing?" Taohua Xian berkata, "Apa hubungannya umur dengan buang air? Bocah tiga tahun saja masa harus diajari caranya kencing?" Yingying tahu bahwa perkataan mereka berenam kemungkinan besar bukan perkataan yang sopan, maka ia melirik Linghu Chong dan turun dari loteng kedai arak itu.
Linghu Chong berkata, "Kudengar kalian enam bersaudara persik kekuatan minumnya bagai lautan, tak ada tandingannya di kolong langit ini, kalian minum-minum sajalah dengan santai, kemampuan minumku terbatas, aku mohon diri dulu". Ketika Taogu Liuxian mendengarnya memuji kekuatan minum mereka, mereka kegirangan, mereka merasa bahwa kalau mereka tak menghabiskan beberapa guci arak, mereka akan kehilangan reputasi mereka, maka mereka berseru, "Ambilkan enam guci arak!" Kekuatan minummu pasti kalah jauh dibandingkan dengan kami. Kau pergilah dulu, kalau menunggu kami minum sampai puas, jangan-jangan harus menunggu sampai besok".
Dengan satu perkataan saja, Linghu Chong telah berhasil melepaskan diri dari gangguan keenam orang itu, ia lalu turun dari loteng kedai arak. Yingying mencibir, lalu berkata sembari tersenyum, "Kau telah mendamaikan sepasang suami istri, jasamu sungguh besar, tapi cara yang kau ajarkan padanya itu, agak terlalu......agak terlalu......" Wajahnya menjadi merah padam, ia berpaling, Linghu Chong memandanginya sambil tertawa terkekeh-kekeh, tapi tak berkata apa-apa.
Mereka berdua berjalan keluar kota itu, setelah berjalan untuk beberapa saat, Linghu Chong masih tersenyum-senyum saja sambil meliriknya. Yingying berkata dengan kesal, "Kau lihat apa? Memangnya kau belum pernah melihatku sebelumnya?" Linghu Chong berkata sembari tersenyum, "Aku cuma sedang berpikir, setelah perempuan jahat itu mengantungku dari balok penyangga atap, kita menganjarnya dengan pembalasan yang setimpal dengan mengantungnya dari pohon. Setelah ia mengunduli kepalaku, aku menyuruh suaminya melucuti bajunya, itu juga pembalasan yang setimpal". Yingying mencibir, lalu berkata sembari tersenyum, "Kau hati-hatilah, lain kali kalau kau bertemu perempuan jahat itu lagi, ia akan membuatmu menelan pil pahit". Linghu Chong berkata, "Aku telah mendamaikan mereka suami istri, seharusnya ia justru harus berterima kasih padaku". Ketika berbicara ia melirik-lirik Yingying sembari tersenyum-senyum dengan ekspresi wajah yang aneh. Yingying berkata, "Kenapa kau tertawa?" Linghu Chong berkata, "Aku sedang memikirkan apa yang akan dikatakan suami istri Bujie ketika mereka bertemu kembali".
Yingying berkata, "Lalu kenapa kau terus menerus melirikku?" Mendadak, ia sadar apa maksud Linghu Chong, si berandalan ini sedang membayangkan bagaimana Bujie Dashi melucuti pakaian istrinya di dalam kamar penginapan, ia sedang memikirkan hal ini, namun ia terus memandangi dirinya, maka boleh dibayangkan betapa keras pemuda itu harus menahan dirinya, dalam sekejap pipinya menjadi merah padam, dan ia mengangkat tangannya hendak memukul.
Linghu Chong menghindar seraya berkata, "Perempuan yang memukul suami adalah perempuan jahat!"
Tepat pada saat itu, mereka mendengar suara mendesis pelan dari kejauhan, Yingying mengenalinya sebagai siulan panggilan dari agamanya, ia mengacungkan telunjuk kirinya dan menaruhnya di depan bibirnya, sedangkan tangan kanannya memberi isyarat, lalu ia berlari menuju ke tempat asal suara itu.
Setelah mereka berdua berlari puluhan zhang jauhnya, mereka melihat seorang wanita berlari dari arah barat ke timur. Karena mereka berada di tempat terbuka yang luas, tak ada tempat untuk bersembunyi. Ketika orang itu melihat Yingying, ia terkejut dan cepat-cepat maju ke depan untuk menghormat seraya berkata, "Pengurus Dupa Aula Tianfeng Sang Sanniang menghadap Shenggu, semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan". Yingying menganguk-angguk. Setelah itu seorang tua bertubuh buntak berjalan menghampiri mereka dengan cepat dari arah timur, ia juga menyoja menghormat seraya berkata, "Wang Cheng menghadap Shenggu, jiaozhu membangkitkan agama suci, memberi faedah bagi rakyat jelata".
Yingying berkata, "Tetua Wang, rupanya kau juga ada disini". Wang Cheng berkata, "Siap! Hamba diperintahkan jiaozhu untuk mencari kabar di sekitar tempat ini. Pengurus Dupa Sang, kabar apa yang telah kau dengar?" Sang Sanniang berkata, "Lapor kepada Shenggu dan Tetua Wang: pagi ini di perhentian Linfeng[1], hamba melihat enam atau tujuh puluh orang Songshan Pai bersama-sama menuju Huashan". Wang Cheng berkata, "Tentu saja mereka menuju ke Huashan!" Yingying bertanya, "Untuk apa murid-murid Songshan Pai pergi ke Huashan?" Wang Cheng berkata, "Jiaozhu mendapat kabar bahwa setelah Yue Buqun dari Huashan Pai menjadi ketua Wuyue Pai, ia bermaksud buruk pada agama suci kita, baru-baru ini ia mengumpulkan murid-murid masing-masing perguruan Wuyue Pai di Huashan. Sepertinya ia bermaksud untuk menyerang Heimuya".
Yingying berkata, "Benarkah demikian?" Yingying berpikir, "Wang Cheng ini licik, kemungkinan besar murid-murid Hengshan ditangkap atas perintah ayah, ia yang memimpin penangkapan itu, tapi ia menjauhkan diri darinya. Akan tetapi perkataan San Sanniang itu sepertinya tak dibuat-buat, sepertinya di dalamnya terdapat hal lain". Ia berkata, "Linghu Gongzi adalah ketua Hengshan Pai, kenapa ia tak mengetahui hal ini? Kejadian ini agak aneh".
Wang Cheng berkata, "Hamba telah memeriksa orang-orang Taishan dan Heng Shan Pai, mereka telah lebih dahulu pergi ke Huashan, hanya Hengshan Pai yang belum bergerak. Kemarin Pelindung Kiri Xiang memberi perintah, kata beliau Bao Dachu dan anak buahnya telah pergi ke Halaman Lain Hengshan untuk menyelidiki pergerakan mereka, ia menyuruh hamba untuk menghubunginya disini. Hamba sedang menunggu kabar dari Tetua Bao".
Yingying dan Linghu Chong saling berpandangan, mereka berpikir, "Kemungkinan besar Bao Dachu memang diperintahkan menyelinap ke Halaman Lain Hengshan. Wang Cheng ini sama sekali tak menutupinya, apakah yang dikatakannya pada kami semua benar adanya?"
Wang Cheng menyoja memberi hormat kepada Linghu Chong seraya berkata, "Hamba hanya menjalankan perintah, mohon maaf pada Ketua Linghu". Linghu Chong merangkap tangan membalas penghormatannya, lalu berkata, "Aku dan Ren Da Xiaojie akan menikah dalam beberapa hari mendatang ini....." Wajah Yingying menjadi merah padam, "Ah!", ujarnya, namun ia tak menyangkal. Linghu Chong meneruskan, "Tetua Wang telah menerima perintah ayah mertuaku, kami sebagai generasi muda harus melaksanakannya". Wajah Wang Cheng dan Sang Sanniang nampak girang, sambil tersenyum mereka berkata, "Selamat bagi kalian berdua". Yingying berbalik dan melangkah pergi. Wang Cheng berkata, "Pelindung Kiri Xiang berulangkali mewanti-wanti Tetua Bao dan caixia untuk tak berbuat kurang ajar pada murid-murid Hengshan, hanya boleh mencari kabar saja dan tak boleh berlaku kasar, hamba mematuhi perintah beliau".
Mendadak dari belakang tubuhnya terdengar suara seorang wanita berkata, "Ilmu pedang Linghu Gongzi tak ada tandingannya di kolong langit ini, Pelindung Kiri Xiang menyuruh kalian tak berkelahi dengannya, hal ini adalah untuk kebaikan kalian sendiri". Linghu Chong mendongak dan melihat seorang wanita muncul dari antara pepohonan, ia adalah jiaozhu Wudu Jiao, Lan Fenghuang, maka sambil tersenyum ia berkata, "Adik, apa kabar?" Lan Fenghuang berkata kepada Linghu Chong, "Dage, kau juga baik-baik saja?" Ia berbalik dan berkata pada Wang Cheng, "Kalau kau ingin menjura padaku, menjura sajalah, untuk apa pakai mengerenyitkan kening segala?"
Wang Cheng berkata, "Aku tak berani". Ia tahu bahwa sekujur tubuh wanita itu penuh racun, ia sama sekali tak bisa diremehkan, ia cepat-cepat maju ke depan dan berkata pada Yingying, "Mohon petunjuk Shenggu tentang bagaimana mengurus perkara ini". Yingying berkata, "Kalian turuti saja perintah jiaozhu". Wang Cheng menyoja seraya berkata, "Baik". Bersama Sanniang ia menghormat dan minta diri kepada ketiga orang itu.
Lan Fenghuang menunggu sampai mereka berdua telah pergi jauh, lalu berkata, "Para biksuni Hengshan ditangkap orang, kenapa kalian belum menolong mereka?" Linghu Chong berkata, "Kami baru datang dari Hengshan untuk menyusul mereka, tapi di sepanjang jalan kami tak melihat jejak mereka". Lan Fenghuang berkata, "Ini bukan jalan yang menuju ke Huashan, kalian salah ambil jalan". Linghu Chong berkata, "Ke Huashan? Mereka dibawa ke Huashan? Apa kau melihatnya sendiri?"
Lan Fenghuang berkata, "Kemarin di Halaman Lain Hengshan, teh yang kuminum rasanya agak aneh, tapi aku tak berkata apa-apa, ketika aku melihat orang-orang lain berjatuhan, aku ikut pura-pura pingsan terkena obat bius". Linghu Chong berkata sembari tersenyum, "Memberi obat bius pada Lan Jiaozhu dari Wuxian Jiao bukankah mencari penyakit bagi diri sendiri?" Lan Fenghuang tersenyum menawan, lalu berkata, "Keparat-keparat itu memang tak tahu aturan". Linghu Chong berkata, "Kau tak balas memberi mereka beberapa teguk racun?" Lan Fenghuang berkata, "Untuk apa segan-segan? Dua orang keparat mengira aku benar-benar pingsan, mereka mendatangiku untuk main gila padaku, tapi mereka langsung mati di tempat terkena racunku. Orang-orang lainnya tak berani mendekatiku, mereka berkata bahwa walaupun aku sudah mati, sekujur tubuhku masih penuh racun". Sambil berbicara ia tertawa cekikikan.
Linghu Chong berkata, "Lalu setelah itu bagaimana?" Lan Fenghuang berkata, "Aku ingin tahu mereka hendak berbuat apa, maka aku terus pura-pura tak sadarkan diri. Setelah itu keparat-keparat itu membawa turun para biksuni kecil dari Puncak Jianxing, tapi pemimpinnya adalah gurumu, Tuan Yue. Dage, menurutku gurumu itu keterlaluan, kau adalah ketua Hengshan Pai, tapi ia malah menyuruh bawahannya menangkap semua murid-muridmu, baik biksuni besar maupun kecil, bukankah ia sengaja ingin mempermalukanmu?"
Linghu Chong terdiam. Lan Fenghuang berkata, "Aku tak bisa menahan diriku lagi dan hendak langsung meracuninya. Tapi setelah itu aku berpikir-pikir, aku tak tahu apa pikiranmu, kalau aku benar-benar ingin meracuninya sampai mati, tak perlu saat itu juga". Linghu Chong berkata, "Kau mempertimbangkan perasaanku, banyak terima kasih". Lan Fenghuang berkata, "Ah, tak apa-apa, aku juga mendengar mereka berkata bahwa mumpung kau tak berada di Hengshan, mereka harus cepat-cepat berangkat, supaya tak terpergok olehmu saat kau pulang. Ada juga yang berkata bahwa sayang kau tak ada disana, kalau tidak mereka dapat menawanmu juga dan bereslah semua". Linghu Chong berkata, "Kalau kau berada disana, adik, mereka tak akan bisa menangkapku dengan gampang".
Lan Fenghuang merasa amat senang, sambil tersenyum ia berkata, "Mereka beruntung, kalau mereka berani menyentuh seujung rambutmu saja, paling tidak akan kuracuni seratus orang diantara mereka". Ia berpaling ke arah Yingying seraya berkata, "Ren Da Xiaojie, kau jangan minum cuka, ya. Aku menganggapnya seperti kakak kandungku sendiri". Wajah Yingying memerah, sambil tersenyum ia berkata, "Linghu Gongzhi juga sering berbicara tentangmu, katanya kau baik sekali padanya". Lan Fenghuang kegirangan, "Bagus sekali! Aku takut kalau ia tak berani menyebut namaku di hadapanmu".
Yingying bertanya, "Kau pura-pura pingsan, lalu bagaimana kau dapat meloloskan diri?" Lan Fenghuang berkata, "Mereka takut di tubuhku ada racun, maka mereka tak berani menyentuhku, ada orang yang berkata lebih baik membacokku sampai mati, dan ada juga yang hendak melempariku dengan senjata rahasia, tapi walaupun mereka bicaranya berapi-api, tak ada yang berani turun tangan, mereka lantas kabur seperti serombongan lebah saja. Aku mengikuti mereka dan melihat bahwa mereka benar-benar menuju ke Huashan, maka aku langsung mencari dage kemana-mana untuk memberitahukan kabar ini pada kalian". Linghu Chong berkata, "Banyak terima kasih, kalau tidak kami akan pergi ke Heimuya dan tak menemukan apa-apa disana, lalu kami harus mencari-cari lagi, dan semua biksuni muda, biksuni tua, dan biksuni yang tak tua dan tak muda itu akan sangat menderita. Jangan buang waktu lagi, ayo pergi ke Huashan".
Mereka bertiga segera berbelok ke barat dan berjalan dua kali lebih cepat, namun ternyata di sepanjang jalan mereka sama sekali tak melihat petunjuk apapun. Linghu Chong dan Yingying diam-diam merasa amat khawatir, mereka berpikir, "Rombongan yang terdiri dari ratusan orang tentunya sudah terlihat orang, di rumah makan dan penginapan yang mereka lewati tentunya ada jejak mereka, jangan-jangan mereka bukan melewati jalan ini?"
Tiga hari kemudian, di sebuah rumah makan kecil, mereka berjumpa dengan empat orang murid Heng Shan Pai. Saat itu Linghu Chong telah berganti pakaian, sehingga mereka berempat tak mengenalinya. Linghu Chong diam-diam mendengarkan pembicaraan mereka, benar saja, mereka memang sedang menuju ke Huashan. Kalau melihat wajah mereka yang kegirangan, seakan di atas gunung itu ada banyak harta karun yang menunggu kedatangan mereka. Seseorang diatara mereka terdengar berkata, "Untung saja Huang Shixiong seorang kawan sejati dan memberi kita kabar, dan untung saja kita sedang berada di Sanxi dan bisa cepat-cepat menyusul kemari, jangan-jangan kita sudah terlambat. Kali ini para saudara seperguruan di Heng Shan kehilangan kesempatan emas". Seseorang lain berkata, "Semakin cepat kita tiba disana semakin baik. Keadaan seperti ini bisa berubah sewaktu-waktu".
Linghu Chong ingin tahu kenapa mereka begitu tergesa-gesa pergi ke Huashan, dan sebenarnya ada persekongkolan apa disana, akan tetapi keempat orang itu sama sekali tak pernah menyingung tentang hal itu. Lan Fenghuang bertanya, "Apa kau ingin mereka kusiksa dengan racun supaya buka mulut?" Linghu Chong berpikir bahwa ketua Heng Shan Pai, Tuan Mo Da, memperlakukannya dengan amat baik, maka ia tak ingin menganiaya murid-murid beliau, katanya, "Kita secepatnya naik ke Huashan saja, kita akan segera tahu apa yang terjadi, tak usah membuat keributan disini sehingga menarik perhatian musuh".
Beberapa hari kemudian, mereka tiba di kaki Huashan, saat itu hari sudah senja. Sejak kecil Linghu Chong dibesarkan di Huashan, ia sangat mengenal keadaan alam di sekitarnya, katanya, "Kita naik lewat jalan setapak di belakang gunung saja, supaya tak terpergok orang". Diantara kelima puncak, Huashan adalah yang paling berbahaya, jalan setapak di belakang gunung itu sebenarnya adalah tebing terjal yang sangat tinggi, sebagian besar darinya tak dapat dilalui. Untung saja ilmu silat ketiga orang itu tinggi sehingga mereka dapat mendaki puncak-puncak yang berbahaya, namun walaupun demikian, mereka baru tiba di puncak Huashan selewat tengah malam.
Linghu Chong membawa kedua orang itu ke Aula Zhengqi, ia melihat langit masih gelap, namun tak ada lentera yang menyala, ia merunduk di bawah jendela untuk mendengarkan, namun sama sekali tiada suara sedikitpun. Ia lalu pergi ke tempat tinggal para murid untuk menyelidik, namun disana juga tak ada seorangpun. Linghu Chong mendorong jendela hingga terbuka, lalu menyalakan lilin dan melihat ke sekelilingnya, namun kamar itu kosong melompong, debu tebal menumpuk di atas meja. Ia memeriksa beberapa kamar lain, namun keadaannya juga serupa, jelas bahwa murid-murid Huashan sudah lama tak pulang.
Lan Fenghuang merasa tak enak hati, katanya, "Kemana keparat-keparat yang naik ke gunung itu? Kata mereka, mereka akan naik ke Huashan, tapi jangan-jangan mereka pergi ke tempat lain?" Linghu Chong merasa heran dan bimbang, ia ingat saat menyerbu Shaolin, mereka juga menjumpai tempat kosong seperti ini, tapi kemudian menghadapi bahaya. Apakah Yue Buqun juga memakai taktik seperti itu? Namun saat ini mereka hanya bertiga, kalaupun mereka sampai dikepung, mereka akan sangat mudah meloloskan diri, ia hanya khawatir kalau-kalau murid-murid Hengshan dipenjarakan di sebuah tempat yang sangat tersembunyi, sehingga setelah terlambat beberapa hari, mereka tak lagi bisa ditemukan.
Mereka bertiga mendengarkan dengan seksama, namun mereka hanya mendengar suara desau angin diantara pohon-pohon cemara, seluruh gunung itu luar biasa sunyi senyap. Lan Fenghuang berkata, "Kita berpencar untuk menyelidik, satu shichen lagi, kita berkumpul disini". Linghu Chong berkata, "Baik!" Ia berpikir bahwa ilmu meracun Lan Fenghuang amat hebat, tak ada orang yang bisa mencelakainya, namun ia masih menasehatinya, "Kau tak usah takut bertemu orang lain, namun kalau kau bertemu guruku, gerakan pedangnya sangat cepat, kau harus hati-hati!" Lan Fenghuang mendengar bahwa ia berbicara dengan tulus, di bawah cahaya lentera yang temaram, wajahnya nampak khawatir, mau tak mau hatinya tersentuh, katanya, "Dage, aku tahu". Ia mendorong pintu dan keluar.
Linghu Chong mengajak Yingying menyelidik di segala penjuru, bahkan mereka juga memeriksa tempat kediaman suami istri Yue Buqun di Tebing Tianqin, namun tak seorangpun terlihat. Linghu Chong berkata, "Ada sesuatu yang sangat aneh disini, dahulu kalau seluruh murid Huashan Pai turun gunung, disini pasti masih ada orang yang ditinggalkan untuk berjaga dan bersih-bersih, kenapa saat ini tak ada seorangpun yang berada di gunung ini?"
Akhirnya mereka sampai di kediaman Yue Lingshan, rumah itu berada di sisi Tebing Tianqin, tak jauh dari kediaman suami istri Yue Buqun. Ketika Linghu Chong tiba di depan pintu, ia terkenang bagaimana dahulu ia sering datang kesini untuk mengajak xiao shimei bermain-main dan berpesiar, atau berlatih ilmu pedang, namun sekarang ia sudah tak bisa menjumpainya lagi, maka tak terasa air mata hangat mengenangi rongga matanya. Ia mendorong-dorong pintu itu, namun pintu itu terkunci, untuk sesaat ia tak tahu harus berbuat apa. Yingying melompat masuk lewat jendela dan membuka palang pintu.
Mereka berdua masuk ke dalam kamar, lalu menyalakan lilin di atas meja, terlihat ranjang dan meja penuh debu, ruangan itu kosong melompong, bahkan pakaian, sisir atau kotak rias wanitapun tak terlihat. Linghu Chong berpikir, "Setelah xiao shimei dan Lin Shidi menikah, tentunya mereka punya kamar pengantin sendiri dan tak tinggal disini, maka barang keperluan sehari-hari juga sudah dibawa pergi". Dengan enteng ia membuka pintu lemari, di dalamnya terlihat beberapa sangkar bambu kecil, gundu batu, boneka dari kain, kuda-kudaan kecil dan mainan-mainan lain, semua benda itu, kalau bukan dibuatkan Linghu Chong untuknya, adalah benda-benda yang pernah mereka mainkan bersama, semuanya ternyata disimpan oleh Yue Lingshan dengan rapi disini. Hati Linghu Chong terasa pedih, ia tak bisa menahan dirinya lagi dan air matanyapun jatuh berderai-derai.
Diam-diam tanpa bersuara, Yingying melangkah keluar kamar, lalu perlahan-lahan menutup pintu.
* * *
Linghu Chong tak hendak meninggalkan kamar Yue Lingshan untuk waktu yang lama, namun akhirnya ia mengeraskan hati, meniup lilin hingga padam, dan keluar dari kamar itu.
Yingying berkata, "Chong Ge, di Huashan ini ada sebuah tempat yang erat hubungannya denganmu, ajaklah aku untuk melihatnya". Linghu Chong berkata, "Hmm, maksudmu Siguoya. Baik, ayo kita pergi melihat-lihat kesana". Ia termenung sejenak, lalu berkata, "Tapi entah Feng Taishisu masih berada di situ atau tidak?" Ia segera berjalan di depan, memimpin mereka menuju ke Siguoya. Linghu Chong sangat hafal tempat ini, walaupun jaraknya tak dekat, namun mereka berdua berjalan dengan amat cepat sehingga tak lama kemudian mereka telah tiba.
Setelah naik ke atas tebing, Linghu Chong berkata, "Waktu itu aku di gua ini......" Sekonyong-konyong terdengar suara berdentang-denting, dari dalam gua muncul suara senjata beradu. Mereka berdua terkejut dan cepat-cepat berlari mendekat, menyusul terdengar suara seseorang menjerit, rupanya orang itu terluka. Linghu Chong menghunus pedang dan mendahului menerjang ke depan, ia melihat bahwa mulut gua yang dahulu tertutup telah terbuka, dan dari dalamnya muncul cahaya api.
Linghu Chong dan Yingying melompat masuk ke dalam gua, mau tak mau jantung mereka berdebar-debar, mereka melihat bahwa di dalam gua telah dinyalakan puluhan batang obor dan paling tidak ada dua ratus orang di dalamnya yang sedang memandangi dengan penuh perhatian jurus-jurus pedang dan ilmu silat yang terukir di dinding gua itu. Semua orang begitu serius mempelajarinya sehingga mereka sama sekali tak bersuara sedikitpun. Ketika Linghu Chong dan Yingying mendengar jeritan yang mengenaskan itu, mereka menduga bahwa setelah memasuki gua, gua itu kalau tidak gelap gulita, mereka akan menyaksikan pertarungan mati-matian yang membuat darah dan daging berterbangan dimana-mana, namun ternyata cahaya obor menerangi gua itu hingga seperti siang bolong, dan gua itu penuh orang. Bagian belakang gua cukup luas, sehingga walaupun dua ratus orang berdiri di dalamnya, mereka masih tak usah berdesak-desakan, namun begitu banyak orang itu diam seribu bahasa seperti mayat hidup saja. Ketika mereka tiba-tiba melihat pemandangan yang aneh itu, mau tak mau mereka terperanjat.
Tubuh Yingying agak condong ke kanan, pundak kanannya berendeng dengan pundak kiri Linghu Chong. Linghu Chong berpaling, dilihatnya bahwa wajah Yingying sepucat salju, sinar matanya nampak agak jeri, maka ia mengangsurkan tangan kirinya dan dengan lembut memeluk pinggangnya. Ia melihat bahwa dandanan orang-orang itu berlainan, setelah memusatkan perhatian, ia dapat mengenali murid-murid Songshan, Taishan dan Hengshan Pai. Diantara mereka terdapat orang-orang setengah umur yang rambutnya sudah mulai ubanan, dan juga ada orang-orang tua berjanggut putih, jelas bahwa para qianbei ternama dari ketiga perguruan itu berada disini, namun orang-orang Huashan dan Hengshan Pai tak terlihat dalam gua itu.
Orang-orang dari ketiga perguruan itu bergerombol sendiri-sendiri dan tak bercampur. Tokoh-tokoh Songshan memandangi jurus-jurus pedang Songshan di dinding gua, sedangkan orang-orang Taishan dan Heng Shan Pai memperhatikan jurus-jurus pedang perguruan mereka sendiri. Linghu Chong segera teringat pada keempat murid Heng Shan yang dijumpainya di perjalanan, mereka berkata bahwa mereka mendapat kabar supaya cepat-cepat menyusul ke Huashan, dan bahwa mereka benar-benar sangat beruntung, tentunya mereka telah mendengar bahwa di gua belakang Huashan terukir jurus-jurus hebat ilmu pedang Hengshan, dan mereka berkesempatan untuk melihatnya. Setelah berkonsentrasi sejenak, ia melihat bahwa diantara rombongan Heng Shan Pai terdapat seorang tua berambut putih yang memandangi dinding gua tanpa ekspresi, dialah Tuan Mo Da, untuk sesaat Linghu Chong tak tahu apakah ia harus menyapanya atau tidak.
Mendadak terdengar seseorang dari rombongan Songshan membentak, "Kau bukan murid Songshan, untuk apa kau melihat gambar ini?" Yang empunya suara adalah seorang tua yang memakai atasan berwarna kuning tua, ia memelototi seorang lelaki setengah baya yang bertubuh tinggi besar, sedangkan pedangnya menuding dengan miring ke dada orang itu. Lelaki setengah baya itu tertawa dan berkata, "Kapan aku melihat gambar itu?" Orang tua dari Songshan Pai itu berkata, "Kau masih menyangkal? Kau dari perguruan apa? Kalau kau ingin melihat ilmu pedang Songshan Pai, terserah saja, tapi untuk apa kau mempelajari jurus-jurus pemecah ilmu pedang Songshan Pai kami ini?" Begitu ia berseru, empat atau lima orang murid Songshan Pai langsung mengepung lelaki setengah baya itu sambil menghunus senjata.
Lelaki setengah baya itu berkata, "Aku sama sekali tak paham ilmu pedang perguruan kalian yang mulia, apa gunanya aku memandangi jurus-jurus pemecahnya ini?" Orang tua dari Songshan Pai itu berkata, "Kau mempelajari jurus-jurus pemecah ilmu pedang Songshan Pai, maksudmu pasti tak baik". Sambil menekan gagang pedangnya, lelaki setengah baya itu berkata, "Ketua Wuyue Pai Tuan Yue dengan murah hari mengundang kita untuk mempelajari jurus-jurus di dinding gua ini, ia tak membatasi jurus mana yang boleh dilihat dan tak boleh dilihat". Orang tua dari Songshan Pai itu berkata, "Kau bermaksud mencelakai perguruan kami, aku tak akan membiarkannya". Si lelaki setengah baya berkata, "Sekarang kelima perguruan sudah dilebur, mana ada Songshan Pai lagi? Kalau kelima perguruan tak dilebur, Tuan Yue tak mungkin memperbolehkan yang mulia datang ke gua di Huashan untuk melihat jurus-jurus pedang ini". Begitu ia mengucapkan perkataan ini, orang tua dari Songshan Pai itu langsung terdiam. Seorang murid Songshan mendorong belakang bahu lelaki setengah baya itu seraya membentak, "Kau memang pintar bicara!" Tangan lelaki setengah baya itu berbalik dan memuntir pergelangan tangannya, sehingga murid Songshan Pai itu terhuyung-huyung dan terjatuh.
Tepat pada saat itu, diantara rombongan Taishan Pai seseorang berseru keras-keras, "Siapa kau? Kaum memakai seragam Taishan Pai kami dan berbaur disini untuk mengintip ilmu pedang Taishan". Nampak seorang pemuda yang memakai seragam Taishan berlari keluar gua. Seseorang menerjang dari tepi mulut gua seraya berseru, "Berhenti! Siapa yang mau buat onar disini?" Pemuda itu mengangkat pedang dan menikam, lalu dengan sebat menerjang ke depan. Orang yang menghadang di mulut gua itu mengangsurkan tangannya untuk mencolok mata pemuda itu. Pemuda itu cepat-cepat mundur. Tangan kanan si penghadang bergerak bagai angin dan kembali hendak mencolok matanya, pedang pemuda itu berada diluar, sehingga ia sulit menangkis serangan itu, maka ia terpaksa mundur selangkah lagi. Kaki kanan si penghadang menyapu, pemuda itu melompat untuk menghindarinya, "Duk!", dadanya terkena pukulan, ia mendongak, lalu terjatuh. Di belakangnya dua orang murid Taishan berlari menghampirinya, lalu menangkapnya.
Saat itu sudah ada empat murid Songshan Pai mengepung si lelaki setengah baya, pedang mereka berkelebat menyerangnya. Gerakan tangan lelaki setengah baya itu amat sebat, namun ilmu pedangnya bukan ilmu pedang Wuyue Pai, beberapa murid Songshan yang menonton pertarungan itu berseru, "Orang ini bukan orang Wuyue Pai, dia mata-mata yang menyusup kemari". Dengan berlangsungnya kedua pertarungan itu, gua yang sunyi senyap menjadi kacau balau.
Linghu Chong berpikir, "Guruku mengundang orang-orang ini kemungkinan besar dengan maksud yang tak baik. Aku akan memberi tahu Paman Guru Mo dan memintanya membawa mundur murid-muridnya. Aku akan memberitahunya tentang jurus-jurus pedang Heng Shan itu setelah keluar gua nanti". Ia berbicara pada Yingying dengan suara pelan, lalu sambil merapat ke dinding gua, ia berjalan ke arah Tuan Mo Da di tengah bayang-bayang, namun ketika baru berjalan beberapa zhang jauhnya, ia mendengar bunyi bergemuruh keras, seakan gunung terbelah dan bumi merekah.
* * *
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Pos perhentian kereta kuda.
Bagian Ketiga
Di tengah jeritan ketakutan orang-orang, Linghu Chong cepat-cepat berbalik, namun debu dan pasir nampak berhamburan di mulut gua, ia tak punya waktu lagi untuk mencari Tuan Mo Da, ia ingin cepat-cepat berlari ke arah Yingying, namun semua orang berlarian dengan kacau balau, pedang dan golok menari-nari dengan sebat, sedangkan debu berterbangan di mana-mana sehingga ia tak bisa melihat dimana Yingying berada. Ia mendesak keluar dari kerumunan orang sambil menghindari beberapa bacokan golok dan pedang, lalu menerjang ke mulut gua, namun mau tak mau ia berseru dengan putus asa ketika melihat sebongkah batu besar yang beratnya laksaan jin menyumpal mulut gua dan menutupnya rapat-rapat, dengan panik ia memandangnya, sepertinya sama sekali tak ada lubang sedikitpun.
Ia berseru keras-keras, "Yingying, Yingying!" Ia seakan mendengar Yingying menjawab dari kejauhan, namun sepertinya dari tempat yang jauh di dalam gua. Karena dua ratus lebih orang sama-sama berteriak-teriak, ia tak bisa mendengar dengan jelas, pikirnya, "Kenapa Yingying bisa malah berada di dalam?" Setelah berpikir sejenak, ia segera sadar, "Aku tahu, ketika batu besar itu terjatuh, Yingying berada di mulut gua, ia mengkhawatirkanku dan tak mau menyelamatkan diri sendirian. Aku berlari ke mulut gua untuk mencarinya, tapi dia malah berlari ke dalam gua untuk mencariku". Ia berbalik dan kembali masuk ke dalam gua.
Di dalam gua tadinya terdapat puluhan obor, namun ketika batu besar menyumbat mulut gua dan orang-orang berlarian dengan kacau balau, ada sebagian yang dibuang, dan ada juga yang tak sengaja terjatuh dari tangan pemegangnya, sehingga sebagian besar telah padam, di tengah kepulan debu yang memenuhi gua, ia hanya dapat melihat secara remang-remang, seakan pandangannya tertutup kabut kuning tebal. Terdengar orang-orang berteriak ketakutan, "Pintu gua tersumbat, pintu gua tersumbat!" Seseorang berkata, "Ini adalah tipu muslihat si pengkhianat Yue Buqun itu!" Seseorang lain berkata, "Benar, si pengkhianat itu memancing kita untuk melihat ilmu pedang sialannya......"
Puluhan orang bersama-sama berusaha mendorong batu besar itu, namun batu besar itu bagai sebuah gunung kecil, walaupun puluhan orang bersama-sama mendorongnya, batu itu mana bisa bergerak sedikitpun? Seseorang berkata, "Cepat keluar dari terowongan". Beberapa orang telah terlebih dahulu memikirkan hal ini, dua puluh orang lebih saling dorong-mendorong, berdesak-desakan di mulut terowongan. Terowongan itu bertahun-tahun yang silam digali oleh orang sakti yang sangat kuat dari Mo Jiao dengan kapak besar dan hanya cukup untuk dilalui satu orang saja, kalau dua puluh orang lebih berdesak-desakan di dalamnya pada saat yang sama, mereka mana bisa masuk? Dalam kekacauan itu, lebih dari sepuluh obor lagi padam.
Di tengah kerumunan itu, dua orang lelaki bertubuh besar mendesak orang-orang lainnya, mereka menerjang ke mulut terowongan itu, lalu masuk ke dalamnya dengan berendeng pundak. Namun mulut terowongan sangat sempit, karena mereka berdesakan, mereka berdua tak dapat memasukinya. Tangan kiri orang yang berada di sebelah kanan mengayun, lelaki bertubuh besar yang berada di sebelah kiri menjerit mengenaskan, ternyata sebilah pisau telah menembus dadanya. Lelaki yang berada di sebelah kanan dengan enteng menyingkirkan tubuhnya, lalu masuk ke dalam terowongan. Beberapa orang lain saling mendorong, hendak ikut masuk ke dalam terowongan.
Linghu Chong tak melihat Yingying, hatinya amat cemas, ia kembali berpikir, "Para tetua Mojiao ilmu silatnya amat tinggi, namun mereka masuk dalam perangkap dan terkubur disini. Hari ini, entah aku dan Yingying akan berhasil melepaskan diri dari kesukaran ini atau tidak? Kalau kejadian ini benar-benar diatur oleh guruku, seseorang yang sangat pandai, keadaan akan sangat runyam".
Terlihat kerumunan orang di mulut terowongan saling dorong mendorong, dalam keadaan panik dan ketakutan, mendadak maksud membunuh muncul dalam benaknya, "Orang-orang ini menghalangi jalan, aku harus membunuh mereka semua supaya aku dan Yingying dapat meloloskan diri". Ia mengangkat pedang dan hendak mengayunkannya untuk membunuh orang, namun ia melihat seorang pemuda berjongkok di tanah, tangan pemuda itu dengan serabutan mencengkeram rambutnya, sekujur tubuhnya gemetar, wajahnya pucat pasi, jelas bahwa ia ketakutan setengah mati. Linghu Chong berhenti, ia merasa kasihan padanya, katanya dalam hati, "Aku dan dia sama-sama korban tipu muslihat orang, kita harus bahu membahu berusaha untuk meloloskan diri, aku mana bisa membunuhnya begitu saja untuk melampiaskan amarahku". Pedang yang telah diangkatnya segera dilintangkannya di depan dadanya.
Dari tepi mulut terowongan, terdengar dua puluh orang lebih berseru keras-keras, "Cepat masuk!" "Kenapa belum bergerak?" "Apa kau tak bisa merangkak masuk?" "Tarik dia keluar!" Kedua kaki lelaki bertubuh besar itu masih berada di luar terowongan, sepertinya terowongan itu buntu, tapi ia tak mau mundur. Dua orang membungkuk dan mencengkeram kedua kaki orang itu dan menariknya keluar. Mendadak puluhan orang berseru kaget, ternyata yang mereka tarik keluar adalah sebuah mayat tanpa kepala, darah segar menyembur dengan deras dari lehernya, ternyata lelaki itu telah terpenggal dalam terowongan itu.
Tepat pada saat itu, Linghu Chong melihat seseorang duduk di atas tanah di sebuah sudut gua, di bawah cahaya api yang temaram, orang itu samar-samar nampak seperti Yingying. Dengan amat girang, ia segera berlari menghampirinya, namun ketika ia baru saja melangkah, tujuh atau delapan orang menerjang dan menghalangi jalannya. Saat itu keadaan di dalam gua sudah kacau balau, semua orang seakan kehilangan akal sehatnya, mereka berlarian dengan membabi buta seperti lalat yang telah dipotong kepalanya, ada yang mengayunkan pedang dan membacok serabutan, ada yang memukuli dadanya seraya menjerit keras-keras, ada yang berkelahi diantara sesamanya, dan ada juga yang merangkak-rangkak di lantai gua.
Linghu Chong mendesak maju beberapa langkah lagi, namun mendadak sepasang kakinya dicengkeram erat-erat orang. Ia memukul kepala orang itu keras-keras, orang menjerit mengenaskan, namun masih tak melepaskannya. Linghu Chong membentak, "Kalau kau tak melepaskanku, akan kubunuh kau". Mendadak betisnya terasa nyeri, ternyata orang itu mengigitnya. Linghu Chong terkejut sekaligus geram, orang-orang di hadapannya seakan sudah gila semua, makin lama obor yang menyala dalam gua makin sedikit, sekarang hanya ada dua buah obor yang masih menyala, namun keduanya telah terjatuh ke tanah dan tak ada orang yang memunggutnya. Ia berseru keras-keras, "Ambil obor, ambil obor!" Seorang pendeta Tao bertubuh besar dan gemuk tertawa terbahak-bahak, lalu mengangkat kakinya dan menginjak-injak obor itu hingga padam. Linghu Chong mengangkat pedangnya dan menebas putus tubuh orang yang menggigit betisnya itu, mendadak pandangan matanya menjadi gelap, ia tak bisa melihat apa-apa lagi, rupanya obor terakhir telah padam.
Begitu obor itu padam, orang-orang dalam gua tak bersuara sedikitpun, kejadian yang tak disangka-sangka itu membuat mereka ketakutan dan tak tahu harus berbuat apa, namun tak lama kemudian terdengar suara teriakan liar dan makian.
Linghu Chong berkata dalam hati, "Tak ada harapan untuk keluar dari sini hidup-hidup, tapi untung saja aku bisa mati bersama Yingying". Ketika memikirkan hal ini, ia tak takut dan malah merasa bahagia, ia menuju ke arah tempat Yingying berada sambil meraba-raba. Setelah berjalan beberapa langkah, mendadak seseorang berlari dari samping dan menubruknya.
Tenaga dalam orang ini kuat dan ia menubruknya dengan cepat dan keras. Linghu Chong terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah terkena tubrukannya, ia berputar, lalu cepat-cepat berbalik dan kembali berjalan perlahan-lahan menuju ke tempat Yingying duduk. Ia mendengar suara teriakan dan tangis, puluhan pedang dan golok beradu, di tengah kegelapan semua orang merasa cemas dan jeri, sebagian besar sudah seperti setengah gila. Karena merasa cemas, setiap orang menghunus senjata untuk melindungi diri sendiri. Beberapa orang yang sudah berpengalaman dan bersikap hati-hati atau mempunyai tenaga dalam yang kuat, dapat menghadapi keadaan itu dengan tenang, akan tetapi karena senjata orang lain menebas dengan serabutan, sedangkan di gua itu berjejalan begitu banyak orang, dalam kegelapan mereka sulit menghindar, tak ada cara lain kecuali mengayunkan senjata untuk melindungi diri sendiri. Ia mendengar suara senjata beradu, teriakan mengenaskan yang tak putus-putusnya, menyusul suara erangan dan makian yang tentunya berasal dari orang-orang yang terluka.
Linghu Chong hanya mendengar suara kesiuran senjata di sekelilingnya, walaupun ilmu pedangnya tinggi, ia tak dapat menggunakannya, setiap saat ia bisa terluka terkena tebasan senjata yang entah datang dari mana. Sebuah pikiran muncul di benaknya, ia segera mengayunkan pedang untuk melindungi bagian atas tubuhnya, selangkah demi selangkah, ia mendekat ke dinding gua, asalkan ia dapat merapat ke dinding gua dan berjalan sambil bersandar padanya, ia akan dapat menghindari tak sedikit bahaya. Sekarang ia dapat melihat orang yang sepertinya Yingying itu duduk sambil bersandar pada dinding gua, kalau ia dapat berjalan sambil meraba-raba seperti ini, ia akan dapat bertemu dengan Yingying. Walaupun dari tempatnya berdiri dinding gua hanya berjarak beberapa zhang saja, namun sabetan golok begitu lebat, tebasan pedang berderai bagai hujan, bahaya benar-benar mengintai di setiap cun dan setiap langkah.
Linghu Chong berpikir, "Kalau aku harus mati di tangan seorang jago dunia persilatan, aku rela, tapi dalam situasi seperti ini, aku dapat setiap saat tewas tanpa mengetahui siapa yang menyerangku, yang membunuhku mungkin saja seorang dungu yang dangkal ilmu silatnya. Kalaupun Dugu Daxia hidup kembali dan menghadapi keadaan ini, jangan-jangan ia juga tak dapat meloloskan diri". Selagi berpikir tentang Dugu Qiubai, mendadak pikirannya menjadi terang, "Aku tahu, dalam keadaan seperti hari ini, bukan aku yang harus mati tanpa diketahui siapa pembunuhnya, melainkan akulah yang harus membunuh orang secara membabi-buta. Semakin banyak orang yang kubunuh, aku semakin memperkecil kemungkinan diriku terbunuh". Pedangnya bergetar, ia melancarkan 'Jurus Pemecah Panah' dari Dugu Jiujian, dan pedangnyapun menebas ke depan, belakang, kiri dan kanan. Begitu ia melancarkan jurusnya itu, ia segera mendengar orang-orang di sekitarnya menjerit mengenaskan dan jatuh ke tanah, menyusul ia merasakan pedangnya menusuk tubuh seseorang, "Ah!", teriak orang itu, suaranya adalah suara seorang wanita. Linghu Chong amat terkejut, tangannya menjadi lemas dan pedangnya hampir terjatuh ke tanah, jantungnya berdebar-debar tak keruan, "Jangan-jangan itu Yingying, apa aku telah membunuh Yingying?" Ia berteriak sekeras-kerasnya, "Yingying, Yingying, kaukah itu?"
Namun wanita itu sama sekali tak bersuara. Sebenarnya ia sangat hafal suara Yingying, suara teriakan pelan itu bukan suara Yingying, seharusnya ia dengan mudah dapat membedakannya, namun berbagai suara bercampur baur dalam gua itu, selain itu teriakan wanita itu amat pelan, sedangkan ia sangat mengkhawatirkan Yingying, pikirannya galau, sehingga ia merasa bahwa suara itu adalah suara Yingying, tapi juga bukan suara Yingying. Ia kembali berseru beberapa kali, namun ia sama sekali tak mendengar jawaban apapun, ia berjongkok sambil meraba-raba lantai gua, namun tiba-tiba sebuah tendangan melayang dan bersarang dengan telak di pantatnya. Linghu Chong terlontar ke belakang, ketika tubuhnya masih berada di udara, kaki kirinya terasa nyeri terkena cambukan seseorang.
Ia menekuk tangan kirinya untuk melindungi kepalanya, "Duk!", kepala dan lengannya secara bersamaan membentur dinding gua, lalu ia terjatuh. Ia merasakan kepala, lengan, kaki dan pantatnya semua terasa nyeri, sendi-sendi di sekujur tubuhnya seakan terlepas. Ia menenangkan dirinya, lalu kembali memanggil 'Yingying' dua kali, ia mendengar bahwa suaranya sendiri parau, seakan hendak menangis, hatinya terasa amat sedih, ia berseru keras-keras, "Aku telah membunuh Yingying! Aku telah membunuh Yingying!" Ia mengayunkan pedangnya ke depan dan berturut-turut membunuh beberapa orang.
Di tengah suara hiruk pikuk, sekonyong-konyong ia mendengar suara 'cring, cring', suara itu adalah suara kecapi. Suara kecapi itu amat pelan, namun di telinga Linghu Chong suara itu bagai guntur yang menggetarkan sukma. Ia kegirangan dan berseru, "Yingying, Yingying!" Ia langsung hendak berlari ke arah suara itu, namun ia segera sadar bahwa suara kecapi itu berasal dari tempat yang jauh, belasan zhang yang harus ditempuhnya itu seratus kali lebih berbahaya kalau dibandingkan dengan menempuh perjalanan ratusan ribu li di dunia persilatan. Untuk menempuh belasan zhang itu hidup-hidup benar-benar sukar. Suara kecapi itu jelas berasal dari Yingying, ia masih sehat walafiat, maka dirinya tak boleh dengan semberono menghantar nyawa, kalau mereka berdua tak dapat mati sambil bergandengan tangan, di akherat mereka akan menyesal tak habis-habisnya.
Ia mundur dua langkah hingga punggungnya menyentuh dinding gua, pikirnya, "Tempat ini jauh lebih aman". Mendadak ia merasakan kesiuran angin, seseorang mengayunkan senjata dengan amat sebat ke arahnya. Linghu Chong mengangkat pedang dan menusuk ke depan, namun begitu pedangnya bergerak, ia merasa bahwa tindakannya itu salah.
Intisari Dugu Jiujian adalah mencari titik lemah lawan, lalu menyerang titik itu, tapi di dalam gua yang gelap gulita ini, bahkan lawanpun tak terlihat, apalagi jurus-jurus dan titik-titik kelemahannya? Dalam keadaan seperti ini, Dugu Jiujian sama sekali tak ada gunanya. Pedang Linghu Chong baru menusuk ke depan satu chi, namun ia cepat-cepat menghindar ke kiri, "Krek!", "Duk", lalu, "Ah!", terdengar seseorang menjerit mengenaskan, ia menduga bahwa senjata orang itu tentunya telah menghantam dinding hingga senjata itu patah dan menghunjam ke tubuh orang itu sendiri.
Linghu Chong tak mendengar suara apapun dari orang itu, ia menduga bahwa orang itu sudah tewas, pikirnya, "Di tengah kegelapan ini, walaupun ilmu pedangku tinggi, tak ada bedanya dengan orang yang biasa-biasa saja kepandaiannya, untuk sementara ini aku terpaksa menahan diri sambil menunggu kesempatan untuk menemui Yingying". Namun suara senjata beradu dan teriakan sudah jauh lebih lemah, tentunya saat itu sudah banyak orang yang terluka atau tewas. Ia segera memutar pedang di depan tubuhnya sehingga membentuk sebuah jaring pedang, untuk berjaga kalau-kalau ada orang yang mendadak menyerangnya. Suara kecapi terdengar terputus-putus, hanya nada-nada belaka, namun tak memainkan sebuah melodi, Linghu Chong kembali merasa khawatir, "Jangan-jangan Yingying terluka? Atau yang memetik kecapi bukan dia? Tapi kalau bukan dia, orang lain mana bisa punya kecapi?"
Setelah beberapa saat, suara teriakan sedikit demi sedikit berhenti, di lantai gua tak sedikit orang yang mengerang atau memaki, terkadang masih terdengar suara senjata beradu atau teriakan, semuanya berasal dari sekitar dinding gua. Linghu Chong berkata dalam hati, "Orang-orang yang belum tewas semua sudah berada di sekitar dinding gua. Orang-orang ini tentunya jago-jago yang cerdas dan ilmu silatnya cukup tinggi". Ia tak bisa menahan dirinya lagi dan berseru, "Yinying, dimana kau?" Kecapi di depannya berbunyi beberapa kali, seakan menjawab panggilannya.
Linghu Chong segera menerjang ke depan bagai terbang, namun begitu kakinya menyentuh tanah, ia merasa menginjak sesuatu yang lunak, rupanya ia telah menginjak tubuh seseorang, menyusul terdengar suara kesiuran angin, sebuah senjata menebas ke atas dari lantai gua. Karena tenaga dalamnya melimpah, walaupun ia tak bisa melihat senjata musuh, ia masih dapat merasakannya. Kaki kirinya menjejak dengan sekuat tenaga dan ia meloncat mundur ke dinding gua seraya berpikir, "Banyak orang tergeletak di lantai gua, ada yang masih terluka dan belum tewas, aku tak bisa melewatinya".
Terdengar suara kesiuran angin, semuanya berasal dari orang-orang di sisi dinding gua yang sedang mengayunkan senjata mereka untuk melindungi diri, saat ini, ada beberapa orang yang telah terluka atau terbunuh. Mendadak terdengar suara seorang tua berkata, "Kawan-kawan sekalian, kita telah terkena tipu musihat Yue Buqun, masuk ke dalam jebakan yang berbahaya, kita harus bersatu supaya dapat meloloskan diri, kita tak boleh mengayunkan senjata dengan serabutan dan membunuh orang sendiri". Banyak orang serentak berseru setuju, "Benar sekali, benar sekali!" Dari suara mereka, Linghu Chong menduga mereka berjumlah enam atau tujuh puluh orang. Orang-orang ini sudah merapat ke dinding gua dan mereka sama sekali tak bergerak, karena, pertama, mereka sudah cukup tenang, kedua, karena untuk sementara mereka tak usah mengkhawatirkan nyawa mereka, sehingga mereka dapat berpikir dengan tenang.
Orang tua itu berkata, "Pindao adalah Yuzhong Zi dari Taishan Pai, mohon simpan senjata kalian. Kita semua berada dalam kegelapan, kalau kita sampai menyentuh seseorang, kita tak boleh melukainya. Kawan-kawan semua, apakah kalian setuju?" Semua orang berseru, "Memang seharusnya begitu". Suara senjata mengayunpun berhenti. Setelah beberapa saat, orang-orang yang masih mengayunkan senjata berhenti dengan susul menyusul.
Yuzhong Zi berkata, "Aku hendak mohon kalian semua bersumpah. Kalau kalian sampai melukai orang di dalam gua ini, kalian akan terkubur disini dan tak bisa melihat cahaya matahari lagi. Pindao Yuzhong Zi dari Taishan Pai terlebih dahulu bersumpah". Orang-orang lainya juga bersumpah, pikir mereka, "Pendeta Yuzhong Zi ini sangat berpengalaman, kalau kita bersatu mungkin kita akan dapat meloloskan diri, tapi kalau kita main bunuh sembarangan seperti ini, kita akan sama-sama mampus". Yuzhong Zi berkata, "Bagus sekali! Mohon kalian semua beritahukan nama dan marga kalian". Seseorang segera berkata, "Caixia adalah si anu dari Heng Shan Pai". "Caixia adalah si anu dari Taishan Pai". "Caixia adalah si anu dari Songshan Pai". Namun tak terdengar Tua Mo Da menyebutkan namanya.
Setelah semua orang berbicara, Linghu Chong berkata, "Caixia Linghu Chong dari Hengshan Pai". "Oh", ujar semua orang, "Ketua Hengshan Linghu Daxia berada disini, bagus sekali". Nada bicara mereka terdengar lega. Linghu Chong berpikir, "Aku sendiri tak berguna, apa bagusnya ada aku disini?" Ia tentu saja tahu bahwa para pendekar lain tahu bahwa ilmu silatnya tinggi, kalau ia berada di tempat itu, kesempatan mereka meloloskan diri makin besar.
Yuzhong Zi berkata, "Mohon tanya Ketua Linghu, kenapa dari perguruanmu yang mulia, hanya ketua yang datang seorang diri?" Orang ini cerdas dan berpengalaman, ia curiga Linghu Chong menyembunyikan sesuatu di tengah kegelapan. Linghu Chong berasal dari Huashan dan adalah murid kepala Yue Buqun, semua orang tahu akan hal ini. Sekarang mereka terjebak dalam tempat yang berbahaya ini, namun diantara ratusan murid Huashan dan Hengshan Pai, hanya ada ia seorang. Hal ini mengundang kecurigaan orang. Linghu Chong berkata, "Aku juga punya seorang kawan lain......" Ia tak kuasa menahan diri untuk berseru, "Ying......" Namun begitu meneriakkan kata 'Ying' itu ia langsung sadar, "Yingying adalah putri tunggal kesayangan jiaozhu Riyue Shenjiao, aliran lurus dan sesat dari dulu bagai api dan air, aku tak bisa membuat masalah ini bertambah rumit". Ia segera menutup mulutnya.
Yuzhong Zi berkata, "Siapa yang membawa obor mohon nyalakan dulu". Semua orang berkata, "Bagus sekali, bagus sekali!" Kita semua memang bodoh, kenapa dari tadi tak terpikir untuk melakukannya?" "Cepat nyalakan obor!" Namun sebenarnya dalam keadaan kacau balau barusan ini, semua orang sibuk melindungi diri, mana ada waktu untuk menyalakan obor? Begitu obor menyala, ia akan langsung dibunuh orang di sampingnya.
Terdengar suara ketukan, beberapa orang mengeluarkan batu api dan pemantik, lalu menyalakan api sehingga lelatu berterbangan. Dalam kegelapan lelatu itu nampak makin terang, lalu dengan menggunakan kertas mereka menyalakan api, sorak sorai gembira berkumandang dalam gua itu. Linghu Chong sekilas melihat bahwa di sekitar dinding gua itu penuh orang, tubuh dan wajah mereka penuh bercak darah, ada juga yang masih memegang senjata dan perlahan-lahan mengayunkannya, orang-orang ini tentunya amat waspada dan hati-hati, walaupun mereka telah mendengar semua orang bersumpah, namun mereka tak percaya pada orang lain. Linghu Chong melangkah ke dinding gua yang berada di seberangnya untuk mencari Yingying.
Mendadak, dari tengah kerumunan orang seseorang berseru, "Mulai!" Tujuh atau delapan orang keluar dari mulut terowongan seraya mengayunkan pedang untuk membunuh orang. Semua orang berseru, "Siapa itu?" Dengan serabutan mereka mencabut senjata untuk melawan, tak lama kemudian, obor yang telah dinyalakan kembali padam.
Linghu Chong mengambil sebuah langkah besar, lalu melompat ke dinding gua di seberangnya, ia merasakan bahwa di sebelah kanannya sepertinya ada senjata menebas, di tengah kegelapan ia tak tahu bagaimana ia dapat menangkisnya, maka ia terpaksa bertiarap di tanah, "Trang!", sebilah golok membacok dinding gua. Ia berpikir, "Orang-orang ini belum tentu hendak membunuhku, mungkin mereka hanya ingin melindungi dirinya sendiri di tengah kegelapan". Ia tetap bertiarap tanpa bergeming, setelah membacok beberapa kali, orang itu berhenti.
Terdengar seseorang berseru, "Bunuh semua anjing-anjing ini, tak boleh ada seorangpun yang tertinggal!" Belasan orang berseru mengiyakan. Menyusul enam atau tujuh orang berteriak. "Itu Zuo Lengchan! Zuo Lengchan!" Seseorang lain berseru, "Shifu, murid ada disini!"
Ketika Linghu Chong mendengar bahwa suara orang yang memberikan perintah itu benar-benar suara Zuo Lengchan, ia berpikir, "Kenapa ia berada disini? Ternyata perangkap ini dibuat olehnya, sama sekali bukan oleh shifuku". Walaupun Yue Buqun telah beberapa kali hendak membunuhnya, namun hubungan guru-murid dan ayah-anak diantara mereka selama dua puluh tahun lebih telah terukir dalam hatinya, dan tak bisa sirna, begitu ia merasa bahwa pembuat tipu muslihat jahat ini sama sekali bukan Yue Buqun melainkan Zuo Lengchan, mau tak mau ia merasa lega. Kalau ia harus mati ditangan Zuo Lengchan, ia akan merasa seratus kali lebih berbahagia daripada kalau harus mati di tangan sang guru.
Zuo Lengchan berkata dengan suara yang menyeramkan, "Kalian masih punya muka untuk memanggilku shifu? Tanpa melapor padaku, kalian langsung datang ke Huashan, menipu guru dan mengkhianati perguruan, diantara murid-muridku, mana ada keparat seperti kalian?" Sebuah suara yang nyaring dan jernih berkata, "Shifu, murid mendapat kabar bahwa di dinding gua Siguoya di Huashan terukir jurus-jurus hebat milik perguruan kita, kami khawatir kalau harus pulang dulu untuk melapor dan membuang waktu di perjalanan, ukiran itu sudah akan dihancurkan orang lain, maka kami cepat-cepat datang dahulu, setelah melihat jurus-jurus pedang itu, kami tentunya akan langsung pulang dan melaporkannya pada shifu".
Zuo Lengchan berkata, "Kau mengambil kesempatan karena mataku buta, setelah mempelajari jurus-jurus hebat itu, apa kau masih menganggapku guru? Yue Buqun minta kalian bersumpah setia padanya, baru membiarkan kalian masuk ke dalam gua untuk melihat jurus-jurus pedang, bukankah begitu kejadiannya?" Murid Songshan itu berkata, "Benar, murid.....murid pantas mati, tapi hanya taktik sementara saja. Kelima perguruan kita telah dilebur menjadi satu dan dia adalah ketuanya, mematuhi perintahnya memang......memang sudah seharusnya. Kami tak menyangka bahwa pengkhianat itu menjebak kami secara keji dan mengurung kami disini". Seseorang lain berkata, "Shifu, mohon shifu memimpin kami keluar dari sini, lalu kita cari Yue Buqun untuk membuat perhitungan".
Zuo Lengchan mendengus, lalu berkata, "Kalian mimpi di siang bolong". Ia berhenti sejenak, lalu kembali berkata, "Linghu Chong, ternyata kau juga datang kesini, tapi untuk apa?" Linghu Chong berkata, "Ini tempat tinggal lamaku, kalau aku ingin datang, aku akan datang!" Zuo Lengchan berkata dengan sinis, "Maut sudah di depan mata, tapi kau masih kurang ajar pada orang tua saja". Linghu Chong berkata, "Kau diam-diam membuat muslihat keji, menjebak semua orang gagah di kolong langit ini, semua orang hendak menghukummu, kau mana bisa disebut sebagai orang tua?" Zuo Lengchan berkata, "Pingzhi, bantai dia!"
Dari tengah kegelapan seseorang menjawab, "Baik!" Suaranya memang suara Lin Pingzhi. Diam-diam Linghu Chong terkejut, "Ternyata Lin Pingzhi juga berada disini, ia dan Zuo Lengchan sudah sama-sama buta, pasti mereka sudah mahir memainkan pedang tanpa melihat, memakai telinga untuk mengantikan mata, mereka juga pasti sudah mahir mengetahui serangan dari suaranya, ditengah kegelapan ini situasi jadi terbalik, akulah yang buta, bukan mereka, bagaimana sebaiknya menghadapi mereka?" Ia merasakan keringat mengalir di punggungnya.
Teerdengar Lin Pingzhi berkata, "Linghu Chong, kau merajai dunia persilatan dan sangat termasyur, tapi hari ini kau akan mati di tanganku! Hahaha, hahaha!" Suara tertawanya dingin dan menyeramkan, ia mendekat selangkah demi selangkah. Barusan ini ketika ia berbicara dengan Zuo Lengchan, tempatnya berdiri sudah diketahui dengan jelas oleh Lin Pingzhi. Gua itu sunyi senyap, hanya suara langkah Lin Pingzhi yang terdengar, setiap kali ia mengambil satu langkah, Linghu Chong tahu bahwa dirinya selangkah lagi lebih dekat ke pintu neraka.
Mendadak seseorang berseru, "Tunggu dulu! Linghu Chonglah yang membutakan mataku, sehingga si tua ini tak lagi bisa memandang sinar mentari, biar aku yang membunuh keparat ini". Belasan orang menyetujui seruan orang itu dan serentak berjalan mendekat.
Hati Linghu Chong terkesiap, ia tahu bahwa mereka adalah kelima belas orang yang matanya dibutakan olehnya di luar kuil rusak di tengah malam itu. Beberapa hari yang lalu ketika ia menghadiri peleburan perguruan di Songshan, ia sudah bertemu dengan mereka di jalan menuju ke Songshan. Orang-orang ini sudah lama buta, kepandaian mereka menggunakan telinga untuk menggantikan mata tentunya sudah lebih hebat lagi. Lin Pingzhi seorang saja sudah tak dapat dilawan, apalagi ditambah dengan kelima belas orang ini, mereka lebih-lebih tak tertandingi lagi. Ia mendengar langkah kaki mereka dan diam-diam bergeser beberapa langkah ke sebelah kiri, "Trang, trang!", pedang mereka menebas dinding gua di tempatnya berdiri tadi. Untung saja belasan orang ini serentak menyerang, suara langkah kaki mereka bercampur baur dan menyamarkan suara langkah kakinya sendiri, sehingga tak ada yang tahu ia bergerak kemana.
Linghu Chong berjongkok sambil meraba-raba tanah untuk mencari sebilah pedang, lalu melemparkannya, "Trang!", pedang itu menghantam dinding gua. Belasan orang buta itu menerjang ke tempat itu, terdengar suara dentangan senjata, rupanya mereka berkelahi dengan orang. Teriakan terdengar tak ada putus-putusnya, dan dalam sekejap enam atau tujuh orang tewas, sebenarnya ilmu silat orang-orang itu tak rendah, namun di tengah kegelapan mereka tak bisa melihat apa-apa dan bukan tandingan orang-orang buta itu.
Di tengah hiruk pikuk suara teriakan itu, Linghu Chong mengambil kesempatan untuk bergeser ke kiri beberapa langkah lagi, ia meraba-raba dinding gua, dan setelah tahu tak ada orang di sekitarnya, ia segera berjongkok, pikirnya, "Zuo Lengchan mengajak Lin Pingzhi dan orang-orang buta itu kesini karena ingin memanfaatkan keadaan yang gelap gulita ini untuk membinasakan kami semua. Tapi dari mana ia tahu bahwa disini ada gua seperti ini?" Setelah berpikir sejenak, ia sadar, "Aku tahu! Hari itu di Panggung Fengshan xiao shimei telah menggunakan ilmu yang terukir di dinding gua ini untuk mengalahkan jago-jago Taishan dan Heng Shan, dan memperagakan ilmu pedang Songshan di hadapan Zuo Lengchan sendiri, serta bertanding ilmu pedang Hengshan denganku. Lin Pingzhi pasti tahu ia pernah datang kesini". Ketika memikirkan xiao shimei, hatinya terasa pedih.
Terdengar Lin Pingzhi berseru, "Linghu Chong, kau tak berani menampakkan dirimu, sembunyi-sembunyi saja, orang gagah macam apa kau itu?" Linghu Chong murka, ia tak bisa menahan diri untuk menerjang ke depan dan bertarung mati-matian dengannya, namun ia segera menahan dirinya seraya berpikir, "Seorang ksatria harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan, aku mana bisa melampiaskan amarahku begitu saja kepadanya? Aku belum menemukan Yingying dan aku tak bisa mati begitu saja". Ia kembali berpikir, "Aku sudah berjanji pada xiao shimei untuk mengurus Lin Pingzhi, kalau aku berkelahi dengannya dan terbunuh, aku akan mati penasaran, tapi aku juga tak boleh membunuhnya".
Zuo Lengchan berseru, "Bunuh semua pengkhianat dan mata-mata dalam gua, kurasa setelah itu Linghu Chong tak akan bisa bersembunyi lagi!"
Seketika itu juga, terdengar hiruk pikuk senjata beradu dan teriakan.
Linghu Chong berjongkok di lantai gua, untuk sesaat, tak ada orang yang menyerangnya. Ia menajamkan telinganya untuk mendengarkan suara Yingying seraya berpikir, "Yingying jauh lebih pintar dan waspada dibandingkan dengan diriku, saat ini bahaya mengancam dari segala sudut, tentu saja ia tak bisa menabuh kecapi lagi, semoga orang yang kutusuk tadi bukan dia". Terdengar semua orang bertarung dengan amat sengit melawan kawanan orang buta itu, mereka berkelahi sambil mencaci-maki, terkadang terdengar makian 'persetan nenekmu'.
Makian 'persetan nenekmu' itu sangat tak enak didengar, biasanya kalau memaki, orang akan berkata, 'cari mamamu sana', atau 'tangkap nenekmu', ada juga yang memaki 'persetan haram jadah ibumu', tapi sangat jarang orang yang memaki 'persetan nenekmu', pikirnya, "Apa itu makian khas propinsi mereka?" Setelah mendengarkan untuk beberapa saat, ia sadar bahwa makian itu sering serentak diucapkan oleh dua orang sekaligus, dan begitu makian itu terucap, suara senjata beradu langsung berhenti, kalau hanya seorang yang memaki, suara pertarungan tak berhenti. Setelah memikirkannya sejenak, iapun sadar, "Ternyata itu adalah kode rahasia yang dipakai kawanan orang buta itu untuk membedakan kawan dan lawan. Mereka menebas dan menusuk dengan serabutan di tengah kegelapan sehingga sulit membedakan kawan dan lawan, kawanan orang buta itu tentunya telah bersepakat terlebih dahulu untuk memaki 'persetan nenekmu' setiap kali mereka menyerang. Kalau ada dua orang yang serentak memaki, mereka adalah kawan, kalau tidak mereka akan langsung membantai lawan. Perkataan itu tak pernah dipakai orang, sehingga musuh yang tak tahu kode rahasia itu tak akan menggunakannya untuk memaki orang".
Setelah ia memahami hal ini, ia segera bangkit sambil melintangkan pedang di depan dadanya, namun makian 'persetan nenekmu' itu makin lama makin sering terdengar, dan suara senjata beradu serta teriakan orang sedikit demi sedikit berhenti, rupanya orang-orang Taishan, Heng Shan dan Songshan sudah hampir habis terbunuh. Linghu Chong belum mendengar suara Yingying, ia khawatir Yingying sudah terlebih dahulu dibunuh orang, namun ia juga lega karena Yingying tak usah menderita di tangan orang-orang buta itu, ia kembali berpikir, "Murid-murid Songshan mendengar bahwa di gua di Huashan terdapat jurus-jurus pedang hebat perguruan mereka, maka mereka cepat-cepat datang untuk melihatnya, hal ini memang sesuai dengan watak manusia, namun mereka datang tanpa melapor, dan Zuo Lengchan langsung membunuh mereka semua, perbuatannya ini terlalu kejam. Ia tentunya hendak mencabut nyawaku, tapi ia sukar membedakan siapa kawan atau lawan, maka ia langsung membunuh murid-muridnya yang hanya melakukan kesalahan kecil saja".
Setelah beberapa saat, suara pertarungan berhenti. Zuo Lengchan berkata, "Kelilingi gua dan tikam mereka lagi".
Kawanan orang buta itu mengiyakan, lalu suara tebasan pedang kembali terdengar di sana sini. Pedang menebas dua kali di muka tubuh Linghu Chong, ia mengangkat pedangnya untuk menangkis seraya memaki 'persetan nenekmu' dengan suara parau, ternyata tak ada yang menyadarinya. Sekitar sepeminuman teh kemudian, selain suara makian kawanan orang buta dan suara pedang menebas udara kosong, tak ada suara lain. Namun Linghu Chong hampir menangis, ia ingin berteriak keras-keras, "Yingying, Yingying, dimana kau?"
Zuo Lengchan berseru, "Berhenti!" Kawanan orang buta itu menarik pedang mereka dan berdiri tanpa bergerak-gerak. Zuo Lengchan tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Kawanan pengkhianat sudah binasa semua, orang-orang ini tak tahu malu, demi mempelajari jurus pedang, mereka bersumpah setia pada si keparat Yue Buqun. Si keparat kecil Linghu Chong itu juga tentunya sudah tewas juga. Hahaha, hahaha! Linghu Chong, Linghu Chong, kau sudah mati belum?"
Linghu Chong menahan napasnya dan tak bersuara.
Zuo Lengchan berkata, "Pingzhi, hari ini musuh yang paling kau benci seumur hidupmu sudah tewas, apa kau puas?" Lin Pingzhi berkata, "Ini semua berkat rencana Saudara Zuo yang luar biasa". Linghu Chong berkata dalam hati, "Ia memang cocok bersaudara dengan Zuo Lengchan. Demi mendapatkan Pixie Jianpu miliknya, Zuo Lengchan bisa begitu sopan padanya". Zuo Lengchan berkata, "Kalau saja kau tak tahu bahwa ada terowongan lain untuk masuk ke gua ini, kita akan sulit membunuh musuh besar kita".
Lin Pingzhi berkata, "Sayang dalam keadaan kacau balau tadi, aku tak bisa membunuh si keparat kecil Linghu Chong itu dengan tanganku sendiri". Linghu Chong berpikir, "Aku tak pernah menyinggungmu, kenapa kau begitu benci padaku?" Zuo Lengchan berkata dengan suara rendah, "Siapapun yang membunuhnya, sama saja. Ayo kita cepat keluar. Kurasa saat ini Yue Buqun sedang menunggu di luar mulut gua, mumpung hari belum terang, kalau kita mengeroyoknya di tengah kegelapan malam, kita akan berada di atas angin". Lin Pingzhi berkata, "Benar sekali!"
Terdengar suara langkah kaki, rombongan itu memasuki terowongan dan suara langkah kaki mereka sedikit demi sedikit menjauh, setelah beberapa saat, tak terdengar suara apapun lagi.
* * *
Linghu Chong berbisik, "Yingying, dimana kau?" Suaranya tersedu sedan. Sekonyong-konyong ia mendengar sebuah suara lirih dari atas ubun-ubunnya, "Aku disini, jangan bicara!" Linghu Chong kegirangan, sepasang lututnya menjadi lemas dan iapun terduduk di tanah.
Ketika kawanan orang buta itu membacok kesana kemari dengan serabutan, tak ada tempat bersembunyi yang lebih aman dari tempat yang tinggi dan tak bisa dicapai oleh senjata, sebenarnya hal ini sangat mudah untuk diketahui, namun di saat hidup dan mati, pikiran semua orang kacau sehingga hal itu tak terpikir oleh mereka.
Yingying melompat turun, Linghu Chong memburu maju, membuang pedangnya dan memeluknya erat-erat. Mereka berdua menangis kegirangan. Dengan lembut Linghu Chong mengecup bibirnya, lalu berkata dengan lirih, "Barusan ini aku benar-benar ketakutan setengah mati". Di tengah kegelapan Yingying tak bisa menghindar, dengan pelan ia berkata, "Ketika kau memaki 'persetan nenekmu', aku tahu itu suaramu". Linghu Chong tak kuasa menahan tawa, lalu ia bertanya, "Apa kau sama sekali tak terluka?" Yingying berkata, "Tidak". Linghu Chong berkata, "Aku mendengar suara kecapimu dan tak khawatir lagi. Tapi kemudian aku menusuk seorang perempuan, lalu suara kecapi menjadi terputus-putus dan tak berirama, seakan kau terluka parah, bahkan akhirnya suaranya sama sekali tak terdengar lagi, saat itu aku benar-benar tak tahu apa yang terjadi".
Yingying tersenyum dan berkata, "Aku sudah terlebih dahulu melompat ke atas, tapi aku khawatir akan ketahuan, maka aku tak bisa memanggilmu dan hanya bisa melemparkan keping-keping uang kepeng ke kecapi yang tergeletak di tanah, sambil berharap kau mengetahui keadaanku". Linghu Chong menghela napas, lalu berkata, "Tenyata begitu. Aku tak pernah mengetahuinya. Aku pantas dipukul, pantas dipukul!" Ia mengangkat tangan Yingying, lalu dengan pelan memukulkannya ke pipinya sendiri, sembari tersenyum ia berkata, "Kau akan menikahi seorang tolol seperti ini, ini adalah nasib sial Ren Da Xiaojie. Aku heran, kalau kaulah yang menabuh kecapi itu, kenapa kau tak memainkan lagu Qingxin Pushan Zhou atau Xiao Ao Jiang Hu?"
Yingying membiarkannya memeluknya, katanya, "Kalau aku bisa menabuh kecapi di tengah kegelapan dengan uang kepeng dan memainkan sebuah lagu, aku akan menjadi seorang dewi". Linghu Chong berkata sembari tertawa, "Kau memang seorang dewi". Ketika mendengarnya bergurau, Yingying meronta, hendak melepaskan diri dari pelukannya, namun Linghu Chong memeluknya erat-erat dan tak melepaskannya, tanyanya, "Setelah itu kenapa kau tak menabuh kecapi dengan uang kepengmu?" Yingying berkata sembari tertawa, "Aku sangat melarat, aku cuma membawa sedikit uang, setelah melemparkannya, aku tak punya uang lagi". Linghu Chong menghela napas dan berkata, "Sayang di gua ini tak ada bank, dan juga tak ada pegadaian, sehingga ketika Ren Da Xiaojie kehabisan uang, ia tak bisa minta talangan". Yingying ikut tertawa dan berkata, "Setelah itu, bahkan tusuk konde emas dan giwang mutiara juga kupakai untuk melempar. Tapi setelah kawanan orang buta itu mulai mengamuk membunuh orang, aku tak lagi berani melempar apa-apa lagi karena pendengaran mereka sangat tajam".
Sekonyong-konyong, dari mulut terowongan terdengar seseorang tertawa sinis.
"Ah!", Linghu Chong dan Yingying berseru kaget, tangan kiri Linghu Chong memeluk Yingying, sedangkan tangan kanannya memungut pedang yang tergeletak di tanah seraya berseru, "Siapa itu?" Terdengar suara seseorang berkata dengan dingin, "Linghu Daxia, ini aku!" Itu adalah suara Lin Pingzhi. Terdengar suara langkah kaki dari terowongan, rupanya kawanan orang buta telah kembali.
Linghu Chong diam-diam memaki kecerobohan dirinya sendiri, Zuo Lengchan sangat licin, mana mungkin ia berkata hendak pergi dan lalu benar-benar meninggalkan tempat itu? Rupanya ia bersembunyi dalam terowongan sambil mendengarkan suara-suara dalam gua. Andaikan ia sendirian, ia akan menunggu sebelum berusaha meloloskan diri, namun karena ia dan Yingying sama-sama terlalu mengkhawatirkan keselamatan masing-masing, dan kegirangan setengah mati ketika berhasil bertemu kembali, sama sekali tak terpikir olehnya bahwa musuh tangguh belum pergi jauh, dan malah sedang diam-diam menunggu diluar.
Yingying menaruh tangannya di ketiak Linghu Chong sambil berbisik, "Ke atas!" Mereka berdua serentak melompat ke atas. Sebelumnya Yingying telah bersembunyi di atas sebuah batu karang yang menonjol, dan ia tahu dimana letak batu karang itu, di tengah kegelapan ia mengerahkan tenaga dengan tepat, sehingga dapat mendarat dengan tepat diatasnya. Namun Linghu Chong menginjak tempat kosong dan hampir terjatuh. Yingying mencengkeram lengannya dan menariknya ke atas. Batu karang yang menonjol itu besarnya tak lebih dari tiga atau empat chi persegi, mereka berdua berdesakan di atasnya dan sukar untuk berdiri dengan kokoh. Linghu Chong berpikir, "Yingying sangat cepat memanfaatkan keadaan, kita berdua berada di tempat yang tinggi sehingga tak mudah dikepung kawanan orang buta itu".
Terdengar Zuo Lengchan berkata, "Kedua setan kecil itu melompat ke atas". Lin Pingzhi berkata, "Benar!" Zuo Lengchan berkata, "Linghu Chong, apa kau mau bersembunyi disana seumur hidupmu?"
Linghu Chong tak menjawab, ia berpikir bahwa begitu ia bersuara, mereka akan mengetahui tempat persembunyian mereka. Tangan kanannya mengenggam pedang, sedangkan tangan kirinya memeluk pinggang Yingying yang langsing. Tangan kiri Yingying mengenggam pedang pendek, sedangkan tangan kanannya juga memeluk pinggang Linghu Chong. Mereka merasa amat puas karena dapat bersama, kalaupun mereka harus segera mati, mereka sama sekali tak menyesal.
Zuo Lengchan berseru, "Apa kalian sudah lupa siapa yang membutakan mata kalian?" Belasan orang buta serentak meraung, mereka melompat dan membacok dengan serabutan. Karena Linghu Chong dan Yingying sama sekali tak bersuara, kawanan orang buta itu hanya menyerang tempat kosong, namun ketika mereka melompat untuk yang kedua kalinya, salah seorang dari mereka menerjang sampai hanya beberapa chi saja diluar batu karang itu. Linghu Chong mendengarkan kesiuran angin mereka ketika melompat, ia menusuk dan pedangnya dengan telak menembus dadanya. Orang buta itu menjerit keras-keras, lalu terjatuh. Oleh karenanya, semua orang lantas mengetahui dimana mereka berdua berada, enam atau tujuh orang segera melompat dengan serentak, lalu mengayunkan pedang mereka dan menusuk. Walaupun Linghu Chong dan Yingying tak dapat melihat sosok orang-orang buta itu, namun batu karang itu berjarak dua zhang lebih dari tanah, sehingga kalau ada orang yang melompat ke atas, suara kesiuran anginnya akan terdengar dan sangat mudah diketahui, mereka berdua menikam dan berhasil membunuh dua orang. Kawanan orang buta itu mendongak ke atas sambil memaki-maki, untuk sesaat mereka tak berani menyerang ke atas. Untuk beberapa lama kedua belah pihak sama-sama tak bergerak, lalu sekonyong-konyong terdengar suara keras kesiuran angin, dua orang melompat ke atas, masing-masing dari sebelah kiri dan kanan, Linghu Chong dan Yingying menangkis serangan mereka, "Trang, trang!", empat bilah pedang beradu di udara. Lengan kanan Linghu Chong kesemutan, pedangnya hampir terjatuh ke tanah, ia sadar bahwa orang yang menyergapnya adalah Zuo Lengchan sendiri. "Ah!", jerit Yingying, bahunya terkena tusukan pedang dan tubuhnya bergoyang-goyang. Linghu Chong cepat-cepat mengerahkan tenaga ke lengan kirinya dan menariknya. Kedua orang itu kembali melompat ke atas dan menyerang.
Pedang Linghu Chong menikam ke arah orang yang menyerang Yingying, ketika pedang mereka beradu, orang itu mengubah jurusnya dengan amat cepat sehingga menjadi sebuah tebasan, Linghu Chong tahu bahwa lawannya adalah Lin Pingzhi. Ia tak sempat menangkis serangan itu, maka ia cepat-cepat menundukkan kepala dan membungkuk, ia merasakan kesiuran angin dingin menyapu, Lin Pingzhi menikam ke arah Yingying. Tubuhnya masih melayang di udara, namun dengan memanfaatkan momentum lompatannya, tak nyana ia berhasil melancarkan tiga kali serangan, Pixie Jianfa ini memang benar-benar sebat dan ganas tanpa tanding.
Linghu Chong sangat takut kalau-kalau Lin Pingzhi melukai Yingying, maka ia memeluknya dan melompat turun, sambil bersandar pada dinding gua, ia memutar pedangnya dengan serabutan. Mendadak terdengar Zuo Lengchan tertawa panjang, ia menusuk ke depan, "Trang!", pedang mereka beradu. Tubuh Linghu Chong terguncang, ia merasakan tenaga dalam mengalir lewat pedang itu, mau tak mau ia gemetaran. Mendadak ia teringat ketika hari itu di Biara Shaolin Ren Woxing menghisap tenaga dalam Zuo Lengchan dengan Xixing Dafa, ternyata tenaga dalam Yinhan Zuo Lengchan amat lihai, sehingga justru Ren Woxinglah yang hampir mati kedinginan. Sekarang ia memakai taktik lama itu lagi, namun supaya tak terkena perangkapnya, Linghu Chong cepat-cepat mendorong tenaganya keluar, tapi ia merasakan musuh melawan dengan kuat, jari-jarinya mau tak mau terlepas dan pedangnyapun melayang, lalu terjatuh ke tanah.
Seluruh kepandaian Linghu Chong bertumpu pada pedang, maka ia cepat-cepat berjongkok dan meraba-raba di lantai gua, dua ratus orang lebih telah terbunuh di gua itu sehingga lantai gua penuh senjata yang bergeletakan, ia bisa memungut sembarang golok atau pedang untuk bertahan sementara waktu. Di gua ini ia dan Yingying telah menjadi orang buta, dikepung oleh belasan orang buta yang tak buta, untung saja mereka masih dapat bertahan, namun bagaimanapun juga, mereka tak sudi menyerah begitu saja. Selagi meraba-raba, ia menyentuh wajah sesosok mayat, rasanya sedingin es, sekaligus lembab dan lengket, maka ia cepat-cepat memeluk Yingying dan mundur, "Trang, trang!", Yingying memainkan pedang pendeknya untuk menangkis dua serangan, menyusul terdengar suara teriakan, ternyata pedang pendek di tangan Yingying juga ikut terpukul jatuh.
Linghu Chong merasa amat cemas, ia kembali berjongkok dan meraba-raba lantai gua, tangannya menyentuh sesuatu yang sepertinya sebuah toya pendek, dalam keadaan genting ini, ia tak sempat berpikir panjang, ia merasakan kesiuran angin keras di depannya, sebilah pedang menebas ke arahnya, maka ia segera mengangkat toya itu untuk menangkisnya, "Krek!", toya itu putus terkena tebasan pedang lawan.
Linghu Chong menunduk sehingga pedang itu lewat di atas kepalanya, tiba-tiba di depan matanya muncul beberapa titik cahaya yang gemerlapan. Titik-titik cahaya itu redup, namun dalam gua yang gelap gulita seperti ini, cahayanya bagai bintang kejora yang muncul di cakrawala, sehingga sosok tubuh dan kilauan pedang lawan dapat terlihat dengan samar-samar.
Linghu Chong dan Yingying serentak bersorak gembira, namun di depan mata nampak Zuo Lengchan telah menikam lagi, Linghu Chong mengangkat toya pendek itu dan menusuk ke arah tenggorokan Zuo Lengchan, tempat itu adalah titik lemah jurus pedang lawan. Tak nyana walaupun mata Zuo Lengchan telah buta, namun gerakkannya masih amat cepat, ia melompat ke belakang dengan jurus 'Ikan Emas Meletik Gerbang Naga' sambil terus memaki-maki. Yingying membungkuk dan memungut sebilah pedang, mengambil toya pendek dari tangannya, lalu menyerahkan pedang itu padanya, ia lalu melambai-lambaikan toya pendek itu sehingga titik-titik cahaya hijau berkilauan dalam gua itu. Semangat Linghu Chong bangkit, dalam keadaan hidup dan mati itu, ia mana bisa bermurah hati? Sambil memaki 'persetan nenekmu', ia menusuk seorang buta hingga tewas. Gerakan pedangnya jauh lebih cepat dari makiannya, ia baru memaki 'persetan nenekmu' enam kali, namun ia telah berhasil membunuh kedua belas orang buta di gua itu. Beberapa orang buta itu lambat pikirannya, begitu mendengarnya memaki 'persetan nenekmu', mereka lantas mengiranya orang sendiri, untuk apa bertempur lagi? Sebelum mereka sempat memahami apa yang sebenarnya terjadi, leher mereka sudah tertembus pedang dan merekapun masuk ke gerbang neraka untuk menemui nenek mereka.
Zuo Lengchan dan Lin Pingzhi tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, mereka serentak bertanya, "Apa ada obor?" Suara mereka kedengaran panik. Linghu Chong berseru, "Tepat sekali!" Ia menyerang Zuo Lengchan tiga kali berturut-turut.
Zuo Lengchan mendengarkan suara kesiuran angin senjata itu sehingga ia dapat menangkis ketiga serangan itu, namun lengan Linghu Chong terasa kesemutan, rupanya ada qi dingin yang mengalir lewat pedang itu, setelah berpikir sejenak, ia segera menghentikan gerakan pedangnya. Zuo Lengchan tak dapat mendengarkan gerakan pedang lawan dan merasa amat cemas, maka ia memutar pedang di sekeliling tubuhnya untuk melindungi titik-titik vitalnya.
Dengan mengandalkan cahaya remang-remang yang muncul dari toya pendek di tangan Yingying, Linghu Chong perlahan-lahan maju ke depan, dengan perlahan-lahan ia menudingkan pedangnya ke lengan kanan Lin Pingzhi, lalu mendorongnya maju satu cundemi satu cun. Lin Pingzhi menajamkan telinga untuk mendengarkan arah sabetan pedangnya, namun pedang Linghu Chong bergerak satu cun demi satu cun dengan amat pelan, mana ada suaranya sedikitpun? Ujung pedang nampak hanya terpisah tak sampai satu chi dari lengan kanannya, mendadak ia mendorong pedangnya ke depan, "Kres!", otot dan tulang lengan Lin Pingzhi serentak terputus.
Lin Pingzhi menjerit keras-keras, pedangnya terlepas dan ia menerjang ke depan. "Wus, wus!", Linghu Chong menusuk kaki kanan dan kirinya. Sambil mencaci maki Lin Pingzhi ambruk ke tanah.
Linghu Chong berbalik dan menatap Zuo Lengchan, dibawah sinar yang sangat temaram, terlihat ia sedang mengertakkan gigi, raut wajahnya buas dan menyeramkan, pedang di tangannya menari-nari dengan sebat. Jurus-jurus pedangnya amat hebat walaupun dilancarkan dengan tak henti-hentinya, namun dalam Dugu Jiujian, tak ada ilmu pedang yang tak ada kelemahannya. Linghu Chong berpikir, "Orang ini adalah biang keladi segala gelombang yang terjadi di dunia persilatan, aku tak bisa mengampuninya!" Sambil bersuit nyaring, ia mengangkat pedangnya, dahi, tenggorokan dan dada Zuo Lengchan terkena tiga tusukan pedang.
Linghu Chong melompat mundur sambil menarik tangan Yingying, Zuo Lengchan nampak berdiri tak bergeming untuk beberapa saat, lalu ambruk ke tanah, pedang di tangannya berbalik dan menusuk perutnya sendiri sampai tembus.
Mereka berdua menenangkan diri, mereka memandang toya pendek di tangan Yingying, namun di bawah cahaya yang remang-remang, mereka tak bisa melihatnya dengan jelas. Mereka berdua tak mempunyai obor, Linghu Chong khawatir Lin Pingzhi akan menyerang mereka lagi, maka ia menebas lengan kirinya dan memutuskan urat-uratnya, setelah itu ia mencari pemantik dan batu api di tubuh-tubuh orang mati, ia telah berturut-turut mengeledah dua orang, namun saku dada mereka kosong melompong, setelah itu ia teringat sesuatu, sambil memaki ia berkata, "Persetan nenekmu, orang buta tentu saja tak membawa pemantik dan batu api". Setelah mengeledah orang kelima, ia baru menemukan pemantik dan batu api, lalu menyalakan api dengan kertas.
"Ah!", mereka berdua serentak berteriak.
Ternyata benda yang berada dalam genggaman Yingying itu adalah sekerat tulang putih yang ujungnya telah terpotong!
Untuk sesaat Yingying tertegun, lalu membiarkan tulang itu terjatuh ke tanah, sembari tertawa ia memaki, "Persetan ne......" Begitu ia mengucapkan perkataan itu, ia merasa bahwa perkataannya itu tak pantas, maka ia mencibir dan menutup mulutnya.
Mendadak Linghu Chong sadar, ia berkata pada Yingying, "Yingying, nyawa kita berdua diselamatkan oleh para qianbei agama sucimu". Yingying bertanya dengan heran, "Para qianbei agama suci kami?" Linghu Chong berkata, "Bertahun-tahun yang lalu, sepuluh tetua agama suci kalian menyerang Huashan, mereka terjebak di gua ini dan tak dapat meloloskan diri, mereka mati penasaran dan meninggalkan sepuluh kerangka. Tulang kaki ini entah milik tetua yang mana. Tanpa sengaja aku memungutnya untuk menangkis serangan, untung saja Zuo Lengchan memotongnya, tulang ini mengandung api setan atau fosfor, sehingga mata kita dua orang buta ini dapat terbuka".
Yingying menghela napas panjang, lalu menjura ke arah tulang itu seraya berkata, "Ternyata para qianbei agama kami, mohon maaf".
Linghu Chong mengambil beberapa helai kertas dan menyulutnya, lalu menyalakan dua batang obor, katanya, "Entah bagaimana keadaan Paman Guru Mo?" Ia berseru keras-keras, "Paman Guru Mo, Paman Guru Mo!" Namun ia tak mendengar suara apapun. Linghu Chong merasa bahwa Paman Guru Mo amat memperhatikannya, namun hari ini ia telah tewas secara mengenaskan di gua ini, maka ia amat berduka, ia memandangi mayat-mayat dalam gua itu, namun saat itu benar-benar sulit untuk mencari jasad Tuan Mo Da, pikirnya, "Saat ini kita belum lolos dari tempat yang berbahaya, kita tak boleh berlama-lama disini. Kelak aku akan kembali dan mencari jasad Paman Guru Mo, lalu memakamkannya dengan baik". Ia berbalik, menyeret Lin Pingzhi, dan melangkah ke terowongan.
Yingying tahu bahwa ia telah berjanji pada Yue Lingshan untuk melindungi Lin Pingzhi, tanpa berkata apa-apa, ia memungut kecapi yang telah berlubang-lubang dari sudut gua, lalu mengikuti di belakangnya.
Mereka berjalan setapak demi setapak menyusuri terowongan sempit yang bertahun-tahun silam digali dengan susah payah oleh tetua Mo Jiao menggunakan kapak besar itu. Linghu Chong mengangkat pedang untuk berjaga-jaga, ia berpikir bahwa Zuo Lengchan sangat pandai bermuslihat, karena mulut gua sudah dibuntu, ia tentunya telah menyuruh orang untuk menjaga terowongan sempit ini, supaya tak ada orang lain yang dapat mengurungnya di dalam gua, seperti peribahasa tentang belalang sembah yang menangkap tonggeret, lalu dilahap oleh burung pipit yang menunggu di belakangnya. Namun sampai mereka tiba di mulut terowongan, mereka sama sekali tak melihat seorangpun.
Dengan perlahan, Linghu Chong mengangkat batu ceper penutup mulut gua, mendadak ia melihat cahaya yang menyilaukan, ternyata pertarungan yang menentukan hidup dan mati dalam gua itu telah berlangsung lama, mereka tak tahu berapa lama waktu telah berlalu, hari sudah terang. Ia melihat bahwa di luar gua sunyi senyap, tak ada seorangpun, maka ia segera melompat keluar sambil membawa Lin Pingzhi, lalu Yingying juga ikut melompat keluar.
Linghu Chong mengenggam sebilah pedang, ia dapat melihat cahaya mentari dan berada di tempat terbuka, mereka benar-benar telah lolos dari lubang jarum, ia menarik napas panjang dan merasa amat lega.
Yingying bertanya, "Dahulu ketika gurumu menghukummu untuk merenungkan dosa, apakah kau tinggal di gua ini?" Linghu Chong berkata sembari tertawa, "Benar sekali. Bagaimana menurutmu?" Yingying tersenyum simpul, lalu berkata, "Menurutku, waktu kau dihukum disini, kau tak merenungkan dosamu, tapi kau dan....." Tadinya ia hendak berkata 'dan xiao shimeimu', namun ia berpikir, untuk apa menyinggung Yue Lingshan dan membuatnya berduka? Maka ia segera menutup mulutnya.
Linghu Chong berkata, "Feng Taishishu tinggal di sekitar tempat ini, entah bagaimana keadaan beliau. Aku selalu rindu ingin bertemu dengannya. Ia pernah berkata bahwa ia tak mau menemui orang Huashan Pai, tapi aku sudah bukan orang Huashan Pai lagi". Yingying berkata, "Benar. Mari kita lekas menemuinya". Linghu Chong menyarungkan pedangnya, melepaskan Lin Pingzhi, menarik tangan Yingying, lalu dengan berendeng pundak, mereka keluar dari gua itu.