Pendekar Hina Kelana Bab 35 - Balas Dendam Habis-habisan
<< Bab Sebelumnya - Halaman Utama Pendekar Hina Kelana - Bab Selanjutnya >>
Terjemahan Cersil Pendekar Hina Kelana
oleh Grace Tjan
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.
Berdasarkan novel edisi ketiga.
Smiling Proud Wanderer Jilid 4
Bab XXXV Balas Dendam Habis-habisan
Bagian Pertama
Hari sudah hampir gelap, di sisi Panggung Fengshan, selain murid-murid Hengshan sudah tak ada orang lain. Yihe bertanya, "Zhangmen Shixiong, apa kita juga akan turun gunung?" Ia masih memanggil Linghu Chong 'Zhangmen Shixiong' karena ia tak sudi mengakui peleburan kelima perguruan, dan terlebih lagi tak sudi menerima Yue Buqun sebagai ketua perguruan mereka. Linghu Chong berkata, "Kita bermalam disini saja, bagaimana?" Ia merasa bahwa makin terpisah jauh dari Yue Buqun makin baik, ia benar-benar tidak ingin pergi ke halaman utama Songshan dan bertemu muka dengan Yue Buqun.
Begitu ia berkata demikian, murid-murid perempuan Hengshan berseru kegirangan, mereka semua berperasaan sama dan tak ingin turun gunung. Saat itu di Kota Fuzhou, ketika mereka mendengar bahwa guru mereka berada dalam kesusahan dan mohon pertolongan Huashan Pai, Yue Buqun, tanpa menghiraukan rasa setia kawan 'Wuyue Jianpai, satu akar banyak cabangnya', dengan dingin menolak permohonan mereka, para murid Hengshan selalu mengingat peristiwa ini. Hari ini Linghu Chong telah dilukai Yue Lingshan dan semua orang tentu saja merasa geram, dan ketika Yue Buqun berhasil meraih jabatan ketua Wuyue Pai, mereka merasa tak dapat menerimanya, maka kalau malam ini mereka bermalam di samping Panggung Fengshan, mereka malah merasa tenang dan damai.
Yiqing berkata, "Zhangmen Shixiong lebih baik tak banyak bergerak, paling baik beristirahat saja disini. Hanya dage ini....." Sambil berbicara ia memandang ke arah Yingying.
Linghu Chong tersenyum dan berkata, "Ini bukan dage, tapi Ren Da Xiaojie". Yingying sejak tadi memapah Linghu Chong, ketika ia mendengar Linghu Chong membongkar rahasia penyamarannya, mau tak mau ia merasa jengah dan bangkit, lalu mengambil beberapa langkah menjauh. Linghu Chong tak berjaga-jaga, maka ia jatuh terlentang ke belakang. Yilin yang berdiri di sisinya menyokong bahu kirinya seraya berseru, "Awas!"
Yihe, Yiqing dan yang lainnya sudah lama tahu bahwa kisah kasih diantara Linghu Chong dan Yingying luar biasa, tulus dan mendalam. Yang seorang demi sang kekasih rela mengorbankan nyawa di Shaolin, sedangkan yang seorang lagi memimpin para pendekar dunia persilatan menyerbu Shaolin deminya. Ketika Linghu Chong diangkat menjadi ketua Hengshan Pai, Ren Da Xiaojie ini datang secara pribadi untuk mengucapkan selamat kepadanya dan menghancurkan rencana jahat Mo Jiao. Boleh dikatakan bahwa ia telah banyak berjasa bagi Hengshan Pai, maka ketika mendengar bahwa lelaki besar bercambang ikal ini ternyata adalah Ren Da Xiaojie, mereka semua merasa terkejut sekaligus gembira. Dalam hati para murid Hengshan telah menganggap Ren Da Xiaojie ini sebagai calon istri ketua mereka, sehingga ketika mereka berjumpa dengannya, mereka merasa sangat akrab dengannya. Yihe dan yang lainnya segera mengeluarkan perbekalan dan air putih, mereka semua makan, lalu berbaring di samping Panggung Fengshan untuk tidur.
Linghu Chong menderita luka parah, ia sangat lelah, tak seberapa lama kemudian ia telah tertidur nyenyak. Ia tertidur sampai tengah malam, ketika ia mendadak mendengar suara seorang wanita bertanya keras-keras dari kejauhan, "Siapa itu?" Walaupun Linghu Chong terluka parah, tenaga dalamnya kuat, begitu mendengarnya, ia langsung bangun, ia tahu bahwa orang itu adalah murid Hengshan yang bertugas berjaga sedang menanyai orang yang datang. Terdengar seseorang menjawab, "Sesama anggota Wuyue Pai, murid Tuan Yue, Lin Pingzhi". Murid Hengshan yang sedang berjaga bertanya, "Untuk apa kau datang ke sini di tengah malam?" Lin Pingzhi berkata, "Aku berjanji untuk bertemu dengan seseorang di bawah Panggung Fengshan, aku tak tahu adik sedang beristirahat disini, mohon maaf yang sebesar-besarnya". Bicaranya amat sopan.
Tepat pada saat itu, suara seorang tua terdengar dari arah barat, "Bocah marga Lin, kau menyembunyikan anggota Wuyue Pai disini, kau ingin main keroyok dan membuat susah si pendeta tua ini, ya?" Linghu Chong mengenalinya sebagai suara ketua Qingcheng Pai, Yu Canghai, ia merasa agak terkejut, "Lin Shidi mempunyai dendam besar pada Yu Canghai karena ia membunuh ayah ibunya dan membuat janji untuk bertemu dengannya disini, tentunya ia ingin menagih hutang darah itu".
Lin Pingzhi berkata, "Aku sama sekali tak tahu bahwa adik-adik Hengshan Pai bermalam disini. Kita cari tempat lain saja supaya tak menganggu mimpi indah mereka". Yu Canghai tertawa terbahak-bahak, "Menganggu mimpi indah mereka? Kau sudah menganggu mereka, tapi masih pura-pura baik. Mertua dan menantu sama saja. Kau mau bicara apa, katakanlah saja dengan terus terang supaya kita bisa kembali tidur dengan tenang". Lin Pingzhi berkata dengan dingin, "Jangan harap bisa tidur dengan tenang lagi seumur hidupmu. Ketika Qingcheng Paimu datang ke Songshan, kau membawa tiga puluh empat orang, kenapa sekarang hanya ada tiga orang yang datang?"
Yu Canghai mendongak dan tertawa keras-keras, lalu berkata, "Memangnya kau itu siapa, bisa menyuruhku berbuat ini dan itu? Bapak mertuamu baru menjadi ketua Wuyue Pai, dengan memandang mukanya, aku datang untuk mendengar omonganmu. Kau punya kentut apa, cepat lepaskan. Kalau mau berkelahi, keluarkan pedangmu supaya aku bisa lihat apa Pixie Jianfa keluarga Linmu ada kemajuan atau tidak".
Linghu Chong perlahan-lahan duduk, di bawah sinar rembulan, terlihat Lin Pingzhi dan Yu Canghai berdiri saling berhadapan, jarak diantara mereka sekitar tiga zhang. Linghu Chong berpikir, "Hari itu ketika aku terluka di Heng Shan, si cebol Yu ini hendak memukulku sampai mati, untung saja Lin Shidi bersikap ksatria dan dengan berani maju ke depan, sehingga nyawaku dapat diselamatkan. Kalau saat itu si cebol Yu sampai memukulku, mana ada Linghu Chong hari ini? Setelah Lin Shidi masuk Huashan Pai kita, ilmu silatnya banyak mengalami kemajuan, namun masih belum bisa dibandingkan dengan si cebol Yu. Kalau ia membuat janji dengan di cebol Yu disini, kemungkinan besar shifu dan shiniang menyokongnya dari belakang. Akan tetapi kalau shifu dan shiniang tak datang kemari, aku juga tak bisa hanya berpangku tangan saja".
Yu Canghai tertawa dingin dan berkata, "Kalau kau punya nyali, datanglah ke Gunung Qingcheng untuk menuntut balas, tapi kalau kau membuat janji supaya aku datang kesini, lalu diam-diam menyembunyikan serombongan biksuni disini supaya bisa mengeroyok si pendeta tua ini, hal ini lucu sekali, lucu sekali!"
Ketika Yihe mendengarkan sampai disini, ia tak sanggup menahan diri lagi, dengan lantang ia berkata, "Kalau si bocah marga Lin punya dendam padamu, apa urusannya dengan Hengshan Pai kami? Kau si kerdil ini bicara sembarangan saja. Kalian silahkan bertarung mati-matian, kami hanya akan menonton saja. Kalau kau takut, tak usah menyeret Hengshan Pai ke dalam urusanmu". Ia merasa sangat sebal pada Yue Lingshan, dan juga sangat benci pada semua yang berhubungan dengan Yue Lingshan, termasuk suaminya.
Hubungan diantara Yu Canghai dan Zuo Lengchan selalu baik, sebelumnya Zuo Lengchan telah secara pribadi menulis dua pucuk surat untuk mengundangnya menghadiri upacara dan sekaligus memperkuat pengaruhnya. Saat Yu Canghai tiba di Songshan, ia mengira bahwa Zuo Lengchan pasti akan dapat menduduki jabatan ketua Wuyue Pai, oleh karena itu, walaupun ada orang Huashan Pai yang mendendam padanya, ia sama sekali tak perduli. Tak nyana kedudukan ketua itu malah direbut oleh Yue Buqun, karena kejadian yang tak terduga ini, mereka tak ingin berada di Songshan lebih lama lagi dan hendak turun gunung malam itu juga.
Saat rombongan Songshan Pai menuruni puncak gunung, Lin Pingzhi berjalan ke sampingnya dan dengan lirih membuat janji, supaya ia datang ke Panggung Fengshan malam ini untuk menyelesaikan masalah diantara mereka. Walaupun Lin Pingzhi berbicara dengan lembut, namun perkataan dan ekspresi wajahnya sangat kasar, sehingga ia tak kuasa menolak. Yu Canghai berpikir, "Huashan Pai kalian baru saja memimpin Wuyue Pai, namun sudah begitu sombong, tapi pendukung kalian tak banyak, Wuyue Pai akan pecah dari dalam dan aku tak takut pada kalian. Aku hanya harus berhati-hati supaya tak dikeroyok oleh bala bantuan yang kau bawa ke pertemuan ini". Ia sengaja datang agak terlambat untuk melihat apakah Lin Pingzhi membawa banyak bala bantuan, ketika ia melihat bahwa Lin Pingzhi ternyata datang seorang diri, diam-diam ia merasa girang. Tadinya ia hendak mengajak seluruh murid-murid Qingcheng Pai, tapi sekarang ia hanya mengajak dua orang murid saja, sedangkan anggota Qingcheng Pai lainnya disebar di lereng gunung, begitu mereka melihat ada orang naik ke puncak untuk memberi bantuan, mereka akan langsung memberitahunya.
Setelah ia tiba di puncak dan melihat banyak orang tidur di sisi panggung, diam-diam Yu Canghai mengeluh, pikirnya, "Ibu berusia tiga puluh tahun ternyata kena ditipu bayi. Aku hanya mengecek apakah ia membawa bala bantuan ke puncak gunung, tapi ternyata bala bantuannya sudah menunggu di puncak. Si pendeta tua ini telah masuk perangkap mereka, aku harus mencari akal untuk meloloskan diri".
Ia tahu bahwa ilmu silat Hengshan tak berada di bawah Qingcheng Pai, walaupun ketiga shitai mereka sudah meninggal dunia, sedangkan Linghu Chong terluka parah dan sekarang di antara mereka tak ada orang berbakat atau seorang jagopun, namun bagaimanapun juga jumlah mereka masih lebih banyak. Kalau beberapa ratus biksuni membentuk formasi pedang dan mengepung dirinya, keadaannya akan menjadi sangat runyam. Ia mendengar Yihe berbicara dengan kasar, memanggilnya 'si kerdil', tapi dari perkataannya, jelas bahwa ia tak akan membantu Lin Pingzhi, maka hatinya terasa lega, katanya, "Bagus sekali kalau kalian tak saling membantu. Tak ada jeleknya kalau kalian membuka mata kalian lebar-lebar untuk membandingkan ilmu pedang Qingcheng Pai kami dengan ilmu pedang Huashan Pai". Setelah berhenti sejenak, ia kembali berkata, "Kalian jangan menganggap bahwa karena Yue Buqun kebetulan dapat mengalahkan Saudara Zuo, ilmu pedangnya luar biasa hebatnya. Setiap perguruan dan aliran di dunia persilatan memiliki keistimewaan sendiri-sendiri, ilmu pedang Huashan belum tentu tak ada tandingannya di kolong langit ini. Dalam pandangan pindao, ilmu pedang Hengshan jauh lebih tinggi dari ilmu pedang Huashan".
Murid-murid Hengshan tak tahu apakah perkataanya ini mengandung maksud tersembunyi, namun Yihe tak perduli, katanya, "Kalau kalian berdua ingin bertarung, bertarung sajalah, untuk apa kalian mengoceh tak keruan di tengah malam seperti ini dan menganggu tidur orang, dasar tak tahu diri".
Diam-diam Yu Canghai merasa gusar, pikirnya, "Hari ini aku harus membereskan bocah marga Lin ini, sehingga aku tak bisa membuat perhitungan dengan kalian biksuni-biksuni bau ini. Di kemudian hari kalau kalian berkeliaran di dunia persilatan dan jatuh ke tangan si pendeta tua ini, aku pasti akan membuat kalian menelan pil pahit". Pikirannya picik, ia selalu mementingkan dirinya sendiri, kalau angkatan muda begitu melihatnya tak bersikap hormat dan menjilatnya ia merasa amat tak senang. Biasanya kalau mendengar perkataan Yihe itu, ia akan langsung marah.
Lin Pingzhi mengambil dua langkah ke depan, lalu berkata, "Yu Canghai, demi menguasai kitab pedang keluargaku, kau membunuh ayah ibuku, puluhan orang dari Biro Pengawalan Fu Wei kami juga tewas di tanganmu, hutang darah ini hari ini harus dibayar dengan darah segar".
Amarah Yu Canghai memuncak, ia berteriak, "Putra kandungku tewas di tanganmu, binatang, kalaupun kau tak mencariku, aku pasti akan mencincangmu. Kau bersembunyi di Huashan dan menjadikan Yue Buqun sebagai pelindungmu, memangnya kau bisa terus bersembunyi?" "Trang!", pedangnya keluar dari sarungnya. Saat itu tanggal lima belas, bulan tergantung di angkasa, walaupun tubuhnya pendek, namun senjatanya panjang. Cahaya rembulan dan sinar pedang saling memantul, bening bagai air, bergoyang-goyang di hadapannya, begitu ia menarik pedang, ia nampak begitu gagah.
Para murid Hengshan berpikir, "Si kerdil ini sudah lama terkenal, ternyata nama besarnya itu memang bukan nama kosong belaka".
Lin Pingzhi masih belum mencabut pedangnya, ia kembali maju ke depan dua langkah, sehingga ia hanya berjarak satu zhang dari Yu Canghai, lalu menelengkan kepalanya dan menatap Yu Canghai tanpa berkedip, sepasang matanya seakan memuntahkan api.
Ketika Yu Canghai melihatnya sama sekali belum mencabut pedang, ia berpikir, "Kau si bocah ini sombong sekali, aku tinggal memakai jurus 'Naga Hujan Terbang Dari Telaga Hijau' dan membuat mulut baru sepanjang dua setengah chi dari perut sampai dadamu. Tapi karena kau adalah angkatan muda, aku tak bisa turun tangan terlebih dahulu". Ia berseru, "Kau masih belum menghunus pedangmu?" Ia menyimpan tenaganya sambil menunggu, begitu tangan Lin Pingzhi menekan gagang pedangnya dan pedangnya mulai bergeser, tanpa menunggu pedang keluar dari sarungnya, jurus 'Naga Hujan Terbang Dari Telaga Hijau' sudah akan merobek perutnya. Dengan demikian kelak para murid Hengshan hanya akan dapat memuji kecepatan gerakan tangannya, tapi tak dapat menuduhnya menyergap orang.
Ketika Linghu Chong melihat ujung pedang Yu Canghai tak henti-hentinya bergetar, ia berteriak, "Lin Shidi, awas dia akan menusuk perutmu".
Lin Pingzhi tertawa dingin, tiba-tiba ia menerjang ke depan, gerakannya benar-benar secepat kelinci yang sedang berlari, dalam sekejap, ia hanya terpisah tak sampai satu chi dari Yu Canghai, hingga kedua hidung mereka seakan dapat saling bersentuhan. Keanehan jurus ini benar-benar tak terbayangkan dan gerakannya begitu cepat sehingga sukar dilukiskan. Dengan sekali menerjang, sepasang tangan Yu Canghai, dan pedang yang berada di tangan kanannya telah berada di belakang punggung lawan. Pedangnya tak mungkin dapat membengkok dan menusuk punggung Lin Pingzhi, dan tangan kiri Lin Pingzhi telah mencengkeram bahu kanannya, sedangkan tangan kanannya menekan ulu hatinya.
Yu Canghai merasa titik 'Jianjing' nya terasa nyeri, sedangkan lengan kanannya tak nyana sama sekali tak bertenaga, pedangnyapun terlepas dari tangannya.
Nampak bahwa hanya dengan satu jurus itu Lin Pingzhi dapat menghentikan seorang lawan tangguh, gerakan tangannya sangat aneh, mirip dengan jurus yang digunakan Yue Buqun ketika mengalahkan Zuo Lengchan, caranyapun persis sama. Linghu Chong berpaling dan saling berpandangan dengan Yingying, mereka serentak berseru pelan, "Dongfang Bubai!" Keduanya melihat rasa jeri dan bingung dalam pandangan mata lawan. Jelas bahwa jurus yang dipakai Lin Pingzhi ini adalah kungfu yang saat itu dipakai oleh Dongfang Bubai di Heimuya.
Telapak kanan Lin Pingzhi menyimpan tenaga yang tak dikeluarkannya, di bawah sinar rembulan, terlihat bahwa sinar mata Yu Canghai mendadak memancarkan rasa takut yang luar biasa. Lin Pingzhi merasa amat senang, ia merasa bahwa kalau hanya dengan sekali pukul musuh mati, hal ini akan terlalu enak bagi Yu Canghai. Tepat pada saat itu, terdengar suara Yue Lingshan berkumandang dari kejauhan, "Adik Ping, Adik Ping! Ayah menyuruhmu untuk mengampuninya dulu hari ini".
Sambil berseru, ia berlari naik ke puncak gunung. Ketika ia melihat Lin Pingzhi dan Yu Canghai berdiri berhadapan, mau tak mau ia tertegun. Ia menerjang ke depan beberapa langkah dan melihat bahwa Lin Pingzhi telah mencengkeram titik jalan darah Yu Canghai, sedangkan tangannya yang satu lagi menekan dadanya, maka ia menghela napas, lalu berkata, "Ayah berkata, hari ini Kepala Biara Yu adalah tamu kita dan kita tak boleh membuatnya susah".
Lin Pingzhi mendengus dan menambah tenaga dalam di tangannya yang menekan titik 'Jianjing' Yu Canghai. Titik jalan darah Yu Canghai ini terasa amat nyeri, namun setelah itu ia merasa bahwa tenaga dalam lawan sebenarnya biasa-biasa saja dan tak ada istimewanya, ia merasa sakit hanya karena lawan menekan titik jalan darah pentingnya, kalau tidak, kekuatan tenaga dalam lawan sebenarnya masih kalah jauh dari dirinya. Untuk sesaat rasa sedih dan amarah berkecamuk dalam hatinya, ilmu silat lawan jelas berada jauh di bawahnya, berlatih sepuluh tahun lagipun ia masih bukan tandingan dirinya, namun karena kelalaian sesaat, ia telah dikalahkan oleh jurus aneh lawan.
Yue Lingshan berkata, "Ayah menyuruhmu mengampuni nyawanya hari ini. Kalau kau ingin balas dendam, apa kau takut ia akan lari ke ujung dunia?"
Lin Pingzhi mengangkat telapak kirinya, "Plak, plak!", ia menampar Yu Canghai dua kali. Yu Canghai amat murka, namun tangan lawan masih menekan ulu hatinya. Tenaga dalam pemuda itu tak ada artinya, namun asalkan ia sedikit mengerahkannya saja, ia akan dapat menguncang pembuluh darahnya hingga hancur. Kalau dengan sekali pukul ia dapat membunuh dirinya, hal itu masih lebih baik, yang paling ditakutinya ialah kalau ia menggunakan tenaga dalam kelas empat atau lima sehingga membuatnya setengah mati setengah hidup, celaka sekali kalau hal ini terjadi. Dalam sekejap ia mempertimbangkan untung ruginya dan sama sekali tak berani bergeming.
Setelah menamparnya dua kali, Lin Pingzhi tertawa panjang, lalu melompat keluar, setelah berjarak sekitar tiga zhang darinya, ia menelengkan kepala dan memandanginya tanpa berkedip dan berkata apa-apa. Yu Canghai hendak memungut pedangnya, namun ia berpikir bahwa ia adalah seorang senior yang telah jatuh di bahwa angin hanya dalam satu jurus saja, kalau ia terus bertarung dengan disaksikan semua orang, ia akan bersikap seperti seorang rendah. Dibandingkan dengan kalau kalah bertarung, rasa malunya akan berlipat sepuluh kali, maka iapun membatalkan niatnya. Lin Pingzhi tertawa sinis, lalu berbalik dan melangkah pergi tanpa menghiraukan sang istri.
Yue Lingshan berhenti melangkah, dalam sekejap ia melihat Linghu Chong sedang duduk di samping panggung, maka ia segera melangkah ke hadapannya dan berkata, "Da Shige, luka.....lukamu tak parah?" Sebelumnya ketika mendengar teriakannya, jantung Linghu Chong telah menjadi berdebar-debar, saat ini pikirannya makin galau, katanya, "Aku......aku......aku......" Yihe berkata dengan sinis kepada Yue Lingshan, "Jangan khawatir, dia belum akan mati!" Yue Lingshan mendengarnya tapi seakan tak memahami arti perkataannya, ia hanya memandangi Linghu Chong, lalu berkata dengan lirih, "Pedang itu terlepas dari tanganku, aku......aku tak bermaksud melukaimu". Linghu Chong berkata, "Ya. Tentu saja aku tahu. Tentu saja aku tahu......aku......aku.......tentu saja aku tahu". Ia selalu riang gembira dan bersikap bebas, tapi di hadapan xiao shimei ini ia menjadi nampak bebal, berubah menjadi seperti seorang bodoh. Ia tiga kali berurut-turut berkata 'tentu saja aku tahu', tapi tak tahu apa sebenarnya yang hendak dikatakannya. Yue Lingshan berkata, "Lukamu amat parah, aku sangat menyesal, kuharap kau tak menyalahkanku". Linghu Chong berkata, "Tidak, tidak mungkin, aku pasti tak akan menyalahkanmu". Yue Lingshan perlahan-lahan menghela napas, menundukkan kepalanya, lalu berkata dengan lembut, "Aku pergi dulu!" Linghu Chong berkata, "Kau......kau sudah mau pergi?" Rasa kecewanya nampak jelas dalam cara bicara dan sikapnya.
Sambil menundukkan kepala, Yue Lingshan perlahan-lahan berjalan menjauh, ketika sedang dengan cepat menuruni lereng gunung, ia mendadak berhenti melangkah, berbalik dan berkata, "Da shige, tentang dua shizi dari Hengshan Pai yang datang ke Huashan itu, ayah berkata bahwa kita telah berbuat tak sopan, mohon maaf yang sebesar-besarnya. Begitu kami tiba kembali di Huashan, kami akan segera mengantar kedua shizi itu turun gunung".
Linghu Chong berkata, "Baik, bagus sekali, bagus......bagus sekali!" Ia memandanginya turun gunung hingga punggungnya menghilang di balik pohon-pohon cemara, mendadak ia teringat bahwa saat itu di Siguoya, ketika Yue Lingshan baru mulai mengantarkan nasi dan arak untuknya setiap hari, setiap kali Yue Lingshan pulang, ia juga selalu merasa berat untuk berpisah dengannya dan hanya bisa memaksakan diri untuk mengucapkan beberapa kata seperti ini, sampai akhirnya Yue Lingshan mengalihkan cintanya kepada Lin Pingzhi dan keadaan menjadi berubah.
Ia mengenang masa silam dan membuat dirinya sendiri sedih, namun mendadak terdengar Yihe tertawa sinis, lalu berkata, "Apa bagusnya perempuan ini? Hatinya bercabang dan gampang beralih, ia memperlakukan orang tanpa ketulusan sedikitpun, kalau dibandingkan dengan Ren Da Xiaojie kita, membawakan sepatunya saja ia tak pantas".
Linghu Chong tertegun, sekarang ia baru ingat bahwa Yingying berada di sisinya, sedangkan dirinya nampak begitu linglung di hadapan sang xiao shimei, maka ia segera meliriknya, mau tak mau wajahnya sendiri terasa panas. Ia melihat Yingying sedang bersandar di sudut Panggung Fengshan, seakan sedang mengantuk, pikirnya, "Kuharap ia sedang tidur". Namun Yingying begitu waspada, mana mungkin pada saat seperti ini ia tertidur?
Untuk menghadapi Yingying, kepintarannya segera muncul, karena saat ini ia sudah tak dapat berkata apa-apa lagi, lebih baik ia sama sekali tak bersuara. Namun yang paling baik adalah kalau dirinya dapat mengalihkan perhatiannya supaya Yingying tak memikirkan kejadian yang baru saja berlangsung, maka ia segera perlahan-lahan berbaring sambil mengerang pelan, seakan luka di punggungnya terbentur dan terasa sakit. Benar saja, Yingying merasa amat khawatir, ia menghampirinya dan bertanya dengan lirih, "Apakah lukamu terbentur dan terasa sakit?" Linghu Chong berkata, "Tak apa-apa". Ia mengangsurkan tangannya dan mengenggam tangan Yingying. Yingying hendak menarik tangannya, namun Linghu Chong memegang tangannya erat-erat. Ia takut kalau ia mengerahkan tenaga, ia akan membuat lukanya terasa nyeri, maka ia terpaksa membiarkan tangannya digengam olehnya. Linghu Chong telah kehilangan banyak darah, ia amat kelelahan, setelah beberapa saat, iapun tertidur pulas.
* * *
Ketika bangun tidur keesokan paginya, cahaya mentari yang merah telah memenuhi gunung. Semua orang takut untuk membangunkannya, maka mereka tak ada yang berani berbicara. Linghu Chong merasakan genggamannya telah kosong, entah kapan Yingying telah menarik kembali tangannya, namun sepasang matanya yang bersinar penuh perhatian menatap wajahnya tanpa berkedip. Linghu Chong tersenyum kecil kepadanya, duduk, lalu berkata, "Ayo pulang ke Hengshan!"
Saat itu Tian Boguang telah memotong kayu untuk membuat sebuah usungan, bersama Biksu Bujie ia segera mengusung Linghu Chong dan membawanya turun gunung. Saat mereka melewati halaman utama Songshan, mereka melihat Yue Buqun berdiri di gerbang, dengan wajah penuh senyum ia melepas mereka, namun Nyonya Yue dan Yue Lingshan tak berada di sisinya. Linghu Chong berkata, "Shifu, murid tak bisa bersujud untuk minta diri". Yue Buqun berkata, "Tak usah, tak usah. Nanti kalau lukamu sudah sembuh, kita akan berbicara lebih lanjut. Tak ada orang yang dapat kuandalkan untuk membantuku dalam kedudukanku sebagai ketua Wuyue Pai, sejak saat ini aku akan banyak mengandalkan bantuanmu". Linghu Chong memaksakan dirinya untuk tersenyum. Biksu Bujie dan Tian Boguang mengusungnya dengan begitu cepat bagai angin, dalam sekejap, mereka telah berjalan jauh.
Jalan turun gunung penuh para pendekar yang baru menghadiri pertemuan di Songshan. Sesampainya di kaki bukit, mereka menyewa dua buah kereta keledai untuk dinaiki Linghu Chong, Yingying dan yang lainnya.
Menjelang petang, mereka tiba di sebuah kota kecil, mereka melihat sebuah gubuk kedai teh yang penuh orang, mereka semua adalah orang-orang Qingcheng Pai, Yu Canghai berada diantara mereka. Begitu ia melihat para murid Hengshan datang, wajahnya kontan berubah dan ia berbalik. Di kota kecil itu tak ada kedai teh atau nasi lain, maka para murid Hengshan duduk sambil beristirahat di tangga batu di bawah teritisan atap rumah di depan kedai itu. Zheng E dan Qin Juan pergi ke dalam kedai teh untuk mengambil teh hangat untuk diminum Linghu Chong.
Mendadak terdengar suara derap kaki kuda, debu berterbangan di jalan, dua orang penunggang kuda mencongklang menghampiri mereka dengan cepat. Ketika tiba di depan kota, mereka menambatkan kedua kuda mereka, penunggang kuda itu yang seorang lelaki dan yang seorang perempuan, mereka adalah suami istri Lin Pingzhi dan Yue Lingshan. Lin Pingzhi berseru, "Yu Canghai, kau sudah tahu dengan jelas bahwa aku tak mengizinkanmu beristirahat, kenapa kau tak cepat-cepat melarikan diri? Kenapa kau malah menunggu ajal disini?"
Di dalam kereta, Linghu Chong mendengar suara Lin Pingzhi, maka ia bertanya, "Apa Lin Shidi sudah menyusul kita?" Qin Juan yang sedang melayaninya minum teh di dalam kereta segera menyingkapkan tirai kereta sehingga ia dapat melihat keadaan di luar.
Yu Canghai duduk di atas sebuah bangku kayu, ia sedang memegang secawan teh dan menghirupnya seteguk demi seteguk. Ia sama sekali tak memperdulikan mereka, setelah menandaskan cawannya, ia baru berkata, "Aku memang ingin menunggu kalian datang menghantar nyawa".
Lin Pingzhi berseru, "Bagus!" Begitu kata 'bagus' itu keluar dari mulutnya, ia langsung menghunus pedangnya dan turun dari kuda, lalu membalikkan tangannya dan menusuk ke depan. Lalu ia kembali naik ke atas kuda, berteriak dan berkuda pergi bersama Yue Lingshan. Darah menyembur dari dada seorang murid Qingcheng Pai yang berdiri di tepi jalan, lalu ia perlahan-lahan tersungkur ke tanah.
Serangan Lin Pingzhi ini sangat aneh, benar-benar sukar dibayangkan. Ketika ia menghunus pedangnya dan turun dari kuda, ia dengan jelas menyatakan bahwa bermaksud menyerang Yu Canghai. Ketika Yu Canghai melihatnya menghunus pedang untuk menyerangnya, ia diam-diam merasa girang karena hal ini memang diharap-harapkannya. Ia merasa dapat mencabut nyawanya untuk membalas penghinaan besar kemarin malam di samping Panggung Fengshan. Kalau nanti Yue Buqun mencarinya, itu adalah urusan belakangan. Tak nyana pedang lawan di tengah jalan dapat berbalik dan dengan secepat kilat menusuk seorang murid Qingcheng hingga tewas, lalu musuh menaiki kudanya dan pergi. Yu Canghai terkejut sekaligus geram, ia melompat untuk mengejar mereka, namun kuda yang ditunggangi mereka berdua larinya amat cepat dan tak bisa dikejar olehnya.
Serangan Lin Pingzhi ini begitu aneh hingga sukar diselami, begitu sebat tanpa tanding,
Linghu Chong yang melihatnya melongo, pikirnya, "Kalau serangan ini ditujukan padaku, kalau di tanganku tak ada senjata, aku tak akan dapat menangkisnya dan pasti akan tewas ditikam olehnya". Ia memikirkan ilmu pedang itu, ilmu pedang Lin Pingzhi jauh di bawahnya, namun jurus yang baru dipakainya itu sungguh cepat dan ia sendiripun tak dapat memecahkannya.
Yu Canghai menunjuk ke arah kepulan debu di belakang kuda Lin Pingzhi sambil menghentakkan kakinya dan memaki-maki dengan sengit, akan tetapi Lin Pingzhi dan Yue Lingshan sudah terlanjur pergi jauh, mereka mana bisa mendengar makiannya? Dadanya dipenuhi api kemarahan namun ia tak bisa melampiaskannya, ia berbalik sambil memaki, "Kalian biksuni-biksuni bau ini sudah tahu kalau si marga Lin itu akan datang, tapi kalian malah datang dulu kesini untuk mendukungnya. Baiklah, binatang cilik marga Lin itu sudah kabur, kalau punya nyali, ayo kemari bertarung mati-matian". Murid-murid Hengshan beberapa kali lipat lebih banyak jumlahnya dari orang-orang Qingcheng Pai, selain itu diantara mereka juga ada jago-jago lain seperti Biksu Bujie, Yingying, Taogu Liuxian, Tian Boguang dan lain-lain, kalau mereka bertarung, Qingcheng Pai tak punya harapan menang. Perbedaan kekuatan diantara keduanya sangat besar, Yu Canghai bukannya tak tahu mengenai hal ini, tapi saking murkanya, walaupun ia biasanya selalu hati-hati dan berpandangan ke depan, kali ini ia tak bisa menahan dirinya.
Yihe segera mencabut senjata, dengan gusar ia berkata, "Kalau mau berkelahi, ayo berkelahi, siapa yang takut padamu?"
Linghu Chong berkata, "Yihe Shizhi, tak usah perdulikan dia!"
Yingying membisikkan beberapa kata ke arah Taogu Liuxian. Taogen Xian, Taogan Xian, Taozhi Xian dan Taoye Xian berempat mendadak melompat bagai terbang, menerjang ke arah seekor kuda yang berada di bawah atap gubuk.
Kuda itu adalah kuda tunggangan Yu Canghai. Terdengar suara ringkikan kuda, keempat dewa itu masing-masing telah memegang sebuah kaki kuda lalu menariknya ke keempat penjuru, "Krek!", kuda itu tercabik menjadi empat potong, bagian-bagian tubuh dan darah segarpun berhamburan kemana-mana. Kuda itu tinggi dan kuat, namun ternyata dapat dicabik oleh keempat dewa itu hanya dengan tangan kosong belaka, gerakan tangan mereka amat sebat, benar-benar jarang ditemui. Semua murid Qingcheng melongo, wajah mereka berubah, bahkan jantung murid-murid Hengshanpun ikut berdebar-debar.
Yingying berkata, "Pendeta Yu, si marga Lin mendendam padamu. Kami tak membantu kedua belah pihak, hanya melihat sambil berpangku tangan saja, kau jangan melibatkan kami. Kalau benar-benar bertarung, kalian bukan tandingan kami, tak usah buang tenaga!"
Yu Canghai merasa jeri dan sikap jumawanya menghilang, "Sret!", ia kembali memasukkan pedang ke sarungnya seraya berkata, "Kita tak usah mencampur air sungai dengan air sumur, kita ambil jalan sendiri-sendiri saja, kalian silahkan berangkat dahulu". Yingying berkata, "Tak bisa, kami akan mengikuti kalian". Dahi Yu Canghai berkerut, ia bertanya, "Kenapa?" Yingying berkata, "Terus terang saja, ilmu pedang si marga Lin itu terlalu aneh, kami harus melihatnya dengan jelas". Hati Linghu Chong terkesiap, perkataan Yingying ini dengan telak mengungkapkan isi hatinya, ilmu pedang Lin Pingzhi memang aneh, bahkan 'Dugu Jiujian' juga tak dapat memecahkannya, ia memang benar-benar harus melihatnya dengan jelas.
Yu Canghai berkata, "Kalian ingin melihat ilmu pedang bocah itu, lantas apa hubungannya denganku?" Begitu perkataan itu keluar dari mulutnya, ia langsung sadar bahwa ia telah salah bicara, dendam Lin Pingzhi kepadanya sedalam lautan, Lin Pingzhi tak mungkin hanya puas membunuh seorang murid Qingcheng saja, ia pasti akan kembali untuk membalas dendam. Orang-orang Hengshan ingin melihat bagaimana Lin Pingzhi menggunakan pedang dan membantai orang-orang Qingcheng Painya.
Setiap orang yang mempelajari ilmu silat, begitu mendengar ada ilmu silat yang aneh, tentu langsung ingin melihatnya, semua orang di Hengshan Pai menggunakan pedang sebagai senjata, maka mereka tak bisa melewatkan kesempatan yang berharga ini. Akan tetapi mereka akan mengikuti Qingcheng Pai, seakan perguruannya telah berubah menjadi domba yang siap dipotong, dan menyaksikan bagaimana sang jagal menyembelih mereka. Di dunia ini mana ada penganiayaan yang lebih kejam? Hatinya gusar, dan ia ingin membalas dengan perkataan sinis, namun ketika perkataan itu hampir diucapkannya, ia segera menahannya. Ia mendengus sambil berkata dalam hati, "Bocah marga Lin itu cuma tiba-tiba dapat menggunakan jurus-jurus aneh, ia menggunakan tipu daya dan menyergapku, dua kali menyerangku saat aku belum bersiap-siap, apakah dia benar-benar punya suatu kepandaian? Kalau tidak, kenapa ia tak berani terang-terangan bertarung denganku? Baiklah, kalian ikuti aku, lihatlah dengan jelas bagaimana si pendeta tua ini mencincang binatang kecil itu".
Ia berbalik dan kembali duduk di dalam gubuk, mengangkat poci teh dan menuangnya, namun terdengar suara denting yang tak henti-hentinya, rupanya tangan kanannya gemetar, sehingga tutup poci teh ikut bergetar dan mengeluarkan suara. Belum lama ini ketika Lin Pingzhi berada di hadapannya, ia tetap tenang seperti biasanya dan dapat menghirup secawan teh dengan santai, tak bingung walaupun musuh tangguh berada di hadapannya. Namun saat ini hatinya tak henti-hentinya berkata, "Kenapa tanganku gemetar? Kenapa tanganku gemetar?" Ia berusaha sekuat tenaga untuk menenangkan diri, namun tutup poci teh terus bergetar dengan nyaring. Murid-muridnya hanya mengira bahwa sang guru terlalu gusar, namun sebenarnya dalam lubuk hatinya yang terdalam, Yu Canghai tahu bahwa ia sangat ketakutan, kalau Lin Pingzhi benar-benar menyerangnya, ia tak akan dapat menangkis serangan itu.
Setelah minum secawan teh, ia masih tak dapat menenangkan diri, ia menyuruh beberapa muridnya untuk mengubur murid yang terbunuh di belantara di luar kota, sedangkan sisanya akan bermalam di gubuk itu. Ketika para penduduk kota itu melihat dari kejauhan ada orang yang berkelahi hingga terbunuh, mereka ketakutan dan menutup pintu rumah mereka rapat-rapat, siapa yang berani datang untuk melihat?
Para murid Hengshan berpencar di kedai teh serta di bawah teritisan atap rumah. Yingying duduk seorang diri di dalam kereta keledainya yang terpisah jauh dari kereta yang ditumpangi Linghu Chong. Walaupun kisah cintanya dengan Linghu Chong telah diketahui semua orang di kolong langit ini, sifat pemalunya sama sekali tak berkurang sedikitpun. Ketika para murid Hengshan mengobati dan menganti perban Linghu Chong, ia memandang ke depan dan sama sekali tak mau melihatnya. Zheng E, Qin Yuan dan yang lainnya tahu isi hatinya, dan mereka terus memberitahunya tentang kondisi luka Linghu Chong. Yingying hanya sedikit mengangguk saja, namun tak berkata apa-apa.
* * *
Linghu Chong memikirkan ilmu pedang Lin Pingzhi dengan seksama, ilmu pedang itu sendiri sama sekali tak ada keanehannya, namun gerakannya benar-benar sangat tiba-tiba, sebelumnya sama sekali tak ada tanda-tandanya, jurus ini kalau digunakan untuk menyerang seseorang, walaupun orang itu adalah seorang jago kelas wahid, juga amat sulit ditangkis. Dahulu ketika mereka mengepung Dongfang Bubai di Heimuya, di tangannya hanya ada jarum sulam, namun ternyata empat orang jago tak mampu melawannya, setelah memikirkannya dengan seksama, sebenarnya hal itu bukan karena tenaga dalam Dongfang Bubai amat kuat, atau karena jurusnya amat hebat, namun hanya karena gerakannya secepat kilat, menyerang dan bertahan, maju mundur tanpa bisa ditebak oleh lawan. Ketika Lin Pingzhi menghentikan Yu Canghai di samping Panggung Fengshan, dan membunuh seorang murid Qingcheng, jurus yang dipakainya sama dengan yang dipakai Dongfang Bubai. Kungfu yang dipakai Yue Buqun untuk membutakan sepasang mata Zuo Lengchan juga sama. Pixie Jianfa dan Kuihao Baodian yang dipelajari Dongfang Bubai berasal dari sumber yang sama, maka ia menduga bahwa jurus-jurus yang dipakai oleh Yue Buqun dan Lin Pingzhi adalah Pixie Jianfa.
Ketika ia berpikir sampai disini, mau tak mau ia menggeleng-geleng sambil mengumam, "Penakluk kejahatan! Penakluk kejahatan! Kejahatan apa yang ditaklukannya? Kungfu ini sendiri jahat". Ia berpikir, "Di dunia saat ini, jangan-jangan yang bisa melawan ilmu pedang ini hanya Feng Taishishu seorang. Setelah lukaku sembuh, aku harus naik ke Huashan untuk minta petunjuk Feng Taishishu, untuk meminta beliau menunjukkan titik-titik kelemahannya. Feng Taishishu berkata bahwa ia tak mau menemui orang Huashan Pai, tapi sekarang aku sudah bukan anggota Huashan Pai lagi". Ia kembali berpikir, "Dongfang Bubai sudah mati. Yue Buqun adalah guruku, sedangkan Lin Pingzhi adalah adik seperguruanku, mereka berdua tak mungkin menggunakan ilmu ini untuk melawanku, kalau begitu untuk apa aku susah-susah mempelajari dan menganalisa ilmu pedang ini?" Mendadak ia teringat akan suatu hal, ia cepat-cepat duduk, karena gerakannya, kereta keledai itu bergoyang-goyang, lukanya langsung terasa amat nyeri sehingga mau tak mau ia mengerang.
Qin Juan yang berdiri di samping kereta cepat-cepat bertanya, "Apa kau mau minum teh?" Linghu Chong berkata, "Tak usah. Shimei, tolong minta Nona Ren datang kesini". Qin Juan mengiyakan.
Tak lama kemudian, Yingying datang mengikuti Qin Juan, dengan hambar ia bertanya, "Ada apa?"
Linghu Chong berkata, "Aku ingat sesuatu. Ayahmu pernah berkata bahwa Kuihoa Baodian milik agama kalian telah diberikannya kepada Dongfang Bubai. Saat itu aku mengira bahwa kungfu yang terdapat dalam Kuihoa Baodian tentunya tak sebaik ilmu sakti yang dipelajari ayahmu sendiri, tapi......" Yingying berkata, "Akan tetapi kungfu ayahku ternyata terbukti tak sehebat kungfu Dongfang Bubai, benar tidak?" Linghu Chong berkata, "Tepat sekali. Tapi aku tak paham alasannya". Apabila orang-orang yang mempelajari ilmu silat menemukan kitab silat rahasia, kalau tak mempelajarinya sendiri, mereka akan memberikannya pada orang lain seperti guru, murid, suami, istri, saudara seperguruan, kerabat atau kekasihnya, atau mempelajarinya bersama dengan orang-orang itu, atau bisa juga dirinya sendiri mempelajarinya terlebih dahulu, lalu baru mengajarkannya pada orang dekatnya. Kalau seseorang rela mengorbankan kepentingannya sendiri demi orang lain, hal ini benar-benar tak masuk akal.
Yingying berkata, "Aku juga pernah menanyakan hal ini pada ayah. Ayah berkata bahwa pertama, ilmu silat dalam kitab pusaka ini tak boleh dipelajari, kalau dipelajari, ilmu ini akan sangat merugikan diri sendiri. Kedua, ia juga tak tahu setelah berlatih ilmu dalam kitab pusaka itu seseorang akan menjadi seberapa lihainya". Linghu Chong berkata, "Tak boleh dipelajari? Memangnya kenapa?" Wajah Yingying memerah, katanya, "Kenapa tak boleh dipelajari, aku mana tahu sebabnya?" Setelah berhenti sejenak, ia kembali berkata, "Apa bagusnya menjadi seperti Dongfang Bubai?"
Linghu Chong mendehem, ia merasa bahwa sang guru sedang menapaki jalan yang sama dengan yang diambil oleh Dongfang Bubai itu. Ketika ia mengalahkan Zuo Lengchan dan merebut jabatan ketua Wuyue Pai, Linghu Chong sama sekali tak merasa senang. 'Semoga jiaozhu hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan', puja puji yang terdengar di Heimuya itu seakan sedikit demi sedikit telah menjadi semboyan Yue Buqun pula.
Yingying berkata, "Sembuhkanlah lukamu dengan tenang, tak usah berpikir yang tidak-tidak, aku mau tidur dulu". Linghu Chong berkata, "Baik". Ia menyingkap tirai kereta dan melihat bahwa cahaya rembulan yang bening menyinari wajah Yingying, sekonyong-konyong ia merasa menyesal karena telah mengecewakannya. Yingying perlahan-lahan berbalik, lalu mendadak berkata, "Baju yang dipakai Lin Shidimu itu berbunga-bunga!" Setelah berkata demikian, ia melangkah ke kereta keledainya sendiri.
Linghu Chong merasa agak heran, "Katanya baju yang dipakai Lin Shidi itu berbunga-bunga, apa maksudnya? Lin Shidi baru menjadi pengantin baru, baju yang dipakainya juga baju pengantin baru, tak ada anehnya. Bocah perempuan ini bukannya memikirkan ilmu pedangnya tapi malah memperhatikan pakaiannya, lucu sekali". Ketika ia memejamkan matanya, yang muncul di benaknya hanya kilauan pedang Lin Pingzhi saja, namun ia sama sekali tak ingat Lin Pingzhi memakai baju berbunga-bunga seperti apa.
Ia tidur sampai tengah malam, saat itu terdengar derap kaki kuda di kejauhan, dua orang penunggang kuda datang dari arah barat, Linghu Chong duduk dan menyingkap tirai kereta, ia melihat bahwa murid-murid Hengshan dan orang-orang Qingcheng Pai semua telah bangun tidur. Murid-murid Hengshan segera membentuk kelompok yang terdiri dari tujuh orang dan membentuk sebuah formasi pedang, mereka mengambil posisi, sama sekali tak bergeming. Orang-orang Qingcheng Pai ada yang memburu ke mulut jalan dan ada yang bersandar di dinding, sangat berbeda dengan murid-murid Hengshan yang tenang.
Kedua penunggang kuda itu mencongklang mendekat dengan cepat, di bawah sinar rembulan mereka dapat dilihat dengan jelas, mereka adalah pasangan Lin Pingzhi. Lin Pingzhi berseru, "Yu Canghai, demi mencuri belajar Pixie Jianfa milik keluarga Lin kami, kau telah membunuh ayah ibuku. Sekarang aku akan memperlihatkannya padamu jurus demi jurus, perhatikanlah dengan sungguh-sungguh". Ia menambatkan kudanya, lalu melompat turun dari pelana, pedangnya tersandang di balik punggungnya, dengan cepat ia melangkah ke arah para murid Qingcheng Pai.
Linghu Chong memusatkan perhatiannya, dilihatnya bahwa ia mengenakan baju berwarna hijau zamrud, tepi dan lengan jubahnya penuh sulaman bunga-bunga berwarna kuning tua yang terbuat dari benang emas, sedangkan di pinggangnya terlilit seutas ikat pinggang bersulam, ketika berjalan pakaiannya itu nampak berkilauan dan memang nampak amat indah dan mewah, pikirnya, "Biasanya Lin Shidi sangat sederhana, tapi setelah jadi pengantin baru, ia menjadi sangat berbeda. Tapi ia tak dapat disalahkan, ia seorang pemuda yang bangga akan dirinya sendiri, dapat menikahi istri seperti itu, tentu saja ia merasa amat girang, maka ia ingin sedikit berdandan".
Kemarin malam di sisi Panggung Fengshan, Lin Pingzhi telah menyergap Yu Canghai dengan tangan kosong, gayanya sama seperti sekarang ini, tapi mana mungkin Qingcheng Pai membiarkannya mengulangi perbuatan yang sama lagi? Begitu Yu Canghai berseru, empat orang muridnya langsung mengangkat pedang mereka, yang dua orang menusuk ke arah dada kiri dan kanannya, sedangkan yang dua orang lagi mengayunkan pedang mereka ke kiri dan ke kanan dan menebas ke arah kedua kakinya.
Lin Pingzhi mengangsurkan tangan kanannya dan dengan luar biasa sebatnya memuntir pergelangan tangan dua murid Qingcheng Pai, menyusul lengannya berputar, lalu mendorong siku kedua murid Qingcheng yang sedang menebas ke bagian bawah tubuhnya, terdengar empat jeritan mengenaskan, dua orang telah tersungkur ke tanah. Kedua orang ini tadinya sedang menikam dadanya, akan tetapi pergelangan tangan mereka dipuntir olehnya, sehingga pedang mereka berbalik menusuk perut mereka sendiri. Lin Pingzhi berseru, "Jurus kedua dan ketiga Pixie Jianfa! Apa kalian sudah melihatnya dengan jelas?" Ia berbalik dan menaiki kudanya, lalu memacunya pergi.
Orang-orang Qingcheng terpana dan tak mengejarnya. Ketika mereka memperhatikan dua orang lainnya, ternyata pedang salah satu dari mereka telah menusuk dada kawannya dari bawah, sedangkan orang yang satunya juga begitu. Kedua orang itu telah berhenti bernapas, namun tangan kanan mereka masih mengenggam gagang pedang erat-erat sehingga mereka saling menyokong dan tak terjatuh ke tanah.
Linghu Chong melihat dengan jelas gaya Lin Pingzhi memuntir dan mendorong, ia merasa ngeri sekaligus kagum, pikirnya, "Luar biasa cemerlang, ini adalah ilmu pedang, bukan ilmu menangkap. Hanya saja di tangannya tak ada pedang".
Dibawah sinar rembulan, sosok Yu Canghai yang kerdil berdiri di sisi keempat mayat itu, ia nampak tertegun. Murid-murid Qingcheng mengelilinginya, namun mengambil jarak, siapapun tak berani angkat bicara.
Setelah beberapa lama, Linghu Chong memandang keluar dari kereta, ia melihat bahwa Yu Canghai masih berdiri tak bergeming, sedangkan bayangannya perlahan-lahan menjadi makin panjang, pemandangan ini sangat aneh. Ada beberapa murid Qingcheng yang telah melangkah pergi, dan ada yang duduk-duduk, namun Yu Canghai masih mematung saja. Mendadak dalam hati Linghu Chong muncul rasa iba, guru besar Qingcheng ini telah dibuat kehabisan akal sehingga hanya bisa berpangku tangan menunggu ajal, mau tak mau ia merasa kasihan padanya.
Rasa kantuk makin kuat, ia memejamkan matanya, di tengah mimpinya mendadak ia merasa kereta bergerak, menyusul terdengar suara seseorang berseru, ternyata hari telah terang dan mereka sedang meneruskan perjalanan. Dari balik tirai kereta ia melihat bahwa di jalan raya yang lurus itu murid-murid Qingcheng ada yang menunggang kuda dan ada yang berjalan kaki, melihat sosok mereka yang mengenaskan dari belakang, ia merasakan perasaan sedih yang sulit dilukiskan, mereka seperti sekawanan sapi dan domba yang akan disembelih, satu persatu masuk ke dalam rumah penjagalan. Ia berpikir, "Mereka semua tahu bahwa Lin Pingzhi pasti akan kembali, dan mereka juga tahu bahwa mereka tak bisa melawan, kalau mereka kabur sendiri-sendiri, Qingcheng Pai akan bubar. Apakah kelak kalau Lin Pingzhi mencari mereka di Gunung Qingcheng, di Kuil Cemara Angin sudah tak ada orang yang menjawab panggilannya lagi?"
Saat tengah hari, mereka tiba di sebuah kota besar. Orang-orang Qingcheng makan dan minum di sebuah kedai arak, sedangkan murid-murid Hengshan makan di rumah makan di depannya. Dari sisi jalan nampak murid-murid Qingcheng makan potongan-potongan daging besar dan minum bercawan-cawan arak, para biksuni semua diam tak bersuara. Mereka semua tahu bahwa hidup orang-orang itu akan segera berakhir, maka mereka makan sepuasnya selagi bisa.
* * *
Mereka berjalan sampai pukul wei [1] dan tiba di tepi sebuah sungai, saat itu terdengar suara derap kaki kuda, suami istri Lin Pingzhi yang menunggang kuda mencongklang mendekat. Yihe bersuit dan semua orang Hengshan Pai menghentikan langkah mereka.
Saat itu mentari merah telah tinggi di angkasa, kedua penunggang kuda itu mencongklang menyusuri tepi sungai. Setelah tiba di dekat mereka, Yue Lingshan menambatkan kudanya, sedangkan Lin Pingzhi terus mencongklang. Yu Canghai melambaikan tangannya dan para muridnya semua berbalik, lalu berlari menyusuri tepi sungai ke selatan. Lin Pingzhi tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, " Cebol Yu, kau mau lari ke mana?" Ia menerjang ke depan dengan kudanya. Yu Canghai mendadak berbalik dan menyerang dengan pedangnya, kilau pedangnya bagai pelangi, ia menikam ke arah wajah Lin Pingzhi. Kekuatan tikaman ini amat lihai, Lin Pingzhi nampak terkejut dan cepat-cepat mencabut pedangnya untuk menangkis serangan itu. Para murid Qingcheng mengerumuni mereka. Yu Canghai terus menyerang, terkadang melompat tinggi-tinggi, terkadang merunduk. Orang tua berumur enam puluhan tahun ini ternyata kuat, melebih seorang muda, semua jurus pedangnya bersifat menyerang. Pedang delapan orang murid Qingcheng menari-nari, mereka mengurung di depan dan belakang kuda Lin Pingzhi, namun tak menebas ke arah kuda itu sendiri.
Setelah melihat beberapa jurus itu, Linghu Chong paham maksud Yu Canghai. Kekuatan ilmu pedang Lin Pingzhi terletak pada perubahannya yang sukar ditebak dan kecepatannya yang bagai kilat, kalau ia duduk di atas kuda, kelebihan ini akan banyak berkurang, kalau ia hendak tiba-tiba menyerang, ia hanya akan dapat menyerang orang di depannya, sedangkan kuda yang ditungganginya tak bisa mendadak mundur ke belakang. Kedelapan murid Qingcheng itu membentuk sebuah jaring pedang yang mengepung kuda itu, supaya Lin Pingzhi tak bisa turun dari kuda. Linghu Chong berpikir, "Ketua Qingcheng Pai memang bukan orang biasa, caranya ini amat lihai".
Ilmu pedang Lin Pingzhi berubah-ubah, jurus-jurusnya hebat, namun karena ia duduk di atas kuda, Yu Canghai selalu dapat menandinginya, Linghu Chong memperhatikan beberapa jurus lagi, lalu pandangan matanya beralih ke Yue Lingshan yang berada di kejauhan, mendadak sekujur tubuhnya terguncang karena amat terkejut.
Ia melihat enam orang murid Qingcheng telah mengepungnya, dan perlahan-lahan mendesaknya ke tepi sungai. Menyusul perut kuda yang ditungganginya terkena tebasan pedang, sambil meringkik mengenaskan, kuda itu melompat, sehingga ia terjatuh dari punggung kuda. Yue Lingshan mengegos untuk menghindari dua tikaman pedang, lalu bangkit. Keenam murid Qingcheng itu berusaha dengan sekuat tenaga untuk menyerangnya, seakan hendak mempertaruhkan nyawa mereka. Linghu Chong mengenali Hou Renying dan Hong Renxiong diantara mereka. Tangan kanan Hou Renying mengenggam pedang, gerakannya amat ganas. Walaupun Yue Lingshan telah mempelajari ilmu pedang Wuyue Jianpai yang terukir di dinding gua belakang, namun ia belum mempelajari ilmu pedang Qingcheng Pai. Jurus-jurus yang terukir di dinding gua terlalu cemerlang baginya, sehingga ia sebenarnya belum pernah sungguh-sungguh memahaminya, ia hanya dapat sedikit memainkan jurus-jurus itu karena diberi petunjuk oleh sang ayah. Di Panggung Fengshan ia dapat mengalahkan jago Taishan Pai dengan ilmu pedang Taishan dan menggunakan ilmu pedang Heng Shan untuk mengalahkan ketua Heng Shan Pai, sehingga musuh terkejut dan terintimidasi, namun ilmu-ilmu itu tidak efektif apabila digunakan untuk melawan murid-murid Qingcheng Pai.
Setelah menyaksikan beberapa jurus, Linghu Chong tahu bahwa Yue Lingshan tak akan dapat bertahan, selagi ia merasa cemas, "Ah!", mendadak terdengar sebuah teriakan panjang, lengan kiri seorang murid Qingcheng telah putus terkena tebasan Yue Lingshan yang menggunakan jurus ilmu pedang Heng Shan Pai. Linghu Chong merasa girang, ia berharap keenam murid Qingcheng itu akan ketakutan dan mundur, namun ternyata kelima murid lainnya sama sekali tak mundur selangkahpun, bahkan orang yang tangan kirinya putus itu juga menerjang ke depan seperti kesetanan. Ketika Yue Lingshan melihat tubuhnya yang bersimbah darah dan ekspresi wajahnya yang menyeramkan, ia ketakutan dan mundur beberapa langkah, kakinya menginjak tempat kosong dan ia terjatuh di pantai berkerikil di tepi sungai itu.
Linghu Chong berseru kaget, teriaknya, "Tak tahu malu! Tak tahu malu!" Mendadak ia mendengar Yingying berkata, "Waktu itu ketika kita mengalahkan Dongfang Bubai, kita juga menggunakan cara seperti ini". Entah sejak kapan ia telah berada di sisinya. Linghu Chong berpikir bahwa perkataannya itu tak salah, dalam pertarungan di Heimuya itu, mereka berempat pasti kalah, untung saja Yingying beralih menyerang Yang Lianting, sehingga konsentrasi Dongfang Bubai buyar dan ia dapat dibunuh. Saat ini Yu Canghai juga menjalankan taktik ini, bagaimana caranya mereka menewaskan Dongfang Bubai, Yu Canghai tentunya tak tahu, namun dalam keadaan terdesak terpikir olehnya untuk menggunakan taktik ini, yang kebetulan sama dengan taktik yang mereka pakai. Ia mengira kalau Lin Pingzhi melihat istrinya yang tercinta berada dalam bahaya, konsentrasinya pasti terganggu dan ia akan segera berbalik untuk menolongnya, namun tak nyana ia tetap menempur Yu Canghai dengan sekuat tenaga dan sama sekali tak menghiraukan sang istri yang berada dalam bahaya besar.
Setelah terjatuh, Yue Lingshan segera melompat bangkit, pedangnya menari-nari. Keenam murid Qingcheng itu sadar bahwa keberlangsungan Qingcheng Pai, dan hidup mati mereka sendiri, tergantung dari apakah mereka dapat membunuh musuh dalam pertarungan ini, maka tanpa memperdulikan keselamatan mereka sendiri, mereka terus mendesak maju. Orang yang lengannya terpotong itu telah membuang pedangnya dan bergulingan di tanah, tangan kanannya menarik kaki Yue Lingshan. Yue Lingshan sangat terkejut, jeritnya, "Adik Ping, Adik Ping! Cepat bantu aku!"
Lin Pingzhi berkata dengan lantang, "Si cebol Yu ingin melihat Pixie Jianfa, biar dia melihatnya dengan jelas, supaya kalau mati ia bisa memejamkan matanya dengan tenang!" Ia terus mengeluarkan jurus-jurus aneh sehingga Yu Canghai tak sempat mengambil napas. Jurus-jurus Pixie Jianfanya telah dipelajari dengan seksama oleh Yu Canghai, semuanya telah dihafalkannya, namun dalam jurus-jurus yang tak terlalu istimewa itu mendadak muncul banyak perubahan-perubahan yang amat hebat, selain itu juga banyak gerakan yang secepat kilat, sehingga Yu Canghai meraung-raung putus asa, keadaanya amat runyam. Yu Canghai tahu bahwa tenaga dalam musuh kalah jauh darinya, maka ia terus menerus berusaha menghantam pedang Lin Pingzhi, dengan harapan agar ia dapat menggetarkan pedang lawan hingga terlepas, namun sejak tadi ia belum pernah berhasil menyentuh pedang lawan.
Linghu Chong amat murka, serunya, "Kau......kau......kau......" Tadinya ia mengira bahwa Lin Pingzhi tertahan oleh Yu Canghai dan tak bisa menolong istrinya, namun setelah ia mendengar perkataannya, ia sadar bahwa Lin Pingzhi tak memperdulikan keselamatan Yue Lingshan, yang dipentingkannya hanyalah bagaimana mempermainkan Yu Canghai. Saat itu matahari bersinar dengan terik, dari kejauhan ia melihat ujung bibir Lin Pingzhi terangkat, ekspresi wajahnya nampak bergairah sekaligus penuh kebencian, ia menduga bahwa hatinya penuh rasa puas karena berhasil membalas dendam. Ia seperti seekor kucing yang berhasil menangkap seekor tikus, lalu terlebih dahulu mempermainkannya dengan kejam sebelum mengigitnya hingga mati, namun seekor kucingpun tidak penuh rasa benci dan begitu ganas seperti ini.
Yue Lingshan kembali berseru, "Adik Ping, Adik Ping!" Ia berseru-seru sampai suaranya serak, keadaan sudah menjadi amat genting.
Lin Pingzhi berkata, "Sebentar lagi aku datang, kau bertahanlah sebentar lagi, aku akan memperagakan Pixie Jianfa sampai selesai supaya ia bisa melihatnya dengan jelas. Sebenarnya si kerdil Yu ini tak punya dendam pada kita, semuanya hanya disebabkan oleh Pixie Jianfa, maka aku harus memperagakan ilmu pedang ini dari awal sampai akhir supaya ia dapat melihatnya dengan jelas, bagaimana menurutmu?" Ia berbicara dengan santai, jelas bahwa ia tak mengatakannya kepada sang istri, melainkan kepada Yu Canghai, karena khawatir lawan tak paham maksudnya, ia masih kembali berkata, "Si kerdil Yu, bagaimana menurutmu?" Gerakan tubuhnya indah, setiap tebasan maupun gerakan jarinya semuanya sangat anggun, gayanya mirip dengan 'Sembilan Belas Jurus Pedang Gadis Kumala' yang dipakai murid-murid perempuan Huashan, namun mengandung tiga bagian pengaruh jahat yang menyeramkan.
Tadinya Linghu Chong bermaksud untuk meyaksikan jurus-jurus Pixie Jianfa yang saat ini sedang dipertunjukkannya bagi Yu Canghai, kesempatan ini sangat baik. Namun ia mengkhawatirkan keselamatan Yue Lingshan, kalaupun ia merasa bahwa Lin Pingzhi kelak pasti akan menggunakan ilmu pedang ini untuk membunuhnya, ia masih tak dapat terus menonton saja. Terdengar Yue Lingshan berulang kali berteriak dengan cemas, maka ia tak bisa menahan dirinya lagi dan berseru, "Yihe Shizi, Yiqing Shizi, cepat kalian bantu Nona Yue. Ia......ia tak bisa melawan".
Yihe berkata, "Kita telah berkata bahwa kita tak akan membantu kedua belah pihak, kurasa kita tak bisa turun tangan".
Orang-orang dunia persilatan sangat menganggap penting 'kepercayaan', bahkan seorang maling cabul pemetik bunga seperti Tian Boguangpun selalu menepati janjinya.
Begitu Linghu Chong mendengar Yihe berkata demikian, ia tahu bahwa perkataan Yihe itu memang benar. Kemarin malam di samping Panggung Fengshan, mereka sudah mengatakannya dengan jelas pada Yu Canghai bahwa mereka tak akan campur tangan. Kalau sekarang mereka maju menyelamatkan Yue Lingshan, mereka akan benar-benar menodai reputasi Hengshan Pai, mau tak mau hatinya amat cemas, serunya, "Mana Buji Dashi? Mana Buke Bujie?"
Qin Juan berkata, "Tadi malam mereka pergi bersama Taogu Liuxian, katanya mereka muak melihat tampang si kerdil Yu dan ingin pergi minum arak. Lagipula, mereka berdelapan juga anggota Hengshan Pai......"
Yingying mendadak maju ke depan, lalu berlari ke tepi sungai, ia meraba pinggangnya, dan kedua tangannyapun mengenggam sepasang pedang pendek, lalu ia berkata dengan lantang, "Kalian lihatlah baik-baik, aku adalah putri ketua Riyue Shenjiao Ren Yingying, bukan anggota Hengshan Pai. Kalian enam lelaki gagah menganiaya seorang perempuan, membuat orang muak. Nona Ren merasa bahwa hal ini tak adil, maka ia akan ikut campur".
Ketika Linghu Chong melihat Yingying turun tangan, ia merasa amat girang dan menghela napas panjang, namun lukanya terasa amat nyeri, maka ia kembali duduk di dalam kereta.
Namun keenam murid Qingcheng itu ternyata sama sekali tak memperdulikan kedatangan Yingying, mereka masih terus menyerang Yue Lingshan tanpa memperdulikan nyawa mereka sendiri. Yue Lingshan mundur beberapa langkah, "Byur!", kakinya tercebur ke dalam sungai. Ia tak bisa berenang, begitu kakinya masuk ke dalam air, ia merasa bingung dan permainan pedangnyapun makin kacau. Tepat pada saat itu, bahu kirinya terasa nyeri terkena tusukan musuh. Orang yang lengannya buntung itu mengambil kesempatan untuk menerjang ke depan, lalu menjulurkan tangan kanannya dan menarik kaki kiri Yue Lingshan. Yue Lingshan menebas ke bawah dan mengenai punggungnya, tapi orang bertangan buntung itu membuka mulutnya dan mengigit kakinya keras-keras. Pandangan Yue Lingshan menjadi gelap, pikirnya, "Apakah aku akan mati dengan cara seperti ini?" Di kejauhan ia melihat Lin Pingzhi menusukkan pedangnya dengan miring, sedangkan tangan kirinya memainkan rumus pedang, lalu membuat beberapa lengkungan di udara dengan pedangnya, caranya memainkan jurus itu halus dan anggun, dengan tenang dan percaya diri ia memamerkan ilmu pedangnya. Hatinya terasa pedih dan ia hampir jatuh pingsan, mendadak dua bilah pedang melayang di hadapan matanya, menyusul, "Byur, byur!", dua orang murid Qingcheng terjatuh ke sungai. Yue Lingshan merasa pikirannya galau dan bingung, lalu terjatuh ke tanah.
Yingying memainkan pedang pendeknya, dalam belasan jurus, kelima murid Qingcheng yang tersisa telah terluka, pedang mereka terlepas dan mereka terpaksa melarikan diri. Yingying menendang orang bertangan satu yang sedang sekarat itu hingga pegangannya terlepas, lalu menarik Yue Lingshan. Ia melihat bahwa bagian bawah tubuh Yue Lingshan terendam air, bajunya basah kuyup dan berlepotan darah, ia segera memapahnya ke tepi sungai.
Terdengar Lin Pingzhi berkata, "Pixie Jianfa keluarga Lin kami apa kalian sudah lihat dengan jelas?" Sinar pedang berkilauan, mengurung murid Qingcheng yang berada di samping kudanya, mendadak dahi murid itu tertusuk pedang. Lin Pingzhi tertawa terbahak-bahak, "Fang Renzhi, kau penjahat keparat, cara mati seperti ini terlalu enak bagimu!" Ia menarik tali kekang kudanya, melompati mayat Fang Renzhi dan mencongklang pergi.
Yu Canghai sudah kehabisan tenaga, ia mana berani mengejarnya?
Lin Pingzhi menambatkan kudanya, melihat ke sekelilingnya, lalu mendadak berseru, "Kau adalah Jia Renda!" Ia memacu kudanya ke depan. Jia Renda sudah mundur jauh-jauh ke samping, melihat ia mengejarnya, ia menjerit, lalu berbalik dan lari secepat-cepatnya. Namun Lin Pingzhi tak buru-buru mengejarnya, ia perlahan-lahan mengikutinya sambil menunggang kuda, pedangnya terangkat, lalu menusuk kaki kanannya. Jia Renda tersungkur ke tanah. Lin Pingzhi menarik kekang kudanya dan kuda itupun menginjak-injak tubuh Jia Renda. Jia Renda menjerit mengenaskan, namun tak langsung tewas. Sambil tertawa terbahak-bahak, Lin Pingzhi membalikkan kudanya dan kembali menginjak-injak Jia Renda. Setelah beberapa saat, jeritannya makin lama makin pelan, dan akhirnya sama sekali tak terdengar.
Lin Pingzhi tak lagi memandang orang-orang Qingcheng Pai, ia memacu kudanya ke samping Yue Lingshan dan Yingying, lalu berkata pada istrinya, "Naik kuda!"
Yue Lingshan memandangnya dengan gusar, setelah beberapa saat, ia mengertakkan giginya dan berkata, "Kau pergilah sendiri". Lin Pingzhi bertanya, "Dan kau?" Yue Lingshan berkata, "Untuk apa kau urusi aku?" Lin Pingzhi melirik ke arah para murid Hengshan, sambil tertawa sinis ia mengempit tubuh kudanya dan memacunya pergi.
Yingying tak menyangka bahwa Lin Pingzhi dapat bersikap begitu kejam pada istri yang baru dinikahinya itu, ia tak kuasa menahan rasa herannya dan berkata, "Nyonya Lin, kau istirahatlah dulu di keretaku". Air mata memenuhi rongga mata Yue Lingshan, namun ia berusaha menahan air matanya supaya tak meleleh, sambil tersedu sedan ia berkata, "Aku.....aku tak mau pergi. Kau.....kau kenapa mau menolongku?" Yingying berkata, "Bukan aku yang menolongmu, melainkan da shigemulah yang ingin menolongmu". Hati Yue Lingshan terasa pedih, ia tak bisa menahan dirinya lagi sehingga air matanya bercucuran, katanya, "Kau......mohon pinjamkan seekor kuda padaku". Yingying berkata, "Baik". Ia berbalik dan mengambil seekor kuda. Yue Lingshan berkata, "Banyak terima kasih, kau......kau......" Ia melompat ke punggung kuda, menarik kekangnya dan mencongklang ke timur, berlawanan dengan arah yang diambil Lin Pingzhi, seakan hendak kembali ke Songshan.
Ketika Yu Canghai melihatnya mencongklang pergi, ia merasa agak heran, namun tak terlalu memperdulikannya, pikirnya, "Semalam lagi, si binatang marga Lin itu akan kembali dan membunuh beberapa orang diantara kita lagi, ia hendak membunuh murid-muridku satu demi satu, sehingga tinggal aku sendirian, lalu baru turun tangan terhadapku".
Linghu Chong tak tahan melihat wajah Yu Canghai yang nampak begitu mengenaskan, maka ia berkata, "Ayo pergi!" Kusir kereta menjawab, "Baik!" Ia berseru, cambuknya melecut di udara dan keledaipun menarik kereta maju ke depan. "Eh!", ujar Linghu Chong. Ia melihat Yue Lingshan berbalik ke timur dan secara spontan ia ingin mengikutinya, namun tak nyana kereta keledai justru berjalan ke barat. Hatinya terasa berat, namun ia tak dapat memerintahkan kereta keledai untuk berbalik ke timur, ia membuka tirai kereta dan memandang ke belakang, namun sosoknya sudah tak terlihat, ia merasa susah hati, "Ia terluka dan menempuh perjalanan sendirian, tak ada orang yang merawatnya, bagaimana keadaannya nanti?" Mendadak terdengar Qin Juan berkata, "Ia pulang ke Songshan, dia akan baik-baik saja di sisi ayah ibunya, kau tak usah khawatir!".
Hati Linghu Chong terasa lega, katanya, "Baik". Ia berpikir, "Qin Shimei begitu penuh perhatian, ia bisa menebak isi hatiku".
* * *
Tengah hari keesokan harinya, rombongan itu berhenti di sebuah kedai nasi kecil untuk beristirahat. Kedai nasi itu sangat kecil, hanya berupa sebuah gubuk di tepi jalan, di dalamnya terdapat beberapa meja kayu yang dipakai untuk menghidangkan nasi dan teh untuk para pejalan kaki,
Ketika rombongan Hengshan tiba, tak banyak beras yang masih tersisa, untung saja mereka membawa beras dan perlengkapan makan seperti mangkuk, cawan, sumpit dan lain-lain, maka mereka segera dapat mempersiapkan makanan di samping gubuk itu. Linghu Chong sudah sangat lama duduk dalam kereta, ia merasa sangat bosan, setelah memakai obat minum dan oles Hengshan yang mujarab, lukanya sudah banyak membaik. Zheng E dan Qin Juan memapahnya sehingga ia dapat turun dari kereta dan duduk di dalam gubuk untuk beristirahat.
Ia memandang ke arah timur sambil berpikir, "Apakah xiao shimei akan datang?"
Terlihat debu berterbangan di jalan, serombongan orang datang dari timur, mereka adalah rombongan Yu Canghai dan yang lainnya. Ketika rombongan Qingcheng Pai tiba di luar gubuk, mereka juga turun dari kuda dan mempersiapkan makanan. Yu Canghai duduk sendirian di samping sebuah meja tanpa berkata sepatah katapun, wajahnya nampak linglung. Jelas bahwa ia sadar hidupnya akan segera berakhir, ia sama sekali tak berusaha menghindari orang-orang Hengshan Pai. Paling-paling ia hanya akan mati dan ia tak perduli apakah orang-orang Hengshan akan menyaksikan kematiannya atau tidak.
Tak lama kemudian, dari arah barat terdengar suara derap kaki kuda, seorang penunggang kuda perlahan-lahan mendekat, penunggangnya mengenakan pakaian brokat berbunga-bunga. Ia adalah Lin Pingzhi. Ia menambatkan kudanya di depan gubuk, namun dilihatnya bahwa orang-orang Qingcheng Pai sama sekali tak memandangnya, mereka masing-masing sibuk menanak nasi dan minum teh. Pemandangan ini sama sekali tak diduganya, ia tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Aku tak perduli apakah kalian lari atau tidak, tapi aku tetap ingin membunuh kalian!" Ia melompat turun dari kudanya, lalu menepuk pantat kuda supaya kuda itu pergi merumput. Ia melihat bahwa di dalam gubuk masih ada dua buah meja kosong, maka ia duduk di samping salah satu meja itu.
Begitu ia masuk ke dalam gubuk itu, Linghu Chong langsung mencium bau wangi yang semerbak, dilihatnya bahwa dandanan Lin Pingzhi sangat mewah, jelas bahwa ia telah menaruh wewangian di pakaiannya. Kopiahnya dihiasi sebutir zamrud, jarinya dihiasi cincin bertahtakan batu permata, di masing-masing ujung sepatunya nampak sebutir mutiara. Ia berdandan seperti seorang tuan muda dari keluarga kaya raya, sama sekali tak seperti seorang pesilat.
Linghu Chong berpikir, "Keluarganya memang memiliki Biro Pengawalan Fu Wei, sehingga aslinya ia memang seorang tuan muda yang kaya raya. Ia telah mengalami beberapa tahun yang penuh kepahitan di dunia persilatan, sekarang ia telah menguasai suatu kepandaian, maka ia tentunya ingin menikmatinya". Ia terlihat mengambil sehelai sapu tangan sutra yang seputih salju dari saku dadanya, lalu dengan lembut mengusap-usapkannya ke wajahnya. Wajahnya rupawan, sedangkan caranya mengambil sapu tangan, mengusap-usap wajah dan mengibaskan bajunya mirip seperti seorang huadan[2] di atas panggung. Setelah duduk, Lin Pingzhi berkata dengan hambar, "Linghu Chong, kau baik-baik saja?" Linghu Chong mengangguk-angguk seraya berkata, "Baik!"
Lin Pingzhi menelengkan kepalanya dan melihat seorang murid Qingcheng Pai membawakan sepoci teh hangat dan menuangkan teh untuk Yu Canghai, ia berkata, "Namamu Yu Renhao, benar tidak? Bertahun-tahun yang lalu ketika kalian datang ke rumahku untuk membunuh orang, kau juga ikut serta. Walaupun kau berubah menjadi abu, aku juga akan tetap mengenalimu". Yu Renhao membanting poci teh keras-keras di atas meja, mendadak ia berbalik, sambil menekan gagang pedang, ia mundur dua langkah ke belakang seraya berkata, "Bapakmu ini memang Yu Renhao, memangnya kenapa?" Walaupun perkataannya kasar, namun suaranya gemetar dan wajahnya pucat pasi. Lin Pingzhi tersenyum kecil, lalu berkata, "Yingxiong Haojie, Qingcheng Xisiu[3]! Kau yang nomor tiga, tapi sama sekali tak nampak seperti seorang gagah, lucu sekali, lucu sekali!"
Yingxiong Haojie, Qingcheng Xisiu adalah sebutan untuk empat murid Qingcheng yang paling tinggi ilmu silatnya, yaitu Hou Renying, Hong Renxiong, Yu Renhao dan Luo Renjie. Diantara mereka Luo Renjie telah dibunuh oleh Linghu Chong di loteng Kedai Arak Huiyan di Xiang selatan[4], sedangkan tiga orang sisanya ada di depan mata. Lin Pingzhi kembali tertawa dingin dan berkata, "Saudara Linghu itu pernah berkata, 'Gouxiong Yezhu, Qingcheng Sishou'[5], ia membandingkan kalian dengan binatang, panggilan ini terlalu bagus untuk kalian. Kalau menurut pendapatku, dibandingkan dengan binatang buaspun kalian tak pantas".
Yu Renhao takut sekaligus marah, air mukanya makin gelap, tangannya menekan gagang pedang, namun tak menghunusnya.
Tepat pada saat itu, dari arah timur terdengar suara derap kaki kuda, dua orang penunggang kuda mencongklang mendekat dengan cepat, setibanya di depan gubuk, orang yang berada di depan menambatkan kudanya. Semua orang berpaling untuk melihatnya, "Oh!", seseorang berseru. Orang yang berada di depan itu adalah seorang bongkok yang berperawakan pendek gemuk, ia adalah Mu Gaofeng yang dijuluki si 'Bongkok Dari Utara'. Orang yang menunggang kuda di belakangnya ternyata adalah Yue Lingshan.
Begitu melihat Yue Lingshan, dada Linghu Chong terasa panas, hatinya amat girang, akan tetapi ia melihat bahwa tangannya terikat di belakang punggungnya, dan tali kekang kudanyapun dipegang oleh Mu Gaofeng, jelas bahwa ia telah ditawan olehnya. Ia langsung hendak marah, namun ia memikirkannya lagi, "Suaminya ada disini, untuk apa orang luar sepertiku ikut campur? Kalau ternyata suaminya tak perduli aku masih dapat menyelamatkannya".
Ketika Lin Pingzhi melihat Mu Gaofeng datang, ia benar-benar seakan seperti dihujani berbagai harta karun dari langit, ia girang bukan kepalang, pikirnya, "Si bongkok yang membunuh ayah ibuku juga ada disini, entah karena kebetulan apa ia hari ini mengantarkan dirinya sendiri kesini, ini namanya Tuhan memang punya mata".
Namun Mu Gaofeng tak mengenali Lin Pingzhi, pada hari itu di rumah Liu Zhengfeng keduanya pernah bertemu, tapi saat itu Lin Pingzhi menyamar sebagai seorang bongkok, wajahnya penuh koyo, sama sekali tak mirip pemuda perlente yang rupawan ini, setelah itu Mu Gaofeng tahu bahwa ia sedang menyamar, namun ia belum pernah melihat rupanya yang sebenarnya. Mu Gaofeng berpaling ke arah Yue Lingshan dan berkata, "Ternyata banyak kawan disini, ayo kita pergi". Ketika melihat murid-murid Qingcheng dan Hengshan, ia merasa agak jeri, ia khawatir akan ada orang yang dapat menolong Yue Lingshan, maka ia lebih baik cepat-cepat pergi dahulu.
Sehari sebelumnya, Yue Lingshan yang terluka sedang menempuh perjalanan seorang diri, hendak kembali ke sisi ayah dan ibunya di Songshan, namun sebelum lama menempuh perjalanan, ia bertemu dengan Mu Gaofeng. Pikiran Mu Gaofeng amat picik, ia merasa amat dipermalukan karena saat itu ia kalah beradu tenaga dalam dengan Yue Buqun, dan setelah itu suami istri Lin Zhennan juga diselamatkan oleh Yue Buqun. Setelah itu ia mendengar bahwa putra Lin Zhennan, Lin Pingzhi, telah masuk Huashan Pai dan menikahi putri Yue Buqun, ia berpikir bahwa tentunya Pixie Jianfa juga ikut dibawa masuk Huashan Pai dan iapun bertambah murka. Ia juga telah mendengar kabar tentang peleburan kelima perguruan, namun orang-orang Wuyue Jianpai memandangnya dengan sebelah mata dan Zuo Lengchan tak mengirim undangan baginya. Ia merasa sangat geram dan bersembunyi di sekitar Songshan untuk menunggu para anggota Wuyue Pai turun gunung, kalau jumlah mereka banyak atau diantara mereka ada seorang senior, ia tak akan menunjukkan batang hidungnya, tapi kalau ada orang yang berjalan sendirian, ia akan dengan sembunyi-sembunyi melampiaskan kemarahannya pada orang itu. Akan tetapi ia melihat bahwa orang-orang yang turun gunung semua berada dalam kelompok yang terdiri dari belasan atau bahkan ratusan orang sehingga ia tak bisa berbuat apa-apa, oleh karenanya begitu ia melihat Yue Lingshan berkuda sendirian, ia langsung mencegatnya.
Ilmu silat Yue Lingshan memang tak dapat menandingi ilmu silat Mu Gaofeng, terlebih lagi ia telah terluka, selain itu Mu Gaofeng juga menyerang dengan tiba-tiba sehingga ia pun akhirnya tertawan olehnya. Ketika Mu Gaofeng mendengarnya mengeluarkan ancaman sambil berkata bahwa dirinya adalah putri Yue Buqun, ia bertambah girang dan membuat rencana untuk menyembunyikannya di sebuah tempat tersembunyi, lalu minta Yue Buqun menukarnya dengan Pixie Jianfa. Ia segera berangkat, namun tak nyana di jalan ia berjumpa dengan orang-orang Hengshan dan Qingcheng Pai.
Yue Lingshan berpikir, "Kalau aku membiarkannya membawaku sekarang, siapa yang akan menolongku nanti?" Tanpa memperdulikan bahunya yang terluka, ia mengulingkan diri dari punggung kuda hingga terjatuh. Mu Gaofeng berseru, "Ada apa?" Ia melompat turun dari kuda, membungkuk dan mencengkeram punggung Yue Lingshan.
Linghu Chong mengira bahwa Lin Pingzhi tak mungkin hanya berpangku tangan saja menyaksikan istrinya dipermalukan orang, ia pasti akan turun tangan menolongnya, namun tak nyana ia sama sekali tak perduli. Dari lengan baju kirinya ia mengambil sebuah kipas berlapis emas, lalu mengipasi dirinya dengan perlahan-lahan sehingga bandulan zamrud penghias kipas itu tak henti-hentinya berayun-ayun. Saat itu bulan tiga, di utara salju baru saja mulai mencair, untuk apa memakai kipas? Sikapnya yang dibuat-buat ini tentunya disengaja untuk menunjukkan bahwa ia tak memperdulikan semua ini.
Mu Gaofeng mencengkeram punggung Yue Lingshan sambil berkata, "Awas, jangan jatuh lagi". Ia mengangkat lengannya dan menaruh Yue Lingshan di atas pelana, lalu ia sendiri juga naik ke atas kuda dan hendak segera pergi.
Lin Pingzhi berkata, "Si bongkok Mu, disini ada orang yang berkata bahwa ilmu silatmu rendah dan tak ada istimewanya, bagaimana menurutmu?"
Mu Gaofeng tertegun, ia melihat bahwa Lin Pingzhi duduk seorang diri, sepertinya ia bukan orang Qingcheng Pai, dan juga bukan orang Hengshan Pai, untuk sesaat ia tak bisa menebak asal usulnya, maka ia bertanya, "Siapa kau?" Lin Pingzhi tersenyum kecil dan berkata, "Untuk apa kau menanyaiku? Yang berkata bahwa ilmu silatmu rendah dan tak ada istimewanya bukan aku". Mu Gaofeng bertanya, "Siapa yang mengatakannya?" "Sret!", Lin Pingzhi menutup kipasnya, lalu menunjuk ke arah Yu Canghai, "Dia adalah Kepala Biara Yu dari Qingcheng Pai. Ia baru saja melihat sebuah ilmu pedang yang luar biasa, ilmu pedang yang terhebat di dunia ini, sepertinya namanya Pixie Jianfa".
Begitu mendengar perkataan 'Pixie Jianfa', semangat Mu Gaofeng langsung berkobar, ia melirik ke arah Yu Canghai, namun hanya melihat bahwa ia sedang memegang cawan teh, wajahnya seperti linglung dan seakan mendengar tapi tak memahami perkataan Lin Pingzhi, maka ia berkata, "Ketua Biara Yu, selamat karena anda telah berhasil melihat Pixie Jianfa, apakah hal ini benar-benar terjadi?"
Yu Canghai berkata, "Benar, caixia memang telah menyaksikan semua jurusnya dari awal sampai akhir".
Mu Gaofeng terkejut sekaligus girang, ia melompat turun dari punggung kuda, lalu berkata, "Kabarnya kitab pedang itu telah diberikan pada Yue Buqun, bagaimana kau dapat melihatnya?" Yu Canghai berkata, "Aku belum pernah melihat kitab ilmu pedang itu, hanya pernah melihat seseorang menggunakannya". Mu Gaofeng berkata, "Oh, begitu rupanya. Pixie Jianfa ada yang asli dan ada yang palsu, keturunan Biro Pengawalan Fu Wei di Fuzhou mempelajari Pixie Jianfa yang menggelikan dan membuat orang yang menyaksikannya tertawa sampai giginya copot. Yang kau lihat apakah benar-benar tulen?" Yu Canghai berkata, "Aku tak tahu apakah ilmu itu asli atau palsu, tapi orang yang menggunakannya memang ahli waris Biro Pengawalan Fu Wei di Fuzhou". Mu Gaofeng tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Percuma saja kau jadi ketua perguruan, ilmu silat asli atau palsu saja kau tak bisa membedakanya. Lin Zhennan dari Biro Pengawalan Fu Wei itu bukannya tewas di tanganmu?" Yu Canghai berkata, "Aku benar-benar tak bisa membedakan mana Pixie Jianfa yang asli dan palsu. Kau Mu Daxia lebih berpengalaman, tentunya kau bisa membedakannya".
Mu Gaofeng tahu bahwa wawasan si kerdil ini tentang ilmu silat terhitung kelas satu di dunia persilatan, maka kalau ia mendadak berkata demikian, ia tentunya mempunyai maksud lain. Ia tertawa terkekeh-kekeh, lalu memandang ke segala penjuru, ia melihat bahwa semua orang sedang memandanginya dengan raut wajah aneh, seakan ia telah mengatakan sesuatu yang amat salah, maka ia berkata, "Kalau aku bisa melihatnya, aku akan bisa membedakannya".
Yu Canghai berkata, "Kalau Mu Daxia ingin melihatnya, tidaklah sukar. Di depan mata ada seseorang yang dapat mengunakan ilmu pedang ini". Hati Mu Gaofeng terkesiap, matanya segera menyapu ke arah orang-orang itu, ketika melihat bahwa ekspresi wajah Lin Pingzhi adalah yang paling acuh tak acuh, ia bertanya, "Apakah pemuda ini yang dapat menggunakannya?" Yu Canghai berkata, "Aku kagum, kagum sekali! Pandangan mata Mu Daxia memang jeli, sekali melihat langsung tahu siapa orangnya".
Mu Gaofeng memandangi Lin Pingzhi dari atas ke bawah, ia melihat bahwa dandanannya mewah, seperti seorang tuan muda dari keluarga kaya, ia berpikir, "Si kerdil Yu berkata demikian tentunya karena mempunyai tipu muslihat untuk menjebakku. Musuh banyak jumlahnya, seorang bijak tak akan bertarung kalau kemungkinan menang sangat kecil, tak ada gunanya terlibat urusan mereka, lebih baik aku cepat-cepat pergi, asalkan putri Yue Buqun berada di tanganku, ia pasti akan menebusnya dengan kitab pedang itu". Ia segera tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Si kerdil Yu, aku sudah lama tak berjumpa denganmu, tapi kau masih suka bergurau saja. Hari ini si bongkok sedang ada urusan, maaf karena tak bisa menemanimu. Pixie Jianfa bagus, Ilmu Pedang Penakluk Setan juga bagus, tapi si bongkok ini tak memasukannya dalam hati, selamat tinggal". Begitu selesai mengucapkan perkataan ini, tubuhnya melesat dan mendarat di atas punggung kuda, gerakan tubuhnya amat gesit.
Tepat pada saat itu, pandangan semua orang terasa kabur, Lin Pingzhi seakan melompat ke depan dan menghadang di depan kuda Mu Gaofeng, namun sesaat kemudian ia terlihat mengayun-ayunkan kipasnya, seakan tak pernah bangkit dari tempat duduknya di sisi meja. Ketika semua orang sedang melongo, terdengar Mu Gaofeng berteriak dan memacu kudanya. Akan tetapi Linghu Chong, Yingying, Yu Canghai dan jago-jago lain melihat dengan jelas bahwa Lin Pingzhi telah menotok kuda Mu Gaofeng dua kali, tentunya ia telah berbuat sesuatu.
Benar saja, begitu kuda itu mengambil beberapa langkah, mendadak kepalanya membentur tiang gubuk. Benturan itu amat keras sehingga separuh gubuk langsung ambruk. Yu Canghai melompat keluar dari gubuk, namun ilalang dari atap gubuk menimpa kepala Linghu Chong, Lin Pingzhi dan yang lainnya. Zheng E membersihkan ilalang di kepala Linghu Chong. Lin Pingzhi sama sekali tak perduli, ia terus menantap Mu Gaofeng tanpa berkedip.
Mu Gaofeng agak bimbang, ia turun dari kuda dan melepaskan kekangnya. Begitu kuda itu mengambil beberapa langkah, ia langsung menabrak sebatang pohon besar yang berada di depannya, lalu meringkik panjang dan terjatuh ke atas tanah, kepalanya bersimbah darah segar. Gerakan kuda itu aneh, jelas bahwa kedua matanya telah buta, tentunya Lin Pingzhi dengan gerakan tangannya yang cepat tanpa tanding yang telah menusuk matanya hingga buta.
Dengan kipasnya, Lin Pingzhi perlahan-lahan membersihkan ilalang di atas bahunya, lalu berkata, "Orang buta menunggang kuda buta, berbahaya sekali!".
Mu Gaofeng tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Bocah, kau sombong sekali, kau pasti punya kepandaian. Kata si cebol Yu kau pandai memainkan Pixie Jianfa, tak ada jeleknya kalau kau perlihatkan pada si tua ini".
Lin Pingzhi berkata, "Benar, aku memang bisa memperlihatkannya padamu. Demi melihat Pixie Jianfa keluargaku, kau telah membunuh ayah dan ibuku, kejahatanmu bertumpuk-tumpuk, sama dengan Yu Canghai". Mu Gaofeng amat terkejut, ia tak menyangka bahwa tuan muda kaya di depan matanya ini adalah putra Lin Zhennan, dalam hati ia membuat perhitungan, "Ia berani menantangku dengan terang-terangan seperti ini, tentunya ia memang punya sesuatu. Wuyue Jianpai mereka telah bersatu, biksuni-biksuni Hengshan Pai ini tentunya akan membantunya". Sebuah ide muncul di benaknya, ia kembali mencengkeram Yue Lingshan sambil berpikir, "Musuh banyak sedangkan aku hanya seorang diri, nona ini adalah istrinya, selama aku menguasainya, bocah kecil ini bisa apa?"
Mendadak ia mendengar kesiuran angin pelan di belakang punggungnya, sebilah pedang menebas ke arahnya. Mu Gaofeng mengegos untuk menghindarinya, tak nyana serangan itu dilancarkan oleh Yue Lingshan. Ternyata Yingying telah memotong tali yang mengikat kedua tangannya dan membuka jalan darahnya yang tertotok, lalu memberinya sebilah pedang. Ketika mengayunkan pedangnya untuk menyerang Mu Gaofeng, luka Yue Lingshan terasa amat nyeri, ia juga sudah lama tertotok sehingga keempat anggota tubuhnya kesemutan, sehingga walaupun ia amat gusar, ia tak berani mengejar.
Lin Pingzhi tertawa sinis dan berkata, "Kau sudah lama menjadi tokoh dunia persilatan yang terkenal, tapi ternyata begitu tak tahu malu. Kalau kau ingin hidup, merangkaklah di tanah dan bersujud pada kakekmu ini tiga kali. Panggillah aku 'kakek' maka aku akan membiarkanmu hidup setahun lagi. Setelah setahun berlalu, aku baru akan mencarimu, bagaimana?" Mu Gaofeng mendongak dan tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Kau si bocah ini dahulu menyaru sebagai seorang bongkok di rumah Liu Zhengfeng di Heng Shan dan bersujud kepadaku serta berseru-seru memanggilku 'kakek', mati-matian mohon supaya kakek menerimamu sebagai murid. Karena kakek tak mau menerimamu, kau lantas masuk perguruan si tua Yue itu dan berhasil menipunya untuk mendapatkan istri, benar tidak?"
Lin Pingzhi tak menjawab, matanya memancarkan api kemarahan, namun wajahnya nampak berseri-seri, ia menutup kipasnya dan memindahkannya ke tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya menjinjing ujung jubahnya, lalu ia melangkah keluar dari gubuk dan langsung menghampiri Mu Gaofeng. Ketika angin selatan yang hangat bertiup, semua orang mencium bau harum.
"Ah, ah!", mendadak terdengar dua jeritan, air muka Yu Renhao dan Ji Rentong dari Qingcheng Pai berubah, darah segar menyembur dari dada mereka dan terjatuh ke tanah. Mau tak mau orang-orang yang berada di samping mereka menjerit ketakutan. Mereka melihat dengan jelas bahwa Lin Pingzhi mengangsurkan tangannya untuk bertarung melawan Mu Gaofeng, tapi entah bagaimana, ia malah menghunus pedang dan membunuh Yu dan Ji berdua. Begitu ia membunuh mereka, ia langsung memasukkan pedang kembali ke sarungnya, kecuali Linghu Chong dan beberapa jago lainnya, orang-orang lain hanya melihat sinar pedang berkilauan, namun tak ada yang melihat dengan jelas bagaimana ia menghunus pedangnya, dan lebih tak tahu lagi bagaimana ia mengayunkan pedangnya dan membunuh orang.
Dalam benak Linghu Chong muncul sebuah pikiran, "Ketika aku pertama kalinya menemui ilmu golok kilat Tian Boguang, aku sulit menangkisnya, namun setelah mempelajari Dugu Jiujian, ilmu golok kilatnya itu tak ada apa-apanya di depan mataku. Tapi pedang cepat Lin Pingzhi ini belum pernah dijumpai oleh Tian Boguang, jangan-jangan tiga juruspun tak mampu ditangkis olehnya. Bagaimana denganku? Berapa jurus yang dapat kutangkis?" Seketika itu juga telapak tangannya dipenuhi keringat.
Mu Gaofeng menarik sebilah pedang dari ikat pinggangnya, pedang yang dihunusnya sangat aneh, melengkung bagai sebuah punggung bongkok, ia bongkok dan pedangnyapun juga bongkok, pedang itu adalah sebuah pedang bongkok. Lin Pingzhi tertawa dingin, selangkah demi selangkah ia menghampirinya. Sekonyong-konyong Mu Gaofeng melolong keras-keras seperti seekor serigala, tubuhnya menerjang ke depan, pedangnya membuat beberapa gerakan melengkung, menebas ke sisi tubuh Lin Pingzhi. Pedang Lin Pingzhi keluar dari sarungnya dan menikam ke lehernya. Tikamannya ini dilancarkan belakangan, namun terlebih dahulu tiba pada sasarannya dan juga amat ganas. Mu Gaofeng kembali melolong dan melesat ke depan, terlihat bahwa mantel di bagian dadanya telah koyak sehingga menampakkan bulu dadanya yang hitam. Pedang Lin Pingzhi tinggal bergerak dua cun lagi ke depan dan dada Mu Gaofeng akan terbelah seperti dada ayam atau babi yang disembelih saja. "Oh!", ujar semua orang, mereka semua tercengang.
Mu Gaofeng baru saja lolos dari lubang jarum, namun orang ini sangat ganas dan ulet serta tak kenal takut, sambil melolong-lolong ia kembali menerjang dengan pedangnya ke arah Lin Pingzhi.
Lin Pingzhi menyerang dua kali, "Trang, trang!", kedua serangan itu berhasil ditangkis oleh pedang bongkok. Lin Pingzhi tertawa sinis, gerakannya semakin lama semakin sebat. Mu Gaofeng melompat dan merunduk, kilau pedang bongkoknya seakan membentuk sebuah jaring baja yang mengelilingi tubuhnya. Pedang Lin Pingzhi menikam ke depan dan saling bersentuhan dengan pedang bongkoknya, lengannya langsung terasa kesemutan, jelas bahwa tenaga dalam lawan jauh lebih kuat darinya, kalau ia kurang hati-hati sedikit saja, pedangnya akan dapat diguncang lawan hingga terlepas. Sekarang ia tak lagi berani bermain-main dan berusaha mencari celah diantara permainan pedang lawan yang bisa diserangnya. Mu Gaofeng hanya memusatkan perhatian pada permainan pedangnya sendiri, pedang bongkoknya berputar dengan begitu cepat sehingga angin dan hujanpun tak dapat menembusnya, sama sekali tak ada celahnya. Walaupun ilmu pedang Lin Pingzhi tinggi, untuk sesaat ia tak tahu harus berbuat apa. Namun dengan cara bertarung seperti ini, bagaimanapun juga Lin Pingzhi berada di atas angin, walaupun ia tak dapat melukai musuh, namun Mu Gaofeng sama sekali tak dapat membuat kesalahan sedikitpun. Semua jago melihat bahwa kalau Mu Gaofeng menyerang balik, celah akan muncul di jaring pedangnya, dan begitu Lin Pingzhi menyerang, ia tak akan dapat menangkis serangan itu. Caranya memainkan pedang yang bagai terbang itu sangat banyak menghabiskan tenaga dalam, setiap jurus harus dilancarkan dengan sekuat tenaga sehingga jurus-jurusnya dapat saling berkesinambungan seperti air mengalir, dan tenaga dalam yang digunakan dapat terus saling memperkuat. Namun tak perduli betapa melimpahnya tenaga dalam seseorang, tenaga itu tak dapat digunakan terus menerus tanpa henti.
Di tengah sambaran pedang bongkok yang membentuk jaring pedang itu Mu Gaofeng terus melolong-lolong, terkadang tinggi terkadang rendah, suara lolongannya itu serasi dengan jurus-jurus pedangnya, kepandaiannya sungguh mengagumkan. Lin Pingzhi beberapa kali hendak menembus jaring itu, namun selalu dapat ditangkis olehnya.
Setelah menonton beberapa lama, Yu Canghai mendadak melihat bahwa garis tengah lingkaran itu mengkerut setengah chi, rupanya kekuatan tenaga dalam Mu Gaofeng telah berkurang. Ia bersuit, lalu menerjang ke depan dengan pedangnya, "Wus, wus, wus!", ia menyerang tiga kali, semuanya diarahkan ke punggung Lin Pingzhi. Lin Pingzhi menarik pedangnya untuk menangkis serangan itu. Pedang bongkok Mu Gaofeng mengayun dengan sebat dan menebas bagian bawah tubuh Lin Pingzhi. Yu Canghai dan Mu Gaofeng adalah dua orang senior yang terkenal, namun mereka mengeroyok seorang pemuda, dalam keadaan biasa, perbuatan ini akan membuat mereka kehilangan muka. Namun di sepanjang jalan orang-orang Hengshan Pai telah melihat bagaimana Lin Pingzhi membunuh murid-murid Qingcheng Pai dengan sangat kejam dan sama sekali tanpa belas kasihan, Yu Canghaipun bukan tandingannya, maka kalau sekarang dua orang jago mengeroyoknya, mereka tak merasa bahwa hal itu adalah sesuatu yang aneh, dan malah menganggapnya memang sudah sewajarnya. Kalau Yu dan Mu berdua tak bergabung, bagaimana mereka dapat menangkis pedang cepat Lin Pingzhi yang secepat kilat itu?
Setelah bergabung dengan Yu Canghai, jurus-jurus pedang Mu Gaofeng berubah, ada yang menyerang dan ada yang bertahan. Mereka bertiga bertukar dua puluh jurus lebih lagi, lalu tangan kiri Lin Pingzhi berputar, ia membalikkan gagang kipas dan mendadak menusuk ke depan. Dari gagang kipasnya mendadak muncul ujung jarum yang panjangnya setengah cun, yang lalu ditusukkannya ke titik 'Huantiao' di kaki kanan Mu Gaofeng. Mu Gaofeng terkejut, ia mengayunkan pedang bongkoknya dengan sebat, namun ia kembali merasakan rasa nyeri di kaki kirinya. Ia tak berani bergerak lagi dan mengayunkan pedang bongkoknya seperti kesetanan untuk melindungi tubuhnya, sedikit demi sedikit sepasang kakinya menjadi lemas, dan ia terpaksa berlutut di atas tanah.
Lin Pingzhi tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Kalau kau baru mau berlutut sekarang, sudah terlambat!" Sambil berbicara, ia menyerang tiga kali ke arah Yu Canghai.
Walaupun Mu Gaofeng berlutut di atas tanah, namun pedang bongkoknya sama sekali tak melambat, dan terus dengan sebat menebas dan menikam. Ia tahu bahwa ia pasti akan kalah, maka dalam setiap jurus ia mati-matian berusaha untuk membuat lawan sama-sama musnah. Saat mulai bertarung ia hanya bertahan saja dan tak menyerang, namun sekarang karena sadar ia kehilangan nyawa, ia hanya menyerang saja dan sama sekali tak bertahan.
Yu Canghai tahu bahwa ia tak punya banyak waktu, kalau dalam beberapa jurus ia tak dapat mengalahkan musuh dan Mu Gaofeng tumbang, ia akan bertarung sendirian, maka pedangnyapun mengamuk bagai angin ribut. Mendadak terdengar Lin Pingzhi tertawa panjang, pandangan sepasang mata Yu Canghai menjadi gelap dan ia tak bisa melihat apa-apa lagi, kedua bahunya terasa dingin, dan kedua lengannyapun melayang terlepas dari tubuhnya.
Terdengar Lin Pingzhi tertawa kesetanan sambil berseru, "Aku tak akan membunuhmu! Aku akan membiarkan dirimu yang sudah tak punya lengan dan tak punya mata berkeliaran seorang diri di dunia persilatan. Namun aku akan membunuh semua murid dan anggota keluargamu, sehingga di dunia ini kau hanya akan punya musuh dan sama sekali tak punya kerabat". Yu Canghai merasa lengannya yang buntung sakit tak tertahankan, namun dalam hati ia sadar, "Perlakuannya kepadaku ini laksaan kali lebih kejam dibandingkan kalau ia membunuhku dengan sekali tikam. Walaupun aku masih hidup, aku akan menjadi seseorang yang sama sekali tak bisa ilmu silat, dan ia bisa semaunya menghina dan menyiksaku". Ia mengikuti suara Lin Pingzhi dan menubruk dada Lin Pingzhi dengan kepalanya.
Lin Pingzhi tertawa keras-keras, lalu mengegos untuk menghindarinya. Dendam kesumatnya telah terlampiaskan dan ia girang bukan kepalang, ia tak lagi berhati-hati dan mundur dua langkah hingga berada di samping Mu Gaofeng. Pedang bongkok Mu Gaofeng segera menyambar dengan kalap, Lin Pingzhi mengangkat pedang untuk menangkis serangan, namun mendadak kedua kakinya terasa berat, rupanya kakinya telah dicengkeram oleh Mu Gaofeng.
Lin Pingzhi terkejut, ia melihat bahwa dari keempat penjuru puluhan murid Qingcheng menerjang ke arahnya, kedua kakinya meronta-ronta, namun ia tak dapat melepaskan cengkeraman tangan Mu Gaofeng yang bagai belenggu besi, maka ia segera mengangkat pedangnya dan menusuk punuk di punggung Mu Gaofeng. "Crot!", cairan hitam menyemprot keluar dari punuk itu, baunya tak tertahankan.
Menghadapi kejadian yang tak terduga ini, Lin Pingzhi cepat-cepat mengangkat sepasang kakinya untuk menendang supaya ia dapat membebaskan diri, namun ia lupa bahwa bahwa kedua kakinya dicengkeram erat-erat oleh Mu Gaofeng. Wajahnya segera dipenuhi cairan bau yang menyemprot dari punuk itu, sakitnya bukan kepalang dan ia langsung menjerit keras-keras. Ternyata di balik punuk Mu Gaofeng tersembunyi sebuah kantong kulit berisi racun, dan air bau itu sangat berbisa. Tangan kiri Lin Pingzhi menghadang di depan wajahnya, ia memejamkan kedua matanya dan pedangnya membacok serta menebas tubuh Mu Gaofeng dengan serabutan.
Serangannya ini sangat sebat, dan Mu Gaofeng sama sekali tak dapat menghindar, ia hanya terus mencengkeram sepasang kaki Lin Pingzhi erat-erat. Tepat pada saat itu, dengan mendengarkan suara kedua orang itu, Yu Canghai menghampiri mereka, ia menerjang ke depan, membuka mulutnya dan mengigit, ia mengigit pipi kanan Lin Pingzhi dan tak melepaskannya lagi. Mereka bertiga saling bergumul, pikiran mereka telah menjadi kacau. Murid-murid Qingcheng mengangkat pedang mereka dan membacok tubuh Lin Pingzhi dengan serabutan.
Linghu Chong menyaksikan semua kejadian ini dengan jelas dari dalam kereta, pada mulanya ia terkejut, namun ketika melihat Lin Pingzhi dikeroyok oleh murid-murid Qingcheng, ia cepat-cepat berseru, "Yingying, Yingying, cepat tolong dia!" Yingying melompat ke depan dan menghunus pedang pendeknya, dentang denting yang tak putus-putusnya terdengar, ia berhasil mengusir para murid Qingcheng hingga berjarak beberapa langkah dari mereka.
Lolongan Mu Gaofeng yang bagai kesetanan sedikit demi sedikit menghilang, namun Lin Pingzhi masih terus menikami punggungnya. Tubuh Yu Canghai bersimbah darah, namun ia masih terus mengigit pipi Lin Pingzhi erat-erat. Setelah beberapa lama, tangan kiri Lin Pingzhi mendorong sehingga tubuh Yu Canghai melayang, pada saat yang sama ia menjerit dengan mengenaskan, terlihat darah bercucuran dari pipi kanannya, ternyata Yu Canghai telah mengigit segumpal dagingnya hingga terlepas. Mu Gaofeng sudah berhenti bernapas, namun masih mencengkeram sepasang kaki Lin Pingzhi erat-erat. Tangan kiri Lin Pingzhi meraba-raba hingga menemukan lengannya, lalu ia menebas kutung kedua lengannya itu sehingga ia dapat melepaskan dirinya dari cengkeramannya. Melihat raut wajahnya yang menyeramkan, Yingying mau tak mau mundur beberapa langkah.
Murid-murid Qingcheng mengerumuni guru mereka dan tak lagi menghiraukan Lin Pingzhi sang musuh tangguh.
Mendadak terdengar para murid Qingcheng berseru sambil tersedu sedan, "Shifu, shifu!
Shifu tewas, shifu tewas!" Mereka mengusung tubuh Yu Canghai dan menghindar jauh-jauh karena khawatir Lin Pingzhi akan mengejar dan membunuh mereka. Lin Pingzhi tertawa terbahak-bahak, lalu berseru, "Aku berhasil balas dendam! Aku berhasil balas dendam!"
Para murid Hengshan yang melihat peristiwa tak terduga yang menguncangkan jiwa ini semuanya terpana, wajah mereka pucat pasi.
* * *
Yue Lingshan perlahan-lahan melangkah ke sisi Lin Pingzhi dan berkata, "Adik Ping, selamat karena kau telah berhasil membalas dendam". Lin Pingzhi masih tertawa seperti kesetanan, lalu berseru dengan nyaring, "Aku berhasil balas dendam, aku berhasil balas dendam!" Yue Lingshan melihat bahwa matanya masih terpejam rapat, maka ia berkata, "Bagaimana matamu? Racun itu harus dicuci". Lin Pingzhi tertegun, tubuhnya terhuyung-huyung, hampir terjatuh. Yue Lingshan mengangsurkan tangannya dan menyokong ketiaknya, lalu memapahnya selangkah demi selangkah ke dalam gubuk. Ia mengambil sebaskom air bersih dan menuangkannya ke kepalanya. Lin Pingzhi berteriak dengan nyaring, suara teriakannya amat mengenaskan, jelas bahwa rasa sakitnya sukar ditahan.
Murid-murid Qingcheng yang berada di kejauhan melompat karena terkejut, lalu kembali mundur beberapa langkah.
Linghu Chong berkata, "Xiao shimei, ambillah obat ini dan oleskanlah pada Lin Shidi. Papahlah dia ke kereta kami untuk beristirahat". Yue Lingshan berkata, "Banyak......banyak terima kasih". Lin Pingzhi berteriak, "Tak mau! Apa bagusnya dikhianati olehnya! Si marga Lin ini hidup atau mati, apa hubungannya dengannya?" Linghu Chong tertegun, pikirnya, "Kapan aku menyinggungmu? Kenapa kau begitu membenciku?" Yue Lingshan berkata dengan lembut, "Obat luka Hengshan Pai terkenal di seluruh dunia, jarang......" Lin Pingzhi berkata dengan gusar, "Jarang apa?" Yue Lingshan menghela napas, lalu kembali mengucurkan air bersih dari baskom ke ubun-ubunnya. Akan tetapi kali ini Lin Pingzhi hanya mendehem saja, ia mengertakkan gigi tapi tak berteriak-teriak lagi, katanya, "Ia begitu memperhatikanmu, kau juga selalu berkata kalau ia baik, kenapa kau tak ikut dia pergi saja? Untuk apa kau mengurusiku?"
Ketika para murid Hengshan mendengarnya berkata demikian, mereka saling berpandangan dengan jengah. Yihe berkata dengan lantang, "Kau.....kau kenapa berani
mengucapkan perkataan yang memalukan seperti ini?" Yiqing segera menarik-narik lengan bajunya seraya berusaha membujuknya, "Shizi, ia terluka parah, pikirannya tak jernih, untuk apa berdebat dengannya?" Yihe berkata, "Bah, aku tak bisa menahan diri lagi....."
Saat ini Yue Lingshan mengambil sehelai sapu tangan dan dengan lembut menekan luka di pipi Lin Pingzhi. Mendadak Lin Pingzhi mendorongnya keras-keras dengan tangan kanannya. Yue Lingshan sama sekali tak berjaga-jaga dan langsung tersungkur, "Bruk!", ia menubruk dinding tanah di luar gubuk.
Linghu Chong murka, ia segera berseru, "Kau....." Tapi ia segera ingat bahwa mereka berdua adalah suami istri, kalau suami istri bertengkar, bahkan sampai saling memukul, orang luar tak boleh mencampuri urusan mereka, lagipula, dari perkataan Lin Pingzhi ia nampaknya mencurigai dirinya. Nada bicaranya penuh rasa cemburu, bahwa dirinya selalu mencintai xiao shimei tanpa berbalas tentunya telah diketahui oleh Lin Pingzhi, selain itu, ia sendiri terluka parah dan tak bisa ikut campur dalam masalah ini, maka ia segera menahan dirinya, namun ia begitu geram sampai sekujur tubuhnya gemetar.
Lin Pingzhi tersenyum sinis dan berkata, "Perkataanku memalukan? Siapa sebenarnya yang tak punya rasa malu?" Ia menunjuk keluar gubuk dan berkata, "Si kerdil marga Yu dan si bongkok marga Mu itu karena menginginkan Pixie Jianfa keluarga Lin kami, berusaha merebutnya dan membunuh ayah ibuku, namun walaupun mereka jahat dan keji, namun perbuatan masih dapat dikatakan sebagai perbuatan seorang penjahat dunia persilatan yang dilakukan secara terang-terangan, tak seperti....." Ia berbalik dan menunjuk ke arah Yue Lingshan sambil meneruskan perkataannya, "Tak seperti ayahmu, si budiman palsu Yue Buqun yang memakai cara-cara yang licik dan rendah untuk mendapatkan kitab pedang keluargaku".
Dengan bertumpu pada tembok tanah, Yue Lingshan perlahan-lahan bangkit, mendengar perkataannya itu sekujur tubuhnya gemetar, ia kembali terduduk, lalu berkata dengan suara gemetar, "Mana.....mana mungkin terjadi hal seperti itu?"
Lin Pingzhi tertawa sinis dan berkata, "Sundal yang tak tahu malu! Kalian ayah beranak berkomplot untuk memancingku. Untuk apa nona besar ketua Huashan Pai menikahi bocah sebatang kara yang tak punya masa depan sepertiku? Apa lagi kalau bukan demi Pixie Jianpu keluargaku. Setelah kalian berhasil mendapatkan kitab itu, kenapa kau masih menginginkan si marga Lin ini?"
"Oh!", ujar Yue Lingshan, tangisnya meledak, sambil tersedu sedan, ia berkata, "Kau.....memperlakukan orang baik dengan tak adil. Kalau aku mempunyai maksud seperti itu, biar aku.....biar aku dikutuk langit dan bumi".
Lin Pingzhi berkata, "Kalian diam-diam membuat tipu muslihat keji, mulanya semua gelap bagiku dan aku tak tahu apa-apa. Sekarang mataku buta, tapi aku malah dapat melihat dengan sangat jelas. Kalau kalian ayah beranak tak bermaksud demikian, kenapa......kenapa......"
Yue Lingshan perlahan-lahan berjalan ke sisinya, lalu berkata, "Kau jangan berpikir yang bukan-bukan, perasaanku terhadapmu tak pernah berubah". Lin Pingzhi mendehem. Yue Lingshan berkata, "Mari pulang ke Huashan untuk menyembuhkan luka, apakah matamu dapat sembuh atau tidak tak penting. Kalau aku Yue Lingshan bermaksud menyeleweng, biar aku.....biar aku mati mengenaskan seperti Yu Canghai ini". Lin Pingzhi tersenyum sinis dan berkata, "Entah ada tipu muslihat keji apa dalam hatimu sehingga kau bermanis-manis padaku seperti ini".
Yue Lingshan tak menghiraukannya, ia berkata kepada Yingying, "Kakak, aku hendak pinjam sebuah kereta besar darimu". Yingying berkata, "Tentu saja boleh. Bagaimana kalau aku minta dua orang kakak dari Hengshan Pai untuk mengantar kalian?" Sambil tersedu sedan tanpa henti Yue Lingshan berkata, "Tak.....tak usah. Banyak......banyak terima kasih". Yingying menarik sebuah kereta mendekat, lalu menaruh kekang keledai dan cemeti di tangannya.
Sambil memapah Lin Pingzhi, Yue Lingshan berkata, "Ayo naik ke kereta!" Lin Pingzhi jelas tak ingin melakukannya, namun matanya tak bisa melihat dan ia sama sekali tak berdaya, setelah ragu-ragu sesaat, akhirnya ia melompat ke dalam kereta. Sambil mengertakkan gigi Yue Lingshan melompat ke kursi kusir kereta, mengangguk-angguk ke arah Yingying untuk menunjukkan rasa terima kasihnya, mengayunkan cemeti, lalu mengemudikan kereta ke arah barat laut, namun selama itu ia tak pernah sekalipun melirik ke arah Linghu Chong.
Linghu Chong memandangi kereta besar yang makin menjauh itu, hatinya terasa pedih, air mata hampir bercucuran dari rongga matanya, pikirnya, "Mata Lin Shidi telah buta, sedangkan xiao shimei terluka. Mereka berdua tak punya siapa-siapa lagi, perlahan-lahan menempuh perjalanan, bagaimana sebaiknya? Kalau murid-murid Qingcheng mengejar mereka untuk membalas dendam, bagaimana mereka dapat melawan musuh?" Ia melihat murid-murid Qingcheng membungkus jenazah Yu Canghai, menaruhnya di punggung kuda, lalu berjalan ke arah barat daya, walaupun arah yang mereka tuju berlawanan dengan arah yang diambil Lin Pingzhi dan Yue Lingshan, siapa yang dapat menjamin kalau setelah beberapa li mereka tidak berbelok ke utara? Dan mengejar suami istri Lin Pingzhi? Ia merenungkan pembicaraan diantara Lin Pingzhi dan Yue Lingshan, dan merasa bahwa di dalamnya banyak hal yang tersembunyi, perasaan rindu dendam diantara sepasang suami istri tak dapat diketahui orang luar, namun setelah menikah hubungan diantara Lin dan Yue jelas tak harmonis, hanya satu hal yang pasti; xiao shimei masih muda belia dan amat dicintai ayah ibunya bagai mutiara, semua kakak dan adik seperguruan juga sangat menghormati dan menyayanginya, tapi ia malah dihina Lin Pingzhi seperti ini, maka ia tak kuasa menahan air matanya meleleh.
* * *
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Diantara pukul 1 sampai 3 siang.
[2] Pemeran tokoh wanita dalam opera China.
[3] 'Pahlawan Orang Gagah, Empat Ksatria Qingcheng'.
[4] Nama lain Propinsi Hunan.
[5] 'Beruang Hitam Babi Hutan, Empat Binatang Qingcheng'.
Bagian Kedua
Hari itu mereka hanya berjalan sepuluh li lebih, lalu bermalam di sebuah kuil rusak. Linghu Chong tertidur sampai tengah malam, namun beberapa kali diusik mimpi buruk, dalam keadaan setengah tertidur, mendadak ia mendengar sebuah suara halus masuk ke dalam telinganya, seseorang memanggilnya, "Chong Ge, Chong Ge!" Linghu Chong mendehem, setelah terbangun ia mendengar suara Yingying berkata, "Keluarlah, aku ingin bicara padamu".
Linghu Chong cepat-cepat duduk dan melangkah keluar kuil, ia melihat Yingying sedang duduk di undak-undakan batu sambil bertopang dagu, memandangi bulan purnama yang muncul di balik awan. Linghu Chong melangkah ke sisinya, lalu duduk berendeng pundak dengannya. Malam pekat dan tiada orang yang bersuara, di keempat penjuru tak terdengar suara sedikitpun.
Setelah beberapa saat, Yingying berkata, "Kau mengkhawatirkan xiao shimeimu?" Linghu Chong berkata, "Ya. Ada begitu banyak hal yang tak kumengerti". Yingying berkata, "Apa kau khawatir ia akan dianiaya suaminya?" Linghu Chong menghela napas, lalu berkata, "Masalah diantara mereka suami istri, mana bisa dicampuri orang lain?" Yingying berkata, "Kau takut orang-orang Qingcheng Pai akan menyusul mereka dan mencari gara-gara?" Linghu Chong berkata, "Murid-murid Qingcheng Pai sangat membenci musuh guru mereka, dan juga telah melihat bahwa mereka suami istri telah terluka, sangat masuk akal kalau mereka lantas hendak mengejar dan mencelakai mereka". Yingying berkata, "Kenapa kau tak mencari akal untuk menolong mereka?" Linghu Chong kembali menghela napas, lalu berkata, "Dari nada bicara Lin Shidi, nampaknya ia merasa cemburu padaku. Walaupun aku bermaksud baik dan menyelamatkannya, jangan-jangan aku malah akan makin menganggu keharmonisan hubungan mereka sebagai suami istri".
Yingying berkata, "Itu salah satu diantaranya, namun dalam hatimu ada kekhawatiran lain, kau takut membuatku tak senang, benar tidak?" Linghu Chong mengangguk-angguk, ia mengangsurkan tangannya dan mengenggam tangan kiri Yingying, tangannya terasa amat dingin, maka ia berkata dengan lembut, "Yingying, di dunia ini aku hanya punya kau seorang, kalau diantara kau dan aku masih ada rasa curiga, apa artinya menjadi manusia?"
Yingying perlahan-lahan menyandarkan kepalanya ke bahunya, lalu berkata, "Kalau perasaanmu sudah seperti itu, diantara kau dan aku mana bisa timbul rasa curiga? Kita tak boleh membuang waktu lagi, kita harus menyusul dan mendahului mereka, jangan sampai karena menghindari munculnya rasa curiga, lantas menimbulkan penyesalan seumur hidup".
Linghu Chong melihat ke sekelilingnya dengan terkejut, "Menimbulkan penyesalan seumur hidup, menimbulkan penyesalan seumur hidup!" Di depan matanya seakan terbayang puluhan murid Qingcheng mengepung kereta yang ditumpangi Lin Pingzhi dan Yue Lingshan, dan puluhan pedang membacok dan menikam dengan serabutan ke arah kereta itu, tanpa terasa tubuhnya menjadi gemetar.
Yingying berkata, "Aku akan pergi membangunkan Yihe dan Yiqing Shizi, kau perintahkanlah pada mereka supaya mendahului pulang ke Hengshan, sedangkan kita diam-diam melindungi xiao shimeimu, lalu baru pulang ke Biara Baiyun".
Yihe dan Yiqing tahu bahwa luka Linghu Chong belum sembuh, mereka merasa agak khawatir, namun karena melihat tekadnya sudah bulat untuk menolong orang, mereka tak banyak membantah lagi dan hanya memberikan sebungkus besar obat kepadanya, lalu melepas mereka berdua berangkat dengan kereta.
Ketika Linghu Chong memberi perintah pada Yihe dan Yiqing, Yingying berdiri di samping sambil memalingkan kepala, tak berani memandang Yihe dan Yiqing, ia berpikir bahwa dirinya dan Linghu Chong adalah seorang lelaki dan seorang perempuan, namun berpergian bersama di tengan malam dalam sebuah kereta, ia takut ditertawakan oleh mereka berdua, oleh karenanya setelah kereta keledai itu berjalan beberapa li jauhnya, ia baru menarik napas lega dan rona merah padam di wajahnya perlahan-lahan menghilang.
Ia mencari jalan, lalu menuju ke barat laut, jalan yang menuju ke Huashan hanyalah jalan raya ini, mereka tak mungkin tersesat. Kereta itu ditarik oleh seekor keledai yang kuat, langkahnya cepat, di tengah kesunyian malam itu hanya terdengar suara derap kaki keledai dan keriat-keriut kereta, sama sekali tak ada suara lain sedikitpun.
Linghu Chong merasa amat berterima kasih, pikirnya, "Demi diriku, ia rela melakukan apapun juga. Ia tahu aku mengkhawatirkan xiao shimei dan ikut melindunginya bersamaku. Untuk mendapatkan seorang belahan jiwa jelita seperti ini, entah berapa banyak budi yang harus dikumpulkan Linghu Chong selama beberapa kehidupan yang lalu?"
Yingying memacu keledainya, setelah melarikan kereta dengan cepat selama beberapa li, ia memperlambat jalan kereta dan kembali berkata, "Kita akan diam-diam melindungi xiao shimei dan shidimu. Kalau mereka dalam bahaya dan kita terpaksa turun tangan, paling baik kalau kita tak membiarkan mereka tahu siapa kita. Kurasa kita lebih baik menyamar saja". Linghu Chong berkata, "Benar sekali! Kau menyamar jadi si berewok itu lagi saja!" Yingying menggeleng-gelengkan kepalanya, "Tak bisa. Aku telah memapahmu di sisi Panggung Fengshan, xiao shimeimu pasti sudah melihatku". Linghu Chong berkata, "Kalau begitu sebaiknya kita menyamar sebagai siapa?"
Yingying mengangkat cemetinya dan menunjuk ke sebuah rumah petani di depan mereka, lalu berkata, "Aku akan mencuri beberapa lembar baju, kita akan menyamar sebagai se......se.......dua orang kakak beradik petani". Ia tadinya hendak mengucapkan kata 'sepasang', namun sebelum mengatakannya, ia merasa bahwa hal itu tak benar, maka ia cepat-cepat mengubahnya menjadi 'dua orang'. Linghu Chong mendengarnya, ia tahu bahwa Yingying sangat pemalu, dan tak suka bicara sembarangan serta bergurau, maka ia hanya tersenyum simpul. Yingying yang sedang berpaling melihat senyum yang terkembang di wajahnya, wajahnya memerah dan ia bertanya, "Apanya yang lucu?" Linghu Chong tersenyum dan berkata, "Memangnya kenapa? Aku hanya sedang berpikir, kalau keluarga petani itu tak punya anak gadis, dan hanya mempunyai seorang nenek tua dan cucunya, aku akan kembali memangilmu 'popo' ".
Yingying mencibir sambil tertawa, ia ingat ketika tempo hari dirinya baru berkenalan dengan Linghu Chong, ia selalu memanggilnya 'popo', dalam hatinya muncul perasaan manis yang tak terperi. Ia melompat turun dari kereta keledai dan berlari menuju rumah petani itu.
Linghu Chong melihatnya melompat dengan enteng ke tengah kegelapan malam, lalu mendengar suara dengkingan anjing, namun hanya sekali saja, setelah itu sama tak ada suara sedikitpun, agaknya Yingying telah menendangnya hingga pingsan. Setelah beberapa lama, ia melihatnya berlari sambil membawa setumpuk pakaian dan kembali ke samping kereta. Wajahnya nampak tersenyum namun tak tersenyum, ekspresinya amat aneh, mendadak ia melemparkan pakaian itu ke dalam kereta, lalu bersandar pada poros kereta sambil tertawa terpingkal-pingkal.
Linghu Chong mengangkat beberapa potong pakaian itu, di bawah sinar rembulan ia dapat melihat bahwa ternyata pakaian-pakaian itu adalah pakaian seorang petani tua dan istrinya, baju atasan istri petani tua itu sangat longgar, renda berbentuk bunga-bunga hijau diatas dasar putih yang menghiasinya juga bermodel kuno, sama sekali bukan pakaian seorang gadis atau menantu perempuan sebuah keluarga petani. Diantara pakaian-pakaian itu juga terdapat sebuah kopiah lelaki, ikat kepala perempuan dan sebuah pipa panjang untuk menghisap tembakau.
Yingying tertawa dan berkata, "Kau adalah Linghu-Setengah-Dewa, karena kau tahu bahwa di keluarga petani ini ada seorang nenek, sayang tak ada seorang anak......" Ketika berbicara sampai disini wajahnya memerah dan ia berhenti bicara. Linghu Chong tersenyum dan berkata, "Ternyata mereka kakak beradik, kakak beradik ini sangat akrab, mereka berdua tak menikah dan bahkan sampai berumur tujuh atau delapan puluh tahun masih tinggal bersama". Yingying tertawa dan mencibir, lalu berkata, "Kau jelas tahu kalau itu tak benar". Linghu Chong berkata, "Mereka bukan kakak beradik? Aneh sekali".
Yingying tak bisa menahan tawanya, di belakang kereta, ia segera memakai pakaian nenek petani itu di atas pakaiannya sendiri, membungkus kepalanya dengan ikat kepala, mengambil debu dari pinggir jalan dan mengoleskannya di wajahnya sendiri, lalu baru membantu Linghu Chong bertukar pakaian petani tua itu. Linghu Chong hanya terpisah beberapa cun dari pipinya, dan ia merasakan hembusan napasnya yang seharum anggrek, mau tak mau hatinya tergerak, dirinya ingin memeluk dan menciuminya, namun ia berpikir bahwa Yingying sangat tegas dan tak bisa dipermainkan, maka dirinya sama sekali tak boleh bersikap kurang ajar padanya. Kalau ia sampai menyinggungnya dan mengundang amarahnya, akibatnya sukar ditebak, maka ia segera menahan dirinya dan tak berani bergerak.
Ekspresinya mendadak nampak sangat nakal dan aneh, lalu berubah menjadi serius dan ditahan-tahan, Yingying melihat perubahan itu dengan jelas, sambil tersenyum ia berkata, "Cucu yang manis, nenek sayang padamu". Ia mengangsurkan tangannya dan mengoleskan debu yang memenuhi tangannya ke wajah Linghu Chong. Linghu Chong memejamkan matanya, ia hanya merasakan telapak tangannya yang hangat dan lembut mengusap-usap wajahnya, serta rasa nyaman yang sukar dilukiskan, ia berharap agar Yingying terus membelai-belai wajahnya seperti ini tanpa henti. Setelah beberapa saat, Yingying berkata, "Baiklah, di tengah kegelapan malam, xiao shimeimu pasti tak akan mengenalimu, tapi awas jangan berbicara". Linghu Chong berkata, "Oleskan debu di leherku juga".
Yingying tertawa dan berkata, "Siapa yang akan memperhatikan lehermu?" Namun ia segera paham maksudnya, ia ingin dirinya membelai-belai lehernya, maka ia membengkokkan jari tengahnya dan mengetuk-ketuk dahi Linghu Chong beberapa kali, lalu kembali duduk di kursi kusir. Ia bersuit untuk menyuruh keledai berjalan, namun mendadak ia tak kuasa menahan tawanya yang makin lama makin keras, ia tertawa sampai terbungkuk-bungkuk dan sukar duduk dengan benar.
Linghu Chong berkata sembari tersenyum, "Apa yang kau lihat di rumah petani itu?"
Yingying berkata sembari tertawa, "Aku tak melihat sesuatu yang lucu. Kakek dan nenek tua itu adalah......sepasang suami istri, mereka berdua......" Linghu Chong tertawa dan berkata, "Ternyata bukan kakak beradik, melainkan sepasang suami istri". Yingying berkata, "Kau mengodaku lagi, tak usah bicara lagi". Linghu Chong berkata, "Baiklah, mereka bukan suami istri tapi kakak beradik".
Yingying berkata, "Kau jangan menyela saja, bisa tidak? Begitu melompati tembok, aku langsung digongongi anjing, maka anjing itu kupukul sampai pingsan. Tapi ternyata kakek dan nenek tua itu sudah terlanjur bangun. Nenek itu berkata, 'Bapaknya A Mao, jangan-jangan ada musang datang mencuri ayam". Si kakek tua berkata, 'Si Hitam tidak mengonggong, tak mungkin ada musang'. Si nenek tua mendadak tertawa, lalu berkata, 'Jangan-jangan musang itu meniru caramu dahulu, setiap kali kau sembunyi-sembunyi mendatangi rumahku di tengah malam, kau selalu membawa sepotong daging sapi atau keledai untuk memberi makan anjingku'.
Linghu Chong berkata, "Nenek tua itu benar-benar nakal, ia mengataimu sebagai musang secara tak langsung". Ia tahu bahwa Yingying sangat pemalu, ia bercerita tentang kisah asmara lama suami istri petani itu, namun dirinya berpura-pura tak mengerti, mungkin dengan cara demikian ia akan meneruskan ceritanya, kalau dirinya sedikit saja menyinggung masalah asmara, Yingying akan langsung menutup mulutnya.
Yingying berkata sembari tertawa, "Nenek tua itu berbicara tentang saat mereka belum menikah......" Ketika berbicara sampai disini, ia menegakkan punggungnya dan menarik kekang supaya sang keledai berlari lebih cepat. Linghu Chong berkata, "Memangnya apa yang terjadi sebelum mereka menikah? Mereka tentunya mematuhi segala aturan kesopanan, walaupun berduaan di dalam kereta di tengah malam, mereka pasti tak berani berpelukan dan berciuman". Yingying mencibir dan tak bersuara lagi. Linghu Chong berkata, "Adik yang baik, adik sayang, beritahukanlah apa yang mereka katakan padaku". Yingying tersenyum tapi tak menjawab.
Di tengah kegelapan malam, hanya terdengar suara kaki keledai di atas jalan raya itu, suaranya berirama dan enak didengar. Linghu Chong memandang keluar, sinar rembulan mengalir bagai air di jalan raya yang lebar dan lurus itu, kabut tipis menyelimuti pucuk-pucuk pohon di tepi jalan, kereta keledai perlahan-lahan masuk ke dalam kabut hingga pemandangan di kejauhan menjadi tak terlihat dengan jelas, bahkan punggung Yingyingpun diselimuti kabut. Saat itu awal musim semi, harum bunga-bunga liar terkadang semerbak dan terkadang samar-samar, angin sepoi-sepoi membelai wajah, ia merasakan kebahagiaan yang sulit dilukiskan. Linghu Chong sudah lama tak minum arak, namun ia merasa seperti sedang mabuk kepayang.
Senyum terkulum di wajah Yingying, ia sedang mengingat-ingat percakapan diantara suami istri petani tua itu:
Si kakek tua berkata, "Malam itu di rumah tak ada daging sepotongpun, maka aku terpaksa pergi ke rumah tetangga untuk mencuri ayam guna dipotong, lalu kubawa ke rumahmu dan kuberikan pada anjingmu. Apa nama anjing itu?" Si nenek tua berkata, "Namanya si Belang". Si kakek tua berkata, "Benar, namanya si Belang. Setelah makan separuh ayam, ia duduk diam dengan manis, ayah ibumu tak tahu apa-apa. Malam itu jadilah A Mao kita". Si nenek tua berkata, "Kau cuma mementingkan dirimu saja dan tak memperdulikan hidup matiku. Setelah itu perutku membesar dan ayahku memukuliku sampai setengah mampus". Si kakek tua berkata, "Untung saja perutmu membesar, kalau tidak ayahmu mana mungkin menikahkanmu dengan aku si bocah miskin ini? Saat itu aku tak sabar menanti perutmu cepat-cepat besar!" Si nenek tua mendadak murka, makinya, "Dasar setan, ternyata kau berpura-pura, selama ini kau menyembunyikannya dariku, aku......aku sama sekali tak bisa mengampunimu". Si kakek tua berkata, "Jangan marah-marah, jangan marah-marah! Si A Mao sudah punya anak, untuk apa kau marah-marah begini?"
Saat itu Yingying takut Linghu Chong mengkhawatirkannya, maka ia tak berani berlama-lama menguping, setelah mencuri pakaian dan barang-barang lain, ia segera pergi, setelah sebelumnya meninggalkan sepotong uang perak besar di atas meja. Gerakannya begitu lembut, sedangkan suami istri petani tua itu, pertama, sudah tua dan pelupa, dan kedua, berbicara dengan penuh semangat, sehingga tak menyadari kehadirannya.
Ketika Yingying memikirkan percakapan mereka berdua, wajahnya tiba-tiba menjadi merah padam sampai ke telinganya, untung saja malam itu gelap, kalau tidak, seandainya Linghu Chong melihat ekspresi wajahnya, ia akan merasa sangat jengah.
Karena ia tak lagi mempercepat jalan keledainya, kereta itu sedikit demi sedikit melambat, setelah beberapa saat, mereka berbelok dan sampai di tepi sebuah danau besar. Pohon-pohon liu memenuhi tepi danau, sedangkan bayangan bulan purnama terpantul di permukaan danau, ombak mengoyang air danau hingga sinar rembulan yang keperakan berkilauan.
Dengan lembut Yingying berkata, "Chong Ge, apa kau sudah tidur?" Linghu Chong berkata, "Aku sudah tidur dan sedang bermimpi". Yingying berkata, "Kau sedang mimpi apa?" Linghu Chong berkata, "Dalam mimpiku aku membawa sepotong daging besar sambil merayap ke Heimuya untuk memberi makan anjing keluargamu". Yingying berkata sembari tertawa, "Kau ini memang tak beres, makanya mimpimu juga tak beres".
Mereka berdua duduk berendeng pundak di dalam kereta itu sambil memandangi air danau. Linghu Chong mengangsurkan tangan kanannya dan menekan punggung tangan kiri Yingying. Tangan Yingying sedikit gemetar, namun ia tak menariknya kembali. Linghu Chong berpikir, "Kalau bisa seperti ini selamanya dan tak usah menyaksikan hujan darah di dunia persilatan, jadi dewapun aku tak akan sebahagia ini".
Yingying berkata, "Apa yang sedang kau pikirkan?" Linghu Chong menceritakan apa yang baru saja dipikirkannya. Yingying membalikkan tangan kirinya dan mengenggam tangan kanan Linghu Chong lalu berkata, "Chong Ge, aku sangat bahagia". Linghu Chong berkata, "Aku juga". Yingying berkata, "Ketika kau memimpin rombongan orang gagah untuk menyerbu Biara Shaolin, aku merasa berterima kasih, namun tak sebahagia sekarang. Andaikan aku seorang sahabatmu yang terkurung di Biara Shaolin, demi rasa setia kawan di dunia persilatan, kau juga akan menyelamatkanku tanpa memperdulikan keselamatan dirimu sendiri. Tapi saat ini kau hanya memikirkan diriku dan tak memikirkan xiao shimeimu......"
Begitu ia menyebut 'xiao shimeimu', sekujur tubuh Linghu Chong gemetar, tanpa berpikir panjang ia berkata, "Aiyo, kita harus cepat-cepat menyusul mereka!"
Yingying berkata dengan pelan, "Sampai sekarang aku baru percaya kalau dalam hatimu, kau lebih banyak memikirkanku dan lebih sedikit memikirkan xiao shimeimu". Dengan enteng ia menarik tali kekang dan membelokkan kepala keledai, dari tepi danau kereta keledaipun kembali ke jalan raya, lalu ia melecutkan cemetinya sehingga keledai berlari dengan kencang.
* * *
Setelah berlari sejauh dua puluh li lebih dalam waktu singkat, sang keledai menjadi kelelahan dan memperlambat larinya, setelah berbelok beberapa kali, di depan mereka terlihat Pingyang, sedangkan sisi jalan raya dipenuhi tanaman kaoliang[1], di bawah sinar rembulan yang pucat, ladang itu nampak seperti bentangan sutra hijau raksasa yang menyelimuti bumi. Di kejauhan, di ujung jalan raya itu, mendadak nampak sebuah kereta yang sepertinya sedang berhenti. Linghu Chong berkata, "Kereta itu sangat mirip dengan kereta Lin Shidi". Yingying berkata, "Ayo kita lihat perlahan-lahan". Ia menarik tali kekang dengan pelan sehingga jalan keledai melambat dan suara kereta menjadi pelan, supaya Lin Pingzhi tak mengetahui kehadiran mereka.
Setelah berjalan beberapa saat, mereka baru sadar bahwa kereta yang berada di depan mereka sebenarnya masih bergerak, namun jalannya amat lambat, di samping kereta nampak seseorang berjalan, ternyata ia adalah Lin Pingzhi, sedangkan dari belakang, orang yang mengemudikan kereta sepertinya Yue Lingshan.
Linghu Chong merasa amat heran, ia menarik tali kekang agar keledai berhenti berjalan, lalu berbisik, "Mereka sedang apa?" Yingying berkata, "Kau tunggulah disini, akan kulihat". Kalau mereka mendekat sambil naik kereta, Lin Pingzhi dan Yue Lingshan akan mengetahui kehadiran mereka, maka ia harus mengerahkan ilmu ringan tubuh dan mengintip mereka dengan sembunyi-sembunyi. Linghu Chong sangat ingin ikut, namun lukanya belum sembuh, maka ia terpaksa mengangguk dan berkata, "Baik!"
Dengan enteng Yingying melompat turun dari kereta, lalu menerobos ladang kaoliang. Tanaman kaoliang amat rapat, setelah masuk ke dalamnya, di siang bolongpun sosok seseorang tak akan terlihat, hanya saja saat ini batangnya masih pendek, daunnya juga belum rimbun, sehingga mau tak mau kepalanya masih terlihat. Ia berjalan sambil merunduk dan mencari kereta dengan berpedoman pada suara kaki keledai, ia terus berjalan ke depan sampai ia berada di sisi kereta Yue Lingshan.
Terdengar Lin Pingzhi berkata, "Aku telah memberikan seluruh kitab pedangku pada ayahmu, aku sama sekali tak merahasiakan satu juruspun, kenapa kau masih berkeras mengikutiku?" Yue Lingshan berkata, "Kau selalu curiga ayahku bermuslihat untuk merebut kitab pedangmu, kecurigaaanmu ini benar-benar tak beralasan. Dengarkan hati kecilmu, ketika kau pertama masuk Huashan, saat itu sama sekali belum ada kitab pedang, namun aku selalu......selalu amat baik padamu. Masa aku bermaksud jahat padamu?" Lin Pingzhi berkata, "Pixie Jianfa keluarga Lin kami termasyur di seluruh kolong langit, ketika Yu Canghai, Mu Gaofeng dan yang lainnya mengeledah ayahku dan tak bisa menemukannya, mereka lantas mencariku. Bagaimana aku bisa yakin kalau kau tak disuruh ayah ibumu untuk sengaja bermanis-manis denganku?" Sambil tersedu sedan Yue Lingshan berkata, "Kalau kau memang berpikiran demikian, aku bisa apa?"
Amarah Lin Pingzhi memuncak, "Memangnya aku salah menuduhmu? Bukankah ayahmu akhirnya mendapatkan Pixie Jianpu ini dari tanganku? Semua orang tahu, bahwa kalau kau menginginkan Pixie Jianpu, kau harus mengambilnya dari tangan si bocah bodoh marga Lin ini. Yu Canghai, Mu Gaofeng, Yue Buqun, hah, apa bedanya? Bedanya Yue Buqun menang sehingga ia jadi raja, sedangkan Yu Canghai dan Mu Gaofeng kalah sehingga mereka jadi pecundang".
Yue Lingshan berkata, "Kau memfitnah ayahku, memangnya kau anggap aku ini siapa? Kalau bukan karena.....kalau bukan karena......hah......"
Lin Pingzhi berhenti melangkah dan membentak, "Apa maumu? Kalau mataku tak buta dan aku tak terluka, kau ingin membunuhku, benar tidak? Sepasang mataku ini bukan baru buta hari ini". Yue Lingshan berkata, "Jadi waktu kau pertama berkenalan denganku dan memperlakukanku dengan baik, kau sudah buta?" Ia menarik tali kekang sehingga kereta berhenti bergerak.
Lin Pingzhi berkata, "Tepat sekali! Aku mana tahu kalau kau telah merencanakan segalanya, hingga demi Pixie Jianpu kau sampai datang ke Fuzhou untuk membuka kedai arak? Ketika bocah marga Yu itu menganiayamu, sebenarnya ilmu silatmu jauh lebih tinggi darinya, tapi kau pura-pura tak bisa silat untuk memancingku turun tangan. Hah, Lin Pingzhi, kau ini memang bocah tolol yang buta matanya, dengan mengandalkan kepandaian kucing kaki tiga ini kau berani-beraninya bersikap ksatria dan membela keadilan? Kau adalah putri kesayangan ayah ibumu, kalau mereka tak punya rencana besar, masa mereka memperbolehkanmu memamerkan diri di muka umum dan melakukan pekerjaan rendah dengan menjual arak segala?"
Yue Lingshan berkata, "Sebenarnya ayah mengirim er shige. Akulah yang ingin turun gunung untuk bermain-main, maka aku berkeras ikut er shige".
Lin Pingzhi berkata, "Ayahmu sangat keras menegakkan disiplin diantara murid-muridnya, kalau ia mengangapnya tak pantas, walaupun kau berlutut tiga hari tiga malampun ia tak akan mengizinkannya. Tapi karena ia tak mempercayai er shige, ia menyuruhmu untuk memata-matainya".
Yue Lingshan diam saja, seakan ia merasa bahwa dugaan Lin Pingzhi bukannya sama sekali tak beralasan, setelah beberapa saat, ia berkata, "Terserah kau mau percaya atau tidak, tapi sebelum aku tiba di Fuzhou, aku sama sekali belum pernah mendengar tentang Pixie Jianpu. Ayah hanya berkata, bahwa karena da shige memukul murid-murid Qingcheng, diantara kedua belah pihak muncul permusuhan, saat itu Qingcheng Pai menyerbu ke timur, ia khawatir kalau-kalau hal itu membahayakan perguruan kami, maka ia mengirim er shige dan aku untuk menyelidiki maksud mereka".
Lin Pingzhi menghela napas, seakan hatinya telah melunak, katanya, "Baiklah, kali ini aku mempercayaimu. Tapi aku sudah menjadi seperti ini, untuk apa kau terus mengikutiku? Kau dan aku hanya namanya saja suami istri, namun dalam kenyataannya sama sekali bukan. Kau masih perawan, kembali.....kembali sajalah pada Linghu Chong".
Ketika Yingying mendengar perkataan 'Kau dan aku hanya namanya saja suami istri, namun dalam kenyataannya sama sekali bukan. Kau masih perawan', mau tak mau ia tercengang, pikirnya, "Kenapa bisa begitu?" Namun setelah itu ia merasa jengah dan wajahnya menjadi merah padam, bahkan tengkuknya juga terasa panas, pikirnya, "Bagi seorang gadis, mencuri dengar pembicaraan pribadi diantara suami istri sudah sangat tak pantas, apalagi memikirkan kenapa bisa begitu segala, benar-benar......benar-benar......" Ia berbalik dan berjalan, namun ketika baru mengambil beberapa langkah, rasa ingin tahunya memuncak dan ia tak bisa menahan dirinya lagi. Ia segera berhenti melangkah dan kembali menguping, namun ia merasa jeri dan tak berani kembali ke tempatnya berdiri semula, sehingga ia terpisah sedikit lebih jauh dari Yue dan Lin berdua, namun suara keduanya masih terdengar dengan jelas di telinganya.
Terdengar Yue Lingshan berkata dengan pelan, "Saat itu aku baru tiga hari menikah denganmu, namun aku tahu bahwa dalam hati kau amat membenciku. Walaupun kita tidur sekamar, tapi kau tak mau tidur seranjang denganku. Kalau kau begitu benci padaku, untuk apa......untuk apa......kau menikahiku?" Lin Pingzhi menghela napas, lalu berkata, "Aku tak membencimu". Yue Lingshan berkata, "Kau tak benci padaku? Kalau begitu kenapa di siang hari kau berpura-pura baik padaku dan bersikap sangat mesra, tapi setelah kembali ke kamar malam harinya, kau tak sudi berbicara sepatah katapun padaku? Ayah dan ibu beberapa kali menanyaiku tentang bagaimana kau memperlakukan diriku dan aku selalu berkata bahwa kau amat baik, amat baik, amat baik......oh....." Ketika berbicara sampai disini, ia tiba-tiba menangis keras-keras.
Lin Pingzhi melompat ke atas kereta, kedua tangannya mencengkeram pundak Yue Lingshan sambil membentak, "Katamu ayah ibumu beberapa kali menanyaimu tentang bagaimana aku memperlakukan dirimu, apakah perkataanmu ini benar?" Sambil tersedu sedan Yue Lingshan berkata, "Tentu saja benar, untuk apa aku membohongimu?" Lin Pingzhi berkata, "Aku jelas-jelas memperlakukanmu dengan buruk, bahkan tak pernah mau tidur seranjang denganmu. Kenapa kau malah berkata bahwa aku memperlakukanmu dengan sangat baik?" Sambil tersedu Yue Lingshan berkata, "Aku sudah menikah denganmu, aku sudah jadi anggota keluarga Linmu. Aku hanya berharap agar kau lekas berubah pikiran. Sikapku padamu tulus, aku.....aku mana bisa mengungkapkan kejelekan suamiku sendiri?"
Untuk beberapa saat Lin Pingzhi tak berbicara, ia hanya mengertakkan giginya saja, setelah beberapa saat berlalu, ia baru berkata dengan perlahan-lahan, "Hah, kukira ayahmu memikirkan dirimu, oleh karenanya ia berbelas kasihan padaku, ternyata kaulah yang menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya. Kalau kau tak berkata begitu, si marga Lin ini sudah lama mati di puncak Huashan".
Sambil tersedu sedan Yue Lingshan berkata, "Apa maksudmu? Pengantin baru lumrah kalau sedikit tak cocok, masa seorang mertua membunuh menantunya hanya karena hal itu".
Ketika mendengar sampai disini, Yingying perlahan-lahan maju ke depan.
Lin Pingzhi berkata dengan penuh kebencian, "Ia ingin membunuhku bukan karena aku memperlakukanmu dengan tidak baik, melainkan karena aku telah mempelajari Pixie Jianfa".
Yue Lingshan berkata, "Aku benar-benar tak paham mengenai hal ini. Ilmu pedang yang dipakai oleh kau dan ayah beberapa hari belakangan ini sangat aneh, tapi kekuatannya amat besar. Ilmu yang digunakan ayah untuk mengalahkan Zuo Lengchan dan merebut kedudukan ketua Wuyue Pai, ilmu yang kau gunakan untuk membunuh Yu Canghai dan Mu Gaofeng, apakah......apakah benar-benar Pixie Jianfa?"
Lin Pingzhi berkata, "Tepat sekali! Ini memang Pixie Jianfa keluarga Lin kami dari Fuzhou! Bertahun-tahun yang silam kakek buyut dalamku, Kakek Yuantu, menggunakan tujuh puluh dua jurus ilmu pedang ini untuk menundukkan para penjahat dan mendirikan 'Biro Pengawalan Fu Wei', semua orang gagah menghormatinya karena ilmu ini". Ketika ia berbicara mengenai hal ini, suaranya menjadi nyaring, nadanya penuh rasa puas diri.
Yue Lingshan berkata, "Tapi kau belum pernah berkata padaku bahwa kau sudah mempelajari ilmu pedang ini". Lin Pingzhi berkata, "Aku mana berani mengatakannya? Linghu Chong merebut jiasha itu di Fuzhou, tapi ia tak berhasil menguasainya, dan akhirnya kitab pedang yang tertulis di jiasha itu malah jatuh ke tangan ayahmu......" Dengan suara melengking Yue Lingshan menjerit, "Tak, tak mungkin! Kata ayah kitab pedang itu diambil da shige, aku telah memintanya dari da shige untuk dikembalikan kepadamu, tapi bagaimanapun juga da shige tak bersedia mengembalikannya". Lin Pingzhi mendengus dan tertawa sinis. Yue Lingshan berkata, "Ilmu pedang da shige lihai, bahkan ayah juga tak bisa melawannya, apakah ilmu pedang yang dipakainya bukan Pixie Jianfa? Bukan dipelajarinya dari Pixie Jianpu keluargamu?"
Lin Pingzhi kembali tertawa sinis, lalu berkata, "Walaupun Linghu Chong licik, namun dibandingkan dengan ayahmu dia masih kalah jauh. Lagipula, ilmu pedangnya tak keruan, mana bisa dibandingkan dengan Pixie Jianfa keluarga kami? Saat bertanding di Panggung Fengshan, melawanmu saja ia tak sanggup dan bahkan terluka di bawah pedangmu, hah, ilmunya mana bisa dibandingkan dengan Pixie Jianfa keluargaku?" Yue Lingshan berkata dengan lirih, "Ia sengaja mengalah padaku". Lin Pingzhi tertawa sinis dan berkata, "Perasaannya padamu memang sungguh mendalam!"
Kalau Yingying mendengar perkataan ini sehari sebelumnya, walaupun ia sudah tahu Linghu Chong sengaja mengalah saat bertanding, ia masih akan sangat murka, namun setelah melewatkan malam berduaan dalam kereta pada malam ini, dan bercakap-cakap dengan terus terang di tepi danau, mereka telah tahu isi hati masing-masing, maka dalam hati ia malah merasa bahagia, "Sebelumnya ia memang benar-benar amat baik padamu, tapi saat ini ia memperlakukanku dengan jauh lebih baik lagi. Hal ini bukan salahnya, bukannya hatinya yang berubah terhadapmu, tapi kaulah yang keterlaluan menganiayanya".
Yue Lingshan berkata, "Jadi ilmu pedang yang dipakai da shige itu bukan Pixie Jianfa, kalau begitu kenapa ayah selalu menyalahkannya karena telah mencuri Pixie Jianpu? Tempo hari ayah mengeluarkannya dari perguruan, saat mengumumkan kesalahannya, ayah berkata bahwa hal ini adalah kesalahan besarnya. Kalau begitu, aku......aku telah salah menuduhnya". Lin Pingzhi tertawa dingin, "Salah menuduhnya bagaimana? Linghu Chong bukannya tak ingin mencuri kitab pedangku, dan sebenarnya ia telah berhasil merebutnya. Tapi maling ayam bertemu dengan raja bandit, setelah terluka parah, ia pingsan, saat itu ayahmu mengeledahnya dan mengambil kitab itu, lalu untuk membohongi orang ia menuduhnya mencurinya, ini namanya maling teriak maling......" Yue Lingshan berkata dengan gusar, "Maling apa? Perkataanmu tak enak didengar!" Lin Pingzhi berkata, "Memangnya perbuatan ayahmu ini enak didengar? Apa aku tak boleh bicara tentang perbuatannya itu?"
Yue Lingshan menghela napas, lalu berkata, "Tempo hari di Lorong Xiangyang, jiasha itu dicuri oleh orang-orang jahat dari Songshan Pai. Da shige membunuh dua orang itu dan merebut kembali jiasha itu, tapi belum tentu ia ingin mencurinya. Da shige sangat berjiwa besar, sejak kecil ia tak pernah menginginkan barang-barang milik orang lain. Ayah berkata bahwa ia mencuri kitab pedangmu, tapi aku selalu agak ragu, namun karena ayah sudah berkata demikian, dan juga melihat bahwa ilmu pedang da shige mendadak maju pesat sehingga bahkan lebih tinggi dari ilmu pedang ayah, aku jadi ikut-ikutan percaya".
Dalam hati Yingying berkata, "Kalau kau bisa berkata demikian, tak sia-sialah Chong lang[2] mencintaimu".
Lin Pingzhi tertawa sinis dan berkata, "Ia begitu baik, kenapa kau tak ikut saja dengannya?" Yue Lingshan berkata, "Adik Ping, sampai sekarang kau belum juga mengerti isi hatiku. Da shige dan aku sejak kecil tumbuh besar bersama, dalam hatiku ia seperti kakak kandungku saja. Aku sayang padanya dan menghormatinya, tapi aku hanya menganggapnya sebagai kakak saja dan tak pernah menganggapnya sebagai kekasih. Sejak kau datang ke Huashan, aku merasa sangat cocok denganmu, kalau aku tak melihatmu sesaat saja, hatiku tak senang dan tak enak, perasaanku terhadapmu selamanya tak akan pernah berubah".
Lin Pingzhi berkata, "Kau agak lain dengan ayahmu, kau......kau lebih mirip mamamu". Nada bicaranya melunak, jelas bahwa hatinya agak tersentuh.
Untuk waktu yang lama mereka berdua tak berbicara, namun setelah beberapa saat, Yue Lingshan berkata, "Adik Ping, kau sangat mencurigai ayahku, sejak saat ini kalian akan sukar berdamai. Aku sudah menikah denganmu, aku......aku akan selalu mengikutimu. Ayo pergi jauh-jauh dan mencari tempat yang tersembunyi, lalu hidup dengan tenteram".
Lin Pingzhi tertawa sinis dan berkata, "Idemu bagus, tapi hal aku telah membunuh Yu Canghai dan Mu Gaofeng ini mengemparkan seluruh kolong langit dan telah diketahui semua orang, ayahmu juga tentu tahu bahwa aku telah mempelajari Pixie Jianfa, mana mungkin ia membiarkanku hidup di dunia ini?"
Yue Lingshan menghela napas, "Katamu ayahku bermuslihat untuk mendapatkan kitab pedangmu, kejadiannya memang demikian dan aku tak bisa membelanya. Tapi kau berkata berulang-ulang bahwa karena kau mempelajari Pixie Jianfa ia pasti akan membunuhmu, apa alasannya? Pixie Jianpu memang milik keluargamu, memang sudah sewajarnya kalau kau mempelajari ilmu pedang ini, ayahku tak akan membunuhmu hanya karena hal itu".
Lin Pingzhi berkata, "Kau bisa berkata begitu karena kau belum mengerti watak ayahmu, dan juga karena belum mengerti apa sebenarnya Pixie Jianpu itu". Yue Lingshan berkata, "Walaupun aku setia kepadamu, namun aku belum mengerti isi hatimu". Lin Pingzhi berkata, "Benar, kau tak mengerti! Kau tentu saja tak mengerti! Mana mungkin kau mengerti?" Ketika berbicara sampai disini, nada suaranya menjadi gusar.
Yue Lingshan tak berani banyak bicara lagi kepadanya, ia berkata, "Eh, ayo kita pergi!" Lin Pingzhi berkata, "Pergi kemana?" Yue Lingshan berkata, "Kemanapun kau ingin pergi, aku juga akan pergi kesana dengan senang hati. Ke ujung duniapun aku akan selalu bersamamu". Lin Pingzhi berkata, "Apakah perkataanmu ini sungguh-sungguh? Tak perduli apa yang akan terjadi, kau tak akan menyesal?"
Yue Lingshan berkata, "Aku telah bertekad untuk bersikap baik padamu, bertekad untuk menikahimu, aku telah mengambil keputusan untuk seumur hidupku, mana mungkin aku akan menyesal? Matamu terluka dan belum tentu dapat disembuhkan, namun kalaupun tak bisa dipulihkan, aku akan selamanya menemani dan melayanimu sampai kita berdua sama-sama meninggal".
Perkataan ini begitu tulus dan penuh cinta, sehingga Yingying yang berada di ladang kaoliang mau tak mau merasa tersentuh.
Lin Pingzhi mendengus, seakan masih tak percaya. Yue Lingshan berkata dengan lembut, "Adik Ping, dalam hatimu kau masih curiga padaku. Aku.....aku.....malam ini aku akan memberikan semuanya padamu, kau......kau percayalah padaku. Biarlah malam ini kita bermalam pengantin disini dan menjadi suami istri yang sebenarnya, sejak saat ini, menjadi......suami istri yang sebenarnya......" Semakin lama suaranya semakin lirih sehingga tak akhirnya kedengaran lagi.
Yingying merasa amat jengah, mau tak mau wajahnya menjadi merah padam, pikirnya, "Kalau sampai saat ini aku masih menguping juga, aku bukan manusia". Ia segera perlahan-lahan melangkah pergi sambil memaki dalam hati, "Nona Yue ini benar-benar tak tahu malu! Bagaimana di tengah jalan raya ini ia bisa.....bisa......cis!"
Mendadak terdengar Lin Pingzhi berteriak keras-keras, suaranya sedih melengking, lalu ia berkata, "Pergi sana! Jangan kemari!" Yingying amat terkejut, ia berkata dalam hati, "Ada apa? Kenapa si marga Lin ini begitu kejam?" Setelah itu terdengar Yue Lingshan menangis. Lin Pingzhi berseru, "Enyahlah, enyahlah! Cepat pergilah jauh-jauh, aku lebih suka dibunuh ayahmu daripada kau ikuti". Sambil menangis Yue Lingshan berkata, "Kau begitu memandang rendah diriku......sebenarnya......sebenarnya apa salahku......" Lin Pingzhi berkata, "Aku......aku......" Setelah berhenti sejenak, ia kembali berkata, "Kau......kau......" Namun setelah itu ia diam seribu bahasa.
Yue Lingshan berkata, "Kalau kau ingin mengatakan sesuatu, katakanlah dengan jelas. Kalau aku yang bersalah, atau kau menyalahkan ayahku, dan tak mau memaafkannya, katakanlah dengan jelas, dan kau tak usah berbuat apa-apa, aku akan segera mengorok leher sendiri". "Sret!", ia menarik pedang keluar dari sarungnya.
Yingying berkata dalam hati, "Ia akan dipaksa mati oleh Lin Pingzhi, aku harus menolongnya!" Dengan cepat ia berbalik dan melangkah ke dekat kereta untuk menyelamatkannya.
Lin Pingzhi kembali berkata, "Aku......aku......" Setelah beberapa saat, ia menghela napas panjang, lalu berkata, "Ini bukan salahmu, aku sendirilah yang tidak baik". Yue Lingshan menangis tersedu-sedu tanpa henti, ia merasa malu sekaligus terkejut, dan juga kesal. Lin Pingzhi berkata, "Baiklah, aku akan menceritakannya padamu". Yue Lingshan berkata sambil menangis, "Kau boleh memukul atau membunuhku, tapi jangan membuatku bingung seperti ini". Lin Pingzhi berkata, "Karena kau bersikap tulus padaku, aku akan menjelaskan semuanya padamu, supaya sejak ini kau tak mengharap-harapkanku lagi". Yue Lingshan berkata, "Kenapa?"
Lin Pingzhi berkata, "Kenapa? Pixie Jianfa keluarga Lin kami sejak dahulu termasyur di dunia persilatan. Yu Canghai dan ayahmu adalah ketua perguruan dan ahli ilmu pedang, namun mereka rela untuk melakukan segala cara guna mendapatkan kitab pedang keluargaku. Tapi kenapa ilmu silat ayahku begitu tak berguna? Ia dihina dan dianiaya orang, namun ia sama sekali tak bisa melawan, kenapa begitu?" Yue Lingshan berkata, "Mungkin ayah mertua kurang berbakat untuk belajar silat, atau sejak kecil tubuhnya lemah. Anak cucu keluarga terkemuka di dunia persilatan belum tentu semuanya tinggi ilmu silatnya". Lin Pingzhi berkata, "Bukan begitu. Walaupun ilmu silat ayahku rendah, hal itu disebabkan karena ia tak mempelajarinya sampai mahir, tenaga dalamnya dangkal dan kepandaian ilmu pedangnya kurang. Namun Pixie Jianfa yang diajarkannya padaku sama sekali salah, dari kepala sampai buntutnya salah semua". Yue Lingshan mengumam, "Ini......ini aneh sekali".
Lin Pingzhi berkata, "Sebenarnya hal ini sama sekali tidak aneh. Apa kau tahu siapa kakek buyut dalamku, Kakek Yuantu?" Yue Lingshan berkata, "Aku tak tahu". Lin Pingzhi berkata, "Aslinya ia adalah seorang biksu". Yue Lingshan berkata, "Ternyata ia adalah seorang beragama. Ada beberapa pendekar yang berjaya di dunia persilatan ketika menjelang tua meninggalkan keduniawian, lalu menjadi seorang biksu". Lin Pingzhi berkata, "Tidak. Kakek buyut dalamku bukan setelah tua menjadi biksu, dia sebelumnya adalah seorang biksu lalu menjadi orang biasa". Yue Lingshan berkata, "Ada juga pendekar yang menjadi biksu di masa mudanya. Kaisar pendiri Dinasti Ming, Leluhur Zhu Yuanzhang semasa kecil pernah menjadi biksu di Kuil Huangjue".
Yingying berpikir, "Nona Yue tahu pikiran suaminya sempit, oleh karenanya ia sama sekali tak berani menyalahkannya, dan juga terus menghiburnya".
Terdengar Yue Lingshan kembali berkata, "Tentang kakek buyut kita ketika muda menjadi seorang biksu kemungkinan besar diceritakan oleh ayah mertua padamu". Lin Pingzhi berkata, "Ayah tak pernah bercerita tentang hal itu, jangan-jangan ia juga tak tahu. Kau dan aku sudah pernah pergi ke ruangan pemujaan di rumah lama keluargaku di Lorong Xiangyang". Yue Lingshan berkata, "Benar". Lin Pingzhi berkata, "Kenapa Pixie Jianpu disalin diatas sehelai jiasha? Karena saat itu ia adalah seorang biksu, setelah melihat kitab pedang itu, ia dengan sembunyi-sembunyi menuliskannya, lalu melarikan diri. Setelah kembali menjadi orang biasa, ia mendirikan sebuah ruangan pemujaan di rumahnya karena tak berani melupakan pemujaan terhadap bodhisatwa". Yue Lingshan berkata, "Dugaanmu sangat masuk akal. Tapi mungkin juga ada seorang biksu agung yang memberikan kitab pedang itu pada Kakek Yuantu, dan kitab pedang itu memang aslinya ditulis di atas jiasha. Kakek Yuantu mendapatkan kitab pedang itu dengan cara yang jujur".
Lin Pingzhi berkata, "Bukan begitu". Yue Lingshan berkata, "Karena kau mempunyai dugaan seperti itu, kemungkinan besar kau tidak salah". Lin Pingzhi berkata, "Aku tidak menduga-duga, Kakek Yuantu sendirilah yang menuliskannya di atas jiasha". Yue Lingshan berkata, "Ah, begitu rupanya". Lin Pingzhi berkata, "Di akhir kitab pedang ia menjelaskan bahwa aslinya ia adalah seorang biksu yang tinggal di biara, namun karena suatu keberuntungan besar, ia mendengar tentang kitab pedang ini dari seseorang, lalu menuliskannya di atas jiasha. Ia memperingatkan bahwa ilmu pedang ini terlalu keji dan merugikan, dan orang yang mempelajarinya akan tak punya keturunan. Kalau dipelajari kaum biksu dan biksuni saja sudah tak pantas karena melanggar sikap welas asih dalam agama Buddha, orang awam terlebih lagi tak boleh mempelajarinya". Yue Lingshan berkata, "Tapi dia sendiri malah mempelajarinya". Lin Pingzhi berkata, "Saat itu aku juga berpikir sepertimu, kalaupun ilmu pedang ini terlalu keji untuk dipelajari, tapi setelah mempelajarinya, bukankah Kakek Yuantu menikah dan mempunyai anak, dan dapat meneruskan keturunannya?" Yue Lingshan berkata, "Benar. Tapi bisa saja ia terlebih dahulu menikah dan mempunyai anak, lalu baru mempelajari ilmu pedang".
Lin Pingzhi berkata, "Tak mungkin. Semua pesilat di dunia ini, tak perduli betapa heroik atau betapa lihainya , begitu melihat kitab pedang ini, tak mungkin tak ingin mencoba-coba mempelajari satu jurus. Setelah mencoba jurus pertama, pasti mencoba jurus kedua; setelah mencoba jurus kedua, lebih-lebih lagi pasti akan mencoba jurus ketiga. Kalaupun belum melihat kitab pedangnya, begitu melihatnya ia pasti akan tergila-gila dan sulit untuk melepaskan diri darinya, dan harus mempelajarinya dari kepala sampai buntutnya. Kalaupun ia sudah tahu bahwa ilmu itu akan membawa bencana besar, pikiran semacam itu akan dibuangnya jauh-jauh".
Ketika mendengarkan sampai disini, Yingying berpikir, "Ayah pernah berkata bahwa Pixie Jianpu ini sebenarnya berasal dari sumber yang sama dengan Kuihoa Baodian agama kami, prinsip-prinsip dasarnya tak berbeda, tak heran kalau ilmu pedang Yue Buqun dan si Lin Pingzhi ini mirip dengan ilmu Dongfang Bubai". Ia kembali berpikir, "Kata ayah, ilmu dalam Kuihoa Baodian tak ada gunanya dipelajari. Ia tahu bahwa begitu seorang pesilat melihat kitab rahasia ilmu silat yang hebat isinya, walaupun tahu kalau mempelajarinya akan merugikan diri sendiri, ia masih dapat terjebak di dalamnya dan sukar untuk melepaskan diri. Ia sendiri tak mau membaca kitab pusaka itu, jelas bahwa hal ini adalah sikap yang paling bijaksana". Mendadak dalam benaknya timbul sebuah pikiran, "Kalau begitu kenapa ia memberikannya pada Dongfang Bubai?"
Ia memikirkan hal ini dan dengan spontan menduga, "Rupanya saat itu ayah telah melihat bahwa Dongfang Bubai menyimpan maksud jahat, maka ia memberikan kitab itu untuk mencelakainya. Tapi Paman Xiang tak tahu apa-apa tentang hal ini, ia mengira ayah telah disesatkan oleh Dongfang Bubai sehingga ia khawatir. Sebenarnya ayah adalah seseorang yang sangat pintar, mana mungkin ia dikelabui orang sedemikian lama? Namun manusia tak bisa melawan kehendak langit, ternyata Dongfang Bubai telah turun tangan terlebih dahulu dan menangkap ayah serta memenjarakannya di dasar Xihu. Bagaimanapun juga hatinya tak terlalu jahat, kalau saat itu ia langsung membacok ayah sampai mati, atau menyuruh orang tak memberinya makan, ayah mana punya kesempatan untuk membalas dendam? Sebenarnya kami dapat membunuhnya hanya karena kebetulan saja, kalau tak ada Chong lang yang membantu kami, ayah, Paman Xiang, Shangguan Yun dan aku berempat akan langsung tewas dibunuh Dongfang Bubai. Dan kalau tak ada Yang Lianting yang mengacaukan pikirannya, Dongfang Bubai masih akan tetap bubai[3]".
Ketika berpikir sampai disini, mau tak mau ia merasa agak iba pada Dongfang Bubai, lalu ia kembali berpikir, "Setelah memenjarakan ayahku, ia benar-benar memperlakukanku dengan baik dan penuh perhatian. Dalam Riyue Shenjiao aku bagai seorang putri raja. Sekarang ketika ayah kandungku sendiri menjadi ketua, aku malah tak mempunyai kekuasaan seperti dahulu. Ai, sekarang aku sudah memiliki Chong lang, untuk apa segala kekuasaan yang merepotkan itu?"
Ia mengingat-ingat kejadian-kejadian yang telah berlalu dan merasa bahwa tipu muslihat sang ayah sangat dalam, mau tak mau hatinya terasa cemas, "Sampai sekarang ayah masih belum berjanji akan mengajarkan cara membuyarkan tenaga pada Chong lang. Dalam tubuh Chong lang telah terhimpun berbagai tenaga dalam dari orang-orang lain, selama belum dibuyarkan, semakin lama bahaya yang mengancam semakin besar, cepat atau lambat hal ini akan menimbulkan bencana besar. Ayah berkata bahwa kalau ia masuk Riyue Shenjiao kami, ia tak hanya akan langsung mengajarinya kepandaian itu, tapi juga mengumumkan di depan para pengikut agama kami bahwa ia adalah ahli waris kedudukan ketua. Tapi Chong lang terus berkeras tak mau tunduk, hal ini benar-benar menyulitkan". Sambil berdiri diam-diam di tengah ladang kaoliang, ia sebentar girang, sebentar khawatir, namun walaupun berbagai pikiran berkecamuk di benaknya, setelah berpikir bolak balik, pikirannya selalu kembali ke Linghu Chong.
Saat ini Lin Pingzhi dan Yue Lingshan juga diam seribu bahasa. Setelah beberapa saat, terdengar Lin Pingzhi berkata, "Begitu Kakek Yuantu melihat kitab pedang itu, ia tentunya segera mempelajarinya". Yue Lingshan berkata, "Walaupun kitab pedang itu mengandung bencana, namun tak mungkin langsung muncul, setelah melatihnya selama delapan atau sepuluh tahun, barulah akibat buruknya muncul. Kakek Yuantu menikah dan mempunyai anak sebelum bencana itu terjadi". Lin Pingzhi berkata, "Bu......bukan begitu". Perkataan itu diulur-ulur olehnya, namun dalam suaranya sama sekali tak ada rasa bimbang, setelah berhenti sejenak, ia berkata, "Mula-mula aku juga berpikir sepertimu, namun setelah beberapa hari aku tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kakekku tak mungkin putra kandung Kakek Yuantu, kemungkinan besar ia adalah anak angkatnya. Kakek Yuantu menikah dan mempunyai anak hanya untuk mengelabui orang lain".
"Ah!", ujar Yue Lingshan, "Mengelabui orang lain? Untuk.....untuk apa ia melakukan hal itu?"
Lin Pingzhi mendengus namun tak menjawab, setelah beberapa saat, ia berkata, "Saat aku melihat kitab pedang itu, aku telah dekat denganmu. Beberapa kali aku berpikir bahwa aku hendak menikah denganmu dahulu dan menjadi suami istri yang sebenarnya, lalu baru belajar ilmu pedang. Namun jurus-jurus yang terdapat dalam kitab itu tak dapat ditolak oleh siapapun yang mempelajari ilmu silat. Akhirnya aku......akhirnya aku......mengebiri diri sendiri demi mempelajari ilmu itu".
Yue Lingshan berseru, "Kau......kau mengebiri dirimu demi mempelajari ilmu itu?" Dengan muram Lin Pingzhi berkata, "Tepat sekali. Kalimat pertama dalam Pixie Jianpu adalah, 'Kalau ingin merajai dunia persilatan, ayunkan pisau dan kebirilah dirimu sendiri' ". Yue Lingshan berkata, "Ke......kenapa?" Lin Pingzhi berkata, "Untuk mempelajari Pixie Jianfa ini harus dimulai dengan melatih tenaga dalam, setelah tenaga dalam bertambah kuat, lalu harus minum obat. Kalau tak mengebiri diri sendiri, setelah berlatih dan minum obat, orang itu akan dibakar nafsu birahi dan menjadi zouhuo rumo[4] lalu lumpuh dan mati". Yue Lingshan berkata, "Begitu rupanya". Suaranya begitu lirih seperti suara nyamuk, hampir-hampir tak terdengar.
Dalam hati Yingying juga berkata, "Begitu rupanya!" Sekarang ia baru paham mengapa seorang lelaki gagah seperti Dongfang Bubai yang ilmu silatnya tak tertandingi di kolong langit ini berpakaian seperti seorang nyonya, suka menyulam dan begitu tergila-gila pada lelaki memuakkan yang kasar, bercambang ikal dan tinggi besar seperti Yang Lianting itu. Ternyata demi mempelajari ilmu silat sesat itu ia telah menjadi seseorang yang bukan lelaki dan bukan perempuan.
Terdengar Yue Lingshan tersedu sedan pelan, lalu berkata, "Dahulu Kakek Yuantu menikah dan mempunyai anak untuk mengelabui orang lain. Kau.....kau juga....." Lin Pingzhi berkata, "Benar, setelah mengebiri diri sendiri, aku masih menikahimu untuk mengelabui orang lain, dan juga untuk mengelabui ayahmu".
Tangis Yue Lingshan berubah menjadi sedu sedan. Lin Pingzhi berkata, "Aku telah menceritakan semuanya padamu, kalau kau membenciku sampai ke tulang sumsum, memang sudah sepantasnya". Sambil tersedu sedan Yue Lingshan berkata, "Aku tak membencimu, kau hanya terpaksa melakukannya, kau tak punya pilihan lain. Aku hanya.....hanya membenci orang yang dahulu menulis Pixie Jianpu, kenapa.....kenapa ia ingin mencelakai orang seperti itu?" Lin Pingzhi tertawa terkekeh-kekeh, lalu berkata, "Qianbei ini adalah seorang kasim".
"Oh", ujar Yue Lingshan, "Kalau begitu......kalau begitu ayahku.....juga......juga sepertimu ini......" Lin Pingzhi berkata, "Setelah mempelajari ilmu ini, mana ada pengecualian? Ayahmu adalah ketua perguruan, kalau sampai ada orang yang tahu bahwa demi mempelajari ilmu ini ia mengebiri diri sendiri, dan kabarnya tersiar keluar, bukankah ia akan jadi bahan tertawaan di dunia persilatan? Oleh karenanya kalau ia tahu aku telah mempelajari ilmu pedang ini, ia pasti akan membunuhku. Ia beberapa kali menanyaimu tentang perlakuanku padamu karena ia ingin tahu apakah aku telah mengebiri diri sendiri atau tidak. Kalau saat itu kau kelihatan sedikit kesal pada diriku saja, selembar nyawaku ini pasti sudah melayang". Yue Lingshan berkata, "Saat ini ia sudah tahu". Lin Pingzhi berkata, "Kabar mengenai bagaimana aku membunuh Yu Canghai dan Mu Gaofeng pasti sudah tersiar di dunia persilatan dalam beberapa hari ini, seluruh dunia sudah mengetahuinya". Nada bicaranya penuh rasa puas diri. Yue Lingshan berkata, "Kalau begitu, jangan-jangan......jangan-jangan ayahku tak akan melepaskanmu. Sebaiknya kita bersembunyi di mana?"
Lin Pingzhi berkata dengan heran, "Kau sudah tahu aku begini, tapi kau masih ingin mengikutiku?" Yue Lingshan berkata, "Tentu saja. Adik Ping, perasaanku terhadapmu tetap......tetap tak berubah. Nasibmu sungguh menyedihkan......" Sebelum sempat menyelesaikan perkataannya, "Ah!", ia mendadak berseru, lalu melompat turun dari kereta, sepertinya karena didorong Lin Pingzhi.
Terdengar Lin Pingzhi berkata dengan gusar, "Aku tak mau belas kasihanmu, siapa yang butuh belas kasihanmu? Lin Pingzhi telah menguasai ilmu pedang, aku tak takut pada siapapun. Tunggulah sampai mataku sembuh, Lin Pingzhi akan merajai seluruh kolong langit, Yue Buqun, Linghu Chong, Fang Zheng Dashi, Pendeta Chong Xu, semua bukan tandinganku".
Diam-diam Yingying merasa gusar, "Tunggu sampai matamu sembuh? Hah, memangnya matamu bisa sembuh?" Tadinya ia merasa agak sedih ketika mengetahui nasib Lin Pingzhi yang buruk, namun ketika ia mendengar bagaimana ia begitu kejam dan tak adil pada istrinya, dan juga begitu sombong dan jumawa, ia merasa muak.
Yue Lingshan menghela napas, lalu berkata, "Kita harus mencari tempat untuk bersembunyi sementara waktu, setelah matamu sembuh baru kita melakukan hal lain". Lin Pingzhi berkata, "Aku punya cara untuk mengatasi ayahmu". Yue Lingshan berkata, "Hal ini tentunya tak enak didengar, kalau kau tak berbicara, ayah juga tak usah mencemaskanmu". Sambil tertawa sinis Lin Pingzhi berkata, "Hah, aku jauh lebih mengerti watak ayahmu. Besok pagi begitu aku melihat seseorang, aku akan langsung memberitahukan masalah ini padanya". Yue Lingshan berkata, "Kenapa harus begitu? Kau bukannya......" Lin Pingzhi berkata, "Kenapa? Ini adalah caraku mempertahankan nyawaku. Setiap kali bertemu orang aku akan memberitahukannya, tak lama lagi kabarnya pasti sampai ke telinga ayahmu. Kalau Yue Buqun tahu bahwa aku sudah berbicara, setelah itu ia tak akan membunuhku untuk menutup mulutku, ia malah akan berusaha mempertahankan nyawaku dengan seribu satu cara". Yue Lingshan berkata, "Pikiranmu aneh sekali". Lin Pingzhi berkata, "Apa anehnya? Apakah ayahmu mengebiri dirinya atau tidak, tak ada yang tahu. Kalau janggutnya luruh, ia akan menempelkannya lagi dengan lak, orang lain akan setengah percaya setengah tidak. Tapi kalau aku tiba-tiba mati tanpa alasan yang jelas, orang-orang akan berkata bahwa Yue Buqunlah yang membunuhku, ini namanya semakin disembunyikan semakin santer terdengar". Yue Lingshan menghela napas, dan diam tak bersuara.
Yingying berpikir, "Lin Pingzhi cerdas dan banyak akal, cara ini memang lihai. Nona Yue terjepit diantara mereka berdua, posisinya amat sulit. Dalam hal ini, reputasi ayahnya akan hancur, namun kalau ia berusaha untuk menghentikannya, nyawa suaminya akan terancam".
Lin Pingzhi berkata, "Walaupun sejak ini mataku tak bisa melihat lagi, namun dendam ayah ibu telah terbalas, seumur hidupku aku tak akan menyesal. Tempo hari Linghu Chong menyampaikan perkataan terakhir ayahku, dan berkata bahwa di rumah tua di Lorong Xiangyang terdapat benda peninggalan leluhurku yang sama sekali tak boleh dibaca, ini adalah wasiat kakek buyutku. Sekarang aku telah membacanya dengan seksama, walaupun aku tak mematuhi petunjuk leluhur, tapi aku telah berhasil membalaskan dendam ayah dan ibu. Kalau tidak, orang akan mengira bahwa nama besar Pixie Jianfa keluarga kami hanyalah kosong belaka, dan bahwa beberapa generasi pengawal dari Biro Pengawalan Fu Wei hanya mengelabui orang saja".
Yue Lingshan berkata, "Saat itu kau dan ayah mencurigai da shige, kata kalian ia mencuri Pixie Jianpu keluarga Linmu, katanya ia memalsukan kata-kata terakhir ayah mertua......" Lin Pingzhi berkata, "Kalaupun aku salah menuduhnya, memangnya kenapa? Saat itu bukannya kau sendiri juga mencurigainya?" Yue Lingshan menghela napas dengan pelan, lalu berkata, "Kau belum lama kenal dengan da shige, kalau kau mencurigainya seperti itu, memang sudah lumrah. Tapi ayah dan aku seharusnya tak mencurigainya. Di dunia ini yang mempercayainya hanya mama seorang".
Dalam hati Yingying berkata, "Kata siapa hanya mamamu? Masih ada aku juga!"
Lin Pingzhi tertawa sinis dan berkata, "Ibumu memang sangat menyukai Linghu Chong. Demi bocah itu, entah berapa kali ayah ibumu bertengkar". Dengan heran Yue Lingshan berkata, "Gara-gara da shige, ayah dan ibu bertengkar? Ayah ibuku tak pernah bertengkar". Lin Pingzhi tertawa dingin, lalu berkata, "Tak pernah bertengkar? Itu cuma di depan orang lain saja. Bahkan dalam hal ini, Yue Buqun juga memakai topeng budiman palsu. Telingaku sendiri mendengarnya dengan jelas, mana mungkin ia hanya berpura-pura?" Yue Lingshan berkata, "Aku tak berkata bahwa ia berpura-pura, tapi hal ini sangat aneh. Bagaimana aku bisa tak mendengarnya, tapi malah kau yang mendengar hal itu?" Lin Pingzhi berkata, "Tak ada jeleknya kalau kuceritakan padamu sekarang. Tempo hari di Fuzhou, dua orang Songshan Pai merampas jiasha. Kedua orang itu lalu dibunuh Linghu Chong, maka jiashaberalih ke tangannya. Namun ia terluka parah dan tak sadarkan diri, aku mengeledah tubuhnya, tapi jiasha entah sudah hilang kemana". Yue Lingshan berkata, "Ternyata di Kota Fuzhou kau sudah mengeledah da shige". Lin Pingzhi berkata, "Tepat sekali. Memangnya kenapa?" Yue Lingshan berkata, "Tak apa-apa".
Yingying berpikir, "Kalau setelah ini Nona Yue mengikuti bocah yang licik, egois, berbahaya dan angin-anginan ini, seumur hidupnya ia akan kenyang menderita". Mendadak ia berpikir, "Aku sudah lama berada disini, Chong lang tentunya khawatir". Ia mendengarkan dengan seksama, namun tak mendengar suara apapun, maka ia menduga bahwa keadaan tentunya telah menjadi tenang dan aman.
Terdengar Lin Pingzhi meneruskan berbicara, "Kalau jiasha itu sudah tak ada di tangan Linghu Chong lagi, pasti ayah ibumu yang mengambilnya. Dari Fuzhou sampai pulang ke Huashan, aku memperhatikan mereka dengan seksama, ayahmu sangat pandai menutupi perbuatannya, aku sama sekali tak dapat melihat petunjuk apapun. Saat itu ayahmu sakit, sehingga tak ada orang yang tahu bahwa begitu ia melihat Pixie Jianpu, ia langsung mengebiri dirinya sendiri dan mempelajarinya. Dalam perjalanan semua orang tinggal berdekatan, aku tak berani memata-matai kegiatan ayah ibumu, namun setibanya di Huashan, setiap malam aku bersembunyi di tebing di samping kamar tidur ayah ibumu. Aku hendak mencari tahu dimana kitab pedang itu berada dari percakapan mereka". Yue Lingshan berkata, "Setiap malam kau bersembunyi di tebing itu?"
Lin Pingzhi berkata, "Tepat sekali". Yue Lingshan mengulangi pertanyaannya, "Setiap malam?" Yingying tak bisa mendengar jawaban Lin Pingzhi, rupanya ia hanya mengangguk-angguk saja. Yue Lingshan menghela napas dan berkata, "Kau benar-benar ulet". Lin Pingzhi berkata, "Demi membalas dendam kesumat, aku tak punya pilihan lain". Dengan amat lirih, Yue Lingshan menjawab, "Ya".
Terdengar Lin Pingzhi berkata, "Setelah mendengarkan beberapa malam berturut-turut, aku tak mendengar sesuatu yang aneh. Pada suatu malam, aku mendengar mamamu berkata, 'Shige, akhir-akhir ini kurasa raut wajahmu aneh. Apakah kau agak kesulitan dalam berlatih Ilmu Awan Lembayung? Jangan sampai karena kau mengejar kemajuan, kau jadi mengundang masalah'. Ayahmu tertawa dan berkata, 'Tidak, latihanku berjalan dengan sangat mulus'. Mamamu berkata, 'Kau jangan menyembunyikannya dariku. Kenapa suaramu belakangan ini berubah menjadi melengking dan tinggi seperti suara perempuan?' Ayahmu berkata, 'Omong kosong! Dari dulu suaraku memang begini'. Kudengar ketika ia mengucapkan perkataan itu, suaranya melengking tinggi, persis seperti seorang wanita yang sedang marah-marah. Mamamu berkata, 'Masih menyangkal kalau suaramu berubah juga? Seumur hidupmu, kau tak pernah berbicara seperti itu kepadaku. Kita sudah bertahun-tahun menjadi suami istri, kalau ada ganjalan di hatimu, kenapa kau menyembunyikannya dariku?' Ayahmu berkata, 'Ganjalan apa? Pertemuan di Songshan sudah tak lama lagi, Zuo Lengchan bermaksud untuk mencaplok keempat perguruan lainnya, hal ini sangat jelas. Aku memang mengkhawatirkan hal ini'. Mamamu berkata, 'Menurutku tidak cuma itu'. Ayahmu gusar, dengan suara melengking ia berkata, 'Kau curiga tanpa alasan, selain itu ada masalah apa lagi?' Mamamu berkata, 'Kalau aku mengatakannya, kau tak boleh marah. Aku tahu bahwa kau salah menuduh Chong er'. Ayahmu berkata, 'Chong er? Dia bergaul dengan orang-orang Mo Jiao dan berhubungan dengan nona Mo Jiao yang bermarga Ren itu, semua orang di dunia ini tahu tentang hal ini, bagaimana aku bisa salah menuduhnya?' "
Ketika Yingying mendengarnya menyampaikan perkataan Yue Buqun dan menyebut-sebut dirinya, apalagi ketika ia berkata bahwa Linghu Chong "berhubungan dengan nona Mo Jiao yang bermarga Ren itu, semua orang di dunia ini tahu tentang hal ini", wajahnya terasa agak panas, namun setelah itu perasaan mesra muncul di hatinya.
Terdengar Lin Pingzhi meneruskan bicaranya, "Mamamu berkata, 'Mengenai ia bergaul dengan orang-orang Mo Jiao, kau tak salah menuduhnya. Maksudku kau salah menuduhnya telah mencuri Pixie Jianpu milik Ping er'. Ayahmu berkata, 'Apakah kitab pedang itu bukan dicuri olehnya? Ilmu pedangnya mendadak maju pesat, lebih cemerlang dibandingkan dengan ilmu pedangmu dan ilmu pedangku, apa kau masih tak melihatnya?' Mamamu berkata, 'Itu pasti disebabkan karena keberuntungan lain. Aku yakin ia tak mencuri Pixie Jianpu. Chong er keras kepala dan suka membuat onar, dan tak mau mendengarkan ajaran kita, itu memang benar. Tapi sejak kecil ia jujur dan terus terang, tak pernah melakukan sesuatu secara sembunyi-sembunyi. Sejak Shan er akrab dengan Ping er dan menyisihkannya, karena ia seseorang yang angkuh, walaupun Ping er mempersembahkan kitab pedang itu padanya, ia juga tak akan sudi menerimanya' ".
Ketika Yingying mendengarkan sampai disini hatinya terasa girang tak terlukiskan, saat ini ia benar-benar ingin memeluk Nyonya Yue dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepadanya, ia berpikir bahwa tak sia-sia kau membesarkan Chong lang dari kecil hingga dewasa, di seluruh Huashan Pai, hanya kau seoranglah yang memahami wataknya; ia juga berpikir bahwa karena perkataannya itu, kalau suatu hari ia memiliki kesempatan, ia harus baik-baik membalas budinya.
Lin Pingzhi meneruskan berbicara, "Ayahmu berkata, 'Karena kau berkata demikian, berarti setelah kita mengeluarkan Chong er dari perguruan, kau menyesalinya'. Mamamu berkata, 'Ia melanggar peraturan, kau hanya menjalankan perintah leluhur untuk menertibkan perguruan kita, tak ada orang yang akan menyalahkanmu. Tapi kalau kau berkata bahwa ia bergaul dengan orang-orang aliran sesat, tuduhan ini sudah cukup, untuk apa kau menuduhnya mencuri kitab pedang orang. Sebenarnya dibandingkan denganku kau jauh lebih mengerti tentang hal ini. Kau jelas tahu bahwa ia tak mencuri Pixie Jianpu milik Ping er'. Ayahmu berteriak, 'Mana aku tahu! Mana aku tahu!' ".
Suara Lin Pingzhi tinggi dan tajam, ketika ia menirukan suara teriakan Yue Buqun yang melengking, di tengah kegelapan malam suaranya itu terdengar seperti jeritan burung hantu atau tangisan bayi, sehingga mau tak mau bulu roma Yingying berdiri tegak.
Setelah beberapa lama, terdengar ia kembali berbicara, "Mamamu perlahan-lahan berkata, 'Tentunya kau jelas-jelas tahu, karena kitab pedang itu kaulah yang mengambilnya'. Ayahmu meraung dengan marah, 'Kau.....katamu......aku......' Namun setelah mengucapkan beberapa perkataan itu ia mendadak menutup mulutnya. Suara ibumu sangat tenang, ia berkata, 'Pada hari itu ketika Chong er terluka parah sampai pingsan, ketika aku berusaha menghentikan darahnya mengalir keluar, aku melihat bahwa di tangannya ada sebuah jiasha yang penuh tulisan, sepertinya semacam kitab pedang. Ketika aku mengganti perbannya untuk yang kedua kalinya, jiasha itu sudah tak ada, saat itu Chong er masih tak sadarkan diri. Saat itu, selain kau dan aku berdua, tak ada orang lain yang masuk ke kamar. Dan bukan aku yang mengambil jiasha itu' ".
Yue Lingshan berkata sambil tersedu sedan, "Ayahku......ayahku......" Lin Pingzhi berkata, "Ayahmu beberapa kali menyela, tapi ia hanya mengucapkan dua perkataan yang tak jelas, tapi setelah itu tak berkata apa-apa lagi. Suara mamamu berubah menjadi lembut, ia berkata, 'Shige, ilmu pedang Huashan Pai kita mempunyai keunggulan tersendiri, qiqong Ilmu Awan Lembayung lebih luar biasa lagi, dengan demikian kalau bertarung dengan orang lain, sudah cukup untuk mempertahankan reputasi kita di dunia persilatan. Sebenarnya kita tak usah mempelajari ilmu silat perguruan lain. Hanya saja akhir-akhir ini ambisi Zuo Lengchan makin berkobar-kobar, hendak mencaplok empat perguruan. Bagaimanapun juga, Huashan Pai di tanganmu tak boleh sampai dicaplok olehnya. Ayo kita hubungi Taishan, Hengshan dan Heng Shan Pai. Kalau saatnya tiba, keempat perguruan kita akan menempur perguruannya, menurutku kita masih punya peluang enam puluh persen untuk menang. Kalaupun kita benar-benar tak bisa menang, kita akan bertarung mati-matian dan menghantarkan nyawa kita di Songshan, begitu juga tak apa, sesampainya di akherat kita juga tak akan malu berjumpa para leluhur Huashan Pai. Kalau ia membunuh semua orang di keempat perguruan kita sampai habis, akan tinggal perguruan Songshannya sendiri, tujuannya untuk melebur lima perguruanpun juga tak akan tercapai' ".
Ketika Yingying mendengar sampai disini, ia diam-diam memuji, "Nyonya Yue benar-benar seorang jantan diantara kaum wanita, ia jauh lebih pemberani dari suaminya".
Terdengar Yue Lingshan berkata, "Perkataan ibuku itu sangat masuk akal". Lin Pingzhi tertawa dingin dan berkata, "Namun saat itu ayahmu telah mengambil kitab pedangku dan sudah mulai berlatih, ia mana mau mendengarkan nasehat shiniang?" Ia mendadak memanggilnya shiniang, hal ini menunjukkan bahwa dalam hatinya, ia masih belum kehilangan rasa hormatnya kepada Nyonya Yue. Ia meneruskan bicara, "Saat itu ayahmu berkata, 'Perkataanmu itu mencerminkan pandangan seorang istri. Kalau kita bertindak gegabah seperti itu, sama saja seperti hanya menghantar nyawa dengan sia-sia, dan Huashan Pai juga akan tetap dicaplok oleh Zuo Lengchan. Setelah mati, kita belum tentu punya muka untuk menemui para leluhur Huashan Pai. Setelah Zuo Lengchan menumpas kita semua, ia akan mencari orang untuk dijadikan bonekanya, menaruh mereka di Gunung Tai, Heng, Hua dan Heng, lalu berpura-pura mendirikan keempat perguruan itu, bukankah ini gampang?' Mamamu terdiam untuk beberapa saat, lalu berkata, 'Kalau kau mencemaskan kelangsungan perguruan kita, aku tak bisa menyalahkanmu. Hanya saja.....hanya saja mempelajari Pixie Jianfa ini merugikan diri sendiri dan tak ada manfaatnya, kalau tidak, kenapa anak cucu keluarga Lin tak ada yang mempelajari ilmu pedang ini sehingga mereka sampai tak punya jalan keluar ketika didesak orang? Aku menasehatimu untuk berhenti di tepi jurang dan segera berhenti mempelajarinya, bagaimana?' Ayahmu berteriak, 'Bagaimana kau tahu aku sedang mempelajari Pixie Jianfa? Kau.....kau......apa kau mengintipku?' Mamamu berkata, 'Untuk apa aku mengintipmu kalau aku sudah tahu?' Ayahmu berteriak, 'Katakanlah! Katakanlah!' Suaranya serak, walaupun keras, namun jelas bahwa ia merasa kecil hati".
"Mamamu berkata, 'Suaramu sudah sama sekali berubah, semua orang bisa mendengarnya, masakan kau sendiri tak merasakannya?' Ayahmu masih berkeras membela dirinya, 'Dari dulu aku memang begini'. Mamamu berkata, 'Setiap pagi diatas selimutmu banyak janggut yang rontok.....' Dengan suara melengking ia berseru, 'Kau melihatnya?' Nada suaranya amat jeri. Mamamu menghela napas, lalu berkata, 'Aku sudah lama melihatnya, tapi aku tak berkata apa-apa. Dengan menempelkan janggut palsu di dagumu kau bisa mengelabui orang lain, tapi kau mana bisa mengelabui istri yang selama puluhan tahun tidur di sampingmu?' Ketika ayahmu sadar bahwa rahasianya telah terbongkar, ia tak bisa menyangkal lagi, setelah lama, ia bertanya, 'Siapa orang lain yang juga tahu?' Mamamu berkata, 'Tak ada'. Ayahmu berkata, 'Bagaimana dengan Shan er?' Mamamu berkata, 'Dia tak mungkin tahu'. Ayahmu berkata, 'Tentunya Pingzhi juga tak tahu?' Mamamu berkata, 'Tak tahu'. Ayahmu berkata, 'Baiklah, aku akan mendengar nasehatmu. Besok kita akan mencari cara untuk mengembalikan jiasha ini kepada Pingzhi, lalu perlahan-lahan mencari akal untuk membersihkan nama Linghu Chong. Aku tak akan mempelajari ilmu pedang ini lagi'. Ibumu sangat girang, ia berkata, 'Itu adalah hal yang sangat baik. Tapi kitab pedang ini merugikan, bagaimana kita bisa membiarkan Pingzhi melihatnya? Lebih baik kita menghancurkannya' ".
Yue Lingshan berkata, "Pasti ayah tak setuju. Kalau ia menghancurkan kitab itu, tentunya keadaan sekarang tidak akan seperti ini".
Lin Pingzhi berkata, "Dugaanmu salah. Saat itu ayahmu berkata, 'Bagus sekali. Aku akan segera menghancurkan kitab pedang ini!' Aku sangat terkejut dan berniat untuk bersuara guna mencegah mereka melakukan hal itu, kitab pedang itu adalah milik keluargaku, tak perduli benda itu merugikan atau bermanfaat, ayahmu tak berhak untuk menghancurkannya. Tepat pada saat itu, terdengar daun jendela berderit karena dibuka. Aku cepat-cepat merunduk, di depan mataku seberkas cahaya merah berkelebat, jiasha itu melayang turun, lalu jendela segera ditutup kembali. Terlihat jiasha itu melayang di samping tubuhku, aku mengangsurkan lenganku, tapi karena kurang dekat beberapa chi, aku tak berhasil mengambilnya. Saat itu aku hanya tahu bahwa apakah dendam ayah ibu dapat dibalas atau tidak tergantung pada apakah aku bisa menangkap jiasha itu, maka aku sama sekali tak memperdulikan hidup dan matiku. Tangan kananku memegang ujung tebing dan kaki kiriku menendang, ujung kakiku seakan menyentuh jiasha, maka aku cepat-cepat menariknya. Aku benar-benar beruntung telah berhasil mengambil jiasha itu, dan tak terjatuh ke dalam Jurang Tiansheng yang dalamnya laksaan ren".
Ketika mendengar ceritanya Yingying merasa napasnya tertahan, pikirnya, "Kalau kau tak bisa mendapatkan jiasha itu, bukankah kau sangat beruntung?"
Yue Lingshan berkata, "Mama mengira bahwa jiasha itu telah dilemparkan ke dalam Jurang Tiansheng, tapi sebenarnya ayah telah menghafalkan ilmu pedang itu dan sudah tak memerlukan jiasha itu lagi, tapi kau malah dapat mempelajarinya, benar tidak?" Lin Pingzhi berkata, "Tepat sekali".
Yue Lingshan berkata, "Itu namanya kehendak langit. Di dunia yang tak kasat mata Tuhan telah mengatur semuanya supaya kau bisa membalas dendam kesumat ayah dan ibu mertua. Hal itu......hal itu.....hal itu sangat baik".
Lin Pingzhi berkata, "Tapi masih ada satu hal lagi, beberapa hari ini aku telah memikirkannya sampai kepalaku seperti mau pecah, tapi aku masih sukar memahaminya. Kenapa Zuo Lengchan juga bisa menggunakan Pixie Jianfa?" Yue Lingshan mendehem, suaranya dingin dan acuh tak acuh, jelas bahwa ia sama sekali tak perduli apakah Zuo Lengchan bisa menggunakan Pixie Jianfa atau tidak. Lin Pingzhi berkata, "Kau belum pernah mempelajari ilmu pedang ini, maka kau tak tahu dimana letak kelihaiannya. Ketika ayahmu dan Zuo Lengchan bertarung di Panggung Fengshan, pada akhir pertarungan mereka berdua sama-sama menggunakan Pixie Jianfa, tapi ilmu pedang Zuo Lengchan nampaknya benar tapi sebenarnya sama sekali salah. Dalam setiap jurus ia seakan hendak mengalah pada ayahmu, sebenarnya dasar-dasar ilmu pedangnya amat tinggi, setiap kali ia berada dalam bahaya, ia segera mengubah jurusnya dan dapat menghindar, namun akhirnya ia dapat dibutakan oleh ayahmu. Kalau......hmm.....kalau saja ia memakai ilmu pedang Songshan dan dapat dikalahkan oleh ayahmu dengan Pixie Jianfa, hal ini sama sekali tak aneh. Pixie Jianfa tak ada tandingannya di kolong langit dan ilmu pedang Songshan tak dapat menyamainya. Zuo Lengchan sama sekali belum mengebiri dirinya sendiri dan belum benar-benar mempelajari Pixie Jianfa, hal ini juga tak aneh. Hal yang tak kupahami adalah dari mana Zuo Lengchan mempelajari Pixie Jianfa ini, kenapa yang dipelajarinya sepertinya benar tapi sebenarnya salah?" Ia mengucapkan perkataan itu dengan bimbang, jelas bahwa ia sedang memikirkannya dengan sungguh-sungguh.
Yingying berpikir, "Sudah tak ada yang perlu didengarkan lagi. Pixie Jianfa Zuo Lengchan kemungkinan besar dicuri dari agama kami. Ia hanya mempelajari beberapa jurus saja tapi tak paham metodenya yang memalukan. Pixie Jianfa Dongfang Bubai jauh lebih lihai dari Yue Buqun. Kalau kau melihatnya, kalaupun kau mempunyai tiga otak dan semuanya memikirkannya, kau masih tak akan memahami alasannya".
Ia hendak diam-diam mundur, namun mendadak mendengar suara derap kaki kuda dari
kejauhan, lebih dari dua puluh penunggang kuda mencongklang di jalan raya menghampiri mereka.
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Sejenis biji-bijian, disebut juga sorghum.
[2] Lang (郎) adalah panggilan seorang wanita pada kekasih atau suaminya.
[3] 'Tak Terkalahkan'.
[4] Penyimpangan api' (走火入魔) (Hokkian: cau hwee jip mo).