Pendekar Hina Kelana Bab 26 - Mengepung Kuil
<< Bab Sebelumnya - Halaman Utama Pendekar Hina Kelana - Bab Selanjutnya >>
Terjemahan Cersil Pendekar Hina Kelana
oleh Grace Tjan
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.
Berdasarkan novel edisi ketiga.
Smiling Proud Wanderer Jilid 3
Bab XXVI Mengepung Kuil
Bagian Pertama
Linghu Chong berjalan dengan cepat ke utara, saat matahari terbit, ia telah tiba di sebuah kota besar dan ia masuk ke sebuah rumah makan. Dianxin[1] yang terkenal di Hubei ialah kulit tahu, kulit tahu itu dihaluskan dan dibuat menjadi mi, lalu dimasak dengan kuah, rasanya sungguh lezat. Linghu Chong berturut-turut makan tiga mangkuk besar mi, lalu membayarnya dan keluar.
Terlihat di jalanan di depannya ada serombongan lelaki, diantara mereka ada seseorang yang bertubuh buntak, ternyata ia adalah salah satu dari kedua 'Leluhur Tua Sungai Kuning', Lao Touzi. Linghu Chong amat girang, ia berseru keras-keras, "Lao Touzi, apa kabar?"
Begitu melihat dirinya, wajah Lao Touzi langsung berubah rikuh, setelah ragu-ragu sesaat, "Sret!", ia menghunus golok besarnya.
Linghu Chong maju selangkah ke depan seraya berkata, "Zu Qianqiu......" Ketika ia baru mengucapkan ketiga kata itu, Lao Touzi telah mengangkat goloknya dan hendak membacoknya, namun walaupun tenaga yang dipakai untuk membacok besar, namun ketepatannya sangat kurang, bacokan itu meleset satu chi lebih dari bahu Linghu Chong, "Wus!", bacokan itu lewat di sisinya. Linghu Chong melompat karena terkejut, ia melompat ke belakang untuk menghindar, lalu berseru, "Tuan Lao, aku.......aku Linghu Chong!"
Lao Touzi berkata, "Aku tahu dengan jelas bahwa kau adalah Linghu Chong. Tempo hari kawan-kawan semua telah mendengar perintah Gadis Suci, bahwa barangsiapa melihat Linghu Chong, ia harus membunuhnya, dan Gadis Suci akan memberinya hadiah besar. Perkataan ini kita semua sudah dengar, bukan?"
Semua orang berseru keras-keras, "Kami semua sudah tahu!" Walaupun mereka berkata demikian, tapi mereka saling memandang satu sama lain, ekspresi wajah mereka semua sangat aneh, tak ada seorangpun yang menghunus senjata dan mendahului menyerang, bahkan ada beberapa orang yang sampai tertawa cekikikan, seakan merasa amat geli.
Wajah Linghu Chong memerah, ia teringat ketika tempo hari Yingying menyuruh Lao Touzi dan yang lainnya menyiarkan kabar di dunia persilatan agar ia dibunuh, dengan harapan agar dirinya selalu berada di sisinya, dan juga agar semua orang tahu, bahwa ia sang Nona Besar Ren sama sekali tak tergila-gila pada Linghu Chong, dan malah membencinya sampai ke tulang sumsum. Setelah itu berbagai peristiwa terjadi silih berganti dan ia sudah melupakan perkataan itu, namun sekarang ketika mendengar Lao Touzi berkata demikian, ia baru ingat bahwa perintah itu belum ditarik kembali.
Ketika Lao Touzi dan yang lainnya menyiarkan kabar itu, semua orang tak ada yang mempercayainya. Demi menyelamatkan nyawa Linghu Chong, ia rela datang ke Shaolin untuk menerima kematian, begitu peristiwa ini dibocorkan keluar oleh murid-murid Biara Shaolin, beritanya langsung mengegerkan dunia persilatan. Tentu saja semua orang memuji cintanya yang mendalam dan keberaniannya, tapi juga tak kuasa menahan tawa, mereka merasa bahwa nona itu terlalu tinggi hati, jelas-jelas jatuh cinta tapi tak mau mengakuinya dan berusaha menyembunyikannya, namun semakin ia berusaha untuk menyembunyikannya, hal itu malah semakin jelas. Masalah ini tidak hanya diketahui dengan jelas oleh orang-orang aliran sesat, bahkan orang-orang aliran luruspun juga banyak yang mendengar tentangnya. Dalam obrolan sehari-hari peristiwa ini sering menjadi bahan lelucon. Sekarang ketika mereka tiba-tiba melihat Linghu Chong muncul, mereka merasa kaget bercampur girang, tapi juga agak bingung karena tak tahu harus berbuat apa.
Lao Touzi berkata, "Tuan Muda Linghu, Gadis Suci memerintahkan kami untuk membunuhmu. Tapi ilmu silatmu sangat tinggi, barusan ini ketika aku membacokmu, aku tak bisa mengenaimu, tapi kau malah bermurah hati dan tak mencabut nyawaku. Kawan-kawan sekalian, kalian telah melihat dengan mata kepala sendiri, kita bukannya tak mau membunuh Tuan Muda Linghu, tapi kita memang tak mampu membunuhnya. Kalau aku Lao Touzi tak dapat melakukannya, kalian tentunya juga tak dapat melakukannya. Benar tidak?" Mereka semua tertawa terbahak-bahak, lalu berseru, "Tepat sekali!"
Seseorang berkata, "Barusan ini kita telah bertempur mati-matian dan kedua belah pihak sudah kecapaian, tak ada yang bisa membunuh lawan, maka kita lebih baik berhenti berkelahi saja. Tak ada jeleknya kalau kita bertanding minum arak saja. Kalau ada orang gagah yang dapat membuat Tuan Muda Linghu mabuk sampai mati, kelak kalau bertemu dengan Gadis Suci, ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya". Semua orang tertawa terpingkal-pingkal, lalu berkata, "Bagus sekali, bagus sekali!" Seseorang lain berkata, "Gadis Suci hanya memerintahkan kami untuk membunuh Tuan Muda Linghu, tapi tak menentukan apakah harus memakai senjata atau tidak. Kita juga boleh memakai arak bagus untuk membuatnya mabuk sampai mati. Ini namanya tak bisa mengungguli kawan dengan tenaga, maka kita harus memakai arak untuk mengalahkannya".
Semua orang bersorak-sorai, mereka mengerumuni Linghu Chong dan membawanya ke sebuah rumah makan besar. Empat puluh orang lebih memenuhi enam meja di rumah makan itu. Beberapa orang mengebrak-gebrak meja dan bangku sambil berseru-seru, "Ambilkan arak!"
Setelah duduk, Linghu Chong segera bertanya, "Sebenarnya bagaimana keadaan Gadis Suci? Aku benar-benar mengkhawatirkannya". Ketika semua orang mendengar bahwa ia mengkhawatirkan Yingying, mereka amat senang.
Lao Touzi berkata, "Kami sudah memutuskan untuk pergi ke Shaolin membebaskan Gadis Suci pada tanggal lima belas bulan dua belas. Namun beberapa hari belakangan ini, karena masalah siapa yang harus menjadi ketua perserikatan, semua orang ribut berkelahi tanpa henti hingga sangat melemahkan persatuan diantara kita. Sekarang karena Tuan Muda Linghu sudah datang, semua akan jadi beres. Jabatan ketua perserikatan ini kalau bukan kau yang menyandangnya, siapa lagi yang pantas menjabatnya? Kalau orang lain yang menjabatnya, kalaupun ia berhasil membebaskan Gadis Suci, beliau tentu tak akan senang".
Seorang tua berjanggut putih berkata, "Benar. Asalkan Tuan Muda Linghu yang memimpin, walaupun kita akan menghadapi kesulitan dan tak dapat menjumpai Gadis Suci, beliau pasti akan mendengar kabar tentangnya dan hatinya tentu akan amat girang. Kedudukan ketua perserikatan ini memang sudah sepantasnya diduduki oleh Tuan Muda Linghu".
Linghu Chong berkata dengan penuh perasaan, "Mengenai siapa yang akan menjabat sebagai ketua perserikatan adalah masalah kecil, namun demi membebaskan Gadis Suci, aku rela tubuhku hancur lebur". Perkataannya ini bukannya dibuat-buat, ia merasa amat berterima kasih kepada Yingying hingga ia rela mengorbankan nyawanya, kalau ia harus mati demi Yingying, ia akan melakukannya tanpa ragu atau berpikir dua kali. Namun walaupun sehari-hari ia juga berpikir seperti itu, ia tak akan memberitahukannya pada orang banyak, sekarang ia mengucapkannya dengan penuh rasa cinta dan sikap ksatria, supaya orang lain tak menertawakan Yingying.
Begitu semua orang mendengarnya, mereka merasa makin lega, mereka merasa bahwa Gadis Suci tak salah menilai orang ini.
Orang tua berambut putih itu tertawa dan berkata, "Ternyata Tuan Muda Linghu adalah seorang pahlawan yang penuh rasa cinta dan luhur budinya. Kalau desas-desus yang beredar di dunia persilatan itu benar, yaitu bahwa Tuan Muda Linghu sama sekali tak memperdulikan nasib Gadis Suci, semua orang akan bersikap dingin padamu".
Linghu Chong berkata, "Beberapa bulan terakhir ini, aku dijebak orang dan terkurung, sehingga aku tak tahu apa-apa tentang urusan dunia persilatan. Karena tak bisa berjumpa dengannya, dan juga sama sekali tak pernah mendengar kabarnya, siang malam aku merindukannya hingga rambutku menjadi putih. Mari, mari, aku menghaturkan secawan arak untuk kalian semua, untuk dengan tulus berterima kasih atas jerih payah kalian demi Gadis Suci". Sambil berbicara ia bangkit, mengangkat cawan arak dan menenggaknya. Semua orang juga ikut meminum arak mereka.
Linghu Chong berkata, "Tuan Lao, anda berkata bahwa semua orang memperebutkan kedudukan ketua sehingga amat mencederai rasa persatuan, masalah ini harus segera dibereskan, ayo kita cepat pergi ke sana untuk menghentikan mereka". Lao Touzi berkata, "Benar sekali. Zu Qianqiu dan si Burung Hantu Malam sudah menyusul kesana. Kami juga baru saja hendak pergi kesana". Linghu Chong berkata, "Dimana mereka semua berada?" Lao Touzi berkata, "Mereka semua berkumpul di Huangbaoping". Linghu Chong berkata, "Huangbaoping?" Orang tua berjanggut putih itu berkata, "Itu di Gunung Jing di sebelah barat Xiangyang[2]".
Linghu Chong berkata, "Ayo cepat makan dan minum, lalu lekas pergi ke Huangbaoping. Kita sudah bertanding minum arak tiga hari tiga malam, semua orang sudah berusaha memutar otak dan minum sepuasnya, namun belum bisa membuat Linghu Chong mabuk sampai mati, kalau kalian kelak berjumpa dengan Gadis Suci, kalian harus mempertanggungjawabkannya".
Semua orang tertawa riuh dan berkata, "Kekuatan minum Tuan Muda Linghu bagai lautan, jangan-jangan setelah adu minum tiga hari tiga malam, kami masih tak akan bisa mengalahkanmu".
Linghu Chong berjalan dengan berendeng pundak bersama Lao Touzi, lalu bertanya, "Sakit putrimu yang tercinta apakah sudah sembuh?" Lao Touzi berkata, "Terima kasih atas perhatian Tuan Muda Linghu, walaupun dia belum sepenuhnya sembuh, namun untungnya keadaannya sudah tak terlalu buruk". Linghu Chong selalu menyimpan sebuah pertanyaan dalam hatinya, ketika melihat bahwa orang-orang yang lain berada beberapa zhang di belakang mereka, iapun bertanya, "Semua orang mengatakan bahwa mereka semua berhutang budi pada Gadis Suci. Aku benar-benar tak paham alasannya, Gadis Suci masih amat belia, bagaimana ia bisa menanam budi pada begitu banyak kawan-kawan dunia persilatan?" Lao Touzi berkata, "Tuan Muda Linghu bukan orang luar, seharusnya kami tidak perlu menutup-nutupi masalah ini, hanya saja kami telah bersumpah pada Gadis Suci untuk tak membocorkan rahasia dalam hal ini. Mohon agar tuan muda maklum". Linghu Chong mengangguk dan berkata, "Apa yang tak boleh dikatakan, tak usah diucapkan". Lao Touzi berkata, "Kalau kelak Gadis Suci sendiri yang menceritakannya kepada Tuan Muda Linghu, bukankah ini jauh lebih baik?" Linghu Chong berkata, "Kuharap hari itu segera tiba".
Di sepanjang jalan rombongan mereka bertemu dengan dua kelompok lain, namun ternyata mereka juga sedang menuju ke Huangbaoping, setelah ketiga kelompok itu bergabung, mereka sudah berjumlah dua ratus orang lebih.
* * *
Ketika rombongan mereka tiba di Huangbaoping, hari sudah menjelang senja, tempat pertemuan mereka berada di sebuah padang terbuka di sebelah barat Huangbaoping. Dari jarak satu li lebih telah terdengar suara ribut orang-orang yang berteriak-teriak dengan nyaring. Linghu Chong mempercepat langkahnya dan lari menghampiri, dibawah sinar rembulan ia melihat bahwa di tanah lapang yang dikelilingi pegunungan itu telah berkumpul gerombolan-gerombolan orang yang tak terhitung banyaknya, sepintas terlihat paling tidak ada dua ribu orang.
Terdengar seseorang berteriak keras-keras, "Ketua perserikatan, ketua perserikatan, karena disebut 'ketua', kedudukan itu hanya bisa diduduki oleh satu orang saja. Kalau jabatan itu diduduki kalian berenam, akan jadi ketua macam apa kalian?"
Seseorang lain berkata, "Kami berenam dianggap sebagai satu orang, seorang diantara kami dianggap sebagai kami berenam. Kalau kau mematuhi perintah kami enam bersaudara, maka berarti kami enam bersaudara telah menjadi ketua perserikatan. Kalau kau masih bicara ngalor ngidul, kami akan mencabikmu menjadi empat potong". Tanpa melihat orang itu, Linghu Chong sudah tahu bahwa ia adalah salah seorang dari Enam Dewa Lembah Persik, namun suara mereka semua sukar dibedakan, sehingga ia tak tahu siapa diantara mereka yang berbicara.
Orang itu takut padanya dan tak berani berbicara lagi. Namun kawanan itu jelas tak dapat menerima Enam Dewa Lembah Persik, ada yang berseru-seru memaki dari kejauhan, ada yang bersembunyi di kegelapan sambil tertawa-tawa, dan ada juga yang melemparkan batu dan pasir, suasanapun menjadi kacau.
Dewa Daun Persik berteriak keras-keras, "Siapa yang melempar batu ke arah bapakmu ini?" Di tengah kegelapan ada seseorang berkata, "Bapakmu". Dewa Bunga Persik berkata dengan gusar, "Apa? Kalau kau bapak kakakku, artinya kau juga bapakku kan?" Ada seseorang berkata, "Belum tentu". Seketika itu juga ratusan orang serentak tertawa. Dewa Bunga Persik bertanya, "Kenapa belum tentu?" Seseorang lain berkata, "Mengenai hal ini aku juga tak tahu. Aku hanya punya seorang anak". Dewa Akar Persik berkata, "Kau cuma punya seorang anak, apa hubungannya denganku?" Sebuah suara serak tertawa dan berkata, "Denganmu tak ada hubungannya, tapi kemungkinan ada hubungannya dengan saudara-saudaramu". Dewa Batang Persik berkata, "Apa hubungannya denganku?" Orang yang tadi berbicara tertawa, "Lihat saja apa tampang kalian mirip". Dewa Bunga Persik berkata, "Katamu wajahku mirip, kau lihatlah sini". Orang itu tertawa dan berkata, "Buat apa aku melihatmu, kau pergilah bercermin sana!"
Sekonyong-konyong, empat bayangan melompat dengan amat cepat, menerjang ke depan, lalu menarik orang itu dari tengah kegelapan. Orang itu tinggi besar, beratnya paling tidak dua ratus jin, namun begitu keempat anggota tubuhnya dicekal oleh keempat Dewa Lembah Persik itu, ternyata ia tak mampu berkutik sedikitpun. Setelah menangkapnya, keempat orang itu memperhatikannya di bawah sinar rembulan. Dewa Biji Persik berkata, "Tak mirip aku, masa aku begitu jelek? Nomor tiga, jangan-jangan dia agak mirip denganmu". "Cis", ujar Dewa Cabang Persik, "Masa aku lebih jelek darimu? Tak ada jeleknya kalau para orang gagah disini menilainya".
Semua orang sudah melihat rupa Enam Dewa Lembah Persik yang luar biasa, roman muka mereka amat buruk, untuk mengatakan apakah salah seorang dari mereka lebih tampan dari yang lain benar-benar tidaklah mudah, saat ini karena melihat lelaki tinggi besar itu jatuh ke tangan mereka dan setiap saat dapat dicabik menjadi empat potong, semua orang merasa was-was, tak ada seorangpun yang tertawa lagi.
Linghu Chong kenal baik watak Enam Dewa Lembah Persik, satu jawaban yang salah saja dapat menyebabkan mereka mencabik lelaki tinggi besar itu, maka ia berkata dengan lantang, "Enam Dewa Lembah Persik, biar aku Linghu Chong yang menilainya, bagaimana?" Sambil berbicara ia melangkah dengan santai keluar dari tengah kegelapan. Begitu mendengar perkataan "Linghu Chong" itu, kawanan itu langsung ribut, ribuan pasang mata menatap ke arahnya.
Namun Linghu Chong malah menatap Enam Dewa Lembah Persik tanpa berkedip karena khawatir kalau mereka terlalu bersemangat dan lantas mencabik lelaki itu, ia berkata, "Kalian lepaskanlah kawan ini dahulu, supaya aku dapat melihatnya dengan jelas". Enam Dewa Lembah Persikpun segera melepaskannya.
Lelaki tinggi besar itu sosoknya nampak amat gagah, ia berdiri di tempat seperti sebuah menara besi. Ia baru saja lolos dari lubang jarum dan merasa begitu ketakutan hingga jiwanya seakan melayang, wajahnya pucat pasi dan sekujur tubuhnya gemetar. Ia tahu bahwa gemetar seperti itu tak pantas bagi seorang gagah, namun tubuhnya masih gemetar walaupun ia berusaha sekuat tenaga untuk menahannya, ia hendak mengucapkan beberapa perkataan untuk menjaga gengsinya, namun ia hanya dapat dengan gemetar berkata, "Aku......aku......aku......"
Linghu Chong melihat bahwa walaupun orang itu ketakutan setengah mati, wajahnya cukup tampan, maka ia berkata kepada Enam Dewa Lembah Persik, "Saudara-saudara Persik, roman muka kawan ini sama sekali tak sama dengan kalian, dibandingkan dengannya kalian jauh lebih ganteng. Postur Dewa Akar Persik anggun, perawakan Dewa Batang Persik tinggi besar, keempat anggota tubuh Dewa Cabang Persik langsing semampai, Dewa Daun Persik roman wajahnya bagai diukir seorang empu, Dewa Bunga Persik......matanya bagai bintang kejora, Dewa Biji Persik penuh semangat, siapapun yang melihat kalian akan segera tahu bahwa kalian adalah enam pendekar pembela kebenaran yang bermuka emas, pemuda......pria-pria matang yang tampan dan berbakat".
Ketika para hadirin mendengarnya, mereka semua tertawa. Enam Dewa Lembah Persik bertambah girang.
Lao Touzi pernah menelan pil pahit dari enam bersaudara itu, ia tahu bahwa mereka tak dapat dipandang remeh, maka ia ikut menimpali, "Menurut pandanganku, diantara para ksatria, walaupun banyak yang ilmu silatnya tinggi, tapi kalau bicara soal tampang, tidak ada yang melebihi Enam Dewa Lembah Persik".
Para hadirin langsung menyoraki mereka, ada yang berbicara, "Tak cuma tampan, tapi juga anggun alami, belum pernah terdapat dalam sejarah dan tak akan terulang lagi selamanya". Ada seseorang lain yang berkata, "Pan An mundur sembilan puluh li, Song Yu mengakui kekalahannya[3]". Ada lagi yang berkata, "Urutan nomor satu sampai enam lelaki-lelaki tertampan di dunia persilatan ditempati oleh mereka berenam. Tuan Muda Linghu paling-paling cuma nomor tujuh saja".
Enam Dewa Lembah Persik tak tahu bahwa semua orang sedang menertawakan diri mereka, mereka malah mengira bahwa semua orang sungguh-sungguh memuji mereka, maka senyum merekapun makin lebar. Dewa Cabang Persik berkata, "Dahulu ibuku pernah berkata bahwa kita berenam buruk rupa, ternyata perkataan itu tak benar". Terdengar seseorang berkata sembari tertawa, "Tentu saja tak benar, kalian berenam, masa kalian bisa jadi si buruk rupa?" Ada seseorang lain yang berkata dengan lirih, "Selain itu, ayah ibu mereka......" Sebelum ia sempat menyelesaikan perkataannya, seseorang lain telah membekap mulutnya.
Lao Touzi berkata, "Kawan-kawan sekalian, keberuntungan kita tak sedikit. Tuan Muda Linghu sedang ingin turun tangan sendiri dan menyerbu ke Shaolin untuk menyelamatkan Gadis Suci, namun di tengah jalan ia berjumpa denganku, ketika ia tahu bahwa kita sedang berkumpul disini, ia datang kemari untuk berunding dengan kita. Kalau berbicara tentang ketampanan wajah, tentunya Enam Dewa Lembah Persik termasuk......" Begitu mendengar perkataannya itu, para hadirin kontan tertawa terpingkal-pingkal. Lao Touzi berulang-ulang mengoyang-goyangkan tangannya, di tengah gelak tawa para hadirin ia meneruskan berbicara, "Tapi urusan besar menyerbu Shaolin dan menyelamatkan Gadis Suci ini tidak seberapa erat hubungannya dengan ketampanan wajah seseorang. Menurut pendapatku, kita angkat saja Tuan Muda Linghu sebagai ketua perserikatan, minta beliau mengurus segalanya dan memberikan perintah, dan kita semua mematuhi beliau, bagaimana pendapat kalian?"
Semua orang tahu bahwa demi Linghu Chong, Gadis Suci terjatuh ke tangan Biara Shaolin, selain itu, ilmu silat Linghu Chong tak tertandingi, kejadian tempo hari ketika ia bergabung dengan Xiang Wentian di Henan dan bertempur dengan para pendekar dari berbagai aliran telah mengegerkan dunia persilatan, namun kalaupun ia sangat lemah, dengan memandang muka Gadis Suci, mereka juga akan tetap mengangkatnya menjadi ketua perserikatan, maka begitu mendengar perkataan Lao Touzi, mereka kontan bersorak-sorai dengan gembira, dan banyak orang bertepuk tangan sambil memuji.
Sekonyong-konyong Dewa Bunga Persik berkata dengan heran, "Sekarang kita akan membebaskan Nona Besar Ren, setelah membebaskan dia, bukankah Linghu Chong akan mengambilnya sebagai istri?"
Semua orang sangat menghormati Nona Besar Ren, walaupun mereka merasa bahwa perkataan Dewa Bunga Persik itu tak salah, namun tak seorangpun berani mengatakannya secara terang-terangan. Linghu Chong merasa amat jengah, ia terpaksa diam saja tak bersuara.
Dewa Daun Persik berkata, "Dia sudah dapat istri, dan masih jadi ketua perserikatan lagi, enak sekali untuk dia. Kami akan membantu dia menyelamatkan istrinya, tapi jabatan ketua perserikatan harus dijabat oleh kami enam bersaudara". Dewa Akar Persik berkata, "Benar sekali! Kecuali kalau kepandaiannya berada di atas kami, baru lain soalnya".
Sekonyong-konyong Dewa Akar, Batang, Cabang dan Biji Persik berempat beraksi, mereka menangkap keempat anggota tubuh Linghu Chong, lalu mengangkatnya ke udara. Mereka beraksi dengan amat cepat, sebelumnya sama sekali tak ada tanda-tandanya, begitu berkata akan menangkap mereka langsung menangkapnya, sehingga Linghu Chong tak sempat menghindar.
Para hadirin berseru kaget, "Jangan, cepat lepaskan dia!"
Dewa Daun Persik berkata, "Kalian semua jangan khawatir, kami tak akan mencabut nyawanya, kami hanya ingin dia mengizinkan kami menjadi ketua perserikatan....."
Sebelum sempat menyelesaikan perkataan itu, mendadak Dewa Akar, Batang, Cabang dan Biji Persik serentak berseru heran, mereka cepat-cepat melepaskan Linghu Chong, lalu berseru, "Aiyo, kau......kau memakai ilmu iblis apa?"
Ternyata ketika tangan dan kaki Linghu Chong dicekal oleh mereka, ia benar-benar merasa khawatir, keempat orang itu pikirannya kacau balau, segala hal aneh juga dapat mereka lakukan, jangan sampai ia benar-benar dicabik oleh mereka, maka ia segera mengerahkan Ilmu Penghisap Bintang. Keempat dewa lembah persik itu merasa tenaga dalam mereka mengalir keluar dari telapak tangan mereka, semakin mereka berusaha untuk menahannya, tenaga mereka malah mengalir semakin deras, dengan panik mereka segera melepaskannya. Linghu Chong berjumpalitan dan berdiri dengan teguh di atas tanah.
Dewa Daun Persik cepat-cepat bertanya, "Kenapa?" Dewa Akar dan Biji Persik serentak berkata, "Kungfu Linghu Chong ini aneh sekali, kami tak bisa menangkap dia". Dewa Batang Persik berkata, "Bukannya tak bisa menangkap dia, tapi tiba-tiba kami tak ingin menangkapnya". Para hadirin bersorak-sorai, mereka berkata, "Enam Dewa Lembah Persik, apa kalian sekarang bersedia tunduk?" Dewa Akar Persik berkata, "Linghu Chong adalah sahabat kami, maka Linghu Chong adalah Enam Dewa Lembah Persik, dan Enam Dewa Lembah Persik adalah Linghu Chong. Kalau Linghu Chong menjabat sebagai ketua perserikatan, hal ini adalah sama dengan kalau Enam Dewa Lembah Persik menjabat sebagai ketua perserikatan, jadi kami tunduk kepada siapa?" Dewa Bunga Persik berkata, "Di dunia ini mana ada orang yang tak tunduk pada dirinya sendiri? Bukankah itu terlalu merendahkan diri sendiri? Pertanyaan kalian itu terlalu bebal".
Ketika para hadirin melihat ekspresi wajah Enam Dewa Lembah Persik, mereka menduga bahwa ketika barusan ini mereka menangkap Linghu Chong, mereka telah mengalami kekalahan, namun karena ingin mati-matian mempertahankan gengsi, mereka tak mau mengaku kalah, walaupun para hadirin tak mengetahui alasan sebenarnya, mereka semua bersorak girang.
Linghu Chong berkata, "Kawan-kawan sekalian, kali ini kita akan menyambut Gadis Suci dan juga membebaskan kawan-kawan kita yang tertawan di Shaolin. Akan tetapi Biara Shaolin adalah Gunung Taishan dan Bintang Utaranya dunia persilatan, tujuh puluh dua kepandaian Shaolin telah termasyur di kolong langit selama beberapa ratus tahun terakhir ini, semua perguruan lain tak dapat menandingi mereka. Namun jumlah kita jauh lebih banyak, selain beberapa ribu pendekar yang telah berada disini, masih ada tak sedikit orang gagah yang akan ikut. Kalaupun untuk saat ini ilmu silat kita tak dapat mengungguli para biksu dan murid Shaolin, kalau sepuluh orang melawan satu orang, kita tentunya akan dapat mengalahkan mereka".
Semua orang berseru, "Benar, benar! Memangnya para biksu Shaolin punya tiga kepala dan enam lengan?"
Linghu Chong kembali berkata, "Walaupun orang-orang Shaolin telah menawan Gadis Suci, namun mereka tak menyusahkannya. Para guru besar di Biara Shaolin adalah para biksu agung yang telah mencapai pencerahan, mereka bersikap welas asih dan patut dihormati. Kalau kita sampai menghancurkan Biara Shaolin, jangan-jangan para orang gagah di dunia persilatan akan menuduh kita menggunakan jumlah kita yang banyak untuk menang, perbuatan semacam itu bukanlah perbuatan seorang gagah. Oleh karena itu menurut pendapatku, lebih baik kita berusaha berunding terlebih dahulu sebelum bertindak keras, kalau kita dapat membujuk Biara Shaolin untuk mundur selangkah dan tak lagi menyusahkan Gadis Suci dan kawan-kawan kita, sehingga tak terjadi pertempuran, hal ini adalah sangat baik".
Zu Qianqiu berkata, "Perkataan Tuan Muda Linghu ini sangat sesuai dengan pikiranku, kalau kita benar-benar bertempur, jumlah korban luka-luka atau tewas di kedua belah pihak tentu akan banyak". Dewa Cabang Persik berkata, "Tapi perkataan Tuan Muda Linghu itu tak sesuai dengan pikiranku. Kalau kedua belah pihak tak bertempur, korban yang luka atau mati sedikit, apa asyiknya?" Zu Qianqiu berkata, "Kita telah mengangkat Tuan Muda Linghu sebagai ketua perserikatan, maka kita harus mematuhi perintahnya". Dewa Akar Persik berkata, "Benar, masalah memberi perintah ini, kami Enam Dewa Lembah Persik saja yang melakukannya".
Ketika semua orang mendengar bagaimana mereka enam bersaudara sengaja membuat masalah dan menghalangi pembicaraan yang penting, mau tak mau mereka semua menjadi gusar, bahkan banyak orang yang lantas ingin menghunus senjata, begitu Linghu Chong sedikit saja memberi isyarat, mereka akan segera mencincang mereka berenam, walaupun ilmu silat keenam orang itu tinggi, tapi pada akhirnya mereka tak akan bisa menahan serangan puluhan orang sekaligus.
Zu Qianqiu berkata, "Apa tugas mengzu[4] (盟主)? Tentunya mengeluarkan perintah. Kalau ia tak mengeluarkan perintah, ia itu ketua perserikatan macam apa? Kata 'zu' ini tentunya maksudnya adalah mengeluarkan perintah".
Dewa Bunga Persik berkata, "Kalau begitu, ia disebut 'meng' saja, tak usah pakai kata 'zu' itu". Dewa Daun Persik berkata, "Kalau hanya dipanggil 'meng' saja kan aneh". Dewa Batang Persik berkata, "Kalau menurut pendapatku, karena kalau hanya dipanggil 'meng' (盟) saja aneh, kita pisahkan saja huruf itu dan dia kita panggil 'ming xue' (明血)[5] saja!" Dewa Cabang Persik berkata, "Salah, salah! Kalau huruf 'meng' kita pisahkan, huruf yang berada di bawahnya bukan huruf 'xue' (血), dibandingkan dengan huruf 'xue' kurang satu goresan. Huruf apa itu?"
Enam Dewa Lembah Persik tak mengenal huruf 'min' (皿) dari kata 'qi min' (器皿) yang berarti peralatan rumah tangga, namun semua orang membiarkan mereka unjuk kebodohan sendiri, tak ada seorangpun yang memberi mereka petunjuk.
Dewa Batang Persik berkata, "Kurang sedikit, tapi masih 'xue' juga. Misalnya kalau aku membacokmu dengan golok, kalau bacokannya dalam, darah yang keluar akan banyak, jadi masih darah juga. Andaikan aku mengingat rasa persaudaraan dan hanya mengoresmu saja, darah yang keluar juga akan sangat sedikit, namun walaupun sedikit masih tetap darah juga". Dewa Cabang Persik berkata dengan gusar, "Kalau kau membacokku, walaupun hanya mengores saja, itu berarti kau tak memperdulikan rasa persaudaraan. Kenapa kau ingin membacokku?" Dewa Batang Persik berkata, "Aku tak bisa membacokmu, di tanganku tak ada golok". Dewa Cabang Persik berkata, "Bagaimana kalau di tanganmu ada golok?"
Ketika para hadirin mendengar percakapan mereka makin lama makin ngawur, mereka tak dapat menahan diri untuk berseru dengan gusar, "Diamlah sedikit, kami ingin mendengarkan perintah ketua perserikatan".
Dewa Cabang Persik berkata, "Kalau mau memberi perintah, beri perintah saja, kenapa kami harus diam?"
Dengan lantang Linghu Chong berkata, "Kawan-kawan sekalian, setelah dihitung-hitung, tanggal lima belas bulan dua belas tinggal tujuh belas hari lagi, kalau kita berangkat dan berjalan perlahan-lahan, kita akan tiba di Songshan si sekitar waktu itu. Tindakan kita kali ini tidak sembunyi-sembunyi, kita akan membawa panji-panji dan menabuh genderang. Besok pagi kita akan membeli kain untuk dibuat panji-panji, lalu menulisinya dengan tulisan 'Para Pendekar Dunia Persilatan Pergi Ke Shaolin Untuk Memuja Sang Buddha, Menghormati Para Biksu dan Menyambut Nona Ren', huruf 'ren' nya harus dari 'Nona Besar Ren', bukan huruf 'qu' dari 'shen qu'[6]. Lalu kita akan membeli genderang-genderang kulit untuk ditabuh di sepanjang jalan, supaya para biksu, orang awam dan murid-murid di Biara Shaolin akan menggigil ketakutan begitu mendengarnya".
Para bandit aliran sesat ini kebanyakan bersifat usil, ketika mendengar ia berkata bahwa mereka akan membuat keributan, mereka tak dapat menahan rasa girang mereka, sorak-soraipun berkumandang menggetarkan lembah itu. Diantara mereka juga ada orang-orang yang sudah berpengalaman dan hati-hati, ketika melihat orang-orang itu membuat keributan dengan girang, mereka diam saja dan hanya mengelus-elus janggut sambil tersenyum.
Pagi-pagi keesokan harinya, Linghu Chong meminta Zu Qianqiu, Ji Wushi dan Lao Touzi memimpin sekelompok orang untuk membuat panji-panji dan membeli genderang. Ketika tengah hari tiba, mereka telah menulisi puluhan panji-panji dari kain putih, namun mereka baru membeli dua buah genderang saja. Linghu Chong berkata, "Mari kita cepat berangkat, di sepanjang jalan kita akan melewati banyak kota besar dan kecil. Kita dapat membeli perbekalan disana".
Segera terdengar seseorang memukul genderang, semua orang serentak berseru, lalu mereka berbaris dan mulai berjalan ke utara.
Linghu Chong telah menyaksikan bagaimana murid-murid Hengshan disergap di Pegunungan Xianxia, maka ia segera berunding dengan Ji Wushi dan yang lainnya, lalu ia mengirim tujuh regu, dua regu berada di depan sebagai pelopor, dua regu melindungi sayap kiri, dua regu lainnya di sayap kanan, satu regu sisanya berada di belakang sebagai bala bantuan, sedangkan orang-orang yang lain berperan seperti brigade tentara; selain itu ia juga memerintahkan orang-orang Partai Gagak Sakti dari Sungai Hanshui untuk hilir mudik menyampaikan berita. Partai Gagak Sakti adalah perkumpulan rahasia lokal, Hubei utara sampai Henan selatan adalah daerah kekuasaan mereka, begitu ada pertanda bahaya, mereka akan segera mendengarnya. Ketika kawanan itu menyaksikan bagaimana ia mengatur semuanya dengan rapi jali, kecuali Enam Dewa Lembah Persik, semua orang mengaguminya dan mematuhi perintahnya.
* * *
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Makanan kecil, sering juga disebut dim sum.
[2] Kota Xiangyang (襄阳) ini adalah kota yang dipertahankan oleh Guo Jing dan Huang Rong di Rajawali Sakti Dan Pasangan Pendekar.
[3] Pan An dan Song Yu adalah dua lelaki yang terkenal karena ketampanan dan bakat sastra mereka di China kuno.
[4] 'Ketua Perserikatan'. Hokkian: bengcu.
[5] Huruf 'meng' ((盟) terdiri atas dua komponen, yaitu 'ming' (明) yang terletak di atas, dan 'min' (皿) yang terletak di bawahnya. Dewa Batang Persik mengira bahwa huruf itu adalah huruf 'xie' (血) yang berarti 'darah'. 'Ming xie' berarti 'darah terang'.
[6] 'Gadis Suci'. Hokkian: seng koh.
Bagian kedua
Setelah beberapa hari berjalan, di sepanjang jalan tak henti-hentinya orang-orang gagah bergabung dengan mereka. Panji-panji dan genderang makin banyak, selain itu tak sedikit orang yang membawa gong besar yang suaranya berdentang-dentang ketika dipukul. Di tengah suara dentang-denting itu, tiga ribu orang lebih berteriak-teriak dengan riuh, berjalan ke arah Shaolin.
Pada suatu hari mereka tiba di kaki Gunung Wudang. Linghu Chong berkata, "Perguruan Wudang adalah perguruan kedua terbesar di dunia persilatan, nama dan kekuatan mereka besar, hanya kalah dari Shaolin. Sekarang kita hanya ingin menemui Gadis Suci, kita sama sekali tak ingin menyinggung Shaolin, dan tentunya juga sama sekali tak ingin menganggu Perguruan Wudang. Kita akan menghindar ke jalan lain untuk menunjukkan rasa hormat kita kepada ketua Perguruan Wudang Pendeta Chong Xu. Bagaimana menurut kalian semua?" Lao Touzi berkata, "Apapun yang diperintahkan Tuan Muda Linghu akan kami taati. Kita hanya perlu membebaskan Gadis Suci, dengan demikian kita sudah puas, tak perlu membuat masalah dengan pihak lain dan mengundang banyak musuh tangguh. Kalau kita tak bisa menemui Gadis Suci, kalaupun kita bisa menginjak-injak Perguruan Wudang, apa gunanya?"
Linghu Chong berkata, "Bagus sekali kalau begitu! Mohon sampaikan perintah agar panji-panji digulung dan genderang berhenti ditabuh, lalu kita akan berbelok ke timur".
Semua orang segera berhenti menabuh gong dan genderang, lalu menuju ke timur. Ketika mereka sedang berjalan, di depan mereka nampak seseorang yang menunggang keledai menghampiri mereka, dua orang petani mengikuti di belakang keledai itu, yang seorang memikul sayur mayur, sedangkan yang seorang lagi memikul setumpuk kayu bakar. Si penunggang keledai adalah seorang tua, punggungnya bongkok dan ia tak henti-hentinya terbatuk-batuk, pakaiannya penuh tambalan. Banyak diantara kawanan itu yang lantas meraih senjata mereka, di sepanjang jalan mereka selalu berteriak keras-keras untuk unjuk kekuatan, orang yang berpapasan dengan mereka di jalan biasanya langsung menghindar begitu melihat mereka. Namun ketiga orang itu seakan tak melihat mereka dan terus berjalan mendekat.
Dewa Akar Persik memaki, "Kalian sedang apa?" Ia mengangsurkan tangannya dan mendorong, keledai itu melenguh panjang, lalu terjatuh, "Krek!", tulang pahanya patah. Orang tua yang duduk di punggung keledai itu terhempas ke tanah, untuk beberapa saat ia hanya mengumam-gumam dan tak bisa merangkak bangkit.
Linghu Chong sangat menyesalkan kejadian itu, ia segera melompat menghampiri orang itu dan memapahnya seraya berkata, "Mohon maaf yang sebesar-besarnya. Pak, apa anda terluka?"
Orang tua itu mengumam-gumam, lalu berkata, "Ini......ini.......apalah artinya? Aku orang miskin......"
Kedua petani itu menaruh pikulan mereka dan berdiri di tengah jalan sambil berkacak pinggang, wajah mereka penuh rasa gusar. Dengan napas tersengal-sengal, lelaki yang memikul sayuran berkata, "Ini adalah kaki Gunung Wudang, kalian siapa berani-beraninya memukul orang disini?" Dewa Akar Persik berkata, "Kalau ini kaki Gunung Wudang, memangnya kenapa?" Lelaki itu berkata, "Di kaki Gunung Wudang, semua orang bisa silat. Kalau kalian orang luar berani main gila disini, kalian benar-benar nekad dan sengaja mencari gara-gara".
Semua orang melihat bahwa wajah kedua orang itu kurus kering dan pucat, usia mereka lima puluhan tahun lebih, ketika si pemikul sayur berbicara, napasnya tersengal-sengal, tapi ia mengaku bisa bersilat, maka beberapa puluh orang kontan tertawa terbahak-bahak.
Dewa Bunga Persik berkata, "Kau juga bisa silat?" Lelaki itu berkata, "Di kaki Gunung Wudang, bocah umur tiga tahun bisa ilmu memukul, bocah berumur lima tahun bisa ilmu pedang, apa anehnya?" Dewa Bunga Persik menunjuk ke arah lelaki pemikul kayu bakar, lalu berkata sembari tertawa, "Kau bagaimana? Kau bisa ilmu pedang?" Si pemikul kayu bakar berkata, "Aku......aku.......waktu kecil aku sempat belajar beberapa bulan, tapi sudah puluhan tahun tak berlatih, kungfu ini.......hai, mungkin sudah hilang". Si pemikul sayur berkata, "Kungfu Perguruan Wudang nomor satu di kolong langit ini, hanya belajar beberapa bulan saja, kalian sudah tak bisa melawannya". Dewa Daun Persik tertawa dan berkata, "Kalau begitu perlihatkan beberapa jurus pada kami".
Si pemikul kayu bakar berkata, "Jurus apa? Paling-paling kalian tak akan mengerti". Semua orang tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Walaupun kami tak mengerti, kami tetap ingin melihatnya". Si pemikul kayu bakar berkata, "Ai, kalau begitu aku terpaksa memainkan beberapa jurus, tapi entah aku masih ingat semuanya atau tidak. Aku pinjam pedangmu dulu".
Seseorang tertawa sambil mengangsurkan sebilah pedang kepadanya. Lelaki itu menyambutnya, melangkah ke tengah sawah, lalu menikam ke sana kemari dengan kacau, setelah tiga atau empat jurus, ia nampak lupa dan mengaruk-garuk kepalanya sambil berpikir keras, lalu kembali melancarkan beberapa jurus.
Ketika semua orang melihatnya melancarkan jurus-jurus yang kacau balau itu dengan gerakan tangan dan kaki yang sangat kaku, mereka semua tertawa terbahak-bahak.
Lelaki pemikul sayur itu berkata, "Apanya yang lucu? Biar aku tunjukkan, minta pedangnya". Ia menyambut pedang itu dan segera menikam kesana kemari, gerakannya amat cepat seperti kesetanan dan makin mengundang tawa para hadirin.
Pada mulanya Linghu Chong juga ikut tersenyum sambil menggendong tangan di belakang punggungnya, namun setelah menyaksikan belasan jurus, mau tak mau ia merasa heran, ilmu pedang kedua lelaki itu yang satu amat lambat, dan yang satunya lagi amat cepat, namun titik-titik kelemahan dalam ilmu pedang mereka sedikit, benar-benar jarang ditemui. Penampilan kedua orang itu buruk, ilmu pedang mereka sederhana, namun sepertinya mereka hanya memperlihatkan satu atau dua bagian dari kepandaian mereka saja, sisanya mereka sembunyikan, kepandaian sejati memang tak sembarang diperlihatkan, maka ia segera melangkah ke depan dan merangkap tangan seraya berkata, "Hari ini aku dapat menghadap sesepuh berdua dan menyaksikan jurus-jurus hebat, aku benar-benar merasa mendapat kehormatan". Nada bicaranya amat tulus.
Kedua lelaki itu menyimpan pedang mereka. Si pemikul kayu bakar menatapnya dengan tajam sambil berkata, "Bocah kecil, apa kau mengerti ilmu pedangku?" Linghu Chong berkata, "Aku tak berani mengatakan bahwa aku memahaminya, ilmu pedang kalian berdua luas dan mendalam, kata 'mengerti' ini aku mana berani mengucapkannya? Ilmu pedang Perguruan Wudang terkenal di seantero kolong langit, semua orang mengakui kehebatannya". Si pemikul sayur berkata, "Bocah kecil, siapa namamu?"
Sebelum Linghu Chong sempat menjawab, beberapa orang diantara kawanan itu telah berseru, "Bocah kecil apa? Dia adalah ketua perserikatan kami, Tuan Muda Linghu". "Orang udik, kau kalau bicara sopan sedikit!"
Si pemikul kayu bakar menelengkan kepala sambil berkata, "Linghu Kuaci? Bukannya dipanggil A Mao atau A Gou[1], tapi Linghu Kuaci atau Kacang, namanya benar-benar tak enak didengar". Linghu Chong menjura seraya berkata, "Hari ini Linghu Chong telah menyaksikan ilmu pedang Wudang yang sakti, aku sangat kagum, di lain hari aku akan naik gunung untuk menghadap Pendeta Chongxu, aku benar-benar mengaguminya. Apakah kalian berdua dapat memberitahuku nama kalian yang mulia?" Si pemikul kayu bakar meludah ke tanah, lalu berkata, "Begitu banyak orang menabuh gong dan genderang bertalu-talu seperti ini, apa kalian mau pergi ke kuburan?"
Linghu Chong tahu jelas bahwa kedua orang ini pasti jago-jago Perguruan Wudang, dengan hormat ia menyoja seraya berkata, "Kami mempunyai seorang teman yang ditahan di Biara Shaolin, kami hendak pergi kesana untuk memohon dengan sungguh-sungguh pada Kepala Biara Fang Zheng agar beliau berbelas kasihan dan sudi membebaskan teman kami itu". Si pemikul sayur berkata, "Ternyata bukan mau ke kuburan! Tapi kalian telah melukai keledai pamanku, kalian mau bayar ganti rugi tidak?"
Dengan enteng Linghu Chong menarik kekang tiga ekor kuda dan berkata, "Tiga ekor kuda ini tentunya tak sepadan dengan keledai sesepuh, tapi aku terpaksa mempersilahkan sesepuh untuk menungganginya. Kami tak tahu sesepuh akan melewati jalan ini, sehingga telah membuat sesepuh sekalian tersinggung, mohon maafkan kami". Sambil berbicara ia menyerahkan ketiga ekor kuda itu.
Ketika semua orang melihat bahwa raut wajah Linghu Chong makin lama makin menunjukkan rasa hormat tanpa sedikitpun berpura-pura, mereka semua amat heran.
Lelaki pemikul sayur itu berkata, "Karena kau sudah tahu ilmu pedang kami hebat, apa kau mau mencoba-coba?" Linghu Chong berkata, "Aku bukan tandingan kalian berdua". Si pemikul kayu bakar berkata, "Kau tak ingin bertanding, tapi aku ingin". Ia menusuk dengan miring ke arah Linghu Chong. Linghu Chong melihat bahwa gerakan pedangnya ini meliputi sembilan titik vital tubuhnya, gerakan itu luar biasa, maka ia berseru, "Ilmu pedang yang bagus!" Ia menghunus pedangnya dan ikut menikam. Orang itu menebas ke tempat kosong dengan sembarangan. Pedang Linghu Chong berbalik dan juga hanya menebas udara kosong. Kedua orang itu menikam tujuh atau delapan kali lagi, tapi setiap tikaman itu selalu jatuh di tempat kosong, sepasang pedang mereka sama sekali tak pernah bertemu. Namun lelaki pemikul kayu bakar itu mundur selangkah demi selangkah.
Si lelaki pemikul sayur berkata, "Ternyata si kuaci ini boleh juga". Ia mengangkat pedangnya dan menusuk kesana kemari, dalam sekejap ia telah menebas lebih dari dua puluh kali berturut-turut. Namun setiap tikamannya tak ada yang mengenai Linghu Chong, mata pedangnya selalu masih berjarak tujuh atau delapan chi dari tubuhnya.
Linghu Chong mengangkat pedangnya, terkadang ia menusuk tempat kosong di samping si pemikul kayu bakar dan terkadang menikam tempat kosong di sisi si pemikul sayur, mata pedangnya juga tetap berjarak tujuh atau delapan chi dari tubuh mereka. Namun begitu kedua orang itu melihat jurus-jurus yang dilancarkannya, ekspresi wajah mereka lantas menjadi serius, mereka melompat menghindar, atau memainkan pedang untuk menangkis serangannya.
Semua yang melihatnya tertegun, mata pedang Linghu Chong jelas-jelas masih terpisah jauh dari tubuh mereka, gerakan pedangnyapun sama sekali tak menimbulkan kesiuran angin, ia sama sekali tak menggunakan tenaga pedang yang tak terlihat untuk menyerang mereka, tapi kenapa kedua orang itu begitu kerepotan menghindar dan menangkis serangannya? Setelah menyaksikan pertarungan sampai saat ini, semua orang telah menyadari bahwa kedua orang itu adalah jago-jago yang ilmu silatnya amat tinggi dan mendalam. Ketika mereka menyerang, walaupun yang satu menyerang dengan sangat perlahan dan yang satunya seperti kesetanan, namun saat menghindar atau menangkis serangan, gerakan mereka lincah dan mantap, mereka saling berkonsentrasi pada gerakan kawannya, saat itu tak ada lagi yang tertawa.
Mendadak terdengar kedua orang itu bersuit, ilmu pedang mereka berubah, pedang si pemikul kayu bakar membuka dan menutup dengan tenaga yang kuat, sedangkan si pemikul sayur terus mundur, ujung pedangnya seakan berubah menjadi bintang-bintang kecil. Ujung pedang Linghu Chong sedikit demi sedikit menjadi miring, lalu malah tak bergerak lagi, sepasang matanya terkadang menatap ke arah si pemikul kayu bakar, dan terkadang melirik ke arah si pemikul sayur. Begitu sinar matanya memandang mereka, kedua orang itu segera mengubah jurus-jurus mereka, atau melompat mundur sambil berseru, atau mengubah serangan menjadi pertahanan.
Ji Wushi, Lao Touzi, Zu Qianqiu dan orang-orang lain yang ilmu silatnya tinggi sedikit demi sedikit mulai mengerti, mereka sadar bahwa setiap kali kedua orang itu menghindar atau bertahan, selalu karena pandangan mata Linghu Chong, ternyata pandangan matanya selalu mengarah ke titik-titik penting di tubuh mereka.
Nampak ketika si pemikul kayu bakar mengangkat pedangnya hendak menebas, pandangan mata Linghu Chong mengarah ke titik 'shanggu' di perutnya, maka lelaki itu tak jadi menebas dan segera menarik pedangnya untuk menangkis serangan di titik 'shanggu'nya. Saat itu si pemikul sayur mengacungkan pedangnya ke arah Linghu Chong dan melancarkan beberapa serangan berturut-turut, pandangan mata Linghu Chong menatap ke titik 'Tianding' di leher kirinya, lelaki itu cepat-cepat menundukkan kepalanya, pedangnya menebas ke tanah dan menghunjam dalam-dalam ke tanah sawah yang keras, seakan sepasang mata Linghu Chong dapat mengeluarkan senjata rahasia, biar bagaimanapun juga, ia tak dapat membiarkan pandangan mata musuh memandang titik 'Tianding'nya.
Kedua orang itu masih memainkan pedang mereka, tubuh mereka basah kuyup oleh keringat dan dalam sekejap baju dan celana mereka juga basah kuyup terkena keringat. Orang tua penunggang keledai yang selama ini selalu menonton saja tanpa berkata apa-apa mendadak batuk-batuk, lalu berkata, "Mengagumkan, mengagumkan! Kalian berdua mundurlah". Kedua lelaki itu menjawab, "Baik!" Namun pandangan mata Linghu Chong masih tak beralih, tetap menatap ke titik-titik vital di tubuh mereka. Kedua orang itu memainkan pedang sambil mundur, namun tak pernah dapat melepaskan diri dari pandangan mata Linghu Chong. Orang tua itu berkata, "Ilmu pedang yang bagus! Tuan Muda Linghu, mohon beri pelajaran pada aku si tua ini". Linghu Chong berkata, "Aku tak berani!" Ia berpaling dan menjura memberi hormat kepada orang tua itu.
Saat ini kedua lelaki itu telah berhasil melepaskan diri dari tatapan mata Linghu Chong, dengan serentak mereka melompat mundur beberapa zhang jauhnya, seperti dua ekor burung yang terbang menghindar. Para penonton tak kuasa menahan sorak-sorai mereka, ilmu pedang mereka berdua sukar dipahami, namun ketika mereka melompat, jaraknya jauh dan gerakannya indah, semua orang tahu bahwa ilmu silat mereka kelas satu.
Orang tua itu berkata, "Tuan Muda Linghu telah bermurah hati, kalau benar-benar bertarung, belum-belum sudah akan ada seribu lubang dan seratus luka di tubuh kalian berdua, kalian mana bisa melancarkan ilmu pedang kalian sampai tuntas? Ayo cepat ucapkan terima kasih padanya".
Kedua lelaki itu cepat-cepat menghampiri dan menyoja ke tanah. Si lelaki pemikul sayur berkata, "Hari ini aku sadar bahwa di atas langit masih ada langit lagi, di atas seorang jago masih ada jago lain lagi. Jurus-jurus tuan muda yang hebat sukar ditemui di dunia ini, barusan ini aku telah berbicara dengan tidak sopan, mohon tuan muda memaafkannya". Linghu Chong menjura menghormat seraya berkata, "Ilmu pedang Wudang amat hebat. Jurus-jurus pedang kalian berdua yang satu yang dan yang satu yin, yang satu keras dan yang satu lembut, apakah ini Ilmu Pedang Taiji?" Si pemikul sayur menjawab, "Kami hanya mengundang tertawaan tuan muda saja. Kami menggunakan 'Ilmu Pedang Dua Upacara', jurus-jurus pedangnya terbagi atas yin dan yang, kami belum dapat mengabungkannya menjadi satu". Linghu Chong berkata, "Ketika aku memperhatikan kalian, aku sulit memahami kedalaman ilmu pedang ini. Kalau kita benar-benar bertarung, aku belum tentu dapat menemukan kelemahannya".
Orang tua itu berkata, "Kenapa tuan muda terlalu merendahkan diri? Pandangan mata tuan muda terarah pada titik-titik lemah Ilmu Pedang Dua Upacara. Ai, ilmu pedang ini......ilmu pedang ini......" Ia berulangkali menggeleng dan berkata, "Lebih dari lima puluh tahun berselang, Perguruan Wudang mempunyai dua orang sesepuh yang telah menghabiskan puluhan tahun untuk menyempurnakan Ilmu Pedang Dua Upacara ini, mereka sadar bahwa ilmu ini terdiri atas yin dan yang, keras dan lemah, ai!" Ia menghela napas panjang, jelas bahwa ia hendak berkata, "Siapa tahu bahwa begitu bertemu dengan seorang jago ilmu pedang, langsung hancur begitu saja".
Linghu Chong berkata dengan hormat, "Ilmu pedang kedua paman ini sudah begitu hebat. Pendeta Chong Xu dan jago-jago lain di Perguruan Wudang tentunya lebih sukar diukur lagi ketinggian ilmunya. Kali ini aku dan kawan-kawan ini telah melewati kaki Gunung Wudang, namun karena ada urusan mendesak, kami belum bisa naik gunung untuk menghadap Pendeta Chong Xu, kami benar-benar telah bersikap tak sopan. Setelah masalah ini selesai, tentunya aku akan naik gunung untuk menyaksikan ilmu silat sejati dan bersujud kepada Zhenwu Dadi[2] serta Pendeta Chongxu". Sebenarnya Linghu Chong berwatak angkuh, namun ia merasa kagum melihat ilmu kedua orang itu mengabungkan keras dan lembut sehingga di dalam ilmu itu terkandung tak sedikit hal-hal yang luarbiasa, walaupun ia sudah bisa menemukan kelemahannya, namun semua ilmu silat di kolong langit ini ada kelemahannya. Ia menduga bahwa orang tua ini adalah juga salah seorang jago kelas satu Perguruan Wudang, oleh karena itu ia mengucapkan perkataan itu dengan hormat.
Orang tua itu mengangguk dan berkata, "Usiamu masih muda, ilmumu sudah begitu tinggi, namun kau tak sombong, orang sepertimu benar-benar sulit ditemukan. Tuan Muda Linghu, apakah kau ahli waris Sesepuh Feng Qingyang dari Huashan?" Hati Linghu Chong terkesiap, "Pandangannya benar-benar lihai, ternyata ia tahu asal usul ilmuku. Walaupun aku tak dapat mengungkapkan keberadaan Kakek Guru Feng Qingyang, namun karena ia sudah terang-terangan bertanya, aku tak dapat membohonginya". Ia berkata, "Aku beruntung karena dapat mempelajari sedikit ilmu pedang Kakek Guru Feng". Perkataan ini kabur, karena ia tak secara jelas mengatakan bahwa Feng Qingyang mengajarkan ilmu pedang kepadanya secara pribadi.
Orang tua itu berkata, "Hanya sedikit belajar, hanya sedikit belajar! Hehehe, sedikit ilmu pedang Sesepuh Feng saja sudah selihai ini?" Ia menyambut pedang dari tangan si pemikul kayu bakar, mengenggamnya di tangan kirinya, lalu berkata, "Aku ingin belajar sedikit ilmu Sesepuh Feng".
Linghu Chong menyoja seraya berkata, "Aku mana berani bertukar jurus dengan sesepuh?"
* * *
Orang tua itu kembali tersenyum, tubuhnya sedikit demi sedikit berputar ke kanan, tangan kirinya mengenggam pedang yang teracung ke atas, badan pedang melintang di depan dadanya, telapak kanan dan kirinya saling berhadapan, seakan sedang membawa sebuah bola. Linghu Chong melihat bahwa walaupun ia belum memainkan pedangnya, namun ia telah menyimpan tenaga yang tak terbatas, maka ia segera memperhatikannya dengan penuh konsentrasi. Pedang di tangan kiri orang tua itu perlahan-lahan bergerak ke depan, membentuk sebuah lengkungan. Linghu Chong hanya merasakan sebuah hawa dingin yang kuat, kalau ia tak menahannya sekarang, ia tak akan dapat melawannya nanti, maka ia berseru, "Mohon maaf!" Ia tak dapat menemukan kelemahannya, maka ia terpaksa mengeluarkan sedikit jurus kosong. Mendadak pedang berpindah ke tangan kanan orang tua itu, sinar pedang berkilauan, menusuk ke leher Linghu Chong. Gerakan ini amat sebat hingga para hadirin yang menonton tak kuasa menahan teriakan kaget mereka. Namun karena ia menyerang seperti itu, Linghu Chong dapat melihat bahwa di iganya terdapat sebuah titik lemah, pedangnya meluncur ke depan, langsung menuju ke titik 'Yuanye' di iganya.
Pedang orang tua itu berdiri tegak, "Trang!", kedua pedang itu beradu, lalu kedua belah pihak sama-sama mundur selangkah. Linghu Chong merasa bahwa ada tenaga halus yang mengalir di pedang lawan sehingga lengan kanannya terasa agak kesemutan. "Oh!", ujar orang tua itu, rasa terkejut samar-samar muncul di wajahnya.
Orang tua itu kembali memindahkan pedang ke tangan kirinya, lalu membuat dua buah lingkaran di depan tubuhnya. Linghu Chong melihat bahwa tenaga pedangnya tak ada putusnya, melindungi seluruh tubuhnya tanpa ada celah sedikitpun, diam-diam ia merasa heran, "Aku belum pernah melihat jurus pedang yang sama sekali tak ada kelemahannya seperti ini. Kalau ia menyerang dengan cara ini, bagaimana aku dapat memecahkannya? Ilmu pedang Sesepuh Ren Woxing mungkin lebih tinggi dari orang tua ini, tapi dalam setiap jurusnya mau tak mau masih ada kelemahannya". Dalam harinya timbul rasa jeri, butir-butir keringat muncul di dahinya.
Tangan kanan orang tua itu melancarkan jurus, sedangkan pedang di tangan kirinya tak henti-hentinya bergetar, mendadak ia menebas, mata pedangnya bergetar dengan cepat, tak terlihat menyerang ke arah mana.
Gerakan pedangnya ini meliputi tujuh titik penting di tubuh Linghu Chong, tapi karena ia menyerang dengan cepat, Linghu Chong telah melihat tiga titik lemah di tubuhnya, ketiga titik lemah ini tak usah diserang seluruhnya, cukup menyerang satu titik saja sudah cukup untuk mencabut nyawanya, seketika itu juga ia merasa lega, "Saat bertahan ia sama sekali tak punya kelemahan, namun saat ia menyerang, ada celah yang dapat kugunakan". Dengan enteng, ia segera menebas ke bahu kirinya. Kalau orang tua itu masih terus menyerang, dahi kirinya akan tertusuk pedang, saat mata pedangnya menusuk Linghu Chong, ia sudah tak punya waktu untuk menghindar.
Sebelum orang tua itu menyelesaikan jurusnya, ia sudah menarik kembali pedangnya. Tiba-tiba Linghu Chong melihat beberapa lingkaran putih, lingkaran besar dan kecil, bulat atau lonjong, tak henti-hentinya berkilauan. Matanya kabur dan ia segera menyerang dengan miring ke arah lingkaran itu. "Trang!", kedua pedang beradu, lengan Linghu Chong terasa nyeri.
Lingkaran cahaya maya yang dibuat oleh pedang orang tua itu makin lama makin banyak, tak lama kemudian, sekujur tubuhnya telah menghilang di balik lingkaran-lingkaran cahaya yang tak terhitung banyaknya. Sebelum lingkaran yang lama menghilang, lingkaran yang baru telah muncul, walaupun gerakan pedangnya amat sebat, namun sama sekali tak terdengar suara kesiuran angin sedikitpun, dari hal ini terlihat bahwa pengaturan kekuatan dalam memakai pedangnya telah mencapai kesempurnaan. Saat ini Linghu Chong sudah tak dapat menemukan celah diantara permainan pedangnya, ia hanya merasa bahwa ada laksaan pedang yang melindungi tubuh lawan. Orang tua itu sekarang hanya murni bertahan, sehingga ilmu pedangnya benar-benar tak ada kelemahannya. Akan tetapi mata pedangnya bagai sebuah benteng yang dapat bergerak, laksaan lingkaran cahaya mengalir bagai ombak. Orang tua itu tidak menggunakan sejurus demi sejurus untuk menyerang, selain itu ia juga mengabungkan beberapa jurus yang berlainan untuk bertahan, dan pada saat yang sama mengubahnya menjadi suatu serangan. Linghu Chong tak bisa melawannya dan terpaksa mundur untuk menghindar.
Ia mundur selangkah dan lingkaran cahaya itu ikut maju selangkah pula, dalam sekejap, Linghu Chong telah mundur tujuh atau delapan langkah.
Ketika para hadirin melihat bahwa situasi di medan pertempuran tak menguntungkan dan jago mereka telah berada di bawah angin, mereka menonton sambil menahan napas, keringat dingin mengucur di telapak tangan mereka.
Dewa Akar Persik mendadak berkata, "Ilmu pedang apa itu? Seperti bocah kecil yang mengambar lingkaran saja, aku juga bisa mengambar seperti itu". Dewa Bunga Persik berkata, "Coba kalau aku yang mengambar lingkaran, pasti lebih bulat dari punyanya". Dewa Cabang Persik berkata, "Saudara Linghu, kau tak usah takut, kalau kau kalah, kami akan mencabik tua bangka ini jadi empat potong untuk melampiaskan amarahmu". Dewa Daun Persik berkata, "Perkataan ini salah. Pertama, ia Ketua Perserikatan Linghu, bukan Saudara Linghu. Kedua, dari mana kau tahu dia takut?" Dewa Cabang Persik berkata, "Walaupun Linghu Chong menjadi ketua perserikatan, namun usianya masih lebih muda dariku, apa setelah menjadi ketua perserikatan, usianya bertambah beberapa tahun, lantas berubah menjadi Kakak Linghu, Paman Linghu atau Kakek Linghu?"
Pada saat ini, Linghu Chong kembali mundur, para hadirin amat cemas, ketika mereka mendengar Enam Dewa Lembah Persik berbicara tak keruan sambil menonton, mereka merasa geram.
Linghu Chong mundur selangkah lagi, "Byur!", kaki kirinya masuk ke dalam sebuah genangan air. Sebuah pikiran muncul dalam benaknya, "Tempo hari Kakek Guru selalu mewanti-wanti, bahwa ilmu pedang di dunia ini terus menerus berubah, ada yang benar-benar sakti dan cemerlang. Namun tak perduli bagaimana hebatnya jurus lawan, selama ia masih punya jurus, pasti masih ada kelemahannya. Ketika Dugu Daxia mengajarkan ilmu pedang ini, beliau dapat malang melintang tanpa tanding di kolong langit ini karena beliau dapat mencari kelemahan dalam ilmu pedang lawan. Sekarang ilmu pedang sesepuh ini berputar-putar dan ternyata tak ada kelemahannya, namun walaupun aku tak bisa melihat kelemahannya, bukan berarti bahwa benar-benar tak ada kelemahannya, aku hanya belum menemukannya saja".
Ia kembali mundur beberapa langkah dan menatap lingkaran-lingkaran cahaya maya lawan yang tak terhitung banyaknya, mendadak ia berpikir, "Mungkin kelemahannya terletak di tengah lingkaran. Tapi kalau ternyata titik itu bukan kelemahannya dan aku menusukkan pedangku ke dalamnya, pedangku bisa terpuntir dan lenganku akan tertebas putus".
Ia kembali berpikir, "Untungnya serangan semacam ini hanya dapat dilakukan setahap demi setahap, kalau ia hendak mencabut nyawaku tidaklah mudah. Tapi kalau aku terus mundur, pada akhirnya aku akan kalah. Kekalahan ini akan membuat semua orang kehilangan semangat, mana bisa lalu menyerbu Shaolin dan menyelamatkan Yingying?" Mengingat cinta Yingying yang mendalam padanya, apa artinya kehilangan sebuah lengan untuknya? Dalam lubuk hatinya yang terdalam, kalau ia dapat mengorbankan sebuah lengan demi dia, ia akan benar-benar melakukannya dengan senang hati. Ia juga merasa bahwa ia banyak berhutang budi padanya, dan harus terluka parah atau cacat demi dia, dengan demikian barulah ia dapat membalas sedikit budi baiknya.
Ketika ia berpikir sampai disini, dalam lubuk hatinya yang terdalam ia ingin agar lawan menebas putus lengannya, maka ia segera mengangsurkan tangannya, pedangnyapun menusuk ke tengah lingkaran cahaya orang tua itu.
"Trang!", Linghu Chong merasa dadanya terguncang keras, darah dan qinya bergejolak,
Ia terkejut dan ketakutan, namun lengannya masih utuh seperti sediakala.
Orang itu mundur dua langkah dan menarik kembali pedangnya, raut wajahnya nampak heran sekaligus terpana, dan juga malu, selain itu ia juga merasa menyesal, setelah beberapa lama ia baru berkata, "Ilmu pedang Tuan Muda Linghu cemerlang, seorang pemberani yang berwawasan luas, aku kagum, kagum sekali!"
Saat itu Linghu Chong baru menyadari, bahwa ketika barusan ini ia mengambil resiko dengan menusuk ke arah lawan, ia telah berhasil menemukan kelemahannya, hanya saja karena ilmu pedang orang tua itu teramat tinggi, pusat lingkaran cahayanya adalah tempat yang amat berbahaya, oleh karena itu ia menyembunyikan kelemahan ilmu pedangnya di dalamnya, diantara laksaan pendekar pedang di kolong langit ini, sangat sukar ditemukan seseorang yang berani menempuh bahaya seperti itu. Setelah ia berhasil memecahkan jurus itu, dalam hati ia berkata, "Untung saja, untung saja!" Ia merasakan keringat bercucuran dari punggungnya, ia segera menyoja seraya berkata, "Ilmu pedang sesepuh amat sakti, terima kasih atas petunjuknya, faedah yang telah kupetik tidaklah sedikit". Perkataan ini bukan hanya basa-basi biasa, pertandingan ini memang banyak faedahnya bagi kemajuan ilmu silatnya, ia menjadi tahu bahwa di tengah ilmu silat lawan yang paling kuat ternyata ada kelemahan, begitu ia dapat memecahkan ilmu lawan di tempat yang paling kuat, sisanya akan dengan mudah ditanganinya.
Setelah orang tua itu melihat Linghu Chong berani menusukkan pedangnya ke tengah lingkaran cahayanya, mereka tak lagi perlu bertanding. Ia menatap Linghu Chong tanpa berkedip untuk beberapa saat, lalu berkata, "Tuan Muda Linghu, si tua ini ingin berbicara denganmu sebentar". Linghu Chong berkata, "Baik, aku akan mendengarkan petunjuk sesepuh". Orang tua itu memberikan pedangnya kepada si pemikul sayur, lalu berjalan ke timur. Linghu Chong membuang pedangnya ke tanah dan mengikuti di belakangnya.
Mereka tiba di samping sebuah pohon besar dan telah terpisah sepuluh zhang lebih dari orang-orang lain, walaupun mereka masih dapat saling melihat, namun pembicaraan mereka tak lagi dapat didengar. Orang tua itu duduk di bawah bayangan pohon, lalu menunjuk ke sebuah batu bundar dan berkata, Silahkan duduk dan berbincang-bincang sejenak". Ia menunggu Linghu Chong duduk, lalu berkata dengan perlahan-lahan, "Tuan Muda Linghu, diantara tokoh-tokoh angkatan muda, orang yang memiliki ilmu silat sepertimu ini sangat jarang ditemui".
Linghu Chong berkata, "Aku tak berani. Tingkah lakuku tak pantas, namaku buruk dan tak diterima di perguruanku sendiri, aku mana pantas dipuji sesepuh seperti itu?"
Orang tua itu berkata, "Kita para pesilat harus bersikap jujur dan terus terang serta mempunyai hati nurani yang bersih. Tingkah lakumu walaupun kadang-kadang berani dan ugal-ugalan, dan tak menuruti kebiasaan yang berlaku, namun masih dapat dianggap sebagai perbuatan seorang lelaki sejati yang baik. Aku diam-diam telah mengirim orang untuk menyelidik, tapi sama sekali tak bisa menemukan satupun perbuatanmu yang benar-benar jahat. Desas-desus dan fitnahan di dunia persilatan tak dapat dijadikan sebagai bukti".
Ketika Linghu Chong mendengarnya membela dirinya, setiap perkataannya seakan menghunjam ke lubuk hatinya yang terdalam, mau tak mau ia merasa amat berterima kasih, pikirnya, "Sesepuh ini pasti memiliki kedudukan yang tinggi di Perguruan Wudang, kalau tidak, mana bisa ia mengirim orang untuk menyelidiki tingkah lakuku?" Ia segera bangkit dan dengan hormat mohon petunjuknya.
Orang tua itu kembali berkata, "Silahkan duduk! Kalau orang muda suka pamer kepandaian, memang sukar dihindarkan. Tuan Yue penampilan luarnya ramah dan rendah hati, namun pandangannya tidak luas......" Linghu Chong berkata, "Guru yang berbudi memperlakukanku seperti anak sendiri, aku tak berani mendengar tentang kesalahan guru".
Orang tua itu tersenyum kecil, lalu berkata, "Kau tak melupakan asal usulmu, bagus sekali. Si tua ini salah bicara". Mendadak raut wajahnya berubah serius, tanyanya, "Sudah berapa lama kau berlatih 'Ilmu Penghisap Bintang' ini?"
Linghu Chong berkata, "Setengah tahun yang lalu aku tak sengaja mempelajarinya, pada mulanya aku tak tahu bahwa ilmu itu adalah 'Ilmu Penghisap Bintang' ".
Orang tua itu mengangguk seraya berkata, "Pantas saja! Saat senjata kita beradu untuk yang ketiga kalinya, tenaga dalamku kau hisap, namun aku merasakan bahwa kau belum mahir menggunakan ilmu sesat yang mencelakakan orang ini. Si tua ini punya sebuah nasehat untukmu, tapi apakah pendekar muda sudi mendengarnya?" Linghu Chong amat ketakutan, ia menjura seraya berkata, "Nasehat yang berharga dari sesepuh tentu akan kutaati". Orang tua itu berkata, "Ilmu sesat penghisap bintang ini walaupun kekuatannya amat besar ketika dipakai untuk melawan musuh, namun amat berbahaya untuk dipelajari, semakin dalam kau mempelajarinya, efek merusaknya semakin berat pula. Kalau pendekar muda dapat melupakan ilmu sesat ini, tentunya paling baik, namun kalau tidak kau dapat berhenti melatihnya sejak saat ini".
Tempo hari di Meizhuang di Bukit Gu, Linghu Chong pernah mendengar Ren Woxing berkata bahwa setelah selesai mempelajari Ilmu Penghisap Bintang akan ada beberapa
kesulitan, ia ingin dirinya berjanji untuk masuk Sekte Iblis, kemudian ia baru akan mengajarkan cara mengatasinya, saat itu ia telah dengan tegas menolak, sekarang ketika ia mendengar orang tua itu berkata demikian, ia semakin mempercayai perkataan Ren Woxing itu, katanya, "Aku tak akan berani melupakan nasehat sesepuh. Aku sudah tahu jelas bahwa ilmu ini tidak benar, maka aku telah memutuskan tak akan menggunakannya untuk mencelakai orang, namun karena aku sudah terlanjur mempelajari ilmu ini, walaupun aku tak ingin memakainya juga tak mudah".
Orang tua itu mengangguk dan berkata, "Menurut kabar yang kudengar, memang begitulah keadaannya. Ada satu hal lagi yang jangan-jangan akan sukar untuk dilakukan oleh pendekar muda, akan tetapi seorang ksatria harus mau melakukan sesuatu yang orang lain tak sanggup melakukannya. Di Biara Shaolin ada sebuah ilmu unggulan yang disebut Kitab Pengubah Urat, kurasa pendekar muda pasti sudah pernah mendengar tentangnya".
Linghu Chong berkata, "Benar sekali. Kudengar bahwa ilmu ini adalah ilmu tenaga dalam yang tertinggi di dunia persilatan, namun bahkan para biksu agung angkatan tua Shaolinpun belum boleh mempelajarinya".
Orang tua itu berkata, "Sekarang pendekar muda memimpin orang-orang ini pergi ke Shaolin, aku khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak baik. Tak perduli siapa yang menang, pasti tak terhitung banyaknya jago-jago di kedua belah pihak yang akan menjadi korban. Si tua ini tak becus, tapi aku bersedia menjadi penengah diantara kedua belah pihak, dan memohon agar ketua Biara Shaolin sudi mengajarkan Kitab Pengubah Urat pada pendekar muda, lalu pendekar muda sendiri dapat meluruskan pikiran orang-orang ini supaya mereka bersedia membubarkan diri disini, sehingga bencana besar ini dapat dihindari. Bagaimana menurut pendekar muda?" Linghu Chong berkata, "Kalau begitu, bagaimana dengan Nona keluarga Ren yang ditahan oleh Biara Shaolin?" Orang tua itu berkata, "Nona Ren telah membunuh empat orang murid Shaolin, dan juga telah membuat kekacauan di dunia persilatan serta mencelakai orang. Biksu Fang Zheng menahan dia bukan untuk membalas dendam perguruannya sendiri secara egois, namun karena sikap welas asihnya terhadap orang-orang dunia persilatan. Dengan watak dan ilmu silat pendekar muda yang seperti ini, apakah tidak ada gadis baik-baik dari keluarga terkemuka yang dapat kau nikahi? Kenapa kau tak mau meninggalkan perempuan iblis ini sampai nama dan masa depanmu rusak?"
Linghu Chong berkata, "Budi yang diterima dari orang harus dibalas. Aku benar-benar berterimakasih atas maksud baik sesepuh, namun aku tak berani menaatinya".
Orang tua itu menghela napas, lalu menggeleng seraya berkata, "Kalau seorang pemuda tergila-gila pada paras cantik, masuk dalam perangkap bedak dan gincu, ia akan sukar untuk membebaskan diri darinya".
Linghu Chong menyoja seraya berkata, "Aku mohon diri dahulu".
Orang tua itu berkata, "Tunggu dulu! Walaupun si tua ini tak banyak berhubungan dengan Perguruan Huashan, namun sedikit banyak Tuan Yue memberi muka pada si tua ini. Kalau kau bersedia menuruti nasehatku, si tua ini dan kepala Biara Shaolin akan bersama-sama menjamin bahwa kau akan diterima kembali di Perguruan Huashan. Kau percaya tidak padaku?"
Mau tak mau hati Linghu Chong tergerak, kembali ke Perguruan Huashan adalah hal yang paling didambakannya, ilmu silat orang tua ini begitu hebat, kalau mendengar perkataannya, ia adalah seorang sesepuh yang berkedudukan tinggi di Perguruan Wudang, ia berkata kalau ia bersama Kepala Biara Fang Zheng dapat memberikan jaminan kepadanya, maka ia percaya bahwa mereka dapat melakukan hal itu. Sang guru selalu menjunjung tinggi persahabatan diantara perguruan aliran lurus, saat ini, Biara Shaolin dan Perguruan Wudang adalah dua perguruan yang paling besar di dunia persilatan. Begitu salah satu dedengkot perguruan-perguruan itu berbicara untuknya, guru akan sangat sukar tak memberi mereka muka. Perasaan sang guru kepada dirinya selalu seperti ayah dan anak, saat itu ia mengirim surat ke seluruh dunia persilatan untuk menyatakan dirinya dikeluarkan dari perguruan, adalah karena ia bergaul dengan Xiang Wentian, Yingying dan yang lainnya, sehingga guru kehilangan muka terhadap kawan-kawan aliran lurus, akan tetapi kalau dua perguruan besar yaitu Wudang dan Shaolin sendiri memohon untuknya, guru tentunya harus menuruti mereka. Kalau ia kembali ke Huashan, dari pagi sampai malam ia akan dapat bertemu dengan adik kecil, tapi bagaimana ia dapat membiarkan Yingying menderita di gua yang dingin dan suram di belakang Biara Shaolin itu? Ketika berpikir sampai disini, darah hangat bergejolak di dadanya, katanya, "Kalau aku tak bisa membebaskan Nona Ren dari Shaolin, tak ada gunanya aku jadi manusia. Tak perduli apakah kami akan berhasil atau tidak dalam masalah ini, selama aku masih hidup, aku pasti akan pergi ke Wudang untuk menyaksikan ilmu silat yang sejati dan bersujud untuk mengucapkan terima kasih pada Pendeta Chong Xu dan sesepuh".
Orang tua itu menghela napas, lalu berkata, "Kau tak mengangap penting nyawamu, tak menganggap penting perguruanmu, tak menganggap penting nama baik dan masa depanmu, kau tetap keras kepala, semua demi perempuan sesat itu. Di kemudian hari kalau ia ternyata tak setia padamu dan malah berbalik mencelakaimu, apa kau tak menyesal?" Linghu Chong berkata, "Nyawaku ini diselamatkan oleh Nona Ren, kalau nyawaku ini harus hilang untuk membalas budinya, kenapa aku harus menyesal?"
Orang tua itu mengangguk dan berkata, "Baiklah, kau boleh pergi".
Linghu Chong menyoja memberi hormat, lalu berbalik menghadap rombongan yang dipimpinnya dan berkata, "Ayo berangkat!"
Dewa Biji Persik berkata, "Ketika kau bertanding dengan si tua itu, kenapa sebelum tahu siapa yang menang atau kalah, kalian sudah tak bertanding lagi?" Barusan ini ketika mereka berdua bertanding, yang kalah atau menang memang belum ditentukan, hanya saja ketika orang tua itu tahu bahwa ia tak dapat menandingi Linghu Chong, ia langsung menyerah, namun para penonton tak tahu sebabnya.
Linghu Chong berkata, "Ilmu pedang sesepuh ini amat tinggi, kalau kami terus bertanding, aku belum tentu bisa menang, maka lebih baik tak usah bertanding saja".
Dewa Biji Persik berkata, "Kau ini memang sangat bodoh. Karena tak tahu siapa yang menang atau kalah, kalau kau terus bertanding kau pasti menang". Linghu Chong tertawa dan berkata, "Belum tentu juga". Dewa Biji Persik berkata, "Apanya yang belum tentu? Si tua bangka itu umurnya jauh lebih tua darimu, tenaganya tentu tak lebih kuat darimu, kalau kalian bertanding lebih lama, kau pasti akan berada di atas angin". Linghu Chong segera sadar, bahwa diantara Enam Dewa Lembah Persik, Dewa Akar Persik adalah kakak tertua, sedangkan Dewa Biji Persik adalah adik keenam, kalau Dewa Biji Persik berkata bahwa yang lebih tua tenaganya kurang, Dewa Akar Persik tak akan menyetujuinya.
Dewa Batang Persik berkata, "Kalau semakin muda usianya tenaganya semakin lemah, jadi tenaga bocah umur tiga tahun paling besar?" Dewa Bunga Persik berkata, "Perkataan ini tidak benar, kata 'paling' seharusnya tak digunakan dalam kalimat tenaga bocah umur tiga tahun paling besar, bocah umur dua tahun tenaganya lebih besar dibandingkan dengannya". Dewa Batang Persik berkata, "Kau juga salah, tenaga bocah umur setahun sedikit lebih kuat dari bocah berumur dua tahun". Dewa Daun Persik berkata, "Janin yang belum keluar dari perut ibunya tenaganya yang paling kuat".
* * *
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Si Meong dan si Gukguk, maksudnya sebagai ejekan.
[2] Zhenwu Dadi (真武大帝) atau Xuan Wu adalah dewa Taois yang dipuja oleh para pesilat. Sejak Kaisar Yongle dari Dinasti Ming mengklaim bahwa dewa itu telah membantunya merebut kekuasaan, ia mendirikan kuil-kuil untuk memuja Zhenwu Dadi di Gunung Wudang, dimana dewa itu konon mencapai keabadian. Di Indonesia dewa ini dikenal dengan nama Hian Thian Siang Te.
Bagian ketiga
Rombongan itu meneruskan perjalanan menuju ke utara, setelah mereka memasuki Propinsi Henan, mendadak ada dua kelompok orang gagah yang bergabung dengan mereka, kedua kelompok itu berjumlah dua ribu orang lebih, sehingga jumlah mereka secara keseluruhan menjadi lima ribu orang lebih. Lima ribu orang lebih ini setiap malam tidur di sembarang tempat, tak perduli di tengah rerumputan atau pepohonan, di bukit tandus atau hutan belantara, mereka bisa tidur nyenyak, namun masalah makan dan minum sangat merepotkan. Beberapa hari berturut-turut ini, di setiap kedai nasi dan arak yang mereka jumpai di kota-kota di sepanjang perjalanan, setelah makan dan minum mereka memecahkan kuali dan panci serta menghancurkan semua meja dan kursi. Kawanan itu tak bisa minum arak sampai mabuk atau makan sampai kenyang, amarah mereka memuncak, dan keadaanpun menjadi runyam bagi kedai nasi dan arak yang mereka lewati.
Linghu Chong melihat bahwa para bandit dunia persilatan ini kasar dan angkuh, namun mereka semua adalah lelaki-lelaki yang bersifat terus terang dan setia kawan, kalau Biara Shaolin tak bersedia membebaskan Yingying dan kedua belah pihak bertarung habis-habisan, keadaan tentunya akan menjadi sangat mengenaskan. Dari hari ke hari ia terus menunggu berita dari Biksuni Dingxian dan Dingyi, ia berharap bahwa dengan memandang muka emas mereka berdua, Kepala Biara Fang Zheng bersedia untuk membebaskan Yingying, sehingga bencana dapat dihindari. Kalau dihitung-hitung, tanggal lima belas bulan dua belas hanya kurang tiga hari lagi, jarak ke Biara Shaolin juga tinggal kurang dari seratus li lagi, namun mereka sama sekali belum mendengar berita dari kedua biksuni itu.
Serangan kawanan ini ke utara untuk menyerang Shaolin dilakukan secara besar-besaran, tentunya kedatangan mereka telah diketahui jauh sebelumnya, tapi sama sekali belum ada tindakan apapun dari pihak lawan, seakan mereka begitu percaya diri. Linghu Chong membicarakannya dengan Zu Qianqiu, Ji Wushi dan yang lainnya, dan mereka semua merasa khawatir.
Malam ini kawanan itu bermalam di hutan belantara, di keempat penjuru ada orang-orang yang berpatroli untuk berjaga-jaga terhadap sergapan musuh di malam hari. Angin dingin menembus tulang, awan yang sehitam timah tergantung rendah, seakan akan turun hujan salju lebat. Dalam radius beberapa li di alam terbuka di sekitar mereka, di mana-mana api unggun menyala. Para bandit ini sama sekali tak terikat pada peraturan militer, mereka adalah gerombolan yang terdiri dari berbagai macam orang yang kebetulan bergabung di sini, suara nyanyian dan seruan terdengar menguncang belantara di sekitar mereka. Dan masih ada lagi orang yang bertanding dengan senjata, saling memukul atau bergulat, membuat keributan.
Linghu Chong berpikir, "Sebaiknya aku tak membiarkan mereka benar-benar pergi ke Biara Shaolin. Kenapa aku tak mendahului pergi untuk memohon pada Biksu Fang Zheng dan Fang Sheng saja? Kalau aku bisa membebaskan Yingying, bukankah ini hal yang sangat mengembirakan?" Ketika memikirkan hal ini, sekujur tubuhnya menjadi panas, namun ia berubah pikiran, "Tapi kalau para biksu Shaolin menempurku, lalu menawan atau membunuhku, kawanan ini pasti akan menjadi kacau balau. Kematianku tak ada artinya, namun kalau tak ada orang yang mengurus masalah ini, Yingying tak dapat dibebaskan, sedangkan ribuan kawan-kawan yang pemberani ini mungkin akan dikubur di Gunung Shaoshi. Kalau aku hanya menuruti gejolak darah panas sesaat dan merusak perkara besar ini, bukankah aku akan mengecewakan semua orang?"
Ia bangkit dan memandang ke segala penjuru, ia melihat api unggun berkobar-kobar di mana-mana, di samping setiap api unggun nampak begitu banyak orang, pikirnya, "Mereka tak mengecewakan Yingying, maka aku juga tak bisa mengecewakan mereka".
* * *
Dua hari kemudian, kawanan itu tiba di Gunung Shaoshi, di luar Biara Shaolin. Dalam dua hari itu, juga masih banyak orang gagah yang bergabung dengan mereka. Orang-orang gagah yang dahulu ikut berkumpul di Wubagang seperti Huang Boliu, Sima Da, Lan Fenghuang dan yang lainnya semua berdatangan, Ketua Shi dari Partai Naga Hujan Putih dari Sungai Jiu juga ikut datang dengan membawa 'Sepasang Ikan Terbang Sungai Yangtze', selain itu masih ada banyak orang yang belum pernah ditemui oleh Linghu Chong, paling tidak gerombolan mereka berjumlah enam atau tujuh ribu orang. Ratusan genderang serentak ditabuh bertalu-talu, suaranya ribut bergemuruh, benar-benar menguncang langit dan bumi.
Kawanan itu telah lama menabuh genderang, namun tak seorang biksupun keluar. Linghu Chong berkata, "Hentikan genderang!" Perintah itu disiarkan dan suara genderang sedikit demi sedikit makin pelan, dan akhirnya perlahan-lahan berhenti. Linghu Chong menarik napas panjang, lalu berseru, "Aku Linghu Chong beserta kawan-kawan dunia persilatan datang untuk memuja Sang Buddha Rulai[1], para leluhur pendiri agama dan para Bodhisatwa, serta menghadap kepala Biara Shaolin dan para sesepuh sekalian, mohon supaya kami diizinkan untuk bertemu muka". Perkataan ini diucapkannya dengan tenaga dalam yang berlimpah dan terdengar dari jarak beberapa li.
Namun biara itu sunyi senyap, tak nyana tak ada sebuah jawabanpun. Linghu Chong mengulangi perkataannya sekali lagi, tapi masih tak ada seorangpun yang menjawab.
Linghu Chong berkata, "Mohon supaya Saudara Zu menyampaikan kartu kunjungan".
Zu Qianqiu berkata, "Baik". Ia membawa kotak kunjungan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, di dalamnya terdapat kartu nama dirinya sendiri, Linghu Chong dan para pemimpin rombongan lainnya, ketika ia sampai di depan pintu gerbang Biara Shaolin, ia mengetuk dengan pelan beberapa kali, ia mendengarkan dengan seksama, namun dalam biara masih tak terdengar suara apapun. Dengan pelan ia mendorong pintu gerbang, ternyata pintu itu sama sekali tak dikunci, ia membukanya dan memandang ke dalam, di dalam kosong melompong tanpa ada seorangpun. Ia tak berani sembarangan masuk ke dalam, maka ia berbalik dan melapor kepada Linghu Chong.
Walaupun ilmu silat Linghu Chong tinggi, namun ia belum berpengalaman, selain itu ia juga belum pernah memimpin rombongan seperti ini, ketika menghadapi situasi yang tak terduga, ia benar-benar tak tahu harus berbuat apa, untuk sesaat ia tertegun di tempat dan tak berkata apa-apa.
Dewa Akar Persik berkata, "Apa semua biksu di kuil ini sudah lari tunggang-langgang? Ayo cepat masuk. Begitu melihat kepala gundul langsung kita bunuh". Dewa Batang Persik berkata, "Katamu biksu-biksu itu sudah lari tunggang-langgang. Mana ada kepala gundul yang dapat kau bunuh lagi?" Dewa Akar Persik berkata, "Biksuni kan gundul juga?" Dewa Bunga Persik berkata, "Di kuil ini cuma ada biksu, mana ada biksuni?" Dewa Akar Persik menunjuk ke sana kemari dengan cepat, "Orang ini bukan biksu, juga bukan biksuni, tapi kepalanya gundul". Dewa Batang Persik berkata, "Kenapa kau ingin membunuhnya?"
Ji Wushi berkata, "Bagaimana kalau kita masuk untuk melihat keadaan?" Linghu Chong berkata, "Bagus sekali. Mohon Saudara Ji, Saudara Lao, Saudara Zu dan Ketua Huang berempat menemaniku untuk memeriksa ke dalam kuil. Mohon kalian sampaikan perintah agar semua saudara-saudara yang berada di bawah komando kalian dilarang untuk berbuat semberono dan bertindak atau berkata tidak sopan terhadap biksu-biksu Shaolin, selain itu mereka juga tak boleh merusak sehelai rumput atau sebatang pohonpun di Gunung Shaoshi ini". Dewa Cabang Persik berkata, "Apakah mencabut sehelai rumput saja benar-benar tidak boleh?"
Linghu Chong merasa cemas, ia mengkhawatirkan Yingying, dengan langkah-langkah lebar ia bergegas memasuki biara. Ji Wushi dan yang lainnya mengikuti di belakangnya.
Setelah melalui pintu gerbang, mereka menaiki tangga batu, lalu melewati halaman dan aula depan sampai ke Daxiong Baodian[2], dimana mereka melihat sebuah patung Buddha Rulai yang agung, namun di lantai dan di atas meja nampak lapisan debu tipis. Zu Qianqiu berkata, "Apakah para biksu di biara ini memang benar-benar telah lari tunggang-langgang?" Linghu Chong berkata, "Saudara Zu, mohon jangan mengucapkan kata 'lari tunggang-langgang' ini".
Mereka berlutut menyembah patung Buddha Rulai itu. Kelima orang itu diam tak bersuara dan mendengarkan dengan seksama, namun mereka hanya bisa mendengar suara ribut dari ribuan orang gagah di luar kuil, tapi dari dalam kuil sendiri sama sekali tiada suara sedikitpun.
Ji Wushi berbisik, "Kita harus berjaga-jaga terhadap perangkap yang dipasang biksu-biksu Shaolin untuk menjebak kita". Linghu Chong berpikir, "Kepala Biara Fang Zheng dan Biksu Fang Sheng adalah biksu-biksu agung yang telah mencapai pencerahan, mana mungkin mereka memakai tipuan seperti itu? Tapi kita aliran sesat telah melakukan penyerbuan besar-besaran, kalau para biksu Shaolin memutuskan untuk beradu akal dengan kita dan bukan beradu tenaga, bukanlah sesuatu yang aneh". Ketika melihat bahwa Biara Shaolin yang begitu luas kosong melompong tanpa sesosok manusiapun, ia lamat-lamat merasa amat jeri, ia tak tahu apa yang telah mereka lakukan kepada Yingying.
Keempat orang itu memandang ke segala penjuru, telinga mereka mendengarkan suara dari kedelapan arah mata angin, selangkah demi selangkah mereka berjalan masuk, melewati halaman ganda hingga sampai ke aula belakang, mendadak Linghu Chong dan Ji Wushi serentak berhenti melangkah, lalu memberi isyarat. Lao Touzi dan yang lainnya juga ikut berhenti. Linghu Chong menunjuk ke arah sebuah kamar di sudut sayap barat laut bangunan, lalu dengan pelan berjalan menghampirinya. Lao Touzi dan yang lainnya juga ikut berjalan mendekat. Menyusul dari sayap bangunan terdengar suara erangan yang sayup-sayup.
Linghu Chong berjalan sampai ke depan kamar itu, menghunus pedangnya, lalu mengangsurkan tangannya dan mendorong pintu kamar dengan pelan, ia mengeser tubuhnya ke samping untuk berjaga-jaga terhadap senjata rahasia yang mungkin dilempar dari kamar itu. Pintu kamar itu terbuka dengan suara berderit, dari dalam kamar itu kembali terdengar suara erangan lirih. Linghu Chong menjulurkan kepalanya untuk melihat ke dalam kamar, ia tak dapat menahan rasa terkejutnya ketika melihat dua orang biksuni tua tergeletak di lantai. Yang wajahnya menghadap keluar adalah Biksuni Dingyi, wajahnya pucat pasi, matanya terpejam rapat, sepertinya ia telah meninggal dunia. Dengan sebuah langkah besar ia menerjang masuk. Zu Qianqiu berseru, "Ketua, hati-hati!" Ia ikut masuk. Linghu Chong mengitari tubuh Biksuni Dingyi yang tergeletak di tanah, ketika ia melihat orang yang satunya lagi ternyata ia adalah ketua Perguruan Hengshan, Biksuni Dingxian.
Linghu Chong membungkuk dan berseru, "Biksuni, biksuni!" Biksuni Dingxian perlahan-lahan membuka matanya, mula-mula ekspresinya nampak kosong, namun kemudian seberkas rasa girang nampak di sinar matanya, bibirnya bergerak-gerak, namun tak mengeluarkan suara apapun.
Linghu Chong berjongkok dan berkata, "Ini aku, Linghu Chong".
Bibir Biksuni Dingxian kembali bergerak-gerak dan mengeluarkan suara yang amat lirih,
Linghu Chong mendengarnya berkata, "Kau......kau......kau......" Ia melihat bahwa lukanya amat parah, untuk sesaat ia tak tahu harus berbuat apa. Biksuni Dingxian menarik napas, lalu berkata, "Kau.....kau berjanjilah padaku......" Linghu Chong cepat-cepat berkata, "Baik, baik. Biksuni masih hidup, walaupun tubuhku hancur lebur, Linghu Chong akan melakukannya". Ia berpikir bagaimana kedua biksuni itu demi dirinya jangan-jangan akan kehilangan nyawa mereka di Biara Shaolin, hatinya amat berduka dan ia tak kuasa menahan air matanya jatuh bercucuran.
Biksuni Dingxian berkata dengan lirih, "Kau......kau sanggup......sanggup berjanji padaku?" Linghu Chong berkata, "Aku pasti akan menyanggupinya!" Mata Biksuni Dingxian bersinar-sinar girang, katanya, "Mohon kau......mohon kau berjanji untuk mengetuai......mengetuai Perguruan Hengshan......" Setelah mengucapkan beberapa perkataan ini ia sudah kehabisan napas.
Linghu Chong amat terkejut, ia berkata, "Aku adalah seorang pria, tak bisa menjadi ketua perguruanmu yang mulia. Tapi biksuni tak usah khawatir, apapun kesukaran yang dihadapi oleh perguruanmu yang mulia, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk mengatasinya. Urusan Perguruan Hengshan adalah juga urusanku!" Biksuni Dingxian perlahan-lahan menggeleng sambil berkata, "Tidak, tidak. Aku......aku mengangkat kau Linghu Chong menjadi......menjadi ketua Perguruan Hengshan, kalau kau......kalau kau tidak berjanji, aku......aku tak akan dapat menutup mata dengan tenang".
Zu Qianqiu dan yang lainnya berdiri di belakang Linghu Chong, mereka saling berpandangan satu sama lain, mereka semua merasa bahwa permintaan terakhir Biksuni Dingxian ini amat aneh.
Pikiran Linghu Chong amat galau, ia merasa bahwa urusan ini amatlah berat, namun melihat nyawa Biksuni Dingxian yang dalam sekejap dapat melayang, darahnya menggelora, maka ia berkata, "Baik, aku berjanji pada biksuni".
Seulas senyum tipis nampak di sudut-sudut bibir Biksuni Dingxian, lalu ia berbisik, "Banyak......banyak terima kasih! Mulai sekarang.....aku akan merepotkan......merepotkan kau Pendekar Muda Linghu....untuk mengurus.....mengurus ratusan murid-murid Perguruan Hengshan".
Linghu Chong terkejut sekaligus gusar, dan juga berduka, katanya, "Kenapa tanpa alasan yang jelas Biara Shaolin telah turun tangan secara keji kepada biksuni berdua, aku....." Ia melihat kepala Biksuni Dingxian miring ke sebelah, lalu ia menutup sepasang matanya. Linghu Chong amat terkejut, ketika ia meraba hembusan napasnya, napasnya telah putus. Hatinya amat sedih, ia berbalik dan memegang tangan Biksuni Dingyi, tangan biksuni itu sedingin es, ia telah lama meninggal, hatinya sedih dan gusar, ia tak kuasa menahan tangis sedihnya.
Lao Touzi berkata, "Tuan Muda Linghu, kita harus membalas dendam kedua biksuni ini. Keledai-keledai gundul Biara Shaolin sudah kabur semua, tak ada satupun yang tersisa. Ayo kita bakar Biara Shaolin". Dengan penuh rasa duka dan amarah, Linghu Chong memukul pahanya sambil berkata, "Benar sekali! Ayo kita bakar Biara Shaolin!"
Ji Wushi cepat-cepat berkata, "Jangan, jangan! Kalau Gadis Suci masih terkurung di dalam biara, bukankah kita akan membakar dia hidup-hidup?" Tiba-tiba Linghu Chong sadar, keringat dingin bercucuran di punggungnya, katanya, "Aku telah bertindak dengan semberono dan tergesa-gesa, kalau Saudara Ji tak mengingatkanku, hampir saja aku mengagalkan urusan penting kita. Sekarang apa yang harus kita perbuat?" Ji Wushi berkata, "Di Biara Shaolin ada ratusan bangunan dan ruangan, kita berlima sulit untuk memeriksa semuanya, mohon supaya ketua memerintahkan dua ratus saudara kita untuk masuk dan mengeledah biara". Linghu Chong berkata, "Benar. mohon Saudara Ji keluar untuk memanggil orang-orang itu". Ji Wushi berkata, "Baik!" Ia berbalik dan pergi keluar. Zu Qianqiu berseru, "Jangan sekali-kali membiarkan Enam Dewa Lembah Persik masuk".
Linghu Chong mengangkat tubuh kedua biksuni itu, menaruhnya di atas ranjang meditasi, lalu berlutut dan bersujud beberapa kali, dalam hati ia berjanji, "Murid akan berusaha sekuat tenaga untuk membalaskan dendam kedua biksuni dan mengembangkan Perguruan Hengshan untuk menyenangkan arwah biksuni di surga". Ia bangkit dan memeriksa tubuh kedua biksuni itu, tapi ia tak menemukan luka, dan juga tak ada bercak-bercak darah. Namun ia tak dapat membuka pakaian kedua biksuni itu untuk memeriksa tubuh mereka dengan seksama, ia menduga bahwa mereka telah terkena pukulan tenaga dalam jago-jago Shaolin, terluka dalam dan tewas.
Terdengar suara langkah kaki, dua ratus pendekar berduyun-duyun masuk, masing-masing memeriksa ke segala tempat.
Sekonyong-konyong terdengar seseorang berkata dari balik pintu, "Linghu Chong tak memperbolehkan kami masuk, tapi kami masih tetap ingin masuk, memangnya dia bisa apa?" Itu adalah suara Dewa Cabang Persik. Dahi Linghu Chong berkerut, ia pura-pura tak mendengarnya. Dewa Batang Persik berkata, "Kita sudah sampai di Biara Shaolin yang terkenal di seluruh dunia, kalau kita tak masuk untuk melihat-lihat, bukankah kita sia-sia pergi kesini?" Dewa Daun Persik berkata, "Kita sudah masuk ke Biara Shaolin, kalau kita tak melihat biksu-biksu Shaolin yang terkenal di seluruh dunia, lebih sia-sia lagi". Dewa Cabang Persik berkata, "Kalau kita tak melihat biksu-biksu Shaolin berarti kita tak bisa mencoba-coba ilmu silat Shaolin yang terkenal di seluruh dunia, ini benar-benar sia-sia namanya, luar biasa sia-sianya". Dewa Bunga Persik berkata, "Di Biara Shaolin yang termasyur, ternyata kita tak bisa melihat seorang biksupun, benar-benar aneh bin ajaib". Dewa Biji Persik berkata, "Kalau tak ada seorang biksupun, hal ini tidak aneh, yang aneh ialah bahwa ada dua orang biksuni". Dewa Akar Persik berkata, "Kalau ada dua orang biksuni, hal ini tidak aneh, yang aneh ialah bahwa kedua biksuni itu tak cuma tua, tapi juga mati". Keenam bersaudara itu masing-masing sibuk mengoceh sendiri sambil pergi ke halaman belakang.
Linghu Chong beserta Zu Qianqiu, Lao Touzi dan Huang Boliu bertiga masuk ke sebuah kamar di sayap kuil, lalu menutup pintunya. Terlihat semua orang berjalan kesana kemari, mengeledah seluruh Biara Shaolin. Tak lama kemudian, orang-orang berdatangan tanpa henti untuk melapor bahwa di dalam biara memang sama sekali tak ada biksu, bahkan juru masak dan pesuruhpun entah telah pergi kemana. Ada seseorang yang melapor bahwa kitab-kitab suci, buku-buku catatan dan peralatan telah dibawa pergi, bahkan peralatan masak juga tak ada. Ada seseorang lagi yang melapor bahwa di dalam biara sama sekali tak ada barang-barang keperluan sehari-hari seperti beras, minyak dan lain-lain, sampai sayur mayur yang ada di kebun sayur juga telah dicabut hingga bersih.
Setiap kali Linghu Chong mendengar laporan, ia makin patah semangat, pikirnya, "Para biksu Shaolin telah mengatur semuanya dengan begitu seksama, sampai mereka tak meninggalkan sebatang sayurpun, tentunya mereka telah jauh-jauh hari sebelumnya memindahkan Yingying ke tempat lain. Dunia ini begitu luas, kemana aku harus mencarinya?"
Tak sampai satu shichen kemudian, dua ratus pendekar itu telah mengeledah ratusan ruangan dan bangunan di Biara Shaolin, bahkan alas patung dan bagian belakang papan nama juga ikut diperiksa, namun mereka tak menemukan sehelai kertaspun. Ada seseorang yang berkata dengan sombong, "Biara Shaolin adalah perguruan termasyur nomor satu di dunia persilatan, tapi begitu mendengar kita datang, mereka langsung lari terbirit-birit, peristiwa ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah". Ada seseorang lagi yang berkata, "Kali ini kita unjuk kekuatan, mulai saat ini di dunia persilatan tak akan ada orang yang meremehkan kita lagi". Namun ada seseorang lain yang berkata, "Membuat para biksu Shaolin kabur memang hebat, tapi bagaimana dengan Gadis Suci? Kita datang untuk menjemput Gadis Suci, bukan untuk mengejar-kejar biksu". Semua orang menganggap perkataan itu masuk akal, ada yang merasa patah semangat, dan ada juga yang memandang Linghu Chong untuk menanti perintahnya.
Linghu Chong berkata, "Kejadian ini tak disangka-sangka, siapapun tak menyangka bahwa para biksu Shaolin akan pergi meninggalkan biara mereka. Aku belum mempunyai rencana untuk mengatasi hal ini. Dua kepala lebih baik dari satu kepala, mohon sampaikan pendapat kalian".
Huang Boliu berkata, "Kalau menurut pendapat hamba, mencari Gadis Suci sulit, tapi mencari para biksu Shaolin mudah. Biksu Shaolin ada tak kurang dari seribu orang, mereka tak bisa terus bersembunyi dan selamanya tak menunjukkan batang hidung mereka. Kita cari saja para biksu Shaolin, begitu menemukan mereka, mereka akan memberitahu kita dimana Gadis Suci berada". Zu Qianqiu berkata, "Perkataan Huang Boliu tak salah. Kalau kita berdiam di Biara Shaolin ini, masa para murid Shaolin akan rela membiarkan kuil warisan mereka yang sudah ribuan tahun umurnya ini kita duduki? Kalau mereka berusaha untuk merebut kembali kuil ini, kita akan dapat menanyai mereka tentang keberadaan Gadis Suci". Seseorang berkata, "Menanyai mereka tentang keberadaan Gadis Suci? Mereka mana mau memberitahukannya?" Laou Touzi berkata, "Menanyai itu cuma istilah halusnya, sebenarnya kita akan menyiksa mereka supaya mau bicara. Oleh karena itu, begitu kita melihat biksu Shaolin, kita hanya akan menangkap mereka dan tak membunuhnya, kalau kita bisa menangkap delapan atau sepuluh orang, masa kau masih khawatir mereka tak mau bicara juga?" Ada seseorang lagi yang berkata, "Bagaimana kalau para biksu itu terus berkeras kepala dan sama sekali tak mau bicara, lalu bagaimana?"
Lao Touzi berkata, "Kalau begitu gampang saja. Kita minta Lan Fenghuang melepaskan naga sakti dan benda sakti di tubuh mereka, apa kau khawatir mereka masih tak mau mengungkapkan keadaan yang sebenarnya?" Semua orang mengangguk setuju. Mereka semua tahu bahwa apa yang disebut 'naga sakti' dan 'benda sakti' Lan Fenghuang adalah ular berbisa dan serangga berbisa milik ketua Sekte Lima Racun Lan Fenghuang. Begitu hewan-hewan beracun itu ditaruh di tubuh seseorang dan mengigitnya, siksaan ini jauh lebih mengerikan dari hukuman apapun. Lan Fenghuang tersenyum simpul dan berkata, "Para biksu Shaolin sudah lama membaca kitab suci dan berlatih silat, entah mereka mempan atau tidak terkena hewan-hewan berbisaku".
Namun Linghu Chong berpikir, "Penyiksaan yang berlebihan seperti itu sebenarnya tak perlu. Kita hanya perlu berusaha sekuat tenaga untuk menangkap para biksu Shaolin, setelah kita berhasil menangkap seratus orang, kita akan menukarnya dengan satu orang, mereka pasti akan membebaskan Yingying".
Mendadak sebuah suara kasar berkata, "Aku sudah hampir seharian tak makan daging, benar-benar membuatku kelaparan setengah mati. Ternyata di kuil ini malah tak ada biksunya, kalau tidak aku sudah menangkap beberapa biksu yang kulitnya halus dan putih untuk dikukus, lezat sekali!" Perawakan orang yang berbicara itu tinggi besar, ia memang adalah si Beruang Putih, salah seorang dari 'Sepasang Beruang Gurun Utara'. Semua orang tahu bahwa ia dan seorang biksu lainnya, yaitu si Beruang Hitam, gemar makan daging manusia, walaupun perkataan mereka ini membuat orang muak, namun mereka sudah berada di Gunung Shaoshi selama beberapa shichen tanpa makan dan minum, maka mereka merasa lapar dan haus, perut mereka juga sudah keroncongan.
Huang Boliu berkata, "Biara Shaolin menjalankan taktik bumi hangus". Zu Qianqiu berkata, "Mereka menyembunyikan makanan dan perbekalan". Huang Boliu berkata, "Tepat sekali. Mereka berharap supaya kita kelaparan dalam biara dan lantas turun gunung dengan manis, tapi di kolong langit ini mana ada hal yang begitu gampang?"
Linghu Chong berkata, "Bagaimana pendapat Ketua Huang?" Huang Boliu berkata, "Kita mengirim saudara-saudara kita turun gunung untuk mencari tahu kemana perginya para biksu Shaolin itu, pada saat yang sama, kita menyuruh orang untuk membeli makanan, sedangkan kita semua bertahan di biara......menunggu kelinci atau semacam itu.....supaya para biksu besar masuk......masuk jaring atau semacam itu, kita tinggal menangkap....bulus bercangkang lunak atau semacam itu". Ketua Huang ini gemar memakai peribahasa, hanya kalau ia tak begitu mengingatnya, peribahasa yang dipakainya sering tidak tepat.
Linghu Chong berkata, "Ide yang bagus. Mohon supaya Ketua Huang menyampaikan perintah untuk mengirim lima ratus saudara yang pandai dan cakap untuk turun gunung dan mencari tahu tentang keberadaan para biksu Shaolin. Mengenai masalah membeli perbekalan, mohon diatur oleh Ketua Huang sendiri". Huang Boliu mengiyakan, lalu berbalik dan pergi. Lan Fenghuang tertawa dan berkata, "Semoga Ketua Huang cepat bekerja, kalau tidak jika Beruang Putih dan Beruang Hitam kelaparan, semuanya juga akan mereka lahap". Huang Boliu tersenyum dan berkata, "Si tua ini sudah paham. Namun kalaupun Sepasang Beruang Gurun Utara kelaparan setengah mati, mereka tak akan berani menyentuh seujung jari Ketua Lan".
Zu Qianqiu berkata, "Para biksu di biara ini sudah kabur semua, mohon kawan-kawan agak bersusah payah sedikit untuk sekali lagi memeriksa semua tempat, untuk melihat apakah ada sesuatu yang aneh, mungkin ada petunjuk yang dapat kita temukan". Semua orang berseru mengiyakan, lalu pergi memeriksa ke segala tempat.
Linghu Chong duduk di atas sebuah bantal semedi di Daxiong Baodian, ia memandangi patung Buddha Rulai yang agung, ekspresi wajah sang Buddha menunjukkan rasa welas asih, ia berpikir, "Kepala Biara Fang Zheng memang seorang biksu agung yang telah mencapai pencerahan, setelah tahu bahwa kita akan melakukan penyerbuan besar-besaran kesini, ia lebih suka mengorbankan nama besar Shaolin dan tak ingin memimpin murid-muridnya bertempur, sehingga pada akhirnya ia dapat menghindarkan
pembunuhan besar-besaran dan banjir darah. Tapi kenapa mereka membunuh Biksuni Dingyi dan Dingxian? Aku menduga kalau yang membunuh kedua biksuni itu kemungkinan besar adalah biksu-biksu yang tangguh dan garang, dan pasti bukan karena kehendak Biksu Fang Zheng. Aku harus menimbang maksud baik Biksu Fang Zheng, aku tak bisa mencari para biksu Shaolin dan membuat mereka susah, maka aku harus mencari cara lain untuk menolong Yingying".
Sekonyong-konyong, angin utara bertiup masuk melalui pintu, tirai di depan alas patung tersingkap, tiupan angin itu begitu kencang sehingga abu di tempat pembakaran dupa berterbangan memenuhi aula itu. Linghu Chong melangkah ke pintu aula, ia melihat bahwa awan di langit sekelam timah dan angin utara bertiup dengan amat kencang, pikirnya, "Cepat atau lambat akan turun hujan salju yang lebat". Sebuah pikiran muncul dalam benaknya, di udara bunga salju telah mulai melayang-layang, ia kembali berpikir, "Udara dingin dan tanah membeku, apakah Yingying sudah mengenakan baju musim dingin? Biara Shaolin menang jumlah dan mereka mengatur orang-orang mereka dengan begitu rapi. Orang-orang kita ini semuanya cuma mengandalkan keberanian saja, kalau ingin membebaskan Yingying, rasanya akan amat sukar". Sambil mengendong tangan di belakang punggung, ia berjalan mundar-mandir di koridor beratap di depan aula itu, kepingan-kepingan mungil bunga salju yang melayang-layang di kepala, wajah, pakaian dan tangannya dengan cepat meleleh.
Ia kembali berpikir, "Saat Biksuni Dingxian sekarat, walaupun ia menderita luka parah, namun pikirannya amat jernih, nampaknya ia sama sekali tidak bingung, tapi kenapa ia ingin aku menjadi ketua Perguruan Hengshan? Diantara murid-murid Hengshan tak ada seorang lelakipun, kabarnya ketua dari setiap angkatan adalah seorang biksuni, aku yang seorang lelaki dewasa ini mana bisa menjadi ketua Perguruan Hengshan? Kalau kabar ini sampai tersiar keluar, bukankah semua orang gagah di dunia persilatan akan tertawa terpingkal-pingkal? Hmm, hmm! Tapi aku sudah berjanji padanya, seorang lelaki sejati mana bisa mengingkari perkataannya sendiri? Masa bodoh apa kata orang, walaupun orang lain menertawaiku, untuk apa aku memperdulikan mereka?" Ketika berpikir sampai disini, semangat kepahlawanan mengelora di dadanya.
* * *
Sekonyong-konyong di separuh gunung itu terdengar suara-suara teriakan, tak lama kemudian, rombongan yang berada di luar biara ikut berseru-seru dengan riuh. Hati Linghu Chong terkesiap, ia bergegas menuju ke gerbang biara, ia melihat Huang Boliu berlari menghampiri dengan wajah bersimbah darah, di bahunya tertancap sebuah anak panah, gagang anak panah itu masih bergetar, ia berseru, "Ketua.....musuh......musuh menghadang di jalan di kaki gunung. Kita......kita telah masuk jaring kita sendiri". Linghu Chong berkata dengan terkejut, "Apakah mereka biksu-biksu Shaolin?" Huang Boliu berkata, "Bukan biksu, orang biasa, neneknya, kami turun gunung belum ada tiga li, tapi kami sudah harus berbalik karena diserang dengan panah, belasan saudara tewas, yang terluka jangan-jangan ada tujuh atau delapan puluh orang, kita benar-benar telah kehilangan sepasukan orang".
Terlihat beberapa ratus orang mundur dalam keadaan terdesak, yang terkena panah memang tak sedikit. Kawanan itu berseru-seru bagai guntur, mereka semua ingin menerjang ke bawah dan bertarung mati-matian.
Linghu Chong kembali bertanya, "Apakah Ketua Huang tahu musuh berasal dari perguruan apa?"
Huang Boliu berkata, "Kami tak bisa bertarung dengan musuh dari jarak dekat, neneknya, mereka sangat pandai memanah, sebelum sempat melihat wajah haram jadah itu dengan jelas, anak panah sudah berterbangan. Mereka benar-benar menyerang dari jauh, mereka tak henti-hentinya menembakkan anak panah".
Zu Qianqiu berkata, "Agaknya Biara Shaolin sengaja memasang perangkap, yaitu dengan memakai taktik menangkap kura-kura di dalam guci [3]". Lao Touzi berkata, "Menangkap kura-kura di dalam guci apa? Bukankah kau membesar-besarkan kekuatan musuh dan mengecilkan kekuatan sendiri? Ini adalah......ini adalah taktik memancing musuh di laut dalam[4]". Zu Qianqiu berkata, "Baiklah, kalaupun mereka memakai taktik memancing musuh di laut dalam kita memang sudah datang kemari, mau bicara apa lagi? Biksu-biksu itu ingin kita mati kelaparan di Gunung Shaoshi ini dan mengubur kita hidup-hidup!".
Beruang Puith berseru keras-keras, "Siapa yang mau ikut turun denganku untuk membunuh haram jadah itu?" Dalam sekejap seribu orang lebih berteriak-teriak setuju.
Linghu Chong berkata, "Tunggu dulu! Musuh amat pandai memanah, kita harus memikirkan cara mengatasinya dahulu, untuk menghindarkan korban yang tak perlu". Ji Wushi berkata, "Di kuil ini tak ada seorang biksupun, tapi bantalan sembahyang ada ribuan jumlahnya. Perkataan ini menyadarkan semua orang, mereka berkata, "Pakai saja sebagai tameng, benar-benar sangat baik untuk digunakan sebagai tameng". Ratusan orang segera menerjang masuh ke dalam biara dan membawa keluar bantalan-bantalan itu.
Linghu Chong berseru, "Pakai bantalan ini untuk menangkis anak panah, kita akan menerjang turun gunung". Ji Wushi berkata, "Ketua, setelah turun gunung nanti, dimana kita berkumpul? Setelah itu, apa rencana kita untuk menyelamatkan Gadis Suci? Kita harus mengatur semua ini dari sekarang". Linghu Chong berkata, "Benar sekali. Kau lihat kalau aku tak punya rencana apapun untuk menghadapi masalah ini, mana bisa aku jadi ketua perserikatan? Kupikir setelah kita turun gunung nanti, untuk sementara kita berpencar dan kembali ke tempat asal kita dahulu, lalu masing-masing mencari tahu tentang keberadaan Gadis Suci, setelah itu kita saling memberi kabar, lalu baru menyusun rencana penyelamatan".
Ji Wushi berkata, "Begitu juga baik". Ia segera berseru menyampaikan perintah Linghu Chong itu.
Beruang Hitam si biksu pemakan daging manusia berseru, "Keledai-keledai gundul Shaolin ini sungguh memuakkan, kita bakar saja kuil setan ini, baru turun gunung, lalu bertarung habis-habisan dengan mereka". Ia sendiri juga seorang biksu, namun tak menabukan memaki mereka sebagai 'keledai gundul'. Semua orang berseru setuju. Linghu Chong mengoyang-goyangkan tangannya sembari berkata, "Sekarang Gadis Suci masih berada ditangan mereka, kita tak boleh bertindak dengan semberono, supaya tak menyusahkan Gadis Suci". Semua orang merasa bahwa perkataannya itu benar, maka mereka berkata, "Baik, kali ini kita lepaskan mereka".
Linghu Chong berkata, "Saudara Ji, bagaimana kita turun secara berkelompok, silahkan kau yang mengaturnya".
Ji Wushi melihat bahwa Linghu Chong benar-benar tak punya kemampuan untuk memimpin rombongan itu pada saat yang genting seperti ini, maka ia tak menolak tanggung jawab itu dan segera berkata dengan lantang, "Kawan-kawan semua dengarlah, ketua memerintahkan, kita akan turun gunung dalam delapan kelompok, empat kelompok ke timur, barat, utara dan selatan, sedangkan empat kelompok lagi ke tenggara, barat daya, timur laut dan barat laut. Kita akan berusaha keluar dari kepungan, namun tak usah banyak membunuh atau melukai orang". Ia segera mengelompokkan mereka berdasarkan perguruan atau partai masing-masing, serta dari sisi mana mereka akan turun gunung, setiap kelompok terdiri atas lima sampai enam ratus orang atau tujuh sampai delapan ratus orang.
Ji Wushi berkata, "Di sisi selatan terdapat jalan untuk naik ke atas gunung, kemungkinan musuh paling banyak terdapat disana, ketua, kita akan turun dahulu melalui sisi selatan, setelah berhasil memancing musuh, saudara-saudara yang lain akan dapat dengan mudah keluar dari kepungan musuh". Linghu Chong menghunus pedangnya, tanpa membawa bantalan, dengan langkah-langkah besar ia lari menuruni gunung.
Kawanan itu serentak berseru keras-keras, lalu menerjang turun gunung dari delapan penjuru. Tapi jalan menuruni gunung memang tak terbagi atas delapan jalan, sehingga ketika orang-orang berlari dan melompat turun gunung, mulanya mereka masih terbagi dalam delapan kelompok, namun akhirnya mereka tersebar di segala penjuru.
Linghu Chong berlari beberapa li jauhnya, ia mendengar bunyi gong berdentang, panah menghujani hutan di depannya dengan amat cepat. Ia mengerahkan 'Jurus Pemecah Panah' dari Sembilan Pedang Dugu, ia menyapu anak panah yang berdatanganmsatu demi satu, kakinya tak henti-hentinya bergerak dan ia terus menerobos ke depan.
"Ah!", mendadak terdengar seseorang berteriak di belakangnya, ternyata kaki dan bahu kiri Lan Fenghuang secara bersamaan terkena panah, dan iapun tersungkur ke tanah. Linghu Chong cepat-cepat berbalik dan memapahnya berdiri seraya berkata, "Aku akan melindungimu turun gunung". Lan Fenghuang berkata, "Kau tak usah urus aku. Kau......kau......yang penting kau sendiri harus bisa turun gunung". Saat ini anak panah masih berterbangan dengan deras bagai kawanan belalang. Dengan spontan dan enteng, Linghu Chong menangkis semua anak panah itu, namun ia melihat bahwa di segala penjuru orang-orang yang lain berjatuhan terkena panah.
Tangan kiri Linghu Chong memeluk Lan Fenghuang, ia berlari ke kaki gunung, setiap kali anak panah berterbangan ke arahnya, ia mengayunkan pedang untuk menangkisnya. Ia merasakan bahwa tenaga yang dipakai untuk memanah amat kuat, tentunya para pemanah semuanya berilmu silat tinggi, anak panah yang berterbangan ke arah mereka juga rapat sehingga walaupun semua orang membawa bantalan, mereka sulit untuk menghindari semua anak panah yang datang, semakin lama orang yang terkena panah semakin banyak jumlahnya. Untuk sesaat Linghu Chong tak dapat memutuskan apakah ia akan terus menerjang ke bawah, atau kembali untuk menolong orang-orang lain.
Ji Wushi berseru, "Ketua, panah musuh terlalu lihai, saudara-saudara kita tak bisa menerobos ke bawah, sudah banyak yang luka-luka atau tewas, lebih baik perintahkan untuk sementara ini kita mundur, lalu menyusun rencana baru".
Linghu Chong sadar bahwa mereka sudah berada di bawah angin, kalau musuh menyerbu, keadaan akan menjadi runyam, maka ia berseru keras-keras, "Mundur ke Biara Shaolin! Mundur ke Biara Shaolin!" Tenaga dalamnya melimpah, walaupun saat itu beberapa ribu orang sedang bertempur sambil berteriak riuh rendah, namun seruannya itu masih terdengar oleh semua orang di keempat penjuru. Ji Wushi, Zu Qianqiu dan puluhan orang lain serentak berseru, "Perintah ketua, mundur ke Biara Shaolin!"
Begitu mendengar seruan itu, semua orang berduyun-duyun mundur.
Di depan Biara Shaolin terdengar suara makian, erangan dan jeritan, di mana-mana darah segar tertumpah di atas tanah. Ji Wushi memerintahkan delapan ratus orang yang tak terluka untuk membentuk delapan regu untuk berjaga di delapan penjuru terhadap serbuan musuh. Beberapa ribu orang yang sampai di Biara Shaolin sebagian besar terdiri dari berbagai perguruan dan partai, mereka mempunyai atasan dan dapat menaati peraturan dan perintah, tapi dua ribu lebih orang sisanya adalah massa yang tak beraturan. Begitu menghadapi kekalahan, mereka menjadi kacau balau, mereka bertindak semau mereka sendiri dan tak ada yang tahu sebaiknya harus berbuat apa.
Linghu Chong berkata, "Kita harus cepat menyelamatkan saudara-saudara kita yang terluka dengan mengobati mereka". Ia berpikir, "Sayang murid-murid Perguruan Hengshan tak ada di gunung ini sehingga kita tak punya obat mujarab penyembuh luka mereka". Ia kembali berpikir, "Kalau murid-murid Hengshan ada disini, mereka akan membantu aku atau membantu perguruan-perguruan aliran lurus itu? Hmm, karena kedua biksuni telah tewas, semua murid Hengshan pasti akan membantuku".
Ketika mendengar kawanan itu terus membuat keributan, mau tak mau hatinya menjadi galau, kalau ia seorang diri terkepung di atas gunung, ia sudah terlebih dahulu menerjang turun, mati tak apa, hidup pun tak apa, ia tak perduli, tapi ia adalah pemimpin kawanan ini, hidup mati dan keselamatan ribuan orang ini seluruhnya berada di tangannya, ternyata ia tak tahu apa yang harus dilakukannya, ia benar-benar merasa malu.
* * *
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Sebutan lain untuk Tathagata 'Ia Yang Telah Datang', salah satu sebutan untuk Buddha Sakyamuni.
[2] 'Aula Suci Pahlawan Besar', yaitu aula utama di kuil-kuil Buddha, dimana patung utama Buddha Sakyamuni diletakkan.
[3] Ungkapan yang berarti 'menangkap sasaran empuk'.
[4] Ungkapan yang berarti 'memancing musuh ke daerah kekuasaan sendiri'.
Bagian keempat
Terlihat hari sudah mulai senja, mendadak dari lereng gunung terdengar bunyi genderang ditabuh dan suara-suara teriakan. Linghu Chong menghunus pedang dan menerjang ke mulut jalan. Semua orang mengangkat senjata mereka, hendak bertarung mati-matian dengan musuh. Suara genderang terdengar makin nyaring, namun musuh sama sekali belum menyerbu ke atas.
Setelah beberapa lama, suara genderang serentak berhenti, semua orang membicarakannya dengan ribut, "Suara genderang sudah berhenti, mereka akan naik". "Bagus kalau mereka naik kesini, kita akan bantai mereka habis-habisan, daripada menunggu maut disini". "Neneknya, haram jadah itu ingin supaya kita mati kelaparan dan kehausan disini". "Kalau anak bulus itu tidak naik kesini, kita serbu saja ke bawah". "Kalau kau ingin menyerbu ke bawah, kenapa kau masih banyak mulut?"
Ji Wushi berbisik kepada Linghu Chong, "Kalau malam ini kita tak bisa keluar dari kepungan dan lalu kelaparan sehari semalam, kita tak akan punya tenaga untuk bertempur". Linghu Chong berkata, "Benar. Kita pilih dua atau tiga ratus kawan yang ilmu silatnya tinggi untuk membuka jalan. Di tengah kegelapan malam, musuh tak akan bisa melepaskan anak panah dengan jitu, kita hanya perlu mengobrak-abrik garis depan musuh saja dan kita akan dapat menerobos turun". Ji Wushi berkata, "Memang harus begitu".
Tepat pada saat itu, genderang di lereng bukit kembali bersuara, menyusul lebih dari seratus orang yang kepalanya dililit kain putih menyerbu ke atas. Semua orang berteriak keras-keras dan menyambut mereka. Namun ketika mereka belum lama bertarung dengan seratusan orang itu, terdengar suara suitan dan orang-orang itupun mundur ke kaki gunung. Semua orang meletakkan senjata mereka dan mengaso. Suara genderang kembali terdengar, dan sekelompok orang berikat kepala putih kembali menyerbu ke atas, setelah bertarung sejenak, mereka lagi-lagi mundur. Walaupun musuh mundur, namun suara genderang dan teriakan masih terus berkumandang, sama sekali tak pernah berhenti.
Ji Wushi berkata, "Ketua, musuh menggunakan siasat untuk membuat kita lelah, mereka hendak menganggu kita supaya kita sulit beristirahat". Linghu Chong berkata, "Tepat sekali, mohon Saudara Ji mengaturnya". Ji Wushi menyampaikan perintah, bahwa kalau ada musuh yang menyerbu ke atas, hanya beberapa ratus orang yang menjaga jalan ke atas gununglah yang akan bertempur dengan mereka, orang-orang lainnya harus beristirahat saja dan tak usah memperdulikannya. Zu Qianqiu berkata, "Aku punya sebuah rencana, kita pilih tiga ratus orang jago, kepala mereka kita liliti kain putih, saat musuh menyerang, tiga ratus orang ini akan memangaatkan keadaan untuk menerjang ke bawah dan menyerang posisi musuh. Saat haram jadah itu tak bisa melepaskan anak panah, kita akan mengambil kesempatan untuk turun gunung. Untuk menggunakan taktik ini, sebelumnya kita harus membuat kekacauan dahulu, setelah itu barulah kita bisa meloloskan diri dengan memanfaatkan keadaan yang kacau itu". Linghu Chong berkata, "Bagus sekali. Mohon Saudara Zu pilih mereka, dan beritahu
semua orang bahwa mereka harus menunggu sampai keadaan kacau, lalu cepat-cepat menerjang ke bawah".
Tak sampai setengah shichen kemudian, Zu Qianqiu melapor bahwa ia telah selesai memilih ketiga ratus orang tersebut, mereka semua adalah jago-jago kelas satu dunia persilatan, mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk dapat menerobos ke bawah, walaupun musuh mempunyai barisan yang terdiri dari ribuan orang untuk menghadang, mereka belum tentu mampu menghadang tiga ratus harimau garang itu. Semangat Linghu Chong bangkit, ia mengikuti Zu Qianqiu pergi ke lereng gunung sebelah barat, dilihatnya ketiga ratus orang yang berikat kepala putih itu berbaris dengan rapi, katanya, "Kalian silahkan beristirahat dahulu, nanti kalau hari sudah benar-benar gelap, kita akan turun dan bertarung mati-matian". Semua orang berseru setuju.
Saat itu salju turun dengan makin lebat, gumpalan-gumpalan bunga salju besar melayang turun, lapisan salju tipis menyelimuti tanah, kepala dan pakaian semua orang juga penuh bunga salju. Gentong air di dalam biara sudah tak berisi setetes airpun, bahkan sumur juga sudah penuh ditimbun tanah. Semua orang meraup salju yang berada di atas tanah, membentuknya menjadi bola dan memasukannya ke dalam mulut mereka untuk menawar haus. Langit makin lama menjadi semakin gelap, sehingga dua orang yang sedang berhadapan mukapun tak bisa melihat raut wajah masing-masing dengan jelas. Zu Qianqiu berkata, "Untung saja malam ini turun salju, kalau tidak, pada malam tanggal lima belas ini cahaya rembulan akan sangat terang".
Sekonyong-konyong suasana di segala penjuru menjadi sunyi senyap. Beberapa ribu pendekar yang berada di dalam maupun di luar Biara Shaolin, dan sedikitnya tiga atau empat ribu anggota aliran lurus yang berada di lereng dan kaki Gunung Shaoshi, ternyata secara kebetulan sama-sama diam tak bersuara. Kalau ada seseorang yang hendak berbicara, karena jeri oleh suasana sunyi senyap di sekitarnya, perkataan yang baru saja hendak keluar dari mulutnyapun ditarik kembali. Suara bunga salju yang jatuh di atas dedaunan dan semak-semak seakan memperdengarkan suara gemerisik lembut yang ganjil. Dalam hati Linghu Chong berpikir, "Entah apa yang sedang dilakukan adik kecil saat ini?"
Saat menjelang senja, dari lereng gunung terdengar suara terompet, setelah itu terdengarlah teriakan riuh rendah dari segala penjuru. Kali ini musuh sepertinya memanfaatkan keadaan yang gelap gulita untuk menyerang dengan sepenuh tenaga, tak seperti sebelumnya ketika mereka hanya berpura-pura menyerang.
Linghu Chong mengayunkan pedangnya dan berkata dengan suara rendah, "Maju!" Ia mendahului berlari ke jalan di sebelah barat laut, Ji Wushi, Zu Qianqiu, Sepasang Beruang Gurun Utara dan ketiga ratus pendekar pilihan itu juga ikut menerobos ke bawah.
Tiga ratus orang lebih itu menerjang turun dengan bebas, di depan mereka sama sekali tak ada halangan. Setelah berlari sekitar satu li, Zu Qianqiu mengeluarkan sebuah roket suar, lalu menyalakannya, "Wus!", roket itu melesat ke angkasa, cahayanya berkilauan, lalu, "Dor!", roket itu meledak. Ini adalah sebuah tanda untuk memberitahu kawanan yang masih berada di atas gunung dan di dalam biara untuk menerobos ke bawah.
Ketika Linghu Chong sedang berlari, mendadak ia merasa kakinya sakit, rupanya ia telah menginjak sebuah paku, dalam hati ia tahu bahwa keadaan berbahaya, maka ia segera mengambil napas dan melompat ke atas sebatang pohon. Terdengar Zu Qianqiu dan yang lainnya berteriak, "Aiyo, celaka, ada sesuatu di tanah!" Kaki semua orang telah tertusuk paku-paku tajam, ada yang pakunya sampai menembus ke punggung kaki, sakitnya tak tertahankan. Puluhan orang menabahkan diri dan terus menerjang ke bawah, namun tiba-tiba, "Ah! Ah!", mereka terjerumus ke dalam sebuah lubang jebakan. Dari balik semak-semak, belasan tombak menikam, menghunjam ke lubang itu, seketika itu juga jeritan yang mengenaskan mengema di tengah hutan belantara itu.
Ji Wushi berkata, "Ketua, cepat perintahkan supaya kita kembali ke atas gunung!"
Ketika Linghu Chong melihat keadaan seperti itu, jelas bahwa perguruan-perguruan aliran lurus telah memenuhi kaki gunung dengan lubang-lubang jebakan, kalau mereka turun dengan semberono, mereka akan hancur lebur, maka ia segera berseru keras-keras, "Semua kembali ke Biara Shaolin! Semua kembali ke Biara Shaolin!"
Ia melompat dari sebuah pucuk pohon ke pucuk pohon lainnya, sesampainya di samping lubang jebakan, pedangnya menusuk tiga orang penombak, lalu ia melompat ke tanah dan mendarat di samping seorang penombak, ia menduga bahwa tempat orang itu berdiri pasti tak ada pakunya. Dalam sekejap, ia telah menikam tujuh atau delapan orang. Para penombak lainnya menjerit-jerit dan mundur ke segala penjuru. Empat puluh orang lebih yang terjatuh ke dalam lubang satu persatu melompat keluar, namun masih ada belasan orang yang tewas di dalam lubang. Setelah berhasil keluar semua orang melihat bahwa suasana gelap gulita, namun di atas tanah salju yang menumpuk memantulkan cahaya, akan tetapi mereka masih tak tahu di mana ada lubang jebakan. Semua orang patah semangat, dengan terpincang-pincang mereka kembali ke atas gunung, untungnya musuh tak mengejar mereka.
Setelah masuk ke dalam kuil, semua orang memeriksa luka-luka mereka di bawah cahaya lentera, diantara sepuluh orang, sembilan diantaranya kakinya tertusuk paku hingga darahnya bercucuran. Semua orang memaki-maki dengan sengit, rupanya dalam beberapa shichen ini ketika musuh menabuh genderang, mereka sengaja melakukannya untuk menutupi suara yang mereka timbulkan ketika mengali lubang dan menyebarkan paku. Paku besi itu panjangnya sampai satu chi, lalu dikubur sedalam tujuh cun di dalam tanah, sedangkan tiga cun sisanya menonjol di atas permukaan tanah, mata pakunya amat tajam. Kalau seluruh gunung telah penuh disebari paku, entah ada berapa banyak paku yang telah disebarkan? Paku-paku tajam yang begitu banyak itu tentunya telah dipersiapkan dengan baik sebelumnya, melihat bagaimana musuh merencanakan semuanya dengan begitu matang, bahkan orang-orang yang sudah berpengalaman diantara kawanan itu juga terheran-heran.
Ji Wushi menarik Linghu Chong ke samping, lalu berbisik, "Tuan Muda Linghu, kita semua akan bersama-sama mundur, kita sudah berusaha sekuat tenaga. Siang malam kita berharap untuk dapat membebaskan Gadis Suci dari bahaya, namun urusan penting ini terpaksa kami serahkan pada Tuan Muda Linghu sendiri".
Linghu Chong berkata dengan kaget, "Kau......kau.......apa maksudmu?"
Ji Wushi berkata, "Aku tahu bahwa tuan muda sangat menjunjung tinggi rasa setia kawan dan sama sekali tak akan meninggalkan kami untuk mencari selamat sendiri. Tapi kalau semua orang sekarang gugur sebagai pahlawan, siapa nanti yang akan membalaskan dendam kesumat kita ini? Gadis Suci juga masih menderita dalam kurungan, siapa nanti yang akan membebaskannya?"
Linghu Chong tertawa terkekeh-kekeh, lalu berkata, "Ternyata Saudara Ji ingin supaya aku kabur sendirian turun gunung, jangan sebut-sebut masalah ini lagi. Kalau kita akan mati, ya kita akan mati, untuk apa dipikirkan? Di dunia ini siapa yang tidak mati? Kalau kita mati bersama dan Gadis Suci masih dikurung, kelak ia akan mati juga. Walaupun hari ini aliran lurus menang, setelah beberapa puluh tahun berlalu, bukankah mereka satu demi satu juga akan mati? Kalah atau menang hanya menentukan apakah kita akan mati lebih dahulu atau belakangan".
Setelah Ji Wushi melihat bahwa ia tak mendengarkan nasehatnya, ia tahu dengan jelas bahwa tak ada gunanya untuk banyak bicara lagi, akan tetapi kalau Linghu Chong tak memanfaatkan gelapnya malam untuk menyelamatkan diri, besok setelah hari terang dan musuh menyerbu secara besar-besaran, ia tak akan mempunyai kesempatan untuk melarikan diri lagi. Mau tak mau Ji Wushi menghela napas panjang.
* * *
Sekonyong-konyong terdengar beberapa tawa cekikikan yang keras, makin lama tawa itu makin gembira. Semua orang telah mengalami kekalahan telak, terkepung di dalam biara, hidup mereka berada di ujung tanduk, namun ternyata ada orang yang tertawa dengan begitu girang, begitu Linghu Chong dan Ji Wushi mendengarnya, mereka langsung tahu bahwa tawa itu berasal dari Enam Dewa Lembah Persik, pikir mereka, "Di dunia ini cuma enam orang aneh ini yang ketika menghadapi maut masih bisa tertawa-tawa".
Terdengar salah seorang Enam Dewa Lembah Persik berkata, "Ternyata di kolong langit ini ada orang goblok seperti itu! Sengaja menginjak paku, hahaha, benar-benar bikin aku mati tertawa saja". Seseorang lain berkata, "Kalian ini memang goblok, tentunya mereka sedang mencoba-coba kekuatan kaki mereka, atau mungkin paku besinya yang lihai, hahaha, kalau paku besi menembus kaki, enak sekali, ya?" Ada seseorang lain yang berkata sambil tertawa-tawa, "Kalau kalian ingin mencicipi rasanya kalau kaki tertusuk paku, kenapa tak kalian pukul saja pakunya dengan palu besar ke punggung kaki kalian? Hahaha, hehehe, hihihi!" Keenam bersaudara itu tertawa sampai napas mereka tersengal-sengal, seakan di dunia ini tak ada lelucon lain yang lebih lucu.
Setelah kaki semua orang tertusuk paku, mereka masih merintih kesakitan, tapi malah ada orang yang tak tahu diri menertawakan mereka seperti itu, maka semua orang memaki-maki dengan sengit. Tapi memaki Enam Dewa Lembah Persik adalah hal yang amat sulit, karena mereka selalu memperdebatkan setiap perkataan yang keluar dari mulutmu. Kalau kau memaki mereka sebagai zhi niang zei[1], mereka akan menanyaimu, kenapa 'ibu lurus' dan bukan wan niang[2]; kalau kau memaki mereka sebagai wang ba dan[3], mereka akan bertanya dengan berbelit-belit kenapa bukan 'raja tujuh telur', atau 'raja sembilan telur' saja, daripada wang ba dan.
Seketika itu juga aula itu menjadi ribut, ada orang-orang yang mengangkat senjata, hendak berkelahi.
Linghu Chong sadar bahwa keadaan dapat menjadi runyam dan sukar diperbaiki lagi, maka mendadak ia berseru, "Eh, apa itu? Menarik, menarik, aneh sekali!" Begitu Enam Dewa Lembah Persik, mendengarnya, mereka serentak berlari menghampirinya seraya bertanya, "Apanya yang menarik?" Linghu Chong berkata, "Aku melihat enam ekor tikus mengondol seekor kucing, lalu berlari dari sini". Enam Dewa Lembah Persik kegirangan, mereka berkata, "Tikus mengondol kucing, kami tak bisa melihatnya dari sini, mereka pergi kemana?" Dengan sembarangan Linghu Chong menunjuk sambil berkata, "Mereka pergi kesana". Enam Dewa Lembah Persik menarik pergelangan tangannya sambil berkata, "Ayo, ayo kita lihat!" Semua orang tahu bahwa Linghu Chong diam-diam memaki mereka sebagai enam ekor tikus, namun Enam Dewa Lembah Persik mengira bahwa ia berbicara sungguh-sungguh, maka semua orang tertawa keras-keras. Namun Enam Dewa Lembah Persik malah menyeret Linghu Chong dan langsung berlari ke belakang aula.
Linghu Chong tertawa dan berkata, "Eh, apa itu?" Dewa Biji Persik berkata, "Kok aku belum melihatnya?" Linghu Chong bermaksud untuk memancing mereka untuk pergi menjauh supaya mereka tak membuat keributan dan berkelahi dengan orang-orang lain, maka dengan spontan ia langsung menunjuk sekenanya, sehingga ketujuh orang itu makin lama makin menjauh.
"Krek!", Dewa Batang Persik mendorong pintu sebuah aula samping hingga terbuka, di dalamnya gelap gulita dan tak terlihat apa-apa. Linghu Chong tertawa dan berkata, "Aiyo, enam ekor tikus mengondol seekor kucing gemuk masuk ke sebuah lubang". Dewa Akar Persik berkata, "Kau jangan bohong". Ia menghidupkan pemantik api, namun ruangan itu terlihat kosong melompong, hanya ada sebuah patung batu Bodhisatwa yang sedang bersila menghadap tembok.
Dewa Akar Persik menyalakan lampu minyak di atas meja altar, lalu berkata, "Mana lubangnya? Ayo kita usir mereka supaya keluar". Ia membawa lampu minyak itu untuk menerangi segala penjuru, namun ia tak menemukan satu lubangpun.
Dewa Cabang Persik berkata, "Jangan-jangan lubang itu berada di belakang punggung patung Bodhisatwa?" Dewa Batang Persik berkata, "Di belakang punggung Bodhisatwa hanya ada kita bertujuh, masa kita tikus?" Dewa Cabang Persik berkata, "Bodhisatwa menghadap tembok, jadi punggungnya adalah mukanya". Dewa Batang Persik berkata, "Kau sudah jelas-jelas salah omong, tapi masih tak mau mengaku! Bagaimana punggung bisa jadi muka?" Dewa Bunga Persik berkata, "Mau di punggung tak apa, mau di muka juga tak apa, ayo kita buka untuk melihat-lihat". Dewa Daun dan Biji Persik serentak berkata, "Tepat sekali!" Mereka mengangsurkan tangan hendak menarik patung batu itu.
Linghu Chong berseru, "Jangan, itu adalah Leluhur Da Mo". Ia tahu bahwa Leluhur Da Mo adalah pendiri Biara Shaolin, Shaolin memimpin dalam ilmu silat, selama lebih dari seribu tahun kedudukan mereka ini tak pernah surut, hal ini disebabkan karena ilmu yang secara turun temurun diwariskan oleh Leluhur Da Mo. Saat itu Da Mo bersemedi menghadap tembok selama sembilan tahun sehingga akhirnya ia dapat mencapai pencerahan, oleh karena itu patungnya yang dimuliakan dalam biara juga menghadap tembok. Leluhur Da Mo adalah pendiri aliran Chan di Dataran Tengah, dalam ilmu silat maupun dalam Agama Buddha ia dipuja. Ketika datang ke biara, semua orang menaati himbauan Linghu Chong dan tak merusak benda-benda di dalam biara, saat ini patung batu Leluhur Da Mo ini sama sekali tak boleh sampai dilecehkan.
Namun sifat tak bisa diatur Dewa Bunga Persik muncul, ia tak mendengarkan seruan Linghu Chong itu, mereka bertiga bersama mengerahkan seluruh tenaga mereka yang dengan bersama-sama dapat mendorong benda yang beratnya seribu jin, terdengar suara berderit, rupanya mereka telah memutar patung batu Da Mo itu. Sekonyong-konyong, ketujuh orang itu serentak berseru, mereka melihat sebuah lempengan besi perlahan-lahan terangkat dan membuka jalan ke sebuah lubang besar.
Dewa Cabang Persik berseru, "Ternyata memang ada lubang!" Dewa Akar Persik berkata, "Ayo kita cari enam tikus yang mengondol kucing itu". Sambil merunduk, mereka menerobos masuk ke dalam lubang itu. Mereka semua susul menyusul masuk ke dalam lubang, Dewa Batang Persik yang paling belakang. Ruangan di dalam lubang itu sepertinya amat luas, setelah mereka berenam masuk, mereka hanya bsia mendengar suara langkah kaki mereka sendiri. Namun tak lama kemudian, mereka berteriak mengaduh-aduh dan lari keluar. Dewa Cabang Persik berkata, "Di dalam gelap gulita, dalamnya tak terlihat". Dewa Daun Persik berkata, "Katanya di dalam gelap gulita, dari mana kau tahu kalau lubang itu begitu dalam? Siapa tahu setelah berjalan beberapa langkah, kita akan sampai di ujungnya". Dewa Cabang Persik berkata, "Kalau kau sudah tahu setelah berjalan beberapa langkah kau akan sampai di ujungnya, kenapa kau belum melangkah kesana supaya tahu di mana ujungnya?" Dewa Daun Persik berkata, "Aku bilang 'mungkin', bukan 'pasti'. 'Mungkin' dan 'pasti' itu lain sekali". Dewa Cabang Persik berkata, "Kalau kau sudah tahu cuma 'mungkin', kenapa kau masih banyak bicara?" Dewa Akar Persik berkata, "Untuk apa berdebat? Cepat nyalakan dua batang obor, lalu masuk untuk melihat-lihat". Dewa Biji Persik berkata, "Kenapa cuma menyalakan dua batang obor? Kenapa tidak tiga batang saja?" Dewa Bunga Persik berkata, "Karena kita sudah menyalakan tiga obor, kenapa tidak menyalakan empat batang sekalian?"
Walaupun mulut keenam orang itu tak henti-hentinya mengoceh, namun tangan dan kaki mereka bekerja dengan amat cepat, dalam sekejap mereka telah mematahkan empat kaki meja dan menyulutnya sebagai obor, keenam orang itu saling berebut obor, lalu masuk ke dalam lubang.
Linghu Chong berkata dalam hati, "Kalau melihat keadaannya, rupanya ini adalah lorong bawah tanah rahasia Biara Shaolin. Tempo hari ketika aku ditawan di Mei Zhuang di Gunung Gu, aku juga melewati sebuah terowongan bawah tanah yang sangat panjang. Mungkin Yingying dikurung di dalamnya". Ketika memikirkan hal ini, jantungnya berdebar-debar, ia segera masuk ke dalam terowongan, mempercepat langkahnya dan menyusul Enam Dewa Lembah Persik. Terowongan ini memang amat luas, sangat berbeda dengan terowongan sempit dan becek di bawah Mei Zhuang, namun bau apak di dalam terowongan sangat keras sehingga ia sulit bernapas.
Dewa Biji Persik berkata, "Kok enam tikus itu belum kelihatan? Jangan-jangan mereka bukan masuk ke lubang ini. Ayo kita kembali dan mencari di tempat lain". Dewa Batang Persik berkata, "Kalau kita berbalik setelah sampai di ujung terowongan juga masih belum terlambat kok".
Setelah berjalan untuk beberapa saat, mereka berteriak kaget, di tengah udara kosong sebuah tongkat biksu memukul ke kepala mereka. Dewa Bunga Persik yang berjalan paling depan cepat-cepat melompat mundur hingga dengan keras menubruk dada Dewa Biji Persik. Nampak seorang biksu yang tangannya mengenggam sebatang tongkat biksu dengan sebat berkelebat masuk ke dalam dinding terowongan sebelah kanan. Dewa Bunga Persik amat gusar, ia berseru, "Neneknya, maling keledai gundul ini ternyata diam-diam bersembunyi disini untuk mencelakai tuan besar". Ia mengangsurkan tangannya ke dinding terowongan, "Wus!", dari dinding terowongan sebelah kiri muncul sebatang tongkat biksu dengan sebat pula. Tongkat biksu ini menutup rapat jalan mundur Dewa Bunga Persik, karena tak bisa mundur, ia terpaksa melompat ke depan, namun begitu kaki kirinya menginjak tanah, dari sebelah kanan ada sebuah tongkat biksu lagi yang melayang ke arahnya.
Saat ini Linghu Chong telah dapat melihat dengan jelas bahwa yang mengayunkan tongkat biksu itu bukanlah manusia hidup, melainkan orang-orangan tembaga berwarna keemasan yang digerakkan oleh sebuah alat, instalasi alat itu amat bagus, asalkan ada orang yang menginjak pemicu yang tertanam di lantai, tongkat biksu langsung memukul, selain itu, mereka dapat maju dan mundur dengan secara bergantian dengan serasi, setiap serangan pukulannya amat lihai. Dewa Bunga Persik mengeluarkan sebuah tongkat besi pendek untuk menangkis serangan, namun, "Trang!", tongkat besi itu langsung terkena pukulan hingga terlepas dari tangannya.
"Aiyo!", seru Dewa Bunga Persik, ia berguling-guling, namun ada sebuah tongkat biksu lain yang menghantamnya, Dewa Akar Persik dan Dewa Cabang Persik mencabut tongkat besi pendek mereka dan menerjang untuk membantu saudara mereka, kedua tongkat mereka serentak terangkat dan menangkis serangan. Namun begitu tongkat biksu itu lewat, tongkat biksu berikutnya telah tiba, Dewa Batang Persik, Dewa Daun Persik dan Dewa Biji Persik bertiga menerjang ke depan. Lima batang tongkat besi pendek serentak memukul melawan tongkat-tongkat biksu yang tak henti-hentinya menghantam dari kedua sisi dinding.
Walaupun biksu tembaga yang mengayunkan tongkat biksu itu adalah benda mati, namun orang yang memasang mereka adalah seorang ahli yang amat pandai, kalau bukan seorang jago Shaolin sendiri, ia tentunya diberi petunjuk oleh seorang biksu agung Shaolin, sehingga setiap pukulan biksu tembaga itu amat lihai. Selain itu lengan dan tongkat biksu-biksu itu terbuat dari besi tempa yang beratnya hampir seratus jin, ditambah dengan kekuatan dari alat yang menggerakannya, kekuatan pukulannya tak kalah dari seorang jago. Walaupun ilmu silat Enam Dewa Lembah Persik tinggi, namun tongkat besi pendek mereka memang terlalu pendek dan sulit digunakan untuk menangkis pukulan tongkat biksu itu. Keenam saudara itu tak henti-hentinya mengeluh, mereka hendak mundur, namun, "Wus, wus!", bayangan tongkat biksu berkelebat di belakang mereka, sedangkan setiap kali mereka melangkah ke depan, biksu tembaga yang mengeroyok mereka malah bertambah banyak.
Linghu Chong melihat bahwa keadaan berbahaya, dan ia juga melihat bahwa walaupun jurus-jurus yang dilancarkan oleh biksu-biksu tembaga itu hebat, namun banyak kelemahannya, maka ia segera menghunus pedangnya dan menusuk pergelangan tangan dua biksu tembaga, "Trang, trang!", mata pedangnya menusuk titik-titik di pergelangan tangan biksu-biksu itu, lelatu berterbangan, tapi pedangnya sendiri juga terpental balik. Tepat pada saat itu, terdengar Dewa Akar Persik menjerit, ia telah terkena pukulan tongkat biksu dan terjatuh ke tanah. Pikiran Linghu Chong memang sudah panik, melihat kejadian ini pikirannya bertambah kacau, ia melihat sebuah tongkat biksu berkelebat, tanpa berpikir ia langsung menikam dua kali, "Trang, trang!", ia telah menikam dua titik vital biksu tembaga itu, namun walaupun kedua serangan ini amat hebat, ia hanya berhasil memapas karat di dada dan perut biksu tembaga itu. Ia merasakan kesiuran angin di ubun-ubunnya, sebuah tongkat biksu menghantam ke bawah, Linghu Chong amat terkejut, ia melangkah ke depan untuk menghindar, namun di sebelah kiri depan juga ada sebuah tongkat biksu yang memukul.
Mendadak pandangannya menjadi gelap dan ia tak bisa melihat apa-apa. Ternyata keempat obor yang dibawa masuk oleh Enam Dewa Lembah Persik telah terjatuh ke tanah ketika mereka sedang berkelahi dengan para biksu tembaga itu. Obor-obor itu dibuat dari kaki meja, saat dipegang mereka menyala, akan tetapi begitu terjatuh ke tanah mereka padam. Saat Linghu Chong menerjang ke depan, sudah ada tiga obor yang padam, ketika ia sedang menghindari pukulan tongkat, obor keempat juga ikut padam. Begitu ia tak bisa melihat apa-apa, ia tak tahu bagaimana ia harus bergerak lagi, bahu kirinya terasa sakit, ia tersungkur ke tanah, namun ia mendengar suara-suara, "Aiyo!" "Aduh!" "Mamaku!" Teriakan-teriakan itu terdengar berulang-ulang, rupanya keenam Dewa Lembah Persik satu persatu telah terkena pukulan.
Linghu Chong tertelungkup di tanah, ia mendengar suara kesiuran angin di belakang punggungnya, yaitu suara tongkat-tongkat biksu yang sedang menyapu, ia merasa sedang mimpi buruk, hatinya amat cemas dan takut, namun ia sama sekali tak dapat berbuat apa-apa. Namun tak lama kemudian suara kesiuran angin menjadi makin pelan, suara berderit terdengar tak putus-putusnya, seakan setiap biksu tembaga sedang kembali ke tempat asalnya.
Mendadak pandangannya menjadi terang, ada seseorang yang berkata, "Tuan Muda Linghu, apa anda ada disini?" Linghu Chong merasa amat girang, ia berseru, "Aku......aku ada disini". Ia merunduk di tanah, sama sekali tak berani bergerak, terdengar suara langkah kaki dan beberapa orangpun melangkah masuk, "Oh!", ia mendengar Ji Wushi berteriak kaget. Linghu Chong berkata, "Jangan.....jangan masuk. Alat ini.....alat ini amat lihai".
Ketika Linghu Chong lama belum kembali, Ji Wushi dan yang lainnya merasa khawatir, belasan orang itu bersama-sama mencari mereka dan menemukan mulut terowongan di Aula Da Mo, ketika mereka melihat Linghu Chong dan Enam Dewa Lembah Persik tergeletak di tanah dengan tubuh bersimbah darah, mereka semua terperanjat. Zu Qianqiu berseru, "Tuan Muda Linghu, bagaimana keadaanmu?" Linghu Chong berkata, "Berhenti dan jangan bergerak, begitu bergerak alat rahasia akan terpicu". Zu Qianqiu berkata, "Baik! Bagaimana kalau aku menarik kalian dengan cambuk lemas?" Linghu Chong berkata, "Itu cara yang paling baik!" Zu Qianqiu melecutkan cambuk, cambuk itu membelit kaki kiri Dewa Cabang Persik dan menariknya.
Dewa Cabang Persik tergeletak di tempat yang paling dekat ke mulut terowongan, setelah Zu Qianqiu menariknya keluar, ia baru membelit kaki kiri Linghu Chong sambil berseru, "Permisi!" Lalu ia menariknya keluar. Dengan cara yang sama ia berturut-turut menarik kelima dewa lembah persik sisanya, karena ia sama sekali tak memicu alat rahasia, para biksu tembaga yang berada di kedua sisi tembok juga tak melompat dan mencederai orang.
Dengan terhuyung-huyung Linghu Chong bangkit, lalu cepat-cepat memeriksa keadaan Enam Dewa Lembah Persik. Keenam orang itu menderita luka-luka di bahu dan punggung akibat terkena pululan tongkat biksu, untung saja kulit dan daging keenam orang itu tebal, selain itu tenaga dalam mereka juga kuat, sehingga hanya kulit dan daging mereka saja yang terluka.
Namun Dewa Akar Persik masih bisa menyombongkan diri, "Biksu-biksu tembaga itu memang sangat lihai, tapi semua bisa dihancurkan oleh Enam Dewa Lembah Persik". Dewa Bunga Persik lebih tak mau menonjolkan diri, katanya, "Tuan Muda Linghu juga cukup berjasa, tapi jasanya tidak lebih besar dari jasa kami enam bersaudara". Sambil menahan rasa sakit di bahunya, Linghu Chong tertawa dan berkata, "Tentu saja, siapa yang bisa melebihi Enam Dewa Lembah Persik?"
Zu Qianqiu bertanya, "Tuan Muda Linghu, sebenarnya apa yang terjadi?" Linghu Chong menjelaskan apa yang terjadi secara ringkas, lalu berkata, "Kemungkinan besar Gadis Suci terkurung di dalam tempat ini. Bagaimana caranya agar kita dapat menghancurkan biksu-biksu tembaga itu?" Zu Qianqiu melirik Enam Dewa Lembah Persik seraya berkata, "Ternyata biksu-biksu tembaga itu belum hancur".
Dewa Batang Persik berkata, "Apa susahnya menghancurkan biksu-biksu tembaga itu? Kami cuma belum ingin melakukannya saja". Dewa Biji Persik berkata, "Benar. Begitu Enam Dewa Lembah Persik sudah tiba disini, semua akan dapat kami hancurkan, kami tak tertandingi dan tak terkalahkan". Ji Wushi berkata, "Entah bagaimana lihainya biksu-biksu tembaga ini, mohon supaya Enam Dewa Lembah Persik menerjang ke dalam untuk memancing alat rahasianya agar bekerja, supaya mata kami semua terbuka, bagaimana?"
Barusan ini Enam Dewa Lembah Persik telah menelan pil pahit, mereka mana mau sekali lagi mencicipi ayunan tongkat biksu itu tanpa bisa menghindar atau meloloskan diri. Dewa Batang Persik berkata, "Kawan-kawan semua, kita semua sudah pernah melihat kucing mengondol tikus, tapi kalau tikus yang mengondol kucing, siapa gerangan yang sudah pernah melihatnya?" Dewa Daun Persik berkata, "Kami bertujuh baru saja melihatnya, dan kejadian itu benar-benar membuka mata kami, kami belum pernah melihatnya sebelumnya". Mereka enam bersaudara memang mempunyai kepandaian istimewa tersendiri, yaitu begitu menjumpai pertanyaan yang sukar dijawab, mereka akan segera mengalihkan pokok pembicaraan.
Linghu Chong berkata, "Mohon semua orang mengambil sepotong batu yang masing-masing beratnya seratus sampai dua ratus jin". Tiga orang segera keluar dan kembali dengan membawa tiga buah batu besar, semuanya adalah batu karang penghias taman Biara Shaolin. Linghu Chong mengangkat sebuah batu, mengerahkan tenaga dalam, lalu mengelindingkannya ke depan. "Duk, duk!", batu itu memicu alat rahasia, suara berderit terdengar dari kedua sisi dinding terowongan, para biksu tembaga satu persatu muncul dan bayangan tongkat biksupun berkelebat, suara kesiuran angin tiada putus-putusnya, tongkat-tingkat biksu menyapu dan memukul, setelah beberapa lama, para biksu tembaga itu kembali masuk ke dalam dinding terowongan.
Ketika menyaksikannya semua orang orang terpana dan tak dapat bersuara.
Ji Wushi berkata, "Tuan Muda, biksu-biksu tembaga ini digerakkan oleh suatu mesin, tenaganya kuat, tentunya mereka digerakkan oleh sebuah roda berpegas yang dililit rantai besi yang diputar kencang, sehingga mereka dapat bergerak. Kita harus menggelindingkan batu beberapa kali lagi sampai tenaga pegas habis, sehingga biksu-biksu tembaga itu tak dapat bergerak lagi".
Linghu Chong ingin sekali cepat-cepat membebaskan Yingying dari bahaya, maka ia berkata, "Kulihat gerakan tongkat biksu-biksu tembaga ini sama sekali tak berkurang kecepatannya, entah berapa kali mereka dapat terus bergerak sampai tenaga pegas habis. Kalau kita mencoba kembali tujuh atau delapan kali, hari sudah akan terang. Kalau ada diantara saudara-saudara sekalian yang mempunyai pedang atau golok pusaka, mohon pinjamkan padaku".
Seketika itu juga seseorang melompat keluar dari kerumunan, mengeluarkan golok dari sarungnya dan berkata, "Ketua, senjataku ini cukup tajam". Linghu Chong melihat bahwa orang itu hidungnya mancung dan matanya dalam, sedangkan dagunya ditumbuhi janggut pirang, nampaknya ia adalah seorang pendekar dari Daerah Barat. Ia menyambut golok itu, benar saja, ia merasakan hawa dingin yang kuat, sungguh luar biasa, maka ia berkata, "Banyak terima kasih! Aku akan meminjam golok pusaka saudara untuk memotong tongkat besi orang-orangan tembaga, kalau sampai rusak mohon jangan salahkan aku". Orang itu tertawa dan berkata, "Demi Gadis Suci, nyawapun tak segan kami korbankan, golok cuma harta benda biasa saja, tak usah khawatir!"
Linghu Chong mengangguk-angguk, lalu melangkah ke depan. Enam Dewa Lembah Persik serentak berseru, "Hati-hati!" Linghu Chong mengambil dua langkah ke depan lagi, "Wus!", sebatang tongkat besi menghantam dari atas. Jurus ini telah tiga kali disaksikannya, tanpa banyak pikir ia mengangkat golok dan mengayunkannya, "Trang!", pergelangan tangan biksu tembaga itu berdentang dan lantas tertebas putus, tangan dan tongkat besinya terjatuh ke tanah. Biksu-biksu itu dibuat dari tembaga, wajah dan tubuh mereka kuning keemasan, namun tangan dan tongkat mereka dibuat dari besi tempa. Linghu Chong memuji, "Golok pusaka yang bagus!"
Tadinya ia khawatir kalau-kalau golok itu tak cukup tajam dan tak dapat menebas putus tangan biksu tembaga itu dengan sekali tebas, namun begitu melihat bahwa golok ini mampu memotong besi seperti memotong lumpur saja, seketika itu juga semangatnya berkobar, "Wus, wus!", dalam sekejap ia telah menebas putus pergelangan tangan dua buah biksu tembaga. Ia menggunakan golok itu sebagai pedang, sehingga ia dapat melancarkan jurus-jurus Sembilan Pedang Dugu. Para biksu tembaga tak henti-hentinya menyerang dari dinding terowongan, namun setelah tangan mereka putus dan tongkat mereka terjatuh ke tanah, walaupun kedua lengan mereka masih tak henti-hentinya mengayun kesana kemari, namun tanpa tongkat mereka sudah bukan ancaman lagi. Linghu Chong melihat bahwa makin jauh ia maju ke depan, jurus yang dilancarkan biksu-biksu tembaga itu makin hebat, ia merasa kagum, namun pada akhirnya mereka hanyalah benda mati yang terbuat dari tembaga dan besi tempa, begitu mereka bergerak, kelemahannya langsung terlihat, setelah pergelangan tangan mereka tertebas putus, walaupun alat rahasianya masih berbunyi, namun sama sekali sudah tak ada gunanya lagi.
Semua orang mengangkat obor mereka tinggi-tinggi dan mengikutinya, mereka menerangi jalannya, setelah menebas putus lebih dari seratus tangan besi, dari dinding terowongan biksu-biksu tembaga sudah tak muncul lagi. Ada seseorang yang menghitung mereka, ternyata biksu-biksu besi itu seluruhnya ada seratus delapan buah. Kawanan itu bersorak-sorai di tengah terowongan sehingga telinga semua orang berdenging.
Linghu Chong sangat ingin cepat-cepat bertemu dengan Yingying, ia mengambil sebuah obor dan menerjang ke depan, di sepanjang jalan ia terus berhati-hati karena amat khawatir kalau-kalau ia menyentuh pemicu perangkap lain. Terowongan itu terus mengarah ke bawah, makin lama makin dalam, setelah berjalan tiga li jauhnya, terowongan itu melewati beberapa gua yang terbentuk secara alami, namun mereka tak pernah menjumpai perangkap lain lagi. Sekonyong-konyong, di depan samar-samar nampak seberkas cahaya, Linghu Chong melangkah ke depan dengan cepat, semakin ke depan tanah yang diinjaknya makin lunak, ternyata ia sedang melangkah di atas lapisan salju, seketika itu juga hawa dingin yang menyegarkan memenuhi dadanya, tak nyana ia telah sampai di sebuah tempat terbuka.
Ia memandang ke segala penjuru, di tengah kegelapan malam, gumpalan-gumpalan salju besar melayang turun, lalu ia mendengar suara gemericik air, ternyata ia berada di samping sebuah kali kecil. Seketika itu juga, ia merasa putus asa, ternyata terowongan itu sama sekali tak menuju ke tempat Yingying ditawan.
* * *
Terdengar Ji Wushi berkata di belakangnya, "Semua teruskan pesan, jangan bersuara sedikitpun, kemungkinan besar kita telah berada di kaki Gunung Shaoshi". Linghu Chong bertanya, "Apa kita sudah lolos dari bahaya?" Ji Wushi berkata, "Tuan muda, di tengah musim dingin seperti ini, sungai di puncak gunung sudah membeku, tak mungkin ada airnya, sepertinya setelah melalui terowongan, kita telah tiba di kaki gunung". Zu Qianqiu berkata dengan gembira, "Benar, tanpa sengaja, kita telah menemukan terowongan rahasia Biara Shaolin".
Linghu Chong terkejut sekaligus girang, ia mengembalikan golok ke pendekar dari Daerah Barat itu, lalu berkata, "Kalau begitu cepat teruskan kabar supaya semua orang dapat keluar melalui terowongan ini".
Ji Wushi memerintahkan beberapa orang untuk berpencar dan menyelidiki jalan di sekitar tempat itu, lalu memerintahkan beberapa puluh orang menjaga mulut terowongan untuk berjaga-jaga terhadap serangan mendadak musuh. Kalau
Terowongan itu sampai dibuntu oleh musuh, saudara-saudara mereka yang belum sempat keluar akan tewas terjebak di dalamnya.
Tak berapa lama kemudian, seseorang yang dikirim untuk mencari jalan telah kembali dan melapor bahwa mereka benar-benar telah tiba di kaki Gunung Shaoshi, ternayta mereka berada di balik gunung, kalau mereka mendongak, mereka dapat melihat biara yang berada di puncak gunung. Karena saat ini kawanan itu belum lolos dari bahaya, tak ada seorangpun yang berani berbicara. Para pendekar yang keluar dari terowongan makin lama makin banyak, menyusul mereka yang terluka dan jenazah orang-orang yang tewas diusung keluar.
Kawanan itu baru saja lolos dari lubang jarum, walaupun tak ada yang bersorak-sorai, namun mereka saling berbisik satu sama lain, wajah mereka nampak berseri-seri.
Beruang Hitam, salah satu dari Sepasang Beruang Gurun Utara, berkata, "Ketua, domba-domba wang ba dan itu mengira kita masih ada di biara, lebih baik kita gebuk pantat mereka dan potong buntutnya untuk melampiaskan amarah kita". Dewa Batang Persik menyela, "Wang ba dan itu punya buntut, itu benar! Tapi wang ba dan itu kan telur, masa telur punya buntut?" Linghu Chong berkata, "Kita datang ke Biara Shaolin untuk menjemput Gadis Suci, karena kita tak berhasil menemui Gadis Suci, kita harus terus mencarinya, tak usah banyak membunuh atau melukai orang". Beruang Putih berkata, "Hah, paling tidak aku ingin menangkap beberapa wang ba dan untuk kumakan, tak perduli mereka punya buntut atau tidak, kalau tidak mereka telah keterlaluan menganiaya kita".
Linghu Chong berkata, "Mohon kalian semua sampaikan perintah supaya kita semua berpencar, kalau kalian bertemu dengan anggota aliran lurus, paling baik kalian tak berkelahi dengan mereka. Kalau ada yang mendengar berita tentang Gadis Suci, kalian harus menyebarluaskannya. Selama aku Linghu Chong masih hidup, tak perduli betapa susah atau berbahayanya, bahkan sampai nyawaku harus melayang, aku pasti akan membebaskan Gadis Suci. Apa semua saudara-saudara yang berada di biara sudah keluar?"
Ji Wushi melangkah ke depan mulut terowongan dan beberapa kali berseru ke dalamnya, setelah beberapa lama, ia kembali berseru-seru ke dalam terowongan, setelah tak ada orang yang menjawab, ia baru melapor, "Semuanya sudah keluar!"
Tiba-tiba sifat kekanakkan Linghu Chong muncul, ia berkata, "Ayo kita serentak bersorak tiga kali supaya orang-orang aliran lurus itu ketakutan setengah mati".
Zu Qianqiu tertawa dan berkata, "Bagus sekali! Ayo kita serentak bersorak bersama ketua".
Linghu Chong mengerahkan tenaga dalamnya dan berseru, "Semua serentak bersorak, satu, dua, tiga! 'Hei, kami sudah turun gunung!' " Linghu Chong kembali berteriak, "Kalian nikmati saja pemandangan bersalju yang indah di atas sana!" Kawanan itu ikut berseru, "Kalian nikmati saja pemandangan bersalju yang indah di atas sana!" Linghu Chong lagi-lagi berseru, "Gunung biru tak berubah, sungai hijau terus mengalir, sampai berjumpa lagi". Semua orang mengikutinya berseru, "Gunung biru tak berubah, sungai hijau terus mengalir, sampai berjumpa lagi". Linghu Chong tertawa dan berkata, "Ayo pergi!"
Mendadak ada seseorang yang berseru keras-keras, "Kalian anak bulus haram jadah, terkutuklah delapan belas generasi leluhur nenekmu!" Semua orang ikut berseru, "Kalian anak bulus haram jadah, terkutuklah delapan belas generasi leluhur nenekmu!" Perkataan kasar dan rendah untuk memaki orang ini ketika diteriakkan oleh beberapa ribu orang, suaranya menguncang gunung dan lembah, benar-benar sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Linghu Chong berseru keras-keras, "Baiklah, tak usah berteriak-teriak lagi, ayo kita pergi!". Kawanan itu berteriak-teriak dengan penuh semangat, mereka mengikutinya berseru, "Baiklah, tak usah berteriak-teriak lagi, ayo kita pergi!".
Setelah mereka berteriak-teriak untuk beberapa saat, mereka melihat bahwa di atas gunung sama sekali tak ada kegiatan apapun, hari mulai terang, mereka saling mengucapkan selamat tinggal dan berpencar pergi.
Linghu Chong berpikir, "Hal yang paling penting adalah mencari Yingying, sedangkan yang kedua adalah menyelidiki siapa yang mencelakai Biksuni Dingxian dan Dingyi. Untuk melakukan kedua hal ini, kemana aku harus pergi?" Mendadak dalam benaknya timbul sebuah pikiran, "Para biksu Shaolin dan orang-orang perguruan lurus tentu tahu bahwa kita sudah turun gunung dan lolos dari kepungan mereka, tentunya mereka semua akan kembali ke Biara Shaolin. Mungkin mereka akan membawa Yingying bersama mereka. Untuk melakukan kedua hal itu, aku harus kembali ke Biara Shaolin". Ia kembali berpikir, "Untuk menyelinap ke Biara Shaolin, makin sedikit orangnya makin baik. Aku tak bisa membiarkan Ji Wushi dan yang lainnya ikut denganku".
Ia segera minta diri pada Ji Wushi, Zu Qianqiu, Lao Touzi, Lan Fenghuang, Huang Boliu dan semua orang lain, lalu berkata, "Kita masing-masing berusaha sekuat tenaga, setelah menemukan Gadis Suci, kita akan bertemu kembali dan minum-minum sepuasnya". Ji Wushi bertanya, "Tuan muda, kau mau pergi kemana?" Linghu Chong berkata, "Adik hendak mempertaruhkan nyawa untuk mencari Gadis Suci, kelak aku akan memberitahukan semuanya pada kalian".
Semua orang tak berani banyak bertanya, maka mereka segera menghormat dan minta diri.
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Makian yang secara harafiah berarti 'maling ibu lurus'.
[2] 'Ibu bengkok'.
[3] Makian yang secara harafiah berarti 'raja delapan telur',maksudnya 'anak haram'.