Pendekar Hina Kelana Bab 25 - Mendengar Kabar
<< Bab Sebelumnya - Halaman Utama Pendekar Hina Kelana - Bab Selanjutnya >>
Terjemahan Cersil Pendekar Hina Kelana
oleh Grace Tjan
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.
Berdasarkan novel edisi ketiga.
Smiling Proud Wanderer Jilid 2
Bab XXV Mendengar Kabar
Bagian Pertama
Di sepanjang perjalanan mereka terus mencongklang dengan cepat, setiap hari mereka hanya tidur dua shichen saja, mereka sama sekali tak pernah berhenti berjalan, beberapa hari kemudian, mereka tiba di Longquan yang terletak di Propinsi Zhejiang selatan. Setelah terkena bacokan Bo Chen dan Sha Tianjiang berdua, walaupun Linghu Chong banyak kehilangan darah, namun bagaimanapun juga lukanya hanya luka luar saja. Tenaga dalamnya berlimpah, selain itu ia juga memakai obat minum dan oles Perguruan Hengshan yang mujarab, ketika mereka sampai di pedalaman Propinsi Zhejiang, lukanya sudah lebih dari separuh sembuh.
Semua murid merasa cemas, setelah melewat perbatasan Zhejiang, mereka baru bertanya-tanya tentang letak Lembah Pandai Pedang itu, namun penduduk desa di sepanjang jalan yang mereka lewati tak ada yang tahu dimana letaknya. Setelah mereka tiba di dalam Kota Longquan, mereka melihat bahwa banyak sekali terdapat usaha pembuatan golok dan pedang, akan tetapi setelah bertanya di setiap toko senjata, ternyata tak ada satu pandai besipun yang tahu dimana Lembah Pandai Pedang berada. Semua orang makin cemas, mereka bertanya apakah mereka pernah melihat dua orang biksuni tua, dan apakah mereka pernah mendengar ada pertempuran di sekitar tempat itu. Semua pandai besi menjawab bahwa mereka sama sekali tak mendengar ada pertempuran di tempat itu, sedangkan mengenai biksuni, mereka sering melihat mereka, di Biara Shuiyue di sebelah barat kota ada beberapa orang, tapi mereka belum begitu tua.
Mereka bertanya dimana letak Biara Shuiye, lalu segera mencongklang ke sana, namun setibanya mereka di tempat itu, mereka melihat bahwa gerbang biara tertutup rapat.
Zheng E mengetuk pintu, namun sampai lama tak ada orang yang menjawab. Ketika Yihe melihat bahwa Zheng E sudah lama mengetuk pintu, namun dari dalam biara samasekali tak ada suara, ia tak sabar lagi, maka ia langsung menghunus pedang dan melompati tembok untuk masuk ke dalamnya. Yiqing juga ikut melompat masuk. Yihe berkata, "Coba kau lihat, ini apa?" Ia menunjuk ke tanah. Di halaman itu terlihat tujuh atau delapan bilah ujung pedang yang berkilauan berserakan di tanah, jelas bahwa ujung pedang itu telah dipotong orang dengan senjata yang amat tajam. Yihe berseru, "Apakah di biara ini ada orang?" Ia mencari sampai ke belakang biara. Yiqing membuka palang gerbang sehingga Linghu Chong dan murid-murid lain dapat masuk. Ia memungut sebilah ujung pedang dan memberikannya kepada Linghu Chong seraya berkata, "Kakak Linghu, disini pernah ada pertempuran".
Linghu Chong menyambutnya dan melihat bahwa bagian yang terpotong nampak sangat licin, maka ia bertanya, "Apakah Paman Guru Dingxian dan Dingyi memakai pedang bermata dua?" Yiqing berkata, "Beliau berdua tidak pernah memakai pedang bermata dua. Paman guru ketua pernah berkata, bahwa setelah menguasai ilmu pedang, pedang kayu atau bambupun dapat digunakan untuk mengalahkan musuh. Beliau juga berkata bahwa pedang bermata dua agak terlalu tajam, kalau kelepasan tangan sedikit saja, akan dapat mencabut nyawa orang, atau membuat orang cacat......" Linghu Chong mengumam, "Jadi ujung pedang ini bukan dipotong oleh paman-paman guru itu". Yiqing mengangguk-angguk.
Terdengar Yihe berseru dari belakang biara, "Disini juga ada ujung pedang". Semua orang ikut masuk ke aula belakang, mereka melihat bahwa lantai dan mejadi aula itu penuh debu. Semua biara untuk biksuni di dunia ini, pasti selalu disapu dan dipel dengan sangat bersih, melihat dari tumpukan debu yang tebal, biara ini paling tidak sudah tak didiami orang selama beberapa hari. Linghu Chong juga pergi ke halaman belakang biara dan melihat beberapa batang pohon yang telah dipotong dengan senjata tajam, ketika ia memeriksa patahannya, ternyata pohon-pohon itu juga telah dipotong berhari- hari yang lalu. Gerbang belakang terbuka lebar, papan-papannya terlontar hingga beberapa zhang jauhnya, seakan telah didobrak orang hingga terbuka.
Di balik gerbang belakang, sebuah jalan setapak kecil menuju ke pegunungan disekitarnya, dan setelah sepuluh zhang lebih, jalan itu bercabang dua.
Yiqing berseru, "Kita semua berpencar untuk menyelidiki tempat ini, lihat apakah ada yang mencurigakan". Tak lama kemudian, terdengar Qin Juan berteriak dari cabang jalan sebelah kanan, "Disini ada sebuah panah rahasia!" Ada seseorang lagi yang berseru, "Pusut besi! Ada sebuah pusut besi". Tak lama kemudian, jalan kecil itu telah naik turun melewati beberapa bukit dipegunungan itu, semua orang segera berlari ke depan, di sepanjang jalan mereka sering melihat senjata rahasia dan patahan pedang, sedangkan di semak-semak masih terlihat bercak-bercak darah.
"Ah!", mendadak Yiqing menjerit, dari tengah semak-semak, ia memunggut sebilah pedang sambil berkata kepada Linghu Chong, "Ini senjata perguruan kami!"Linghu Chong berkata, "Biksuni Dingxian dan Dingjing berdua pasti telah bertempur dengan orang dan melewati tempat ini". Walaupun Linghu Chong telah sedikit memperhalus perkataannya, semua orang tahu bahwa tentunya sang ketua dan Biksuni Dingyi tak mampu melawan musuh dan lalu melarikan diri lewat jalan itu,. Terlihat bahwa di sepanjang jalan penuh berserakan senjata rahasia dan senjata tajam, mereka menduga bahwa pertempuran itu tentunya amat sengit, namun setelah lewat beberapa hari, entah mereka masih dapat menyelamatkan mereka atau tidak. Semua orang merasa amat cemas dan berlari lebih cepat.
Makin lama jalan itu makin sulit dilalui, melingkar-lingkar dan mendaki sampai kebelakang gunung, setelah berjalan beberapa li, hanya nampak batu-batu yang berserakan dan tak ada jalan yang bisa dilalui lagi. Para murid Perguruan Hengshan yang ilmu silatnya relatif rendah seperti Yilin, Qin Juan dan yang lainnya sudah tertinggal jauh di belakang.
Setelah berjalan beberapa saat lagi, jalanan itu makin tak berbentuk, dan juga tak terlihat senjata yang dapat menunjukkan ke arah mana mereka harus menuju.
Ketika mereka sedang kebingungan, mendadak dari belakang gunung sebelah kiri nampak asap tebal membumbung di angkasa. Linghu Chong berkata, "Ayo cepat pergi kesana untuk melihat". Ia berlari dengan cepat ke tempat itu. Terlihat asap tebal itu membumbung makin tinggi, setelah memutar sampai di balik gunung itu, di depan mata nampak sebuah lembah besar, di tengah lembah itu api berkobar-kobar ke angkasa, suara kayu terbakar bergemeretakan. Linghu Chong bersembunyi di balik sebuah batu, lalu berpaling ke belakang sambil melambaikan tangannya, memberi isyarat pada Yihe sekalian supaya tak bersuara.
Tepat pada saat itu, terdengar suara seorang lelaki tua berseru, "Dingxian, Dingyi, hari kami akan mengantarmu ke Nirwana Barat untuk mendapatkan pahala, tak perlu banyak berterima kasih pada kami". Linghu Chong merasa girang,"Kedua biksuni itu belum tewas, untung saja belum terlambat". Suara seorang lelaki lain berseru, "Ketua Dongfang minta agar kalian menyerah, kalau kalian terus membandel, sejak saat ini di dunia persilatan tak akan ada Perguruan Hengshan lagi". Orang yang sebelumnya berseru lagi, "Kalian jangan menyalahkan Agama Mentari Rembulan kami karena bertindak kejam, akan tetapi kalian harus menyalahkan kebandelan kalian sendiri yang telah mengakibatkan banyak murid belia menghantarkan nyawa dengan sia-sia, sungguh amat disayangkan. Hahaha, hahaha!"
Api dilembah itu nampak berkobar makin tinggi, jelas bahwa Biksuni Dingxian dan Dingyi berdua terkepung di tengah kobaran api itu. Linghu Chong mengangkat pedangnya, menarik napas panjang, lalu berseru keras-keras, "Penjahat Sekte Iblis yang kurang ajar, berani-beraninya membuat susah para biksuni Perguruan Hengshan, jago-jago Perguruan Pedang Lima Puncak telah datang dari empat penjuru untuk menolong mereka, kenapa kalian para penjahat ini belum menyerah juga?" Sembari berteriak, ia menerjang masuk ke dalam lembah itu.
Begitu sampai di dasar lembah itu, kayu bakar berserakan menghalangi jalan, ranting dan rumput kering menumpuk setinggi dua atau tiga zhang, tanpa berpikir panjang, Linghu Chong langsung melompat ketengah kobaran api. Untung saja kayu bakar di tengah lingkaran api itu belum banyak yang terbakar, setelah berlari ke depan beberapa langkah, ia melihat dua buah tungku, namun ia tak melihat seorangpun, maka ia berseru, "Biksuni Dingxian dan Dingjing, bala bantuan Perguruan Hengshan telah tiba!"
Saat itu Yihe, Yiqing, Yu Sao dan murid-murid lain berteriak keras-keras di luar lingkaran api itu, "Guru, paman guru, murid-murid sudah datang".Menyusul suara musuh membentak, "Bunuh mereka semua!" "Mereka semua biksuni Perguruan Hengshan!" "Mereka cuma berpura-pura, mana ada jago-jago Perguruan Pedang Lima Puncak segala." Menyusul senjata mereka beradu, para murid Hengshan bertempur dengan musuh.
Terlihat seseorang yang sosoknya tinggi besar keluar dari mulut tungku batu, sekujur tubuhnya berlumuran darah, dialah Biksuni Dingyi, tangannya mengenggam sebilah pedang dan ia berdiri di mulut tungku itu. Walaupun pakaiannya telah robek-robek dan wajahnya berlumuran darah, namun dari caranya berdiri, ia masih nampak gagah, sama sekali tak kehilangan wibawa seorang jago kelas satu.
Begitu melihat Linghu Chong, ia tertegun, katanya, "Kau.....kau adalah......" Linghu Chong berkata, "Murid adalah Linghu Chong". Biksuni Dingyi berkata, "Aku sudah tahu kau Linghu Chong!" Di luar Wisma Kumala di Kota Heng Shan, ia sudah pernah melihat wajah Linghu Chong dari balik jendela. Linghu Chong berkata, "Murid akan membuka jalan, biksuni berdua silahkan menerjang keluar sambil berkelahi". Ia membungkuk dan memunggut sebatang ranting panjang, lalu mengobrak-abrik tumpukan kayu bakar. Biksuni Dingyi berkata, "Kau sudah masuk Sekte Iblis......"
Tepat pada saat itu, terdengar seseorang berseru, "Siapa yang bikin onar disini!" Sinar golok berkilauan, sebilah golok baja membacok di tengah cahaya api. Linghu Chong melihat bahwa api berkobar makin besar, keadaan makin genting, namun Biksuni Dingyi amat curiga padanya dan ternyata tak mau mengikutinya menerjang keluar. Dalam keadaan seperti ini, ia terpaksa bertindak cepat dan melanggar pantangan membunuh, barulah ia dapat menyelamatkan semua orang dari bahaya, maka ia segera mundur dua langkah. Setelah bacokan pertamanya tak mengenai musuh, bacokan kedua telah tiba pula. Pedang Linghu Chong menebas dan memotong putus lengan lawan dan goloknya. Dari luar terdengar jeritan pilu melengking seorang wanita, agaknya seorang murid Perguruan Hengshan telah dicelakai musuh.
Linghu Chong terkejut, ia cepat-cepat melompat keluar dari lingkaran api, namun ia melihat bahwa di lereng sebelah timur ada satu regu, sedangkan di lereng sebelah barat ada satu gerombolan lagi, beberapa ratus orang telah bertarung dengan sengit. Para murid Hengshan membentuk regu yang masing-masing terdiri dari tujuh orang dan bertarung melawan musuh, namun banyak juga yang tetap sendirian karena tak sempat membentuk barisan pedang dan langsung bertempur dengan musuh. Walaupun mereka yang sempat membentuk barisan pedang belum mampu mengalahkan lawan, untuk saat itu mereka tidak kerepotan, namun semua orang menghadapi bahaya besar, dan sudah ada dua jasad murid yang tergeletak di tanah.
Pandangan mata Linghu Chong menyapu medan pertempuran, ia melihat Yilin dan Qin Juan dengan beradu punggung sedang bertarung melawan tiga lelaki. Ia menghimpun qi dan menerjang ke depan, namun tiba-tiba ia melihat sinar hijau berkelebat, sebuah pedang menikam ke arahnya. Linghu Chong mengangkat pedangnya dan menusuk tenggorokan orang itu, orang itupun langsung tewas. Setelah beberapa kali melompat, Linghu Chong sampai dihadapan Yilin, ia menusuk punggung seorang lelaki, sedangkan satu tusukan lagi menembus iga seorang lelaki lain. Lelaki ketiga mengangkat ruyung bajanya dan hendak menghantamkannya ke ubun-ubun Qin Juan, namun pedang Linghu Chong menyungkit ke atas dan menebas putus lengan dan bahunya.
Wajah Yilin pucat pasi, seulas senyum lamat-lamat terkembang di wajahnya, katanya, "Amituofo, Kakak Linghu".
Linghu Chong memandang ke sekitarnya dan melihat Yu Sao sedang diserang oleh dua orang lawan tangguh, ia melompat mendekati mereka, "Sret, sret!", satu tusukan mengenai perut musuh, sedangkan yang satu lagi menebas putus pergelangan tangan lawan, dari kedua jago musuh yang seorang tewas dan yang seorang lagi terluka; ia berbalik, pedangnya berkelebat dimana-mana, tiga lelaki yang sedang bertarung dengan sengit melawan Yihe dan Yiqing menjerit pilu dan terjatuh ke tanah tanpa bisa bangkit lagi.
Terdengar suara seorang tua berkata, "Keroyok dia, bunuh dulu orang ini!" Tiga sosok kelabu mengiyakan dan menerjang, tiga pedang serentak menyerang, masing-masing menuju ke tenggorokan, dada dan perut Linghu Chong. Serangan tiga pedang secara serentak ini sangat aneh, gerakannya sebat dan ganas, benar-benari lmu pedang seorang jago kelas satu. Linghu Chong terkejut, pikirnya, "Ini ilmu pedang Perguruan Songshan! Apa mereka memang orang Perguruan Songshan?"
Ketika ia sedang berpikir, ujung pedang ketiga pedang musuh telah mendekati ketiga titik vitalnya, Linghu Chong mengunakan 'Jurus Pemecah Pedang' dari Sembilan Pedang Dugu, pedangnya berputar dan mematahkan serangan ketiga pedang musuh, ia belum mengunakan seluruh kemampuannya, namun ia telah berhasil memaksa musuh mundur dua langkah. Di depan sebelah kiri nampak seorang lelaki bertubuh buntak yang berumur empat puluhan tahun, dagunya ditumbuhi janggut pendek. Diantara mereka ada seorang tua bertubuh kurus kering, kulitnya gelap dan matanya bersinar-sinar. Linghu Chong tak sempat melihat orang yang ketiga, ia mengegos dan melompat, lalu membalikkan tangannya, "Sret, sret!", tikamannya mengenai dua lelaki yang sedang mengerubuti Zheng E. Ketiga orang ituberseru-seru dan mengejarnya. Linghu Chong telah mengambil keputusan, "Ilmu pedang ketiga orang ini amat tinggi, untuk sementara ini aku tak akan dapat mengalahkan mereka. Kalau aku terlalu lama bertarung dengan mereka, murid-murid Hengshan tentunya banyak yang akan terluka". Ia mengerahkan tenaga dalamnya, tanpa berhenti berlari, ia menikam dan menebas kesana kemari, pedangnya berkelebat dimana-mana, selalu ada musuh yang terluka dan terjatuh ke tanah, atau tertikam dan tewas seketika.
Ketiga jago itu mengejarnya sambil membentak, namun mereka selalu ketinggalan beberapa zhang di belakangnya dan tak bisa menyusulnya. Sepeminuman teh kemudian, sudah lebih dari tiga puluh orang musuh terluka atau tewas di bawah pedang Linghu Chong, mereka benar-benar kalah telak, tak ada seorangpun yang mampu menangkis serangannya. Setelah pihak musuh mendadak kehilangan tiga puluh orang lebih, keadaan mereka langsung memburuk. Setiap kali Linghu Chong membunuh atau melukai beberapa orang musuh, ia membebaskan beberapa murid Hengshan dari serangan musuh, sehingga mereka dapat membantu kawan-kawan mereka. Kalau sebelumnya mereka harus berjuang melawan musuh yang jumlahnya jauh lebih banyak, perlahan-lahan keadaan berbalik, dan makin lama mereka makin berada di atas angin.
LinghuChong berpikir bahwa dalam pertempuran hari ini mereka mempertaruhkan nyawa, oleh karena itu mereka sama sekali tak dapat berbelas kasihan, kalau mereka takdapat memukul mundur musuh dalam waktu yang singkat, api akan berkobar makin besar, dan Biksuni Dingxian serta orang-orang lain yang terkurung dalam tungku batu tak akan dapat meloloskan diri. Ia berlari bagai terbang, mendadak menerjang lurus ke depan, mendadak berlari ke samping, jejak kakinya nampak dimana-mana. Musuh yang berada sekitar satu zhang darinya tak dapat meloloskan diri, tak lama kemudian, lebih dari dua puluhorang telah terjatuh ke tanah.
Dingyi berdiri di atas atap tungku, ia melihat bagaimana Linghu Chong berkelebat bagai bayangan melukai dan membunuh musuh, ilmu pedangnya aneh, sesuatu yang belum pernah dilihatnya seumur hidupnya, hatinya amat girang, ia begitu tercengang sehingga tak kuasa berbicara.
Musuh yang tersisa masih berjumlah empat atau lima puluh orang, mereka melihat Linghu Chong beraksi bagai setan, tak ada orang yang mampu menangkis serangannya, sekonyong-konyong terrdengar sebuah seruan, lebih dari dua puluh orang musuh melarikan diri ke dalam hutan. Setelah Linghu Chong membunuh puluhan orang,orang-orang yang tersisa tak ingin bertempur lagi dan segera menghilang tanpa bekas. Hanya tinggal ketiga jago yang masih mengejarnya, akan tetapi jaraknya makin lama makin jauh, jelas bahwa mereka juga merasa jeri.
Linghu Chong berhenti dan berbalik, lalu berseru, "Kalian dari Perguruan Songshan, benar tidak?"
Ketiga orang itu cepat-cepat melompat ke belakang, orang yang perawakannya tinggi besar berseru, "Siapa tuan?"
Linghu Chong tak menjawab, ia berseru kepada Yu Sao dan yang lainnya, "Cepat buka jalan untuk menolong mereka dari api!" Para murid memotong ranting-ranting pohon, lalu memadamkan kayu bakar yang masih membara. Yihe dan beberapa murid lainnya telah melompat ke dalam lingkaran api, kayu dan rumput kering telah terbakar dan tak dapat dipadamkan, tapi setelah belasan orang bekerja sama memadamkannya, di tengah lingkaran api telah terbuka sebuah jalan keluar. Yihe dan yang lainnya memapah beberapa orang biksuni yang telah hampir mati karena sesak napas keluar dari tungku.
Linghu Chong berkata, "Bagaimana keadaan Biksuni Dingxian?" Terdengar suara seorang perempuan tua berkata, "Terima kasih atas perhatianmu!" Seorang biksuni tua bertubuh sedang keluar dari lingkaran api. Pakaian biru mudanya sudah bersih dari bercak darah, juga tak berdebu, tangannya tak membawa senjata, hanya tangan kirinya yang membawa tasbih, wajahnya ramah dan pembawaannya tenang. Linghu Chong merasa amat heran, pikirnya, "Biksuni Dingxian ini ternyata begitu kalem, ia berada dalam kesusahan, namun ia sama sekali tak kehilangan kendali akan dirinya sendiri, ia sungguh-sungguh pantas menyandang nama besarnya". Ia segera menyoja memberi hormat, lalu berkata,"Linghu Chong menyampaikan salam hormat kepada biksuni". Biksuni Dingxian menangkupkan tangannya untuk balas menghormat, lalu berkata, "Ada yang hendak membokong, hati-hati".
Linghu Chong menjawab, "Baik!" Ia mengegos sambil melirik lawan, tangannya berbalik dan mengayunkan pedang untuk menangkis serangan lelaki bertubuh buntak itu, lalu berkata, "Murid terlambat datang menolong, mohon biksuni sudi memaafkannya". "Trang, trang!", ia telah dua kali menangkis serangan lawan yang datang dari samping.
Saat itu belasan orang biksuni telah keluar dari lingkaran api, dan juga ada beberapa mayat yang digendong oleh para murid. Biksuni Dingyi melangkah keluar dengan langkah-langkah besar, lalu memaki keras-keras, "Penjahat yang tak tahu malu, manusia berhati serigala....." Ujung jubahnya terjilat api yang mulai menjalar ke atas, namun ia tak memperdulikannya. Yu Sao memadamkan api itu. Linghu Chong berkata, "Biksuni berdua baik-baik saja, sungguh mengembirakan".
Dari belakang tubuhnya terdengar suara kesiuran angin, tiga bilah pedang serentak menebas ke arahnya, namun saat ini Linghu Chong tak hanya mempunyai ilmu pedang yang hebat, namun kekuatan tenaga dalamnya juga sudah jarang tandingannya didunia ini, di tengah kobaran api dan asap tebal, seketika itu juga ia telah tahu asal serangan musuh, pedangnya mengayun dan menusuk pergelangan tangan musuh dengan terbalik. Ilmu silat ketiga orang itu tinggi, mereka segera menghindar, namun punggung tangan orang yang tinggi besar itu sudah terlanjur tergores, darah segarpun bercucuran.
Linghu Chong berkata, "Biksuni berdua, Perguruan Songshan adalah pemimpin Perguruan Pedang Lima Puncak, mereka dan Perguruan Hengshan adalah cabang dari pohon yang sama, bagaimana mereka bisa tiba-tiba membokong seperti ini, hal inibenar-benar sukar dipahami".
Biksuni Dingyi bertanya, "Dimana kakak? Kenapa dia tak ikut datang?" Qin Juan berkata sambil tersedu, "Guru......guru dikepung orang jahat, setelah melawan dengan sekuat tenaga, guru......guru meninggal dunia". Biksuni Dingyi berduka sekaligus murka, ia memaki, "Keparat!" Ia melangkah ke depan dengan langkah-langkah lebar, namun ketika baru berjalan beberapa langkah, tubuhnya bergoyang-goyang dan iapun jatuh terduduk, darah segar menyembur dari mulutnya.
Ketiga jago Perguruan Songshan itu berganti jurus dengan susul menyusul, namun Linghu Chong sama sekali tak menghiraukan mereka, ia terlihat bercakap-cakap dengan Biksuni Dingyi dan Dingxian, tapi matanya sedikit melirik ke arah musuh. Ia memutar tangannya yang mengenggam pedang, kelihaian jurusnya sulit diukur,kalau ia bertarung dengan berhadapan muka, ia makin tak terkalahkan lagi. Ketiga orang itu diam-diam mengeluh dan hendak melarikan diri.
Linghu Chong berbalik, suara berdesir terdengar ketika ia melancarkan beberapa serangan yang sebat, setiap kali menyerang musuh yang berada di sebelah kiri, ia menyerang sisi kirinya, sedangkan setiap kali menyerang musuh yang berada disebelah kanan, ia menyerang sisi kanannya, sehingga ia memaksa musuh untukmakin lama makin merapat ke tengah. Gerakan pedangnya melingkari mereka bertiga, lalu ia menyerang lima belas kali dengan susul menyusul, ketiga orang itu menangkis kelima belas serangan itu, namun mereka sama sekali tak dapat membalas menyerang satu kalipun. Semua jurus yang dipakai ketiganya adalah jurus-jurus ilmu pedang andalan Perguruan Songshan, akan tetapi di bawah serangan Sembilan Pedang Dugu, mereka tak kuasa menyerang balik sedikitpun. Linghu Chong bermaksud untuk memaksa mereka mengeluarkan ilmu pedang perguruan mereka, supaya setelah itu mereka tak dapat menyangkal lagi. Keringat terlihat bercucuran di wajah ketiga orang itu, ekspresi mereka buas dan mengerikan, namun ilmu pedang mereka sama sekali tidak kacau, jelas bahwa ini adalah hasil berlatih puluhan tahun, benar-benar sesuatu yang luar biasa.
Biksuni Dingxian berkata, "Amituofo, shanzai, shanzai! Saudara Zhao, Saudara Zhang, Saudara Sima, Perguruan Hengshan kami dan perguruan kalian yang mulia tak punya permusuhan, kenapa kalian bertiga begitu keras memaksa kami, sampai hendak membakar kami menjadi arang? Apa kalian telah menerima tugas dari Ketua Zuo? Biksuni tua ini tak paham, mohon kalian menjelaskannya".
Ketiga jago Perguruan Songshan itu memang bermarga Zhao, Zhang dan Sima. Mereka bertiga amat jarang muncul di dunia persilatan, mereka mengira bahwa keberadaan mereka tak diketahui orang, namun setelah dipaksa bertarung dengan kalang kabut oleh Linghu Chong, dan tiba-tiba mendengar Biksuni Dingxian menyebut marga mereka, mereka semua terkejut. "Trang, trang!", dua pergelangan tangan tertusuk pedang, pedang merekapun terjatuh ke tanah. Ujung pedang Linghu Chong menuding ke tenggorokan orang tua berperawakan pendek kecil yang bermarga Zhao itu, ia berkata, "Buang pedangmu!" Orang tua itu menghela napas panjang, lalu berkata, "Ternyata di dunia ini ada ilmu silat seperti ini, ilmu pedang semacam ini! Si Zhao ini telah tumbang di bawah pedang tuan, hal ini memang sudah sepantasnya". Tangannya bergetar, ia mengerahkan tenaga dalamnya dan pedang yang ada di gengamannyapun patah menjadi tujuh atau delapan potong, lalu jatuh ke tanah.
Linghu Chong mundur beberapa langkah, Yihe dan enam orang lainnya menghunus pedang dan mengepung ketiga orang itu.
Biksuni Dingxian perlahan-lahan berkata, "Perguruanmu yang mulia hendak melebur kelima perguruan menjadi satu, sehingga menjadi Perguruan Lima Puncak. Perguruan Hengshan biksuni tua ini sudah diwariskan selama beberapa ratustahun, aku tak dapat membiarkannya musnah di tanganku, maka aku menolak rencana perguruanmu. Masalah ini seharusnya dapat dibicarakan secara lebih mendalam, kenapa kalian menyaru sebagai Sekte Iblis dan bertindak dengan kejam, hendak membinasakan semua orang di Perguruan Hengshan kami? Tindakan seperti ini bukankah agak keterlaluan?"
BiksuniDingyi berkata dengan geram, "Untuk apa kakak banyak bicara dengan mereka? Bunuh saja semuanya untuk menghindarkan masalah di kemudian hari. Ah.......ah........" Setelah mengucapkan perkataan itu beberapa kali, ia lagi-lagi memuntahkan banyak darah.
Orang berperawakan tinggi besar yang bermarga Sima itu berkata, "Kami hanya menjalankan perintah, akan tetapi kami sama sekali tak mengerti seluk beluk masalah ini......" Orang tua bermarga Zhao itu berkata dengan gusar,"Kalau mau bunuh, bunuh saja, kalau mau potong, potong saja, buat apa banyak bicara?" Ketika orang bermarga Sima itu mendengar bentakannya, ia tak berani berbicara lagi, wajahnya nampak malu.
Biksun iDingxian berkata, "Tiga puluh tahun yang lalu kalian bertiga malang melintang di Hebei, lalu menghilang. Biksuni tua ini mengira kalian sudah bertobat dan memperbaiki tingkah laku kalian, tapi ternyata kalian diam-diam masuk ke Perguruan Songshan, dan ikut berkomplot dengan mereka. Ai, Ketua Zuo adalah seorang yang mulia, tapi menerima banyak tokoh aliran sesat.......tokoh aneh dari dunia persilatan dan mencelakai orang-orang sekaumnya, melindungi kejahatan......ai, benar-benar sulit dipahami". Walaupun sedang menghadapi kejadian yang luar biasa seperti ini, ia masih tak mau berkata kasar, dan setelah merasa bahwa ia telah terlalu banyak bicara, ia segera berdiam diri. Ia menghela napas panjang, lalu bertanya, "Apa kakakku Biksuni Dingjing juga binasa di tangan perguruan kalian yang mulia?"
Orang bermarga Sima yang sebelumnya nampak ketakutan itu hendak mempertahankan mukanya, dengan lantang ia berkata, "Benar, Adik Zhong......""Hei", ujar orang tua bermarga Zhao itu sambil memandangnya dengan geram. Orang bermarga Sima itu tahu ia telah kelepasan bicara, namun ia masih berkata, "Karena keadaan sudah begini, untuk apa sembunyi-sembunyi lagi? Ketua Zuo memerintahkan kami untuk membagi diri menjadi dua kekuatan, lalu masing-masing melakukan operasi di Zhe dan Min".
Biksuni Dingxian berkata, "Amituofo, amituofo. Ketua Zuo sudah menjadi ketua perserikatan, kedudukannya sudah amat terhormat, untuk apa ia ingin melebur kelima perguruan supaya diketuai oleh satu orang? Bertindak dengan begitu kejam dan mencelakai kawan-kawan yang sejalan, apa tidak ditertawakan para orang gagah di kolong langit ini?" Biksuni Dingyi berkata dengan tegas, "Kakak, pengkhianat itu sangat ambisius, serakah tak kenal batas, kau......" Biksuni Dingxian melambai-lambaikan tangannya dan berkata kepada ketiga orang itu, "Jaring langit amat luas, tak akan ada yang bisa lolos dari penghakimannya. Orang yang banyak melakukan kejahatan akan menerima ganjarannya. Kalian pergilah! Mohonberitahukan pada Ketua Zuo bahwa sejak saat ini Perguruan Hengshan tak akan menaati perintah Ketua Zuo lagi. Walaupun perguruan kami terdiri atas kaum wanita yang lemah, kami tak akan tunduk di bawah ancaman kekerasan. Mengenai maksud Ketua Zuo untuk melebur perguruan, maaf, Perguruan Hengshan kami tak akan menerimanya".
Yihe berseru, "Paman guru ketua, mereka......mereka amat kejam......"Biksuni Dingxian berseru, "Bubarkan barisan pedang!" Yihe menjawab,"Baik!" Dengan serentak, ketujuh orang itu menarik pedang mereka dan mundur.
Ketiga jago Perguruan Songshan itu sama sekali tak menyangka bahwa mereka akan dapat bebas dengan begitu mudah, mau tak mau mereka merasa berterima kasih dan menyoja memberi hormat kepada Biksuni Dingxian, lalu berbalik dan lari meninggalkan tempat itu. Setelah orang tua bermarga Zhao itu lari beberapa zhang jauhnya, ia berbalik dan berkata dengan lantang, "Mohon tanya nama dan marga pendekar muda yang ilmu pedangnya amat sakti ini. Hari ini aku telah tumbang di tanganmu, aku tak bermaksud membalas dendam, tapi aku ingin tahu aku telah tumbang di bawah pedang orang gagah yang mana".
Linghu Chong tersenyum-senyum tapi tak menjawab. Yihe berkata dengan lantang, "Ini adalah Pendekar Muda Linghu, Linghu Chong, dahulu ia anggota Perguruan Huashan, tapi sekarang tak menjadi anggota perguruan apapun, ia menegakkan keadilan di dunia persilatan, sahabat Perguruan Hengshan kami!"
Orang tua itu berkata, "Ilmu pedang Pendekar Muda Linghu amat hebat, aku sangat kagum!" Ia menghela napas panjang, lalu berpaling dan melangkah pergi.
* * *
Saat ini api berkobar makin hebat, anggota Perguruan Songshan yang tewas atau terluka bergelimpangan di atas tanah. Belasan orang yang lukanya relatif ringan perlahan-lahan merayap pergi, sedangkan yang terluka berat berkubang di tengah genangan darah, nampaknya api akan membakar mereka, namun mereka tak berdaya menghindarinya, maka terdengarlah beberapa teriakan minta tolong.
Biksuni Dingxian berkata, "Peristiwa ini tak ada hubungannya dengan mereka, mereka semua hanya mengikuti keputusan Ketua Zuo yang salah. Yu Sao, Yiqing, tolong mereka". Semua orang tahu bahwa sang ketua selalu bersikap welas asih, mereka tak berani membantah, maka mereka lalu memeriksa orang-orang Songshan yang tewas atau terluka, kalau ada yang masih bernapas, mereka segera memapah orang itu ke samping dan mengambil obat untuk mengobatinya.
Biksu Dingxian mengangkat kepalanya dan memandang ke selatan, air matanya bercucuran, ia berseru, "Kakak!" Tubuhnya bergoyang-goyang dua kali dan iapun terjatuh ke tanah.
Semua orang terkejut, mereka cepat-cepat menyokongnya, darah nampak menyembur dengan deras dari mulutnya, selain itu Biksuni Dingyi juga terluka parah. Semua murid amat cemas dan takut, mereka tak tahu harus berbuat apa, mereka serentak memandang ke arah Linghu Chong, hendak mendengar perintahnya.
Linghu Chong berkata, "Cepat beri obat kepada kedua biksuni sekalian. Balutlah luka untuk menghentikan darah mengalir. Tempat ini hawanya masih sangat panas, kita menyingkir dahulu untuk beristirahat. Mohon adik-adik dan kakak-kakak mencari buah-buahan liar atau makanan lain". Semua orang mematuhi perintahnya dan masing-masing sibuk bekerja. Zheng E dan Qin Yuan mengisi teko dengan air dari kali dan membantu meminumkan obat pada Biksuni Dingxian, Dingyi dan orang-orang lain yang terluka.
Dalam pertempuran di Longquan itu, tiga puluh tujuh murid Perguruan Hengshan tewas, semua murid mengenang Biksuni Dingjing dan saudari-saudari seperguruan mereka yang tewas dan merasa amat berduka, mendadak seseorang menangis keras-keras, lalu semua orang yang lain juga ikut menangis, dalam sekejap lembah itu dipenuhi suara tangis pilu.
Biksuni Dingyi berkata dengan tegas, "Yang sudah mati sudah tiada, untuk apa begitu bersedih? Kalian sudah sering membaca kitab-kitab suci Buddha, tentunya kalian sadar apa makna perkataan 'hidup dan mati' itu, kenapa kita begitu segan meninggalkan kantung kulit yang bau ini?" Semua murid tahu wataknya yang bagai api membara, mereka tak ada yang berani membantah perkataannya, maka mereka segera berhenti menangis, namun beberapa orang masih tersedu sedan tanpa henti. Biksuni Dingyi berkata lagi," Sebenarnya bagaimana kakak menemui ajalnya? Zheng E, kau bicaralah dengan lebih jelas, laporkan kepada ketua supaya beliau memahaminya".
Zheng E menjawab, "Baik". Ia bangkit dan menceritakan tentang bagaimana mereka berhasil mengalahkan Sekte Iblis di Pegunungan Xianxia dengan bantuan Linghu Chong, tentang bagaimana mereka dibius dan ditawan oleh musuh di Nianbapu, tentang bagaimana Biksuni Dingjing dipaksa oleh Zhong Zhen dari Perguruan Songshan, juga tentang bagaimana mereka dikepung oleh orang-orang berkedok yang untungnya segera diusir oleh Linghu Chong, serta tentang bagaimana Biksuni Dingjing terluka parah dan akhirnya meninggal dunia, semua kejadian itu diceritakannya satu persatu.
Biksuni Dingyi berkata, "Ternyata begitu. Para penjahat Perguruan Songshan itu menyaru menjadi orang Sekte Iblis. Hah, rencana mereka sungguh keji. Kalaukalian ditawan oleh Perguruan Songshan, Kakak Dingjing akan sulit menolak kemauan mereka". Ketika berbicara sampai disini, tenaganya telah habis, suaranya makin lama makin lemah, setelah bernapas dengan terengah-engah untuk beberapa saat, ia kembali berkata, "Ketika kakak dikepung di Pegunungan Xianxia, ia sudah tahu bahwa musuh tak mudah dilawan, maka ia mengirim surat lewat merpati pos, minta supaya kami datang membantunya, ternyata......ternyata......hal ini juga sudah diperhitungkan oleh musuh".
Murid kedua Biksuni Dingxian, Yiwen, berkata, "Paman guru, silahkan beristirahat dulu, aku akan menceritakan tentang pengalaman kita bertemu musuh". Biksuni Dingyi berkata dengan gusar, "Pengalaman apa? Sejak menyerbu Biara Shuiye di malam hari itu, musuh terus menerus menempur kita tanpa henti sampai hari ini". Yiwen berkata, "Baik". Namun ia masih bercerita dengan singkat tentang pengalaman mereka dalam menghadapi musuh.
Ternyata pada malam ketika Perguruan Songshan mengadakan operasi penyerbuan besar-besaran, mereka juga memakai kedok dan menyaru sebagai orang Sekte Iblis. Karena diserang secara mendadak, Perguruan Hengshan hampir saja musnah, untung saja Biara Shuiyue mempunyai hubungan dengan dunia persilatan dan di dalam biara tersembunyi lima bilah pedang pusaka buatan Longquan, pada saat yang genting, kepala biara yaitu Biksuni Qingxiao membagikan pedang-pedang pusaka itu kepada Biksuni Dingxian, Dingyi dan yang lainnya untuk melawan musuh. Pedang pusaka Longquan dapat menebas kutung besi seakan memotong lumpur saja, dan telah mematahkan tak sedikit senjata lawan dan melukai banyak musuh. Sembari bertempur mereka mundur sehingga sampai di lembah ini, namun Biksuni Qingxiao gugur karena membela mereka. Lembah ini dahulu menghasilkan besi bermutu tinggi dan beberapa ratus tahun sebelumnya merupakan tempat penempaan besi, lalu setelah besi habis ditambang, tempat penempaan pedangpun berpindah ke tempat lain dan hanya menyisakan beberapa tungku batu untuk melebur besi. Berkat tungku-tungku batu itu, Perguruan Hengshan dapat bertahan berhari-hari lamanya dan terhindar dari bencana. Setelah lama mengepung mereka, orang-orang Perguruan Songshan menumpuk kayu bakar dan menjebak mereka secara keji dengan api, jikalau Linghu Chong dan yang lainnya terlambat datang setengah hari saja, keadaan mereka sudah akan sangat runyam.
Biksuni Dingyi tak sabar menunggu Yiwen selesai menceritakan kejadian tersebut,sepasang matanya menatap Linghu Chong dengan tajam, lalu ia sekonyong-konyongberkata, "Kau......kau sangat baik. Kenapa gurumu mengeluarkanmu dariperguruan? Katanya kau berkomplot dengan Sekte Iblis?" Linghu Chong berkata, "Murid tak hati-hati dalam berteman, aku memang mengenal beberapa tokoh Sekte Iblis". Biksuni Dingyi mendengus, "Tapi Perguruan Songshan yang berhati serigala ini tak pantas dibandingkan dengan Sekte Iblis. Hah, orang-orang aliran lurus memangnya lebih baik dari pengikut Sekte Iblis?"
Yihe berkata, "Kakak Linghu, aku tak berani mengatakan apakah gurumu benar atau salah. Tapi dia......dia jelas-jelas tahu bahwa perguruan kami sedang dalam kesulitan, tapi dia hanya berpangku tangan saja. Jangan-jangan......jangan-jangan......mungkin ia sudah menyetujui peleburan perguruan seperti yang dikehendaki Perguruan Songshan itu".
Hati Linghu Chong terkesiap, ia merasa bahwa perkataan ini bukannya mustahil, namun sejak kecil ia telah memuja sang guru sehingga ia sama sekali tak berani mempunyai pikiran buruk terhadap gurunya yang berbudi, katanya, "Guruku yang berbudi bukannya berpangku tangan, kemungkinan besar beliau sedang mempunyai urusan penting lain......ini......"
Biksuni Dingxian yang sedang bersemedi menghimpun tenaga, saat ini perlahan-lahan membuka matanya dan berkata, "Ketika perguruan kami beberapa kali berada dalam kesulitan besar, kami selalu ditolong oleh Pendekar Muda Linghu, budi yang begitu besar ini......" Linghu Chong cepat-cepat berkata, "Murid hanya sedikit membantu saja, perkataan paman guru tak berani murid terima". Biksuni Dingxian mengeleng-geleng seraya berkata, "Kenapa pendekar muda terlalu rendah hati? Saudara Yue tak punya waktu untuk turun tangan sendiri, maka ia memerintahkan murid tertuanya untuk datang membantu kami, begitu juga sama saja. Yihe, kau tak boleh bicara sembarangan dan bersikap tak hormat pada orang tua". Yihe menyoja sembari berkata, "Baik, murid tak berani melakukannya lagi. Tapi......tapi Kakak Linghu sudah dikeluarkan dari Perguruan Huashan, Paman Guru Yue sudah tak menginginkannya lagi. Ia bukan diutus oleh Paman Guru Yue". Biksuni Dingxian tersenyum dan berkata, "Kau masih tak yakin dan ingin berdebat saja".
Yihe mendadak menghela napas dan berkata, "Kalau saja Kakak Linghu seorang wanita tentunya semuanya akan baik". Biksuni Dingxian bertanya, "Kenapa?" Yihe berkata, "Ia sudah dikeluarkan dari Perguruan Huashan dan tak bisa kembali lagi, andaikan ia seorang wanita, ia bisa masuk perguruan kita. Ia sudah bahu membahu bersama kita menghadapi berbagai kesukaran, sudah seperti orang kita sendiri......" Biksuni Dingyi membentak, "Omong kosong, semakin tua usiamu bicaramu malah makin seperti bocah cilik". Biksuni Dingxian tersenyum kecil dan berkata, "Saudara Yue hanya salah paham saja, kelak kalau ia sudah mengerti duduk perkaranya, ia akan dapat menerima kembali Pendekar Muda Linghu. Rencana jahat Perguruan Songshan tak mungkin hanya berhenti sampai disini saja, bukankah Perguruan Huashan juga akan mengandalkan Pendekar Muda Linghu? Kalaupun ia tak kembali ke Perguruan Huashan, dengan ilmu silatnya yang seperti ini, mendirikan perguruan sendiri bukanlah hal yang sukar".
Zheng E berkata, "Perkataan paman guru ketua sangat tepat. Kakak Linghu, orang-orang Perguruan Huashan bersikap begitu keras padamu, kenapa kau takmendirikan sebuah perguruan.......'Perguruan Linghu' saja supaya mereka dapat melihatnya. Hah, kalau tak dapat kembali ke Perguruan Huashan memangnya kenapa?" Senyum getir muncul di wajah Linghu Chong, ia berkata,"Murid mana berani menerima pujian paman guru. Aku berharap agar dikemudian hari guru sudi mempertimbangkan kembali kesalahanku dan mengizinkanku kembali masuk perguruan, murid tak punya keinginan lain". Qin Juan berkata, "Kau tak punya keinginan lain? Bagaimana dengan adik kecilmu?"
Linghu Chong menggeleng dan mengubah pokok pembicaraan, katanya, "Jasad kakak-kakak yang gugur dalam pertempuran, apakah akan kita kuburkan atau kita perabukan, lalu dibawa pulang ke Hengshan?"
Biksuni Dingxian berkata, "Akan kita perabukan semua!" Walaupun ia amat mengerti keadaan dunia, namun melihat begitu banyak jasad tergeletak di tanah, yang semuanya merupakan murid-murid baiknya yang telah bertahun-tahun mengikutinya, ketika mengucapkan perkataan itu, suaranya mau tak mau berubah menjadi sedu sedan. Beberapa murid juga ikut menangis.
Ada beberapa murid yang sudah tewas beberapa hari yang lalu, dan ada juga yang jasadnya berada puluhan zhang daritempat itu. Ketika para murid mengumpulkan jenazah saudara-saudara seperguruan mereka, mereka tak bisa menahan diri untuk tak mencaci maki ketua Perguruan Songshan Zuo Lengchan karena ia menyimpan rencana jahat dan cara-cara yang dipakainya amat kejam.
Ketika semuanya selesai, hari telah gelap, malam itu mereka bermalam di pegunungan yang sunyi itu. Keesokan harinya para murid mengendong Biksuni Dingxian, Biksuni Dingyi dan saudari-saudari seperguruan yang terluka, setelah mereka tiba di Kota Longquan, mereka beralih ke jalan air dan menyewa tujuh buah perahu hitam beratap dan berangkat ke utara.
Linghu Chong khawatir Perguruan Songshan akan menyergap mereka lagi di atas air, maka ia ikut pergi ke utara. Karena sekarang sudah ada dua orang sesepuh yang ikut bersama rombongan Perguruan Hengshan, Linghu Chong menahan diri dan tak lagi berani sembarangan berbicara dengan para murid. Luka Biksuni Dingxian, Dingyi dan yang lainnya tidak ringan, untung saja pil penyembuh luka Perguruan Hengshan amat mujarab, setelah melewati Sungai Qiantang, mereka telah lolos dari bahaya maut. Saat ini Perguruan Hengshan lemah, mereka tak ingin ada keributan di sepanjang perjalanan, maka mereka berusaha sebisanya untukmenghindari tokoh-tokoh dunia persilatan. Setibanya di tepi Sungai Yangtze, mereka menyewa perahu lain dan berlayar melawan arus ke Propinsi Jiangxi. Dengan demikian mereka perlahan-lahan berlayar, setelah tiba di Hankou, orang-orang yang terluka sudah hampir sembuh seluruhnya, maka mereka meninggalkan kapal dan melewati jalan darat, berganti arah ke utara untuk pulang ke Hengshan.
Pada suatu hari, mereka tiba di tepi Danau Poyang, perahu mereka bersandar di muara Sungai Jiu, kali ini perahu-perahu yang mereka tumpangi amat besar sehingga beberapa puluh orang dapat menumpangi dua buah perahu. Di malam hari Linghu Chong tidur di buritan bersama jurumudi dan awak kapal. Ia tidur sampai tengah malam, ketika tiba-tiba ia mendengar ada orang di tepi sungai yang bertepuk tangan dengan pelan, setelah bertepuk tangan tiga kali, orang itu berhenti, lalu bertepuk tangan tiga kali lagi. Suara tepukan itu amat pelan, namun karena tenaga dalam Linghu Chong berlimpah, pendengarannya juga jauh lebih peka, begitu mendengar suara aneh, ia langsung terbangun dari tidur, ia tahu bahwa tepukan itu adalah isyarat yang dipakai orang-orang dunia persilatan untuk berkomunikasi satu sama lain. Beberapa hari terakhir ini, ia selalu memperhatikan dengan waspada segala aktivitas di atas sungai untuk berjaga-jaga terhadap penyergapan, pikirnya, "Tak ada jeleknya kalau aku memeriksanya terlebih dahulu, bagus kalau ternyata tak ada hubungannya dengan Perguruan Hengshan, kalau tidak, aku akan diam-diam membereskan mereka supaya tak menganggu Biksuni Dingxian dan yang lainnya".
Ia menajamkan penglihatannya dan memandang ke arah perahu di sebelah barat, ia melihat sebuah bayangan hitam melompat keluar beberapa zhang jauhnya sampai ke tepi sungai, namun ilmu ringan tubuhnya biasa-biasa saja. Linghu Chong melompat dengan enteng dan mendarat di tepi sungai tanpa bersuara, ia berputar sampai berada di belakang sebaris keranjang minyak di sebelah timur tepian sungai, namun selagi ia hendak bersembunyi disana, ia mendengar seseorang berkata, "Biksuni di atas kapal itu ternyata memang dari Perguruan Hengshan". Seseorang lain berkata, "Menurutmu kita sebaiknya berbuat apa?"
Linghu Chong perlahan-lahan mendekat, di bawah sinar rembulan dan bintang yang temaram, ia hanya bisa melihat bahwa yang seorang wajahnya penuh cambang, sedangkan yang seorang lagi potongan wajahnya panjang dan lancip, mukanya tak hanya lonjong, tapi bentuknya bahkan seperti kuaci. Terdengar lelaki bermuka lancip itu berkata, "Kalau hanya mengandalkan Partai Naga Hujan Putih kita saja, walaupun jumlah orang kita banyak, tapi ilmu silatnya kalah dengan mereka, jelas kalau bertarung kita tak akan menang". Si berewok berkata,"Kata siapa kita harus bertarung? Walaupun ilmu silat para biksuni ini tinggi, mereka belum tentu bisa berenang. Besok kita ambil perahu, setelah sampai di tengah sungai, kita menyelam, lalu melubangi dasar perahu mereka, bukankah kita akan dapat menangkap mereka satu persatu dengan mudah?" Lelaki berwajah lancip itu berkata dengan girang, "Akal ini sangat bagus. Kalau kita dua bersaudara berjasa besar seperti itu, sejak saat itu nama besar Partai Naga Hujan Putih dari Sungai Jiu akan berkumandang di dunia persilatan. Tapi aku masih mengkhawatirkan suatu hal". Si berewok berkata, "Khawatir apa?"
Si muka tajam berkata, "Perguruan Pedang Lima Puncak mereka berserikat, katanya mereka adalah cabang dari satu pohon yang sama segala. Kalau sampai Tuan Mo Da tahu, dia akan mencari kita dan keadaan Partai Naga Hujan Putih kita bisa jadi runyam". Si berewok berkata, "Hah, beberapa tahun terakhir ini kita sudah kenyang dihina Perguruan Hengshan. Kalau kali ini kita tidak mewakili teman-teman kita untuk bertindak dengan sepenuh hati, di kemudian hari kalau ada masalah, kawan-kawan juga tak akan membantu kita dengan sepenuh hati. Setelah kita menyelesaikan masalah ini, mungkin Perguruan Hengshan akan musnah, untuk apa takut pada Tuan Mo Da lagi?" Si muka lancip berkata, "Baiklah, kalau memang rencananya begitu, kita kumpulkan orang-orang kita dan pilih mereka yang pandai berenang".
Linghu Chong melompat keluar, membalikkan pedangnya dan memukul bagian belakang kepala si muka lancip, orang itupun kontan pingsan. Si berewok mengayunkan kepalannya, namun gagang pedang Linghu Chong telah menyodok ke depan, "Duk!", pukulan itu bersarang di keningnya. Si berewok itu berputar-putar seperti sebuah gasing, lalu jatuh terduduk. Linghu Chong melintangkan pedangnya dan memotong tutup dua buah keranjang minyak, lalu mengangkat kedua orang itu dan menjejalkan mereka ke dalam kedua keranjang minyak itu. Keranjang-keranjang minyak itu penuh berisi minyak sayur, setiap keranjang berisi tiga ratus jin minyak, keranjang-keranjang itu rencananya akan dimuat ke atas kapal keesokan harinya untuk dikirim ke muara sungai. Begitu kedua orang itu terendam dalam minyak, hidung dan mulut mereka kontan penuh minyak, karena terendam minyak dingin, merekapun siuman, "Gluk, gluk!", mereka menelan minyak.
Tiba-tiba seseorang berseru dari belakang punggungnya, "Pendekar Muda Linghu, jangan bunuh mereka". Suara itu adalah suara Biksuni Dingxian.
Linghu Chong agak terkejut, pikirnya, "Kapan Biksuni Dingxian sampai di belakang punggungku? Tak nyana, aku sama sekali tak mengetahuinya". Ia segera mengendurkan sepasang tangannya yang sedang menekan kepala kedua orang itu, lalu berkata, "Baik!" Begitu keduanya merasa tekanan di atas kepala mereka hilang, mereka lantas ingin melompat keluar. Namun Linghu Chong tertawa dan berkata, "Jangan bergerak!" Ia mengangsurkan pedangnya dan memukul ubun-ubun mereka, sehingga mereka terpaksa kembali berendam dalam minyak. Kedua orang itu menekuk lutut mereka dan berjongkok, minyak sayur mencapai leher mereka sehingga mata mereka sulit dibuka, mereka tak tahu bagaimana keadaan mereka bisa jadi runyam seperti itu.
Terlihat sebuah bayangan kelabu melompat dari kapal, dialah Biksuni Dingyi yang lantas bertanya, "Kakak, apa kau sudah berhasil menangkap maling itu?" Biksuni Dingxian berkata, "Mereka berdua pemimpin aula Partai Naga Hujan Putih, Pendekar Muda Linghu sedang bermain-main dengan mereka". Ia berpaling ke arah si berewok dan berkata, "Apakah tuan bermarga Yi atau Qi? Apakah Ketua Shi baik-baik saja?" Si berewok itu memang bermarga Yi, dengan heran ia berkata, "Aku......aku bermarga Yi, dari mana kau tahu? Ketua Shi kami sehat walafiat". Biksuni Dingxian tersenyum dan berkata,"Pemimpin Aula Yi dan Qi disebut orang dunia persilatan 'Sepasang Ikan Terbang Sungai Yangtze', nama besar kalian sudah lama mengelegar di telinga biksuni tua ini".
Biksuni Dingxian amat cermat, walaupun biasanya ia jarang keluar dari biara, namun ia mengenal tokoh-tokoh dunia persilatan dari berbagai perguruan seperti mengenal jari-jari tangannya sendiri, kalau tidak, bagaimana ia dapat mengenali ketiga jago Perguruan Songshan yang memimpin operasi itu? Si berewok marga Yi dan si muka lancip marga Qi itu cuma tokoh kelas tiga atau empat di dunia persilatan, namun begitu melihat wajah mereka, ia langsung dapat menebak kedudukan dan asal usul mereka.
Lelaki bermuka lancip itu amat puas diri, "Kami tak berani menerima pujian itu". Linghu Chong mengerahkan tenaga ke tangannya dan menekan kepala orang itu dengan badan pedangnya sehingga terendam minyak, lalu ia kembali mengendurkan tangannya, ia tertawa dan berkata, "Aku sudah lama mendengar nama besar kalian, bagai minyak yang menyusup ke dalam telinga". Lelaki itu berkata dengan gusar, "Kau......kau......" Ia ingin memaki-makinya dengan sengit, tapi tak berani. Linghu Chong berkata, "Setiap kali aku bertanya, kalian harus menjawab dengan sejujurnya, kalau kau berbohong sedikitpun, julukan kalian yang 'Sepasang Ikan Terbang Sungai Yangtze' akan berubah menjadi 'Belut Mampus Terendam Minyak'". Sambil berbicara ia menekan si berewok sehingga terendam minyak lagi. Si berewok itu sudah bersiap-siap, ia tak lagi terpaksa menelan minyak, namun minyak sayur mengalir melalui lubang hidungnya, rasanya begitu tak enak hingga sukar dilukiskan.
Biksuni Dingxian dan Dingyi tak kuasa menahan senyum, mereka berpikir, "Pemuda ini nakal dan suka bikin onar, tapi caranya ini memang bagus untuk menginterogasi tawanan".
Linghu Chong bertanya, "Apakah Partai Naga Hujan Putih kalian pernah bersekongkol dengan Perguruan Songshan? Siapa yang menyuruh kalian membuat susah Perguruan Hengshan?" Si berewok berkata, "Bersekongkol dengan Perguruan Songshan? Aneh sekali. Kami tak mengenal satupun pendekar Perguruan Songshan". Linghu Chong berkata, "Aha! Pertanyaan pertama tak kalian jawab dengan jujur. Ayo minum minyak sampai kenyang!" Ia mengangkat pedangdan menekan ubun-ubunnya sehingga ia terendam dalam minyak. Walaupun si berewok itu bukan seorang jago kelas satu, ilmu silatnya tak terlalu lemah, namun Linghu Chong telah menyalurkan tenaga dalamnya lewat pedangnya, sehingga seakan seperti batu seberat seribu jin yang menekan ubun-ubunnya, ia sama sekali tak bisa berkutik. Minyak sayur merendam hidung dan mulutnya hingga hanya matanya yang kelihatan, ia meronta-ronta, keadaannya sangat payah.
Linghu Chong berkata pada si muka lancip, "Cepat bicara! Kau ingin jadi Ikan Terbang Sungai Yangtze atau Belut Terendam Minyak?"
Si marga Qi itu berkata, "Setelah bertemu dengan seorang pahlawan sepertimu, walaupun aku tak ingin jadi Belut Terendam Minyak juga tak bisa. Tapi Kakak Yi memang tak berbohong, kami memang benar-benar tak kenal tokoh-tokoh Songshan. Lagipula, Perguruan Songshan dan Hengshan berserikat, semua orang dunia persilatan juga tahu. Bagaimana Perguruan Songshan bisa menyuruh Partai Naga Hujan Putih kami membuat......membuat susah kalian?"
Linghu Chong mengangkat pedangnya, membebaskan orang marga Yi itu sehingga ia bisa mengangkat kepalanya, lalu kembali bertanya, "Kata kalian besok di tengah Sungai Yangtze kalian akan melubangi kapal Perguruan Hengshan hingga tenggelam, kalian begitu kejam, memangnya kapan Perguruan Hengshan pernah menyinggung kalian?"
Biksuni Dingyi datang belakangan, ia tak tahu kenapa Linghu Chong memperlakukan kedua lelaki itu seperti itu. Begitu mendengarnya berbicara, amarahnya langsung memuncak, bentaknya, "Penjahat, kalian hendak menenggelamkam kami ditengah Sungai Yangtze?" Murid-murid Perguruan Hengshannya sebagian besar adalah wanita-wanita dari utara yang sama sekali tak bisa berenang, kalau kapal mereka tenggelam di tengah sungai, mau tak mau mereka akan jadi santapan ikan, kalau membayangkannya sekujur tubuhnya gemetar ketakutan.
Si marga Yi itu takut Linghu Chong akan menekan kepalanya ke dalam minyak lagi, maka ia cepat-cepat berkata, "Perguruan Hengshan tak punya permusuhan dengan Partai Naga Hujan Putih kami. Kami cuma mencari sesuap nasi di dermaga Sungai Jiu, kami cuma kelompok penyelundup kecil saja, kami mana bisa mencari gara-gara dengan para biksuni Perguruan Hengshan segala? Hanya saja.....hanya saja kami pikir kalian sama-sama pengikut Buddha,dan perguruan kalian yang mulia juga sedang menuju ke barat, kemungkinan besar hendak memberikan bantuan. Oleh karena itu......ini......kami tak tahu kekuatan sendiri dan membuat rencana jahat ini, lain kali kami tak akan berani melakukannya lagi".
Semakin lama mendengarkan perkataan mereka Linghu Chong makin bingung, "Apa maksudnya sama-sama pengikut Buddha segala, menuju ke barat untuk memberi bantuan? Bicara kalian tak jelas, tak ada ujung pangkalnya!" Si marga Yi itu berkata, "Iya, iya! Walaupun Biara Shaolin bukan anggota Perguruan Pedang Lima Puncak, tapi kami pikir biksuni dan biksu sama-sama orang beragama......" Biksuni Dingyi membentak, "Ngawur!" Si marga Yi itu terkejut, dengan spontan ia mengkerut dan menelan seteguk besar minyak, karena mulutnya sangat licin, ia tak dapat berbicara. Biksuni Dingyi menahan tawa dan berkata pada si muka lancip, "Kau bicaralah".
Si marga Yi itu berkata, "Iya, iya! Ada seorang Tian Boguang si 'Kelana Tunggal Selaksa Li', entah biksuni mengenal dia atau tidak?"
Biksuni Dingyi amat marah, pikirnya, "Si Kelana Tunggal Selaksa Li Tian Boguang itu adalah maling cabul yang terkenal kebusukannya di dunia persilatan, masa aku bisa kenal dengannya? Orang ini berani-beraninya menanyakan pertanyaan seperti itu, benar-benar suatu penghinaan besar". Tangan kanannya terangkat, hendak memukul kepala orang itu.
Biksuni Dingxian mengangkat tangannya dan menghalanginya, katanya, "Adik, kau jangan gusar. Kedua orang ini sudah lama terendam minyak, otak mereka tidak terlalu terang. Lagipula, tak usah menjadi seperti mereka". Ia bertanya pada si marga Qi, "Ada apa dengan Tian Boguang?" Si marga Qi berkata,"Tuan besar si Kelana Tunggal Selaksa Li Tian Boguang adalah sahabat Ketua Shi kami. Beberapa hari sebelum ini, Tuan Besar Tian......" Biksuni Dingyi berkata, "Tuan besar apa? Maling keparat seperti itu dari dulu sudah harus dibunuh. Kalian malah bersahabat dengannya, hal itu menunjukkan bahwa anggota Partai Naga Hujan Putih bukan orang baik". Si marga Qi berkata, "Iya, iya, iya. Kami bukannya......bukannya orang yang tidak baik". Biksuni Dingyi bertanya, "Kami cuma ingin bertanya pada kalian, kenapa Partai Naga Hujan Putih ingin membuat susah Perguruan Hengshan, dan untuk apa kalian melibatkan Tian Boguang?" Tian Boguang telah berbuat tak sopan pada muridnya, Yilin, dan Biksuni Dingjing tak dapat membunuhnya untuk melampiaskan amarahnya. Hal ini membuatnya malu, ia tak suka nama Tian Boguang disebut-sebut.
Si marga Qi itu berkata, "Iya, iya, iya. Kami ingin membebaskan Nona Besar Ren, kami khawatir orang-orang aliran lurus akan membantu para biksu, karena kami kakak beradik pikirannya terendam minyak, kami membuat rencana yang ngawur, sehingga kami hendak bertindak terhadap perguruan kalian yang mulia......"
Biksuni Dingyi makin tak mengerti, ia menghela napas dan berkata, "Kakak, orang ini sinting. Kau sajalah yang menanyai mereka",
Biksuni Dingxian tersenyum dan berkata, "Nona Besar Ren itu adalah nonanya Ketua Ren dari Agama Mentari Rembulan?"
Hati Linghu Chong terkesiap, "Yang mereka bicarakan itu Yingying?" Raut wajahnya berubah dan telapak tangannya berkeringat.
Si marga Qi itu berkata, "Benar. Tuan Besar Tian......eh, salah, si......Tian Boguang itu beberapa waktu yang lalu datang ke Sungai Jiu untuk minum-minum dengan Ketua Shi kami di markas besar, katanya pada tanggal lima belas bulan dua belas, kita akan pergi menyerbu Shaolin untuk membebaskan Nona Besar Ren".
Biksuni Dingyi tak dapat menahan diri untuk menyela, "Menyerbu Shaolin? Memangnya kepandaian kalian seberapa tingginya sehingga berani mengusik macan tidur?"
Si marga Qi itu berkata, "Iya, iya. Tentu saja kami tak mampu melakukannnya".
Biksuni Dingxian berkata, "Tian Boguang itu larinya amat cepat, ia hanya bertindak sebagai penghubung saja, benar tidak? Siapa sebenarnya yang merencanakan semua ini?"
Si marga Qi berkata, "Kami dengar Nona Besar Ren dikurung oleh keparat......eh, biksu-biksu Biara Shaolin, kebetulan saja semua orang ingin menolongnya, tidak ada yang memimpin kami segala. Kami semua teringat pada budi baik Nona Besar Ren, maka kami semua berkata kalau kami rela mati demi Nona Besar".
Dalam sekejap, berbagai pertanyaan muncul dalam benak Linghu Chong, "Yang mereka sebut Nona Besar itu Yingying atau bukan? Kenapa ia bisa dikurung oleh biksu-biksu Shaolin? Dia masih begitu muda, budi apa yang telah diberikannya pada orang lain? Kenapa semua orang ini begitu mendengar kabar bahwa ia sedang kesusahan, langsung rela menolongnya tanpa memperhatikan keselamatan diri sendiri?"
Biksuni Dingxian berkata, "Kalian khawatir Perguruan Hengshan kami akan membantu Biara Shaolin, oleh karenanya kalian ingin melubangi perahu kami, benar tidak?" Si marga Qi berkata, "Benar. Kami pikir biksu dan biksuni......ini.......itu......." Biksuni Dingyi berkata dengan gusar, "Ini itu apa?" Si marga Qi cepat-cepat berkata, "Iya, iya. Ini......itu...... Hamba tak berani banyak bicara. Hamba tidak berkata apa-apa......"
Biksuni Dingxian berkata, "Sebelum tanggal lima belas bulan dua belas, Partai Naga Hujan Putih kalian akan pergi ke Biara Shaolin?" Si marga Yi dan Qi berdua serentak menjawab, "Ini adalah perintah Ketua Shi". Si marga Qi kembali berkata, "Karena semua orang sudah memutuskan untuk pergi, Partai Naga Hujan Putih kami tak dapat ketinggalan di belakang orang lain". Biksuni Dingxian berkata, "Semua orang? Sebenarnya kalian semua ada berapa orang?" Si marga Qi berkata, "Si Tian......Tian Boguang berkata bahwa Partai Pasir Laut dari Zhejiang selatan, Perkumpulan Angin Hitam dari Shandong, Sekte Hunan Barat......" Ia lantas menyebutkan nama lebih dari tiga puluh perkumpulan besar dan kecil di dunia persilatan. Ilmu silat orang ini biasa-biasa saja, namun ia ingat dengan jelas nama berbagai perkumpulan itu. Biksuni Dingyi mengerutkan keningnya, "Semua adalah tokoh-tokoh aliran sesat yang tak jelas pekerjaannya, walaupun mereka berjumlah banyak, belum tentu mereka dapat menandingi Biara Shaolin".
Ketika Linghu Chong mendengarkan nama-nama tersebut, ternyata terdapat nama Ketua Partai Sungai Langit Huang Boliu, pemilik Zhangjing Dao Sima Da, dan beberapa orang lain yang waktu itu berkumpul di Wubagang. Dalam hati ia makin yakin bahwa orang yang hendak mereka tolong memang Yingying, ketika ia tiba-tiba mendengar kabar tentangnya, ia merasa amat girang, namun ketika mendengar bahwa ia dikurung di Biara Shaolin, sedangkan sebelumnya ia telah membunuh beberapa orang murid Shaolin, mau tak mau ia merasa cemas, maka ia bertanya, "Kenapa Biara Shaolin mengurung Nona......Nona Besar Ren itu?" Si marga Qi menjawab, "Kami tak tahu.Kemungkinan besar para biksu itu kekenyangan makan nasi dan tak ada kerjaan, lalu mencari gara-gara dengan Nona Besar Ren".
Biksuni Dingxian berkata, "Mohon kalian berdua pulang dan melapor pada ketua kalian yang mulia, dan beritahu beliau bahwa Biksuni Dingxian, Dingyi dan beberapa kawan-kawan lain telah melewati Sungai Jiu, namun tak menghadap Ketua Shi, kami bersikap tak sopan, mohon supaya Ketua Shi memaafkannya. Besok kami akan berangkat ke barat, mohon agar kalian berdua bermurah hati dan jangan menyuruh orang melubangi perahu kami". Setiap kali ia berbicara satu kalimat, kedua orang itu langsung menimpali, "Kami tak berani".
Biksuni Dingxian berkata, "Malam ini sungguh indah, kenapa pendekar muda tak bersantai sambil menikmati pemandangan di tepi sungai saja? Maafkan biksuni tua ini karena tak dapat menemanimu". Ia mengandeng tangan Biksuni Dingyi dan dengan tanpa tergesa-gesa kembali ke perahu.
Linghu Chong tahu bahwa ia sengaja menghindar dan ingin dirinya sendiri menanyai kedua orang itu dengan seksama, namun untuk sesaat pikirannya galau, ia tak tahu harus menanyakan apa. Ia berjalan mundar-mandir di tepi sungai, lalu berdiri untuk beberapa saat sambil memandangi bayangan bulan sabit yang tercermin ditengah sungai, gelombang air sungai mengalir ke timur, sinar rembulan yang menimpa riak air sungai tak henti-hentinya bergetar, mendadak ia teringat sesuatu, "Hari ini sudah minggu terakhir bulan sebelas, tanggal lima belas bulan depan mereka akan pergi ke Biara Shaolin, waktu yang tersisa sudah tak banyak lagi. Biksu Fang Zheng dan Biksu Fang Sheng memperlakukanku dengan sangat baik. Demi menolong Yingying, orang-orang ini pasti akan bertempur dengan Biara Shaolin, tak perduli siapa yang menang atau kalah, pasti akan jatuh banyak korban di kedua belah pihak. Kenapa aku tak mendahului mereka dan mohon agar Kepala Biara Fang Zheng membebaskan Yingying, sehingga bayang-bayang darah ini akan sirna, bukankah ini hal yang sangat baik?"
Ia kembali berpikir, "Luka Biksuni Dingxian dan Dingyi sudah hampir sembuh. Penampilan Biksuni Dingxian tak ada bedanya dengan seorang biksuni tua biasa, namun sebenarnya pengetahuan dan pengalamannya amat luas, ia benar-benar seorang tokoh luar biasa di dunia persilatan. Sekarang ia memimpin semua orang kembali ke utara, asalkan tidak bertemu dengan musuh dari Perguruan Songshan dalam jumlah banyak, seharusnya mereka tak akan tertimpa masalah yang tak dapat mereka atasi. Tapi bagaimana sebaiknya aku memberitahukan hal ini padamereka?" Beberapa hari belakangan ini, setelah bersama-sama menghadapi kesukaran dengan para biksuni dan nona-nona itu, semua orang amat hormat dan juga dekat dengannya, mengenai hal ia dikeluarkan dari perguruan, dan juga tentang bagaimana ia telah ditinggalkan oleh sang adik seperguruan, walaupun ia tak pernah menyebut-sebutnya, namun dari ekspresi mereka, jelas bahwa mereka seakan juga ikut menderita. Diantara para murid Huashan, kecuali Lu Dayou seorang, tak ada yang begitu dekat dengannya, sekarang kalau mendadak harus meninggalkan mereka, ia merasa sukar untuk memberitahu mereka.
Terdengar suara langkah, dua orang perlahan-lahan berjalan mendekat, ternyata mereka adalah Yilin dan Zheng E, setelah mereka berada dua atau tiga zhang di hadapan Linghu Chong, mereka memanggil, "Kakak Linghu". Mereka berhenti melangkah. Linghu Chong melangkah ke depan untuk menyambut mereka dan berkata, "Kalian terbangun, ya?" Yilin berkata, "Kakak Linghu, paman guru ketua menyuruh kami berbicara denganmu". Ia mendorong-dorong Zheng E sambil berkata, "Kau saja yang bicara dengannya". Zheng E berkata, "Paman guru ketua ingin kau yang berbicara dengannya". Yilin berkata, "Kalau kau yang bicara juga sama saja".
Zheng E berkata, "Kakak Linghu, paman guru ketua berkata, budi besarmu tak dapat dibalas dengan ucapan terima kasih, sejak saat ini tak perduli kau sedang menghadapi masalah apapun, Perguruan Hengshan akan menaati perintahmu. Kalau kau ingin pergi ke Biara Shaolin untuk menolong Nona Besar Ren itu, kami akan berusaha dengan sepenuh hati untuk membantumu".
Linghu Chong tercengang, pikirnya, "Aku belum berkata pada mereka bahwa aku hendak menolong Yingying, bagaimana Biksuni Dingxian bisa berkata demikian? Aiyo, aku tahu! Ketika semua orang berkumpul di Wubagang untuk berusaha menyembuhkan lukaku, mereka semua melakukannya demi Yingying. Peristiwa ini menimbulkan keributan besar, mana mungkin Biksuni Dingxian tak mendengar tentangnya?" Ketika mengingat peristiwa itu, mau tak mau wajahnya menjadi merah padam.
Zheng E kembali berkata, "Paman guru ketua berkata bahwa dalam hal ini lebih baik kita tidak memakai kekerasan. Beliau bersama guruku saat ini telah berlayar untuk mendahului pergi ke Biara Shaolin, guna memohon pada kepala biara agar bermurah hati membebaskan seseorang, mohon supaya Kakak Linghu memimpin kami untuk perlahan-lahan ikut pergi ke sana".
Ketika mendengar perkataan itu, Linghu Chong tertegun, untuk beberapa saat ia tak dapat berbicara, ia memandang ke tengah Sungai Yangtze dan melihat sebuah sampan yang sedang mengembangkan layar putih kecilnya berlayar ke utara. Ia merasa berterima kasih dan sekaligus jengah, pikirnya, "Kedua biksuni itu adalah umat Buddha yang telah mencapai pencerahan dan mulia budinya, dan juga merupakan tokoh dunia persilatan. Kalau mereka bersedia datang secara pribadi untuk mohon kemurahan hati Biara Shaolin, hal ini jauh lebih baik daripada kalau aku, si pengembara dunia persilatan yang bukan siapa-siapa ini, yang memohon pada mereka, reputasi mereka seratus kali lipat lebih tinggi dariku. Kemungkinan besar Kepala Biara Fang Zheng, dengan memandang muka emas kedua biksuni itu, akan bersedia membebaskan Yingying". Ketika berpikir sampai disini, hatinya menjadi lega.
Ia berpaling dan melihat bahwa si marga Yi dan Qi itu sama sekali tak mengeluarkan kepala mereka dari keranjang-keranjang minyak itu, mereka sama sekali tak berani merayap keluar, ia merasa bahwa kedua orang itu bersungguh-sungguh hendak menolong Yingying, sedangkan dirinya sendiri telah bersikap kasar kepada mereka, ia merasa agak menyesal, maka ia melangkah ke depan, merangkap tangan dan berkata, "Aku telah bersikap kasar sehingga menyinggung 'Sepasang Ikan Terbang Sungai Yangtze' dari Partai Naga Hujan Putih karena sebelumnya aku tak tahu alasan perbuatan kalian. Mohon maafkan aku". Sambil berbicara ia menyoja dalam-dalam.
Ketika 'Sepasang Ikan Terbang Sungai Yangtze' melihat bahwa dirinya berubah seratus delapan puluh derajat dari angkuh menjadi rendah hati, mereka tercengang, namun mereka cepat-cepat merangkap tangan pula untuk membalas penghormatannya, karena terburu-buru, minyak sayur menciprat kesana kemari dan mengenai tubuh Linghu Chong, sehingga sekujur tubuhnya penuh bercak-bercak minyak.
Linghu Chong tersenyum sambil mengangguk-angguk, lalu berkata pada Yilin dan Zheng E, "Ayo pergi!"
Ketika mereka kembali ke kapal, para murid Hengshan ternyata menutup mulut mereka dan tak menyebut-sebut peristiwa itu, bahkan Yihe dan Qin Juan yang biasanya selalui ingin tahu urusan orang tak nyana sama sekali tak mengucapkan sepatah katapun kepadanya. Tentunya sebelum pergi Biksuni Dingxian telah meninggalkan pesan supaya mereka tak membuat Linghu Chong jengah. Diam-diam Linghu Chong merasa berterima kasih, namun ketika melihat wajah beberapa murid yang tersenyum-senyum penuh arti, mau tak mau ia merasa keadaanya agak runyam, pikirnya, "Melihat ekspresi wajah mereka, tentunya dalam hati mereka telah menganggap Yingying kekasihku. Sebenarnya hubunganku dengan Yingying bersih murni, sama sekali tak melanggar aturan kesopanan dan kepantasan. Tapi kalau mereka tak bertanya, bagaimana aku dapat menjelaskannya?" Terlihat mata Qin Juan bersinar-sinar nakal, ia tak dapat menahan diri untuk berkata, "Sama sekali bukan seperti itu, kalian......kalian jangan membayangkan yang tidak-tidak".
Qin Juan tertawa, "Memangnya aku membayangkan apa?" Wajah Linghu Chong memerah, "Aku sudah bisa menebaknya". Qin Juan berkata, "Menebak apa?" Ketika Linghu Chong belum menjawab juga, Yihe berkata, "Adik Qin, jangan banyak bicara, apa kau sudah lupa perintah paman guru ketua?" Qin Juan mencibir, lalu berkata sembari tertawa, "Iya, iya, aku belum lupa kok".
Ketika Linghu Chong berpaling untuk menghindari pandangan matanya, ia melihat Yilin duduk di sudut kabin kapal, wajahnya pucat pasi dan raut wajahnya nampak dingin dan tak perduli, mau tak mau hatinya terkesiap, "Apa yang dipikirkannya? Kenapa dia tak mau bicara denganku?" Ia menatapnya dengan nanar, tiba-tiba ia teringat saat mereka berada di luar Kota Heng Shan, teringat pada raut wajahnya ketika ia berlari-lari sambil membopong dirinya di hutan belantara setelah ia terluka. Saat itu ia merasa prihatin dan gelisah, raut wajahnya sama sekali tak seperti wajahnya sekarang yang pucat dan acuh tak acuh. Mengapa? Mengapa?"
Sekonyong-konyong Yihe berseru, "Kakak Linghu!" Linghu Chong tak mendengar, dan sama sekali tak menjawab. Yihe sekali lagi berseru, "Kakak Linghu!" Linghu Chong terkejut, ia berpaling dan berkata, "Eh, ada apa?" Yihe berkata,"Kata paman guru ketua, besok kita akan mengambil jalan darat atau tetap mengambil jalan air, terserah Kakak Linghu".
Linghu Chong ingin mengambil jalan darat supaya bisa secepat mungkin mendengar kabar tentang Yingying, namun ketika ia melirik ke arah Yilin, ia melihat air mata menitik dari bulu matanya yang lentik, raut wajahnya nampak begitu patut dikasihani, maka ia berkata, "Paman guru ketua menyuruh kalian berjalan perlahan-lahan, maka kita akan tetap menumpang kapal saja. Kurasa Partai Naga Hujan Putih itu tak akan berani apa-apa terhadap kita". Qin Juan tertawa dan berkata, "Kau tidak khawatir lagi?" Wajah Linghu Chong merona merah, ia lagi-lagi tak menjawab. Yihe berseru, "Adik Qin, kau ini seperti anak kecil saja, jangan banyak bicara, bisa tidak?" Qin Juan berkata sembari tertawa-tawa, "Bisa. Apanya yang tak bisa? Amituofo, aku hanya sedikit khawatir saja".
* * *
Keesokan harinya perahu berlayar ke barat, Linghu Chong memerintahkan jurumudi agar berlayar dekat tepi sungai, untuk berjaga-jaga terhadap sergapan Partai Naga Hujan Putih, namun sampai mereka memasuki perbatasan Hubei, sama sekali tak ada sesuatu yang terjadi. Untuk beberapa hari setelah itu, Linghu Chong tak banyak mengobrol dengan murid-murid Hengshan, setiap malam begitu kapal bersandar, ia pergi seorang diri ke darat untuk minum arak, setelah mabuk ia baru pulang ke kapal.
Pada suatu hari, perahu melewati Xiakou, lalu berbalik ke utara menuju ke hulu Sungai Hanshui, menjelang senja, mereka berlabuh di sebuah kota kecil yangbernama Jimingdu. Ia lagi-lagi naik ke darat, lalu pergi ke sebuah kedai arak sepi dan minum beberapa cawan arak, mendadak ia berpikir, "Luka adik kecil sudah sembuh atau belum? Adik Yizhen dan Yiling telah mengantarkan obat luka mujarab Perguruan Hengshan, sepertinya obat itu dapat menyembuhkan luka karena terkena tusukan pedangnya. Keadaan luka Adik Lin juga entah bagaimana? Kalau ternyata luka Adik Lin parah dan tak dapat disembuhkan, apa yang akan dilakukan oleh adik kecil?" Ketika berpikir sampai disini, hatinya mau tak mau terkesiap, "Linghu Chong, oh, Linghu Chong, kau benar-benar orang rendah yang tak tahu malu! Walaupun kau berharap supaya adik kecil cepat sembuh, kenapa dalam lubuk hatimu yang terdalam kau sepertinya juga berharap agar luka Adik Lin parah dan ia mati? Apa kalau Adik Lin tewas, adik kecil lantas akan menikah denganmu? Ia merasa jenuh dan menenggak tiga cawan arak berturut-turut, lalu kembali berpikir, "Entah siapa yang membunuh Lao Denuo dan adik kedelapan? Kenapa orang itu juga diam-diam menyerang Adik Lin? Entah bagaimana keadaan guru dan ibu guru akhir-akhir ini?"
Setelah menghabiskan secawan arak, ia minum lagi, di kedai kecil itu tak ada makanan kecil yang cocok untuk teman minum arak, maka ia mengambil beberapa butir kacang asin dan melemparkannya ke dalam mulutnya. Tiba-tiba dari belakang punggungnya ia mendengar seseorang menghela napas, lalu berkata, "Ai! Dikolong langit ini, sembilan dari sepuluh lelaki berhati palsu".
Linghu Chong berbalik dan memandang ke arah orang yang berbicara itu, di bawah sinar lilin yang bergoyang-goyang, ia melihat bahwa di kedai itu selain dirinya sendiri hanya ada seseorang yang membungkuk sambil tertidur di atas meja disudut kedai. Di atas meja ada poci dan cawan arak, pakaian orang itu lusuh, penampilannya sangat menyedihkan, ia tak nampak seperti seseorang yang terpelajar. Seketika itu juga Linghu Chong tak lagi memperhatikannya dan minum secawan arak lagi, namun ia mendengar orang dibelakang punggungnya itu berkata lagi, "Demi dirimu seseorang disekap hingga tak bisa melihat sinar mentari, tapi dirimu malah seharian penuh hanya bermain-main di antara bedak dan gincu, nona boleh, biksuni boleh, nenek-nenek juga boleh, semua juga boleh. Ai, sayang sekali, sayang sekali!"
Linghu Chong tahu bahwa ia sedang membicarakan dirinya, tapi ia tak berbalik, pikirnya, "Siapa orang ini? Ia berkata bahwa 'demi dirimu seseorang disekap hingga tak bisa melihat sinar mentari', apakah ia berbicara tentang Yingying? Kenapa Yingying disekap demi diriku?" Orang itu kembali berkata, "Orang yang tak ada hubungannya, malahan ingin ikut campur, katanya akan mempertaruhkan nyawa untuk membebaskan orang itu. Tapi semua orang malah ingin jadi pemimpin, orangnya belum diselamatkan, tapi sudah saling berkelahi sendiri. Ai, masalah dunia persilatan ini membuat si tua ini jadi sebal saja".
Linghu Chong mengambil cawan araknya dan duduk di hadapan orang itu, lalu berkata,"Banyak hal yang tak kumengerti, mohon petunjuk saudara".
Orang itu masih membungkuk di atas meja, sama sekali tak mengangkat kepalanya, ia berkata, "Ai, karena suka paras cantik, banyak pula dosamu. Nona-nona dan para biksuni Hengshan benar-benar akan celaka".
Linghu Chong makin terkejut, ia bangkit dan menjura dalam-dalam seraya berkata,"Linghu Chong menghadap sesepuh dan berharap mendapat petunjuk". Mendadak ia melihat bahwa di samping kaki meja orang itu ada sebuah rebab, badan rebabnya telah menguning dan nampak sangat tua, hatinya terkesiap, begitu tahu siapa orang itu, ia segera berlutut memberi hormat seraya berkata,"Aku Linghu Chong beruntung dapat berjumpa dengan Paman Guru Mo dari Heng Shan".
Orang itu mengangkat kepalanya, sinar matanya tajam bagai kilat, pandangannya menyapu kewajah Linghu Chong dengan dingin, ia memang adalah si 'Hujan Malam Dari Xiaoxiang' Tuan Mo Da. Ia mendengus dan berkata, "Aku tak berani menerima panggilan paman guru itu. Linghu Daxia, beberapa hari ini kau amat riang gembira!"
Linghu Chong menyoja seraya berkata, "Paman Guru Mo memang sudah tahu segalanya,murid telah menerima perintah Paman Guru Dingxian untuk menemani saudari-saudari dari Perguruan Hengshan pulang ke Hengshan. Walaupun murid bebal, tapi sekali-kali murid tak akan berani bersikap kurang ajar pada saudari-saudari dari Perguruan Hengshan itu". Tuan Mo Da menghela napas, lalu berkata, "Silahkan duduk! Ai, bagaimana kau bisa tak tahu tentang omongan orang di dunia persilatan, omongan orang memang bisa membuat kabur salah dan benar". Linghu Chong tersenyum getir, lalu berkata, "Tingkah lakuku memang angkuh dan semberono, sampai perguruanku sendiri juga tak mau menerimaku, aku tak ambil pusing terhadap omongan orang iseng didunia persilatan".
Tuan MoDa tertawa dingin, "Kalau kau sendiri rela dianggap sebagai seorang berandal, orang lain tak akan memperdulikanmu. Tapi kalau reputasi bersih Perguruan Hengshan yang telah dipupuk selama ratusan tahun menjadi ternoda ditanganmu, apa kau sama sekali tak perduli? Ada macam-macam desas-desus yang beredar di dunia persilatan, katanya kau adalah seorang lelaki dewasa, tapi bercampur dengan para nona dan biksuni Perguruan Hengshan. Jangankan nama baik puluhan gadis perawan yang ternoda karenamu, bahkan......bahkan biksuni-biksuni tua yang ketat menjaga pantanganpun jadi bahan tertawaan orang, ha lini......hal ini sangat mengejutkan".
Linghu Chong mundur dua langkah, sambil menekan gagang pedang dengan tangannya, ia berkata, "Entah siapa yang mulai menyebarkan desas-desus ini, membuat-buat cerita yang fantastis dan memalukan ini, mohon supaya Tuan Mo Da beritahukan padaku".
Tuan Mo Da berkata, "Apakah kau ingin membunuh mereka? Orang yang berkata demikian di dunia persilatan, kalau tidak selaksa, ada delapan ribu orang, apa kau mau membunuh mereka semua? Hah, padahal semua orang mengagumi keberuntunganmu dalam masalah asmara, apa jeleknya?"
Dengan muram Linghu Chong duduk, katanya dalam hati, "Aku memang selalu melakukan segala sesuatu tanpa banyak berpikir, asalkan hati nuraniku bersih, namun aku tak menyangka bahwa perbuatanku itu menodai nama baik semua anggota Perguruan Hengshan yang bersih. Ini......ini bagaimana sebaiknya?"
Tuan Mo Da menghela napas, lalu berkata dengan hangat, "Lima hari belakangan ini, setiap malam aku mendatangi kapalmu untuk mengintai kalian......""Ah!", ujar Linghu Chong, pikirnya, "Lima malam berturut-turut ini Tuan Mo Da mengintai kapal kami, tapi aku sama sekali tak mengetahuinya, aku benar-benar tak berguna".
Tuan Mo Da meneruskan berbicara, "Setiap malam aku melihatmu tidur di buritan dengan pakaian lengkap, jangankan bersikap tak sopan terhadap murid-murid Hengshan, bahkan berbicara sembaranganpun dengan mereka kau tak pernah melakukannya. Keponakan Linghu, kau bukan saja bukan seorang berandal yang melakukan hal-hal yang tak pantas, namun kau sesungguhnya adalah seorang budiman yang selalu menjaga kesopanan. Ternyata kau dapat menahan diri di hadapan seperahu penuh biksuni muda dan nona-nona cantik, dan tak hanya untuk semalam saja, melainkan untuk puluhan malam. Seorang lelaki sejati sepertimu benar-benar susah ditemui baik di zaman dahulu maupun sekarang, aku Tuan Mo Da kagum padamu". Ia mengacungkan jempolnya, tangan kanannya mengepal, lalu mengebrak meja keras-keras seraya berkata, "Mari, aku Mo Da menyuguhkan secawan arak padamu". Sambil berbicara ia mengangkat guci arak dan menuang isinya.
Linghu Chong berkata, "Perkataan Paman Guru Mo itu membuat keponakan ketakutan. Kelakuan keponakan tak pantas, sehingga tak diterima dalam perguruan sendiri, namun bagaimana aku dapat menyinggung adik-adik dan kakak-kakak dari Perguruan Hengshan?" Tuan Mo Da tertawa terkekeh-kekeh, lalu berkata, "Jujur dan terus terang, itulah sifat seorang lelaki sejati. Kalau aku Mo Da berumur dua puluhan tahun dan harus bermalam-malam menemani begitu banyak nona-nona,aku tak akan bisa seperti kau ini yang selalu menjaga diri. Hebat, hebat! Mari, ayo minum!" Kedua orang itu mengangkat cawan mereka dan menenggaknya, lalu saling tertawa.
Linghu Chong melihat bahwa penampilan Tuan Mo Da menyedihkan, pakaiannya lusuh dan buruk, sama sekali tak mirip seorang ketua perguruan yang namanya menggetarkan dunia persilatan. Terkadang pandangan matanya menyapu dirinya, tajam bagai pisau, namun ekspresi yang menunjukkan kegagahannya itu dengan cepat disembunyikannya lagi, dan iapun kembali menjadi seorang lelaki rudin yang penuh debu. Ia berpikir, "Ketua Perguruan Hengshan Biksuni Dingxian baik hati dan tenang, ketua Perguruan Taishan Pendeta Tianmen berwibawa, ketua Perguruan Songshan Zuo Lengchan jahat dan kejam, guruku yang berbudi adalah seorang budiman yang anggun, sedangkan Paman Guru Mo ini penampilannya menyedihkan seperti seseorang yang tak terpelajar, namun sebenarnya ilmu silatnya menakjubkan, mencengangkan dan sekaligus menakutkan, kelima orang ketua Perguruan Pedang Lima Puncak semuanya benar-benar orang yang kepandaiannya sulit diselami. Aku si Linghu Chong yang tak becus ini jauh sekali bila dibandingkan dengan mereka".
Tuan Mo Da berkata, "Ketika aku mendengar kabar di dunia persilatan bahwa kau bergaul dengan para biksuni Hengshan, aku amat heran. Kupikir Biksuni Dingxian itu orang macam apa hingga membiarkan para muridnya berbuat seperti itu. Setelah itu aku mendengar orang-orang Partai Naga Hujan Putih bercerita tentang keberadaan kalian, maka aku lantas cepat-cepat menyusul kemari. Keponakan Linghu, kau pernah berbuat onar di Wisma Kumala di Heng Shan, saat itu aku Mo Da mengira bahwa kau adalah seorang pemuda bergajul. Namun setelah itu kau menegakkan keadilan dengan membela adik Liu Zhengfengku, maka dalam hatiku muncul kesan yang baik tentang dirimu, aku ingin menyusulmu ke sini untuk memberimu nasehat. Ternyata diantara para pendekar angkatan muda, ada seorang ksatria muda yang begitu hebat sepertimu. Bagus sekali, bagus sekali! Mari, mari kita minum tiga cawan arak lagi!" Sambil berbicara ia meminta pelayan kedai untuk menuangkan arak, lalu meminumnya bersama dengan Linghu Chong.
Setelah beberapa cawan arak masuk ke perutnya, Tuan Mo Da yang penampilannya lusuh dan lesu mendadak nampak gembira dan bersemangat, ia berkali-kali minta arak, namun kekuatan minumnya kalah jauh dibandingkan dengan Linghu Chong, setelah minum beberapa cawan arak, wajahnya menjadi merah padam, nampak jelas bahwa ia telah mabuk. Ia berkata, "Keponakan Linghu, aku tahu kau paling suka minum arak. Aku tak bisa memberi penghormatan padamu, maka aku terpaksa hanya menemanimu minum-minum beberapa cawan. Hehehe, di dunia persilatan, orang yang Mo Da temani minum hanya segelintir saja. Tempo hari di pertemuan besar Songshan, ada si Tapak Besar Songshan Fei Bin. Orang ini angkuh dan suka memaksa, merasa dirinya nomor satu di dunia ini, makin lama melihatnya, Mo Da makin merasa muak padanya, dan langsung tak berselera minum arak. Ternyata orang ini suka berkata kasar, menurutmu dia menyebalkan tidak?"
Linghu Chong tertawa dan berkata, "Benar, orang seperti itu tak bisa mengukur kekuatannya sendiri dan selalu ingin menang sendiri, akhirnya mereka akan bernasib buruk".
Tua Mo Da berkata, "Belakangan kudengar orang ini hilang jejaknya, tak ada yang tahu dimana dia berada, entah kemana perginya, benar-benar aneh".
Linghu Chong berpikir tentang tempo hari di luar kota Heng Shan ketika Tuan Mo Da menggunakan ilmu pedangnya yang luar biasa untuk membunuh Fei Bin, saat itu ia jelas-jelas tahu bahwa dirinya ada di tempat itu, namun sekarang ia berbicara seperti ini padanya, tentunya karena ia tak ingin kejadian itu tersiar, maka ia berkata, "Tindakan orang-orang Perguruan Songshan memang sukar ditebak, si Fei Bin itu, mungkin sedang bertapa di sebuah gua di Songshan, dengan tekun berlatih ilmu pedang, siapa yang tahu?"
Mata Tuan Mo Da bersinar-sinar licik, ia tersenyum kecil, lalu mengebrak meja sambil berseru, "Ternyata begitu, kalau keponakan tidak mengingatkanku, sampai kepalaku pecahpun hal itu tak akan terpikir olehku". Setelah minum seteguk arak lagi, ia bertanya, "Keponakan Linghu, sebenarnya bagaimana kau bisa bergaul dengan orang-orang Perguruan Hengshan? Cinta Nona Besar Ren dari Sekte Iblis padamu amat mendalam, kau sama sekali tak boleh mengecewakannya".
Wajah Linghu Chong memerah, ia berkata, "Paman Guru Mo memang tahu segalanya, keponakan telah mengalami kekecewaan dalam masalah asmara, mengenai masalah lelaki dan perempuan ini, aku sudah lama tak memperdulikannya". Ia teringat pada sang adik kecil Yue Lingshan dan hatinyapun terasa pedih, mau tak mau pelupuk matanya memerah, mendadak ia tertawa terbahak-bahak, lalu berseru, "Keponakan sudah muak dengan dunia yang fana ini, aku ingin menjadi seorang biksu, tapi aku khawatir pantangannya terlalu ketat. Pantangan pertama dari lima pantangan besar adalah berpantang minum arak, oleh karena itu aku tak jadi biksu! Hahaha, hahaha!" Walaupun ia tertawa terbahak-bahak, di tengah suara tawanya terkandung rasa pilu. Setelah beberapa saat, ia menceritakan bagaimana ia bisa berjumpa dengan Biksuni Dingjing, Dingxian dan Dingyi bertiga, sampai bagaimana ia menolong mereka, semuanya itu ia ceritakan dengan singkat dan ala kadarnya saja.
Tuan Mo Da mendengarkannya tanpa bersuara, ia termenung-menung sambil menatap guci arak seakan tersihir, setelah beberapa lama, ia baru berbicara, "Zuo Lengchan ingin mencaplok keempat perguruan lainnya dan meleburnya menjadi satu perguruan, supaya bisa menjadi salah satu dari tiga kekuatan besar di dunia persilatan bersama dengan Shaolin dan Wudang serta menyejajarkan dirinya dengan mereka. Ia sudah lama merencanakan hal ini, walaupun ia menyembunyikannya dengan baik, namun aku sudah melihat tanda-tandanya. Neneknya, ia tak memperbolehkan Adik Liuku mencuci tangan di baskom emas, dan diam-diam membantu Faksi Pedang Huashan merebut kedudukan ketua dari Yue Buqun, semuanya ia lakukan demi mencapai tujuannya ini. Tapi aku tak menyangka bahwa ia akan begitu berani turun tangan dengan terang-terangan terhadap Perguruan Hengshan". Linghu Chong berkata, "Sebenarnya ia tak melakukannya dengan terang-terangan, tadinya ia menyaru sebagai Sekte Iblis untuk memaksa Perguruan Hengshan sehingga tak punya pilihan lain kecuali menyetujui peleburan perguruan".
Tuan Mo Da mengangguk dan berkata, "Dan langkah berikutnya yang akan diambilnya, tentunya untuk membereskan Pendeta Tianmen dari Perguruan Songshan. Hah, walaupun Sekte Iblis kejam, namun tak sekejam Zuo Lengchan. Saudara Linghu, sekarang kau sudah bukan anggota Perguruan Huashan lagi, kau bebas merdeka bagai awan yang berarak, kau tak usah memperdulikan masalah aliran lurus dan sesat lagi. Aku nasehati kau supaya tak usah menjadi biksu, dan juga tak usah bersedih karena hal ini. Tak usah ragu untuk menolong Nona Besar Ren itu dan menjadikan dia istrimu. Kalau orang lain tak mau datang untuk minum arak kegiranganmu, aku Mo Da akan datang dan minum tiga cawan arakmu. Neneknya, memangnya kau takut apa?" Perkataannya terkadang amat anggun, namun terkadang ia mencampurnya dengan perkataan yang kasar, benar-benar tak mirip seorang ketua perguruan.
Linghu Chong berpikir, "Ia berpikir bahwa aku kecewa dalam hal asmara karena Yingying, tapi aku tak bisa menceritakan masalah adik kecil kepadanya". Ia bertanya lagi, "Paman Guru Mo, kenapa Biara Shaolin menahan Nona Ren?"
Mulut Tuan Mo Da menganga, ia menatapnya tanpa berkedip, wajahnya penuh rasa heran, katanya, "Kenapa Biara Shaolin menahan Nona Ren? Kau benar-benar tak tahu, atau kau sudah tahu tapi sengaja bertanya? Semua orang di dunia persilatan tahu, kau......kau kenapa masih bertanya juga?"
Linghu Chong berkata, "Beberapa bulan yang lalu, keponakan disekap oleh orang sehingga sama sekali tak mendengar kabar dari dunia persilatan. Nona Ren itupernah membunuh empat orang murid Biara Shaolin, peristiwa itu disebabkan karena diriku, entah setelah itu kenapa ia bisa ditawan oleh Biara Shaolin?"
Tuan Mo Da berkata, "Kalau begitu kau memang tak tahu seluruh ceritanya. Kau menderita luka dalam aneh yang tak bisa disembuhkan, kabarnya orang-orang aliran sesat berkumpul di Wubagang, untuk mencari muka pada Nona Besar Ren itu mereka berusaha menyembuhkan lukamu, namun akhirnya mereka semua tak bisa apa-apa, benar tidak?" Linghu Chong berkata, "Benar". Tuan Mo Da berkata, "Kejadian ini mengegerkan dunia persilatan, semua berkata bahwa si bocah Linghu Chong ini begitu beruntung sehingga dapat memperoleh perhatian khusus dari Gadis Suci Heimuya, Nona Besar Ren, kalaupun lukanya tak dapat disembuhkan, hidupnya tak sia-sia belaka". Linghu Chong berkata, "Tuan Mo Da mengolok-olok aku". Ia berpikir, "Walaupun Lao Touzi, Zu Qianqiu dan yang lainnya bermaksud baik, namun perbuatan mereka terlalu tergesa-gesa hingga masalah seperti ini sampai tersiar keluar, tak heran Yingying marah".
Tua Mo Da bertanya, "Lalu setelah itu kau bagaimana bisa sembuh? Karena berlatih ilmu sakti Yijin Jing dari Shaolin, benar tidak?"
Linghu Chong berkata, "Bukan. Kepala Biara Shaolin Biksu Fang Zheng sangat murah hati, ia tak menyimpan dendam dan bersedia mengajarkan ilmu tenaga dalam tertinggi Shaolin padaku. Hanya saja keponakan tak ingin masuk Biara Shaolin, dan ilmu simpanan Shaolin ini tak boleh diajarkan pada orang luar, maka aku terpaksa menolak maksud baik Biksu Fang Zheng itu". Tuan Mo Da berkata,"Biara Shaolin adalah Gunung Taishan dan Bintang Utaranya dunia persilatan. Saat itu kau telah dikeluarkan dari Perguruan Huashan, maka kebetulan kau bisa masuk Biara Shaolin. Ini adalah kesempatan emas yang hanya terjadi seribu tahun sekali, tapi kenapa nyawamu sendiripun tak kaupikirkan?" Linghu Chong berkata, "Sejak kecil keponakan telah berhutang budi kepada guru dan ibu guru yang telah membesarkanku, hutang budi kepada mereka ini sukar dibalas. Keponakan berharap agar suatu hari guru yang berbudi memperbolehkanku membuka lembaran baru dan menerimaku kembali dalam perguruan, oleh karena itu keponakan sama sekali tak takut mati dan tak mau masuk perguruan lain".
Tuan Mo Da mengangguk dan berkata, "Perkataanmu ini beralasan. Kalau begitu luka dalammu ini sembuh karena sebab lain". Linghu Chong berkata, "Benar, tapi luka dalam keponakan ini belum sembuh seluruhnya".
Tuan Mo Da menatapnya, lalu berkata, "Biara Shaolin tak pernah ada sangkut pautnya denganmu, walaupun umat Buddha bersikap welas asih, namun mereka juga tak bisa sembarangan mengajarkan ilmu simpanan mereka pada orang luar. Apa kau benar-benar tak tahu kenapa Biksu Fang Zheng bersedia mengajarkan ilmu simpanan tertinggi perguruannya itu padamu?" Linghu Chong berkata, "Keponakan benar-benar tak tahu, kuharap Paman Guru Mo bersedia menjelaskannya".
Tuan Mo Da berkata, "Baiklah! Semua orang di dunia persilatan berkata bahwa hari itu Nona Besar Ren sendiri mengendongmu ke Biara Shaolin, ia mohon supaya Biksu Fang Zheng menemuinya, lalu ia berkata bahwa kalau Biksu Fang Zheng bersedia menyelamatkan nyawamu, ia akan bersedia menerima hukuman apapun dari Biara Shaolin, bahkan kalau mereka ingin membunuhnyapun ia tak akan mengerutkan keningnya".
"Oh!", ujar Linghu Chong, ia melompat bangkit sehingga cawan-cawan arak di atas meja terbalik, keringat dingin langsung bercucuran dari sekujur tubuhnya, tangan dan kakinya gemetar, dengan suara bergetar ia berkata, "Ini......ini......ini......" Pikirannya galau, ia teringat saat itu ketika tubuhnya dari hari ke hari makin lemah, suatu malam, di tengah mimpinya ia mendengar Yingying menangis pilu, lalu berkata, "Setiap hari kau makin kurus saja, aku......aku....." Yingying berbicara dengan amat tulus, dalam hati ia merasa amat berterima kasih, ia memuntahkan darah segar, lalu tak sadarkan diri. Ketika siuman, ia telah berada di kamar kecil di Biara Shaolin itu, dan Biksu Fang Sheng telah mengerahkan segala daya untuk menyelamatkan nyawanya. Dirinya sendiri tak tahu bagaimana ia bisa sampai di Biara Shaolin, dan juga tak tahu Yingying entah pergi ke mana, ternyata ialah yang telah menyelamatkan dirinya dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri, ia tak kuasa menahan air mata hangat berlinangan di pelupuk matanya dan mengalir bercucuran.
Tuan Mo Da menghela napas dan berkata, "Walaupun Nona Besar Ren ini berasal dari Sekte Iblis, namun perasaannya terhadapmu amat tulus dan membuat orang menghormatinya. Murid-murid Biara Shaolin yaitu Xin Guoliang, Yi Guozi, Huang Guobai dan Biksu Jueyue telah tewas di tangannya. Kalau ia mendatangi Biara Shaolin, ia tak punya harapan untuk kembali hidup-hidup, namun demi menyelamatkan nyawamu, dia......dia tak memperdulikan dirinya sendiri. Biksu Fang Zheng tak ingin membunuhnya, namun juga tak bisa melepaskannya begitu saja, oleh karena itu ia mengurungnya di gua belakang Biara Shaolin. Bawahan Nona Besar Ren dari segala penjuru tentu saja ingin membebaskannya. Kabarnya beberapa bulan belakangan ini, tak ada satu haripun yang berlalu dengan damai di Biara Shaolin, sejak mereka menangkapnya, paling tidak sudah ada seratus orang yang mendatangi mereka".
Tuan Mo Da menghela napas, lalu berkata, "Tokoh-tokoh aliran sesat itu sehari-hari biasa mendengar perintah Nona Besar Ren, kalau tidak mereka masing-masing sama-sama angkuh hingga mereka saling berkelahi sendiri, tak ada yang mau tunduk kepada orang lain. Sekarang mereka hendak pergi ke Biara Shaolin untuk menolong orang, mereka semua tahu bahwa Biara Shaolin adalah cikal bakal semua ilmu silat dan mereka bakal menghadapi kesulitan di sana. Lagipula, kalau mereka sendiri-sendiri pergi ke Shaolin, mereka tak akan kembali hidup-hidup, oleh karena itu mereka mengumpulkan semua orang untuk berserikat, dan setelah itu pergi kesana. Karena perserikatan sudah terbentuk, harus ada ketuanya. Kabarnya beberapa hari belakangan ini demi memperebutkan jabatan ketua, banyak orang telah berkelahi hingga ada yang terluka dan bahkan tewas, tidak sedikit orang yang telah celaka. Keponakan Linghu, kurasa kau harus segera pergi kesana, baru bisa menghentikan mereka. Apapun yang kau katakan, mereka tak akan berani membantah! Hahaha, hahaha!"
Perasaan Linghu Chong bergejolak, untuk beberapa saat ia tak dapat menenangkan diri, setelah lama, ia baru bertanya, "Paman Guru Mo, kau baru saja berkata bahwa mereka berkelahi memperebutkan jabatan ketua, sehingga rombongan mereka menjadi kacau balau, sebenarnya bagaimana duduk perkaranya?"
Selagi Tuan Mo Da tertawa, wajah Linghu Chong merona merah, ia tahu dengan jelas bahwa perkataannya itu memang benar, namun kawanan itu mematuhinya hanya semata-mata karena memandang wajah Yingying, dan kalau kelak Yingying tahu akan hal ini, ia pasti akan naik pitam, mendadak sebuah pikiran muncul di benaknya, "Perasaan Yingying kepadaku amat mendalam, namun kulitnya amat tipis, ia paling khawatir kalau orang lain menertawakannya dan berkata bahwa ia sengaja memikat diriku, tapi aku tak membalasnya. Aku ingin membalas budinya ini, maka aku harus memberitahu semua orang gagah di dunia persilatan bahwa Linghu Chong amat mencintainya dan bersedia berkorban nyawa untuknya. Aku harus datang sendiri ke Shaolin, paling baik kalau aku bisa membebaskannya, tapi kalaupun aku tak dapat menolongnya, aku harus berbuat onar supaya semua orang tahu". Ia berkata, "Biksuni Dingxian dan Dingyi berdua sudah pergi ke Biara Shaolin untuk mohon kemurahan hati kepala biara, memohon mereka supaya membebaskan Nona Besar Ren ini untuk menghindari banjir darah".
Tuan Mo Da mengangguk-angguk seraya berkata, "Pantas saja, pantas saja! Aku selalu merasa heran, Biksuni Dingxian adalah seseorang yang hati-hati dan berpengalaman, tapi kenapa ia dengan senang hati membiarkanmu menemani nona-nona dan para biksuni yang tergabung dalam perguruannya, sedangkan dirinya sendiri pergi ke tempat lain, ternyata ia berusaha membujuk mereka demi kau".
Linghu Chong berkata, "Paman Guru Mo, sejak keponakan mengetahui tentang hal ini, aku merasa amat cemas, kalau saja aku mempunyai sayap, aku ingin terbang ke Shaolin untuk melihat bagaimana hasil kedua biksuni itu memohon kemurahan hati kepala biara. Namun saudari-saudari dari Perguruan Hengshan ini semuanya adalah kaum hawa yang lemah, kalau di jalan mereka menemui masalah, keadaan akan menjadi runyam".
Tuan Mo Da berkata, "Kau silahkan pergi!" Linghu Chong berkata dengan girang, "Jadi aku bisa pergi sekarang?" Tuan Mo Da tak menjawab, ia mengambil rebab yang tersandar pada bangku dan mulai mengeseknya.
Linghu Chong tahu bahwa dengan cara demikian, ia telah menyanggupi akan menjaga murid-murid Hengshan. Ilmu silat dan wawasan Paman Guru Mo ini memang luar biasa, tak perduli apakah ia secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi melindungi mereka, Perguruan Hengshan tak usah khawatir lagi. Maka ia segera menyoja memberi hormat seraya berkata, "Terima kasih atas kebaikan paman guru".
Tuan Mo Da berkata, "Perguruan Pedang Lima Puncak, satu akar banyak cabangnya.Untuk apa kau mengucapkan terima kasih kepadaku? Kalau Nona Besar Ren itu mendengar tentang hal ini, jangan-jangan ia akan minum cuka[1]".
Linghu Chong berkata, "Keponakan mohon diri dahulu. Keponakan akan sedikit merepotkan Paman Guru Mo untuk mengurus saudari-saudari dari Perguruan Hengshan". Sambil berbicara ia bergegas keluar dari kedai itu.
Ia berhenti melangkah dan memandang ke tengah sungai, ia melihat sinar lentera memancar keluar dari jendela kapal, cahayanya terpantul di permukaan air Sungai Han, seberkas sinar kuning yang perlahan-lahan meredup. Dari dalam kedai di belakangnya, suara rebab Tuan Mo Da terdengar makin sayup-sayup, di tengah malam yang sunyi itu kedengarannya sungguh memilukan hati.
Catatan Kaki Penerjemah
[1] 喝醋 (he cu), ungkapan yang berarti 'menjadi cemburu'.