Pendekar Hina Kelana Bab 20 - Berkunjung Ke Penjara
<< Bab Sebelumnya - Halaman Utama Pendekar Hina Kelana - Bab Selanjutnya >>
Terjemahan Cersil Pendekar Hina Kelana
oleh Grace Tjan
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.
Berdasarkan novel edisi ketiga.
Smiling Proud Wanderer Jilid 2
Bab XX Berkunjung Ke Penjara
Bagian Pertama
Tubiweng masih memikirkan Kitab Sesuka Hati karya Zhang Xu itu, sambil memohon ia berkata, "Saudara Tong, mohon perlihatkan kitab itu padaku lagi". Xiang Wentian tersenyum simpul, "Setelah tuan pertama mengalahkan Saudara Fengku, kitab ini akan menjadi milik tuan ketiga, andaikan tuan hendak memandanginya tiga hari tiga malam berturut-turutpun juga bisa". Tubiweng berkata, "Aku akan memandanginya tujuh hari tujuh malam berturut-turut!" Xiang Wentian berkata, "Baik, silahkan memandanginya tujuh hari tujuh malam berturut-turut". Hati Tubiweng tergelitik, tanyanya, "Kakak kedua, bagaimana kalau aku minta kakak pertama keluar?"
Heibaizi berkata, "Kalian berdua duduklah disini menemani tamu. Aku akan bicara dengan kakak pertama". Ia berbalik dan melangkah keluar.
Dan Qingsheng berkata, "Saudara Feng, mari minum arak. Ai, isi guci arak ini tak sedikit yang dibuang-buang kakak ketiga". Sambil berbicara, ia menuangkan arak ke dalam cawan.
Tubiweng berkata dengan gusar, "Dibuang-buang bagaimana? Kalau kau minum arak ini dan masuk ke perutmu, tak lama kemudian ia akan berubah menjadi kencing yang harus dibuang. Tapi tulisanku di dinding putih itu, bukankah akan abadi selamanya? Arak dijadikan tulisan indah, ribuan tahun lagi kalau ada orang yang melihat tulisan indahku, mereka baru akan tahu bahwa di dunia ini ada satu tong arak Turfanmu itu".
Dan Qingsheng mengangkat cawan ke arah dinding itu seraya berkata, "Dinding, oh dinding, betapa beruntungnya kau dapat mencicipi arak bagus yang dibuat dengan tangan tuan keempat sendiri, kalaupun kakak ketiga tak menulis di wajahmu, kau......kau......kau akan tetap abadi selamanya juga". Linghu Chong tertawa, "Dibandingkan dengan tembok yang tak tahu apa-apa ini, aku yang dapat merasakan arak bagus yang amat langka sepanjang masa ini sangatlah beruntung". Sambil berbicara, ia mengangkat cawan itu dan menenggaknya. Xiang Wentian ikut menemani minum dua cawan di sisinya, lalu tak minum arak lagi. Namun Dan Qingsheng dan Linghu Chong terus menuang arak dan menenggaknya, makin banyak minum mereka makin menikmatinya.
Setelah mereka masing-masing minum tujuh atau delapan belas cawan arak, Heibaizi keluar dan berkata, "Saudara Feng, kakak pertama mempersilahkanmu masuk. Ikutlah denganku. Saudara Tong, bagaimana kalau anda minum-minum arak dahulu disini?"
Xiang Wentian tertegun, katanya, "Ini....." Ia melihat bahwa Heibaizi sama sekali tak punya maksud untuk ikut mengundangnya, maka bagaimana ia dapat mendesak untuk ikut serta? Maka ia menghela napas, lalu berkata, "Aku tak beruntung dapat berjumpa dengan tuan pertama, hal ini akan benar-benar menjadi penyesalan seumur hidupku". Heibaizi berkata, "Saudara Tong mohon jangan tersinggung. Kakak perrtamaku sudah lama mengundurkan diri, tak pernah menemui tamu, hanya karena ia mendengar bahwa ilmu pedang Saudara Feng amat hebat, ia merasa kagum dan mengundangnya untuk bertemu muka. Sama sekali tak ada maksud untuk bersikap tak hormat pada Saudara Tong". Xiang Wentian berkata, "Aku mana berani berpikir demikian!"
Linghu Chong meletakkan cawan araknya, ia merasa tak patut membawa pedang ketika akan bertemu dengan sang majikan, maka dengan tangan kosong ia mengikuti Heibaizi keluar dari ruangan catur, setelah melewati sebuah serambi, mereka tiba di depan sebuah pintu bulan.
Di atas pintu bulan itu tertulis dua kata 'Jiwa Kecapi', huruf-huruf itu dibuat dari keramik berglazur warna biru, gaya tulisannya berani dan kuat, jelas bahwa huruf-huruf itu ditulis oleh Tubiweng. Setelah melewati pintu bulan itu, mereka melewati sebuah jalan setapak
penuh bunga-bunga yang indah dan sunyi, di kedua sisinya tumbuh pohon-pohon bambu yang gemulai, batu-batu yang menutupi jalan setapak itu penuh ditumbuhi lumut, jelas bahwa jalan setapak itu jarang dilalui orang. Jalan setapak itu berakhir di depan tiga buah bangunan batu. Di depan dan belakang bangunan-bangunan batu itu tumbuh tujuh atau delapan batang pohon cemara yang tinggi dan rimbun daunnya, sehingga sekitarnya nampak remang-remang. Heibaizi mendorong pintu gerbang dengan pelan hingga terbuka, lalu berkata dengan lirih, "Silahkan masuk".
Begitu Linghu Chong memasuki pintu, ia mencium aroma cendana yang harum. Heibaizi berkata, "Kakak pertama, Pendekar Muda Feng dari Perguruan Huashan sudah datang".
Dari dalam ruangan muncul seorang tua, ia merangkap tangannya dan berkata, "Pendekar Muda Feng telah bersedia mengunjungi rumahku yang sederhana ini, namun aku tak dapat menyambutmu dari jauh, mohon maaf, mohon maaf".
Linghu Chong melihat bahwa orang tua itu berumur enam puluh tahun lebih, ia kurus kering, otot-otot di wajahnya nampak cekung, benar-benar seperti tengkorak hidup, namun sepasang matanya tajam dan cemerlang. Ia menjura seraya berkata, "Aku memberanikan diri datang kemari, mohon maaf". Orang tua itu berkata, "Tak apa-apa, tak apa-apa". Heibaizi berkata, "Nama Taois kakak pertamaku ialah Huang Zhonggong[1], mungkin Pendekar Muda Feng sudah pernah mendengarnya". Linghu Chong berkata, "Aku sudah lama mendengar tentang nama besar tuan-tuan berempat, aku sungguh beruntung dapat bertemu muka dengan kalian hari ini". Pikirnya, "Kakak Xiang benar-benar suka bercanda, ia sama sekali tak memberitahu apa-apa kepadaku, cuma berkata kalau aku harus menurut padanya. Sekarang ia tak ada di sisiku, kalau tuan pertama ini memberiku teka-teki yang sulit dipecahkan, entah bagaimana aku harus mengatasinya".
Huang Zhonggong berkata, "Kabarnya Pendekar Muda Feng adalah ahli waris sesepuh Perguruan Huashan, Tuan Feng, ilmu pedangmu amat hebat. Si tua ini amat mengagumi Tuan Feng, baik sikapnya maupun ilmu silatnya, namun sayang aku tak pernah beruntung dapat berjumpa dengannya. Beberapa waktu yang lalu, ketika tersiar kabar di dunia persilatan bahwa Tuan Feng telah meninggal dunia, si tua ini sangat berduka. Hari ini aku telah bertemu dengan ahli waris langsung Tuan Feng, aku merasa sangat terhibur. Menurut adik kedua, Pendekar Muda Feng adalah sepupu Tuan Feng?"
Linghu Chong berpikir, "Kakek Guru Feng dengan sungguh-sungguh menyuruhku untuk tak membocorkan berita tentang keberadaan beliau. Begitu Kakak Xiang melihat ilmu pedangku, ia langsung menebak bahwa ilmu itu diajarkan oleh beliau, sekarang ia malah dengan sembarangan memberitahukannya pada semua orang, dan juga berkata bahwa aku bermarga Feng, hal ini agak terlalu mengada-ada. Namun kalau aku memberitahukan keadaan yang sebenarnya secara terus terang, juga tak patut". Maka ia tak punya pilihan lain selain berkata dengan samar-samar, "Aku adalah murid beliau dari angkatan muda, namun bakatku kurang, lagipula aku hanya sebentar menerima pengajarannya, maka aku hanya dapat mempelajari sepuluh atau dua puluh persen saja dari kepandaian beliau".
Huang Zhonggong menghela napas, lalu berkata, "Kalau kau benar-benar baru mempelajari sepuluh atau dua puluh persen kepandaian beliau, namun bisa mengalahkan ketiga adikku dalam ilmu pedang, kepandaian Tuan Feng benar-benar sukar diukur ketinggiannya". Linghu Chong berkata, "Ketiga tuan-tuan itu dan aku hanya sembarangan bertukar jurus saja, sebelum ada yang menang atau kalah, kami sudah berhenti". Huang Zhonggong mengangguk-angguk, di wajahnya yang cekung muncul senyum yang samar-samar, ia berkata, "Orang muda yang tak sombong dan berangasan amat jarang. Silahkan masuk ke ruang kecapi untuk minum teh".
Linghu Chong dan Heibaizi mengikutinya masuk ke ruang kecapi dan duduk di dalamnya, seorang bocah lalu datang menyuguhkan teh hijau. Huang Zhonggong berkata, "Aku dengar Pendekar Muda Feng membawa kitab kuno yang bernama Guangling San. Benarkah? Aku si tua ini cukup suka musik, setiap kali aku ingat bahwa sebelum Ji Zhongsan[2] di hukum mati, ia memetik kecapi, lalu berkata, 'Sejak saat ini Guangling San akan musnah!', aku selalu menghela napas. Kalau lagu ini benar-benar dapat kembali muncul di dunia ini, dan aku si tua ini bisa mendapatkan naskahnya dan memainkannya, tak akan ada penyesalan dalam hidupku". Ketika berbicara sampai disini, tak nyana di wajahnya yang pucat pasi muncul rona merah, jelas bahwa semangatnya telah timbul.
Linghu Chong berpikir, "Berbagai kebohongan Kakak Xiang benar-benar membuat mereka tertipu habis-habisan. Kulihat bahwa keempat majikan Mei Zhuang di Kushan ini semuanya orang yang luar biasa, lagipula kita datang untuk mohon mereka menyembuhkanku, aku tak bisa membiarkan mereka tetap menduga-duga. Kalau naskah kecapi ini benar-benar naskah Guangling San yang didapatkan Sesepuh Qu di makam si Cai siapa dari Dinasti Han Timur itu, seharusnya aku memperlihatkannya kepadanya". Ia mengambil naskah kecapi yang diberikan Xiang Wentian kepadanya, bangkit dari tempat duduknya dan menyerahkannya dengan kedua belah tangannya kepada Huang Zhonggong seraya berkata, "Tuan pertama, silahkan lihat".
Huang Zhonggong setengah bangkit dari kursinya untuk menerima kitab itu, katanya, "Guangling San sudah lama hilang dari dunia manusia, hari ini aku dapat melihat kitab kenamaan karya orang zaman dahulu, aku sangat gembira, hanya saja......hanya saja entah......" Perkataannya sepertinya mempertanyakan mengenai bagaimana ia bisa mengetahui apakah kitab itu benar-benar Guangling San yang asli, dan bukan kitab palsu yang dibuat orang iseng untuk menipu orang lain. Secara acak ia membolak-balik halamannya sambil berkata, "Hmm, lagunya amat panjang". Ia sekali lagi membaca halaman pertamanya, tak lama kemudian, raut wajahnya berubah.
Tangan kanannya membolak-balik halaman kitab kecapi itu, sedangkan kelima jari tangan kirinya seakan memetik sebuah kecapi di atas meja, lalu ia memuji, "Bagus sekali! Lembut dan tulus, namun amat jernih dan mendalam". Ia membalik halaman kedua, setelah membacanya untuk beberapa saat, ia lagi-lagi memuji, "Berselera tinggi dan anggun, di dalamnya tersembunyi kebenaran-kebenaran yang mendalam, dengan membayangkan iramanya saja, dalam sekejap aku merasa penuh semangat".
Heibaizi melihat bahwa ketika membaca sampai halaman kedua saja Huang Zhonggong sudah begitu keranjingan, ia khawatir kalau sang kakak terus membaca seperti ini, sampai beberapa shichenpun ia tak akan selesai membaca, maka ia menyela, "Pendekar Muda Feng ini dan Saudara Tong dari Perguruan Songshan datang kemari, lalu mereka berkata bahwa kalau di Mei Zhuang ini ada orang yang dapat mengungguli ilmu pedangnya......" Huang Zhonggong berkata, "Hmm, harus ada orang yang dapat mengungguli ilmu pedangnya, barulah dia mengizinkan Guangling San ini untuk kupinjam dan kusalin, benar tidak?" Heibaizi berkata, "Benar, kami bertiga sudah kalah, kalau kakak pertama tidak ikut masuk gelanggang, Mei Zhuang di Kushan kita.....hmm". Huang Zhonggong tertawa hambar, lalu berkata, "Karena kalian sudah tak berhasil, aku juga tak akan berhasil". Heibaizi berkata, "Kami bertiga mana bisa dibandingkan dengan kakak pertama?" Huang Zhonggong berkata, "Aku sudah tua, tak berguna lagi".
Linghu Chong bangkit dan berkata, "Nama Taois tuan pertama ialah 'Huang Zhonggong', tentunya tuan adalah ahli kecapi. Walaupun naskah ini sukar didapat, namun bukanlah suatu rahasia yang tak boleh diberitahukan kepada orang lain. Tuan pertama, silahkan meminjam dan menyalinnya, dalam tiga sampai lima hari lagi, aku akan datang untuk mengambilnya kembali".
Heibaizi dan Huang Zhonggong terpana. Di ruangan catur, Heibaizi telah melihat bagaimana Xiang Wentian membiarkan mereka menduga-duga dan terus-menerus mempersulit keadaan, sehingga membuat hatinya terasa gatal, namun tak nyana Feng Erzhong ini ternyata begitu murah hati. Ia adalah seorang ahli catur, maka ia menduga bahwa dalam langkah Linghu Chong ini tersembunyi suatu jebakan untuk menipu Huang Zhonggong, namun ia tak dapat melihat titik lemahnya. Huang Zhonggong berkata, "Tanpa jasa tak patut menerima upah. Kau dan aku tak mempunyai hubungan apapun, bagaimana kami dapat menerima hadiahmu yang besar ini? Kalian berdua telah sudi berkunjung ke wisma kami yang sederhana ini, tentunya kalian mempunyai suatu alasan tertentu, mohon supaya kau memberitahukannya dengan terus terang".
Linghu Chong berpikir, "Sebenarnya apa tujuan Kakak Xiang dan aku datang ke Mei Zhuang? Kurasa tentunya untuk mohon keempat tuan ini untuk menyembuhkanku. Namun semua yang diaturnya sepertinya penuh rahasia, keempat tuan-tuan ini semuanya adalah tokoh-tokoh yang luar biasa, mungkin aku tak dapat berterus terang kepada mereka. Aku memang tak tahu apa maksud kedatangan Kakak Xiang, kurasa kalau aku memberitahu mereka tentang hal ini, tidak terhitung menipu mereka". Maka ia berkata, "Aku datang ke wisma yang mulia ini mengikuti Kakak Xiang, aku tak akan menyembunyikannya dari kalian, sebelum aku datang ke wisma ini, aku sama sekali belum pernah mendengar nama tuan-tuan berempat, dan juga tak tahu bahwa di dunia ini ada tempat yang bernama Mei Zhuang di Kushan". Setelah berhenti sejenak, ia meneruskan berbicara, "Hal ini disebabkan karena aku bebal dan tak tahu apa-apa, sehingga tak mengenali jago-jago dunia persilatan, mohon supaya tuan-tuan berdua tak menyalahkanku".
Huang Zhonggong melirik ke arah Heibaizi, di wajahnya muncul seulas senyuman tipis,
lalu ia berkata, "Pendekar Muda Feng telah bersikap jujur dan terus terang, si tua ini amat berterima kasih. Aku sebenarnya sangat heran, kami berempat telah mengundurkan diri ke Hangzhou dan di dunia persilatan orang yang mengetahuinya sangat sedikit, Perguruan Pedang Lima Puncak lebih-lebih lagi tak punya hubungan dengan kami, untuk apa kalian berkunjung kemari? Kalau begitu Pendekar Muda Feng sama sekali tak tahu latar belakang kami berempat?"
Linghu Chong berkata, "Aku amat malu, aku harap tuan-tuan berdua sudi memberiku petunjuk. Barusan ini aku berkata bahwa aku "sudah lama mendengar tentang nama besar tuan-tuan", namun sebenarnya......sebenarnya......"
Huang Zhonggong mengangguk-angguk sambil berkata, "Huang Zhonggong, Heibaizi dan lain-lain, adalah nama julukan yang kami pilih sendiri, kami sudah lama tak menggunakan nama-nama asli kami. Tentu saja pendekar muda belum pernah mendengar tentang reputasi kami berempat". Tangan kanannya membolak-balik naskah kecapi sambil bertanya, "Apakah kau dengan tulus mau meminjamkan kitab ini kepada si tua ini untuk disalin?" Linghu Chong berkata, "Benar. Karena naskah kecapi ini adalah milik Kakak Tong, aku hanya berkata akan meminjamkannya, kalau tidak, tuan silahkan ambil saja. Pedang pusaka harus dipersembahkan kepada seorang pahlawan, dan tak usah dikembalikan lagi". "Oh", ujar Huang Zhonggong, di wajahnya yang cekung samar-samar nampak rasa girang. Heibaizi berkata, "Kalau kau meminjamkan naskah kecapi ini pada kakak pertamaku, apakah Saudara Tong itu akan mengizinkannya?" Linghu Chong berkata, "Kakak Xiang dan aku adalah sahabat seumur hidup, dia adalah seseorang yang pemurah dan pemberani, kalau aku sudah berjanji untuk melakukan sesuatu hal yang sebesar apapun, ia juga tak akan melarangnya". Heibaizi mengangguk-angguk.
Huang Zhonggong berkata, "Si tua ini amat berterima kasih atas maksud baik Pendekar Muda Feng. Hanya saja karena belum mendengarnya dari mulut Saudara Tong sendiri, hati si tua ini tak tenang. Saudara Tong ini berkata, bahwa kalau kami menginginkan naskah kecapi ini, harus ada seseorang di Mei Zhuang ini yang dapat mengungguli ilmu pedangmu, si tua ini tak dapat memanfaatkan kemurahan hatimu seperti ini. Bagaimana kalau kita bertukar beberapa jurus?"
Linghu Chong berpikir, "Barusan ini tuan kedua berkata, 'Bagaimana kami bertiga dapat dibandingkan dengan kakak pertama?' Ilmu silat tuan pertama tentunya berada di atas mereka bertiga. Ilmu silat tuan ketiga amat tinggi, hanya dengan mengandalkan ilmu pedang yang diajarkan oleh Kakek Guru Fenglah aku dapat berada di atas angin, kalau aku bertanding dengan tuan pertama, aku belum tentu akan dapat meraih kemenangan. Tanpa alasan yang jelas, untuk apa aku mempermalukan diri sendiri? Kalaupun aku dapat mengalahkannya, apa faedahnya?" Maka ia berkata, "Kakak Tong hanya iseng saja mengucapkan perkataan itu, benar-benar membuatku malu. Kalau tuan-tuan berempat tak mencela keangkuhannya, aku akan sangat berterima kasih, mana berani aku menantang tuan pertama?"
Huang Zhonggong tersenyum dan berkata, "Kau orang yang amat baik, mari kita bertukar beberapa jurus, apa jeleknya?" Ia berpaling dan mengambil sebuah seruling kumala yang tergantung di dinding, memberikannya pada Linghu Chong, lalu berkata, "Pakailah seruling ini sebagai pedang, sedangkan aku akan memakai kecapi ini sebagai senjata". Dari meja di sebelah kepala ranjang, ia mengambil sebuah kecapi, tersenyum simpul, lalu berkata, "Walaupun kedua alat musik yang kita pakai ini bukan harta karun, namun mereka adalah benda yang langka, mana bisa digunakan untuk berkelahi sampai hancur? Kita berpura-berpura bertukar jurus saja".
Linghu Chong melihat bahwa seruling itu seluruhnya berwarna hijau tua, ternyata ia terbuat dari zamrud yang paling baik, di dekat mulutnya nampak beberapa titik sinabar, warnanya merah tua bagai darah, sehingga nampak kontras dengan badan seruling yang hijau bagai kumala. Kecapi yang dipegang oleh Huang Zhonggong warnanya gelap karena tua, sebuah barang antik yang usianya beberapa ratus sampai seribu tahun. Kalau kedua alat musik itu saling berbenturan dengan ringan saja, keduanya akan hancur berkeping-keping, tentunya tak dapat diguankan untuk berkelahi sungguhan. Namun saat ini ia tak punya pilihan lain, maka ia memegang seruling kumala itu dengan kedua tangannya dan berkata dengan hormat, "Mohon petunjuk tuan pertama".
Huang Zhonggong berkata, "Tuan Feng adalah jago pedang nomor wahid zaman ini, dari dahulu aku amat mengaguminya, ilmu pedang yang diajarkannya tentunya juga tak bisa dipandang sebelah mata. Pendekar Muda Linghu, silahkan mulai!" Linghu Chong mengangkat seruling itu, lalu mengayunkannya dengan pelan, angin masuk ke dalam lubang seruling, dan terdengarlah beberapa nada yang lembut. Tangan kanan Huang Zhonggong beberapa kali memetik senar kecapi dengan pelan, begitu suara kecapi berkumandang, ekor kecapi menyorong ke arah bahu kanan Linghu Chong
Ketika Linghu Chong mendengar suara kecapi, pikirannya sedikit terguncang, seruling kumala sedikit demi sedikit bergerak ke belakang siku Huang Zhonggong. Kalau kecapi terus bergerak ke bahunya, titik jalan darah di sikunya akan terlebih dahulu tertotok. Huang Zhonggong membalik kecapi dan menghantamkannya ke pinggang Linghu Chong, selagi kecapi bergerak, ia lagi-lagi memetik senarnya sehingga kecapi itu berbunyi. Linghu Chong berpikir, "Kalau aku menangkis dengan seruling kumala ini, begitu kedua alat musik berharga ini berbenturan, keduanya akan hancur. Demi alat musik kesayangannya ini, ia tentunya akan mengeser kecapinya. Namun cara berkelahi seperti ini agak mirip cara seorang bajingan". Seruling segera bergerak setengah lingkaran untuk menotok ketiak lawan. Huang Zhonggong mengangkat kecapi untuk menangkis serangan, namun Linghu Chong segera menarik seruling kumalanya. Huang Zhonggong dengan susul-menyusul memainkan beberapa nada di kecapinya, suara musiknya terdengar mendesak.
* * *
Air muka Heibaizi agak berubah, ia berbalik dan mundur keluar dari ruang kecapi, lalu menutup pintunya.
Ia tahu bahwa Huang Zhonggong memainkan nada-nada itu sama sekali bukan untuk bersenang-senang, melainkan untuk mencurahkan tenaga dalam kelas satu ke dalam suara kecapi guna menganggu pikiran lawan, tenaga dalam lawan akan bereaksi terhadap suara kecapi, dan tanpa merasakannya, ia akan dikuasai oleh irama kecapi. Kalau irama kecapi lambat, gerakan musuh juga akan ikut melambat; kalau irama kecapi cepat, gerakan musuh juga akan ikut menjadi cepat. Namun jurus-jurus yang dilancarkan Huang Zhonggong dengan kecapinya itu justru berlawanan dengan irama kecapi. Kalau ia melancarkan jurus-jurus dengan sebat, irama kecapi justru makin lambat, sehingga musuh tak dapat menangkis serangannya. Heibaizi tahu bahwa kungfu Huang Zhonggong ini tak dapat dipandang dengan sebelah mata, karena khawatir akan menderita luka dalam, ia segera keluar dari ruang kecapi.
Walaupun ia berada di balik pintu, ia masih sayup-sayup mendengar irama kecapi yang kadang lambat dan kadang cepat, tiba-tiba lembut tak bersuara, tiba-tiba berdentang keras, setelah beberapa lama, irama kecapi makin cepat. Mendengarnya, Heibaizi merasa gelisah dan napasnya tersengal-sengal, lagi-lagi ia mundur sampai diluar pintu gerbang, lalu menutup pintu gerbang itu. Di balik dua pintu itu, suara kecapi hampir tak terdengar, namun sesekali suara kecapi terdengar nyaring, beberapa nada menembus keluar dan membuat jantungnya makin berdebar-debar. Setelah berdiri tanpa bergerak untuk beberapa lama, suara kecapi masih terus terdengar, dalam hati ia merasa heran, "Ilmu pedang pemuda marga Feng ini memang amat tinggi, tak nyana tenaga dalamnya juga amat hebat. Bagaimana ia dapat bertahan begitu lama di bawah serangan 'Ilmu Pedang Tujuh Senar Tak Berwujud' kakak pertama?"
Ketika ia sedang sibuk berpikir, Tubiweng dan Dan Qingsheng datang dengan berendeng pundak. Dan Qingsheng bertanya dengan suara lirih, "Bagaimana?" Heibaizi berkata, "Mereka sudah bertarung sedemikian lama, namun anak muda itu masih terus bertahan. Aku khawatir kakak pertama akan melukainya dengan parah". Dan Qingsheng berkata, "Aku akan mohon belas kasihan kakak pertama, ia tak boleh sampai melukai sahabat yang baik ini". Heibaizi menggeleng, "Kau tak boleh masuk".
Tepat pada saat itu, suara kecapi berdentang-dentang keras, begitu suara kecapi terdengar, ketiga orang itu segera mundur selangkah, ketika suara kecapi terdengar lima kali, mereka bertiga tak kuasa mundur lima langkah. Wajah Tubiweng pucat pasi, setelah menenangkan diri untuk sesaat, ia baru berbicara, "Ilmu pedang tanpa wujud 'Enam Dewa Pembelah Gunung' kakak pertama ini memang amat lihai. Bagaimana si marga Feng itu dapat menahan enam serangan berantai yang amat ganas ini?"
Sebelum ia selesai berbicara, lagi-lagi terdengar sebuah suara keras, menyusul terdengar beberapa dentang-denting, seakan beberapa senar kecapi telah putus.
Heibaizi dan yang lainnya terkejut, mereka membuka pintu dan bergegas masuk, setelah memuka pintu ruang kecapi, mereka melihat Huang Zhonggong berdiri tertegun tanpa berkata-kata, sedangkan ketujuh senar kecapi yang berada ditangannya putus dan terkulai di sisi kecapi. Linghu Chong yang memegang seruling kumala berdiri di samping, ia menjura seraya berkata, "Mohon maaf!" Mudah dilihat bahwa dalam pertandingan ini Huang Zhonggong kalah.
Heibaizi bertiga terpana. Mereka bertiga tahu benar bahwa tenaga dalam kakak pertama ini amat hebat, ia adalah seorang jago yang luar biasa di dunia persilatan, namun tak nyana ia tumbang di tangan anak muda dari Perguruan Huashan ini, andaikan mereka tak menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, mereka akan sulit untuk mempercayainya.
* * *
Huang Zhonggong tersenyum, lalu berkata, "Ilmu pedang Pendekar Muda Feng amat hebat, amat jarang ditemui oleh si tua ini seumur hidupku, dan pencapaian tenaga dalamnya juga amat tinggi, benar-benar patut dihormati dan dikagumi. Tadinya aku berpikir bahwa 'Ilmu Pedang Tujuh Senar Tanpa Wujud' si tua ini terhitung ilmu yang hebat di dunia persilatan, tak nyana di tangan Pendekar Muda Feng hanya seperti mainan saja. Kami kakak beradik berempat sudah mengundurkan diri di Mei Zhuang dan tak pernah menginjakkan kaki di dunia persilatan selama sepuluh tahun lebih, hmm, ternyata kami telah menjadi katak dalam tempurung". Nada bicaranya terdengar sedikit murung. Linghu Chong berkata, "Aku hanya berusaha keras untuk bertahan, banyak terima kasih atas kemurahan hati tuan". Huang Zhonggong menghela napas panjang, menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu kembali duduk dengan kecewa, wajahnya nampak muram.
Linghu Chong tak tahan melihatnya seperti itu, pikirnya, "Kakak Xiang jelas tak ingin mereka tahu bahwa tenaga dalamku telah musnah, supaya mereka tak tahu bahwa aku hendak mohon lukaku disembuhkan, dan oleh karenanya menghindari halangan yang akan muncul. Namun seorang lelaki sejati harus bersikap jujur dan terus terang, aku tak bisa mengambil keuntungan dari mereka seperti ini". Maka ia berkata, "Tuan pertama, ada satu hal yang harus kuberitahukan. Aku tak takut pada hawa pedang tanpa wujud yang keluar dari kecapimu bukan karena tenaga dalamku amat kuat, melainkan karena aku sama sekali tak mempunyai tenaga dalam".
Huang Zhonggong tertegun, ia bangkit seraya berkata, "Kenapa?" Linghu Chong berkata, "Aku berkali-kali terluka, sama sekali tak punya tenaga dalam, oleh karena itu aku sama sekali tak bereaksi terhadap suara kecapimu". Huang Zhonggong terkejut sekaligus girang, dengan suara gemetar ia bertanya, "Benarkah?" Linghu Chong berkata, "Kalau tuan tak percaya, begitu tuan memeriksa denyut nadiku, tuan akan tahu". Sambil berbicara ia mengangsurkan tangan kanannya.
Huang Zhonggong dan Heibaizi amat heran, mereka berpikir bahwa kedua orang itu telah datang ke Mei Zhuang, walaupun tidak jelas-jelas sebagai musuh, namun secara keseluruhan maksud mereka tidak baik, bagaimana ia berani mengangsurkan tangannya dengan tenang, dan menyerahkan hidupnya ke tangan mereka? Andaikan Huang Zhonggong memakai alasan memeriksa denyut nadi untuk menotok titik jalan darah di pergelangan tangannya, kalaupun kepandaian setinggi langit, ia tak akan dapat dapat mengerahkannya dan terpaksa mengantungkan diri pada belas kasihan musuh. Barusan ini, ketika Huang Zhonggong melancarkan jurus andalannya yaitu 'Enam Dewa Pembelah Gunung', jurus itu tak hanya sama sekali tak berpengaruh terhadap Linghu Chong, namun ketika pada akhirnya ketujuh senar itu serentak berbunyi dan pengerahan tenaga dalamnya mencapai puncaknya, tak nyana ketujuh senar malah itu serentak putus. Kekalahan telak seperti itu, pada akhirnya sulit diterima, pikirnya, "Kalau kau menarik telapak tanganku dan menotok titik jalan darahku, aku akan mengadu tenaga dalam denganmu". Ia segera mengangsurkan tangan kanannya dan perlahan-lahan mengerakkannya ke arah pergelangan tangan Linghu Chong. Ketika mengangsurkan tangannya ini, ia menyembunyikan 'Ilmu Cakar Harimau', 'Jurus Cakar Naga' dan 'Delapan Belas Tapak Kecil', yaitu tiga macam ilmu qinna kelas satu, sehingga tak perduli jurus apapun yang dipakai lawan, ia akan hanya tak dapat memegang pergelangan tangan lawan, namun lawan juga tak akan dapat mengambil keuntungan dari dirinya. Tak nyana ketika kelima jarinya menyentuh pergelangan tangan lawan, Linghu Chong tak bergeming, dan sama sekali tak bermaksud menyerang balik.
Huang Zhonggong tercengang, namun ketika merasakan bahwa denyut nadi Linghu Chong lemah, ia merasa lega, ternyata pemuda itu sama sekali tak mempunyai tenaga dalam. Setelah tertegun sejenak, ia tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Begitu rupanya, begitu rupanya! Aku telah kena tipu, anak muda kau telah menipuku!" Walaupun ia berkata bahwa ia kena tipu, namun raut wajahnya amat girang.
'Ilmu Pedang Tujuh Senar Tak Berwujud' miliknya hanyalah terdiri dari suara kecapi belaka, irama musik pada hakekatnya tak dapat melukai musuh, kegunaannya hanya merangsang tenaga dalam lawan dan mengacaukan gerakannya. Semakin kuat tenaga dalam lawan, reaksinya terhadap irama kecapi juga makin kuat. Sama sekali tak terpikir olehnya bahwa Linghu Chong sama sekali tak punya tenaga dalam, dan oleh karenanya, 'Ilmu Pedang Tujuh Senar Tak Berwujud' itu sama sekali tak mempunyai akibat apapun terhadapnya. Setelah kalah telak, ia sangat berkecil hati, namun setelah tahu bahwa alasan kekalahannya sama sekali bukan karena kepandaian yang telah dilatihnya dengan susah payah selama puluhan tahun tak lagi efektif, ia amat girang seakan gila. Ia mengenggam tangan Linghu Chong dan berkali-kali mengoyang-goyangkannya, sambil tersenyum ia berkata, "Saudara yang baik, saudara yang baik! Kenapa kau mau memberitahukan rahasiamu pada si tua ini?"
Linghu Chong tersenyum, "Aku sama sekali tak punya tenaga dalam, namun saat bertanding pedang dengan tuan, aku menyembunyikannya, mau tak mau aku merasa tak enak hati. Bagaimana aku dapat terus membohongi tuan? Tuan bagai memetik kecapi untuk seekor sapi, dan aku bagai seekor sapi yang tak mengerti keanggunan permainan kecapi tuan".
Huang Zhonggong mengelus-elus janggutnya sambil tertawa, katanya, "Kalau begitu, 'Ilmu Pedang Tujuh Senar Tak Berwujud' si tua ini tak terhitung sebagai sesuatu yang tak berguna. Aku khawatir bahwa 'Ilmu Pedang Tujuh Senar Tak Berwujud' ini telah berubah menjadi 'Ilmu Pedang Senar Putus Tak Berguna', hahaha, hahaha!"
Heibaizi berkata, "Pendekar Muda Feng, kau telah memberitahu kami dengan jujur, kami semua sangat berterima kasih. Tapi apakah kau tidak tahu bahwa begitu kau membocorkan kelemahanmu ini, kalau kami ingin mencabut nyawamu, akan semudah membalik telapak tangan? Ilmu pedangmu tinggi, namun kau sama sekali tak punya tenaga dalam, kau tak akan bisa menahan serangan kami".
Linghu Chong berkata, "Perkataan tuan kedua ini benar. Aku tahu benar bahwa tuan-tuan berempat adalah orang gagah, maka aku berbicara dengan terus terang".
Huang Zhonggong berkata, "Benar, benar. Saudara Feng, lebih baik kau katakan saja dengan jujur apa maksudmu datang ke wisma kami yang sederhana ini. Begitu berjumpa denganmu, kami empat bersaudara sudah menganggapmu sebagai seorang kawan lama, asalkan kami sanggup melakukannya, kami akan melakukan apapun yang kau inginkan".
Tubiweng berkata, "Kau sama sekali tak punya tenaga dalam, kemungkinan besar karena kau menderita luka parah. Aku punya seorang sahabat karib yang ilmu pengobatannya bagai dewa, hanya saja wataknya aneh, sering tak mau mengobati orang, namun dengan memandang wajahku, ia tentunya akan mau mengobati lukamu. Si 'Tabib Pembunuh' Ping Yizhi itu sudah lama bersahabat denganku......" Linghu Chong menyela, "Tabib Ping Yizhi?" Tubiweng berkata, "Benar. kau sudah pernah mendengar namanya, benar tidak?"
Linghu Chong berkata dengan muram, "Tabib Ping itu beberapa bulan yang lalu sudah meninggal dunia di Wubagang di Shandong". "Aiyo!", ujar Tubiweng dengan kaget, "Dia sudah mati?" Dan Qingsheng berkata, "Dia bisa menyembuhkan segala penyakit, kenapa dia malah tak bisa menyembuhkan penyakitnya sendiri? Apa dia dibunuh musuh?" Linghu Chong menggeleng-geleng, dalam hati ia selalu amat menyesalkan kematian Ping Yizhi, maka ia berkata, "Sebelum Tabib Ping mangkat, ia memeriksa denyut nadiku, ia berkata bahwa lukaku amat aneh dan ia tak mampu menyembuhkannya". Ketika Tubuweng mendengar kabar tentang kematian Ping Yizhi, ia merasa amat berduka. Ia tertegun tanpa bersuara, air matanyapun meleleh.
Setelah merenung-renung untuk beberapa saat, Huang Zhonggong berkata, "Saudara Feng, aku akan memberimu sebuah jalan keluar. Namun apakah dia mau melakukannya, sulit dikatakan. Aku akan menulis sepucuk surat, bawalah surat itu menghadap ketua Biara Shaolin, Biksu Fangzheng, kalau ia sudi mengajarkan ilmu tenaga dalam simpanan Biara Shaolin, yaitu Kitab Pengubah Urat, ada harapan bagi tenaga dalammu untuk dapat dipulihkan kembali. Kitab Pengubah Urat ini adalah rahasia Biara Shaolin mereka yang tak diajarkan kepada orang luar, namun dahulu Biksu Fangzheng pernah berhutang budi padaku, mungkin ia akan mau memandang wajah si tua ini".
Ketika Linghu Chong mendengar mereka berdua berbicara, yang seorang menyarankan berobat kepada Ping Yizhi, sedangkan yang seorang lagi menyuruhnya pergi mohon pertolongan Biksu Fangzheng, ia tahu bahwa perkataan mereka sangat tepat, lagipula mereka juga bersungguh-sungguh hendak menolongnya. Terlihat bahwa kedua majikan Meizhuang ini amat luas wawasannya, dan juga bersikap tulus dan bersahabat terhadap dirinya, maka mau tak mau ia merasa berterima kasih, katanya, "Ilmu sakti 'Kitab Pengubah Urat' itu hanya diajarkan Biksu Fangzheng pada murid-murid perguruannya sendiri, namun tak pantas bagiku untuk masuk ke Biara Shaolin, inilah masalahnya". Ia bangkit dan menyoja dalam-dalam seraya berkata, "Aku amat berterima kasih atas maksud baik tuan-tuan berempat. Hidup dan mati adalah nasib, lukaku tidak parah, aku telah membuat tuan-tuan berempat khawatir. Aku mohon diri dahulu".
Huang Zhonggong berkata, "Tunggu dulu". Ia berbalik dan masuk ke ruangan dalam, setelah beberapa saat, ia kembali dengan membawa sebuah buli-buli porselen, katanya, "Ini adalah dua butir pil obat yang dahulu diberikan oleh mendiang guruku kepadaku, pil ini cukup baik untuk memperkuat tubuh dan menyembuhkan luka. Aku memberikannya kepadamu, saudara kecil, sebagai tanda perkenalan kita berdua". Linghu Chong melihat bahwa tutup buli-buli itu nampak kuno dan ia berpikir bahwa benda ini adalah peninggalan sang guru yang telah disimpannya sampai saat ini, tentunya benda itu amat berharga, maka ia cepat-cepat berkata, "Ini adalah hadiah yang tuan terima dari guru tuan yang terhormat, sesuatu yang istimewa. Aku tak berani menerimanya". Huang Zhonggong menggeleng-geleng sambil berkata, "Kami sudah lama meninggalkan dunia persilatan dan tidak lagi bertarung dengan orang lain, obat mujarab penyembuh luka sudah tak kami butuhkan lagi. Kami empat bersaudara sudah tak punya murid atau keluarga, kalau kau tak mau menerimanya, kedua pil ini akan terpaksa kubawa dalam peti matiku".
Ketika Linghu Chong mendengarnya berbicara dengan sedih, ia mengucapkan terima kasih dengan sungguh-sungguh, menerima pil-pil itu, lalu mohon diri dan keluar dari ruangan itu. Heibaizi, Tubiweng dan Dan Qingsheng bertiga menemaninya kembali ke ruangan catur.
* * *
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Huang Zhong adalah nama salah satu dari dua belas irama dalam musik kuno. Huang Zhong adalah irama yang paling rendah, irama-irama yang lain bersumber darinya.
[2] Nama lain Ji Kang.
Bagian kedua
Begitu Xiang Wentian melihat air muka keempat orang itu semuanya serius, ia tahu bahwa Linghu Chong juga telah menang melawan tuan pertama. Jikalau tuan pertama yang menang, tentunya Heibaizi tidak akan bersikap tenang seperti itu, sedangkan Tubiweng dan Dan Qingsheng tentunya akan sangat bersemangat. Begitu bertemu muka, mereka tentunya akan langsung mengangsurkan tangan untuk mengambil karya kaligrafi Zhang Xu dan lukisan pemandangan Fan Kuan. Ia berpura-pura bertanya, "Saudara Feng, apakah tuan pertama sudah memberimu petunjuk tentang ilmu pedang?"
Linghu Chong berkata, "Kepandaian tuan pertama amat tinggi hingga sulit diukur, namun ia kebetulan bertemu dengan adik yang sama sekali tak mempunyai tenaga dalam, sehingga sama sekali tak bereaksi terhadap tenaga dalam yang keluar dari kecapi tuan pertama. Semua hanya karena kebetulan belaka".
Dan Qingsheng memelototi Xiang Wentian, "Saudara Feng ini orang yang jujur, ia tak menyembunyikan apapun. Tapi kau mengatakan bahwa tenaga dalamnya mengunggulimu dan menipu kakak pertamaku mentah-mentah". Xiang Wentian berkata, "Sebelum tenaga dalam Saudara Feng musnah, tenaga dalamnya jauh lebih kuat dariku. Aku berbicara tentang saat itu, bukan sekarang". Tubiweng mendengus, lalu berkata, "Kau bukan orang baik!"
Xiang Wentian merangkap tangannya seraya berkata, "Karena ternyata di Mei Zhuang ini tidak ada orang yang dapat mengungguli ilmu pedang Saudara Feng, tuan-tuan bertiga, sekarang kami mohon diri". Ia berpaling ke arah Linghu Chong dan berkata, "Ayo kita pergi".
Linghu Chong menjura seraya berkata, "Hari aku telah beruntung dapat berjumpa dengan tuan-tuan berempat, aku amat bersyukur, pembawaan kalian berempat yang anggun amat kukagumi. Di kemudian hari bila ada kesempatan, aku akan kembali berkunjung ke wisma yang mulia ini". Dan Qingsheng berkata, "Saudara Feng, kapanpun kau ingin minum arak, silahkan datang berkunjung kapan saja, kau boleh merasakan semua arak terkenal simpananku. Tapi Saudara Tong ini, hmm, hmm!" Xiang Wentian tersenyum dan berkata, "Aku tak kuat minum, maka aku tak berani mengundang cemoohan orang". Sambil berbicara ia merangkap tangan, lalu menarik tangan Linghu Chong dan melangkah keluar. Heibaizi dan yang lain-lain ikut mengantar keluar. Xiang Wentian berkata, "Tuan-tuan bertiga tak usah mengantar lebih jauh lagi". Tubiweng berkata, "Ha, kau pikir kami sedang mengantarmu? Kami mengantar Saudara Feng. Kalau hanya Saudara Tong yang datang, kami tak akan mengantarmu selangkahpun". Xiang Wentian berkata, "Begitu rupanya".
Heibaizi dan yang lain-lain mengantar mereka sampai keluar gerbang, lalu mengucapkan selamat tinggal. Tubiweng dan Dan Qingsheng hanya bisa menatap mereka dengan nanar, seandainya bisa, mereka ingin sekali merampas buntalan di punggung Xiang Wentian itu.
Xiang Wentian mengandeng tangan Linghu Chong dan membawanya masuk ke tengah hutan pohon liu yang remang-remang, setelah jauh meninggalkan Mei Zhuang, ia tersenyum dan berkata, "Adik, 'Ilmu Pedang Tujuh Senar Tak Berwujud' yang dilancarkan dari kecapi tuan pertama itu amat lihai, bagaimana kau bisa mengalahkannya?" Linghu Chong berkata, "Ternyata kakak sudah tahu semua seluk-beluknya. Untungnya aku sama sekali tak punya tenaga dalam, kalau tidak saat ini nyawaku sudah melayang. Kakak, apa kau punya permusuhan dengan keempat tuan itu?" Xiang Wentian berkata, "Aku tak punya permusuhan dengan mereka. Aku belum pernah berjumpa dengan mereka, bagaimana bisa bermusuhan?"
Sekonyong-konyong terdengar suara seseorang berseru-seru, "Saudara Xiang, Saudara Feng, mohon datang kemari!" Linghu Chong berbalik dan melihat Dan Qingsheng berlari mendekat dengan cepat, tangannya membawa sebuah cawan arak yang lebih dari separuhnya terisi, ia berkata, "Saudara Feng, aku punya setengah botol arak bambu hijau yang umurnya seratus tahun lebih, sayang sekali kalau kau tak mencicipinya". Sambil berbicara, ia mengangsurkan cawan arak itu.
Linghu Chong menerima cawan arak itu, ia melihat bahwa arak itu hijau bagai zamrud, begitu gelapnya hingga dasar cawan seakan tak terlihat, baunya amat harum, maka ia memuji, "Benar-benar arak bagus". Setelah minum seteguk, ia lagi-lagi memuji, "Bagus!" Empat teguk kemudian, ia telah menenggak habis secawan arak itu, katanya, "Arak ini ringan namun sekaligus kaya rasa, ini adalah arak dari sekitar Zhenjiang di Yangzhou". Dan Qingsheng girang, katanya, "Benar. Ini adalah harta karun Kuil Jinshan di Zhenjiang, seluruhnya ada enam botol. Para biksu di kuil itu berpantang minum arak, tapi memberi sebotol untukku. Setelah minum setengah botol, aku tak ingin meminumnya lagi. Saudara Feng, di tempatku masih ada beberapa macam arak lagi, bagaimana kalau kau mencicipinya?"
Linghu Chong merasa akrab dengan Empat Sahabat Jiangnan, terlebih lagi ada arak bagus untuk diminum, ia amat girang dan segera berpaling ke arah Xiang Wentian untuk mengetahui maksudnya. Xiang Wentian berkata, "Saudara, tuan keempat mengundangmu minum arak, pergilah. Sedangkan aku, begitu tuan ketiga dan keempat melihatku, mereka langsung merasa gusar, maka aku......hah!" Dan Qingsheng tertawa dan berkata, "Kapan aku pernah marah melihatmu? Ayo ikut, ayo ikut! Kau adalah teman Saudara Feng, maka aku juga akan mengajakmu minum".
Sebelum Xiang Wentian sempat menolak, tangan kirinya sudah menarik lengannya, sedangkan tangan kanannya menarik tangan Linghu Chong, sambil tertawa ia berkata, "Ayo, ayo! Ayo minum beberapa cawan arak". Linghu Chong berpikir, "Saat kami berpamitan, tuan keempat ini bersikap tak baik pada Kakak Xiang, kenapa ia tiba-tiba menjadi bersahabat seperti ini? Mungkin ia tak bisa melupakan tulisan indah dan lukisan dalam buntalan Kakak Xiang, maka ia mencoba memperolehnya?"
Ketika ketiga orang itu tiba kembali di Mei Zhuang, Tubiweng menunggu di mulut pintu sambil berkata dengan girang, "Saudara Feng sudah datang, bagus sekali, bagus sekali!" Keempat orang itu kembali ke ruang catur. Dan Qingsheng menuangkan berbagai arak bagus dan minum-minum dengan Linghu Chong. Namun Heibaizi sama sekali tak nampak batang hidungnya.
Saat itu hari sudah mulai senja, Tubiweng dan Dan Qingsheng seakan sedang menunggu seseorang, mereka berulang kali memandang ke mulut pintu. Xiang Wentian mohon diri dua kali, namun mereka berdua berusaha sekuat tenaga menahannya. Linghu Chong sama sekali tak perduli, ia hanya minum arak saja. Xiang Wentian beberapa kali memandang ke angkasa, lalu berkata sambil tersenyum, "Kalau tuan-tuan berdua tak mengundang kami makan, kami bisa mati kelaparan". Tubiweng berkata, "Baik, baik!" Ia berseru, "Pelayan Ding, lekas siapkan makanan". Ding Jian menjawab dari luar ruangan.
Tepat pada saat itu, pintu ruangan terbuka dan Heibaizi masuk, lalu berkata pada Linghu Chong, "Saudara Feng, di wisma kami yang sederhana ini ada seorang kawan lain yang ingin menjajal ilmu pedangmu". Begitu Tubiweng dan Dan Qingsheng mendengar perkataan ini, mereka langsung melompat bangkit, dengan girang mereka berkata, "Kakak pertama sudah setuju?"
Linghu Chong berpikir, "Sebelum orang itu dapat bertanding pedang denganku, kakak pertama harus menyetujuinya terlebih dahulu. Sepertinya mereka menahanku disini supaya tuan kedua dapat berunding dengan tuan pertama, setelah memohon beberapa lama, akhirnya tuan pertama setuju. Kalau begitu, orang ini kalau bukan anak atau keponakan tuan pertama, tentunya murid atau bawahannya, masa ilmu pedangnya lebih tinggi dari tuan pertama?" Ia memikirkannya sekali lagi, lalu berkata dalam hati, "Aiyo, celaka! Mereka tahu bahwa tenaga dalamku telah musnah, untuk menjaga reputasi mereka, mereka tak bisa turun tangan sendiri, namun kalau mereka menyuruh seorang junior atau bawahan untuk bertanding denganku, khusus untuk mengadu tenaga dalam, bukankah nyawaku akan lantas melayang?" Namun ia kembali berpikir, "Tapi keempat tuan-tuan ini adalah orang gagah yang jujur dan terus terang, mana mungkin mereka melakukan perbuatan yang rendah? Namun tuan ketiga dan keempat tergila-gila pada lukisan dan tulisan indah, sedangkan tuan kedua, walaupun pembawaannya tenang, kalau tak dapat mendapatkan kitab catur itu hatinya tak akan puas. Demi mendapatkan lukisan, kaligrafi dan kitab catur itu, tak mustahil mereka melakukan tindakan yang tak terduga. Kalau ada orang yang benar-benar hendak melukaiku dengan tenaga dalam, aku akan terlebih dahulu memakai ilmu pedang untuk menusuk titik-titik penting tubuhnya".
Heibaizi berkata, "Pendekar Muda Feng, mohon ikut aku sekali lagi".
Linghu Chong berkata, "Kalau bicara kungfu sungguhan, aku bukan tandingan tuan ketiga dan keempat, apalagi tuan pertama dan kedua. Ilmu silat keempat majikan Mei Zhuang di Kushan tak tertandingi, hanya karena kita telah akrab sambil minum arak, kalian telah bermurah hati. Ilmu pedangku yang dangkal ini benar-benar tak perlu dipertunjukkan lagi".
Dan Qingsheng berkata, "Saudara Feng, ilmu silat orang itu tentu saja lebih tinggi dibandingkan denganmu, tapi kau tak usah takut, dia......" Heibaizi memotong perkataannya, "Di wisma kami yang sederhana ini, masih ada seorang jago ilmu pedang, ketika ia mendengar bahwa ilmu pedang Pendekar Muda Feng amat hebat, bagaimanapun juga, ia ingin menjajalnya. Aku harap Pendekar Muda Feng sudi bertanding sekali lagi".
Linghu Chong berpikir bahwa kalau ia harus bertanding sekali lagi, mungkin ia akan terpaksa melukai orang dan menjadi musuh 'Empat Sahabat Jiangnan', maka ia berkata, "Tuan-tuan berempat telah memperlakukanku dengan sangat baik, kalau aku harus bertanding sekali lagi, entah bagaimana watak tuan yang akan bertanding denganku ini. Kalau kita harus berpisah dalam keadaan bermusuhan, atau kalau aku terluka di bawah pedang tuan ini, bukankah hal ini akan merusak persahabatan kita?" Dan Qingsheng tersenyum dan berkata, "Jangan khawatir, tak mungkin....." Heibaizi cepat-cepat berkata, "Apapun yang terjadi, kami berempat tak akan menyalahkan pendekar muda". Xiang Wentian berkata, "Baiklah, mari bertanding sekali lagi, apa jeleknya? Aku ada urusan lain, harus pergi dahulu. Saudara Feng, kita bertemu lagi di Jiaxing".
Tubiweng dan Dan Qingsheng serentak berkata, "Kau mana bisa langsung pergi begitu saja?" Tubiweng berkata, "Kecuali kalau kau meninggalkan tulisan karya Zhang Xu itu". Dan Qingsheng berkata, "Setelah Pendekar Muda Feng kalah, dimana kami harus mencari lukisan, kaligrafi dan kitab catur itu? Tak bisa, tak bisa, kau harus menunggu sebentar lagi. Pelayan Ding, cepat ambilkan makanan!"
Heibaizi berkata, "Pendekar Muda Feng, kau ikut aku pergi. Saudara Tong, silahkan makan, kami tak akan pergi lama dan akan segera kembali menemanimu". Xiang Wentian mengeleng-geleng, lalu berkata, "Pertandingan kali ini pasti kalian menangkan. Walaupun ilmu pedang Saudara Fengku tinggi, namun pengalamannya menghadapi musuh masih sedikit. Kalian juga sudah tahu bahwa tenaga dalamnya telah musnah, kalau aku tak berada di sisinya, walaupun ia kalah dalam pertandingan kali ini, namun dalam hati kami tak akan menerima kekalahan itu". Heibaizi berkata, "Apa maksud perkataan Saudara Tong ini? Masa kami akan berbuat curang dalam pertandingan ini?" Xiang Wentian berkata, "Keempat majikan Mei Zhuang di Kushan adalah orang-orang gagah, aku telah lama mendengar tentang nama besar kalian, tentunya sangat dapat dipercaya. Namun Saudara Feng akan bertanding ilmu pedang dengan seseorang lain, aku benar-benar tidak tahu bahwa di Mei Zhuang selain tuan-tuan berempat ada seorang jago lain. Mohon tanya, tuan kedua, siapa orang ini? Kalau aku tahu bahwa orang ini sama dengan tuan-tuan berempat, juga seorang pemdekar yang bersifat jujur dan terus terang, aku akan merasa lega".
Dan Qingsheng berkata, "Ilmu silat dan nama besar sesepuh ini jauh lebih tinggi dari kami berempat, benar-benar tak patut disejajarkan". Xiang Wentian berkata, "Di dunia persilatan, orang yang nama besarnya dapat dibandingkan dengan tuan-tuan berempat dapat dihitung dengan jari, kurasa aku pasti pernah mendengar namanya". Tubiweng berkata, "Aku tak dapat memberitahukan nama orang ini kepadamu". Xiang Wentian berkata, "Kalau begitu aku harus menonton pertandingan ini, kalau tidak pertandingan ini dibatalkan saja". Dan Qingsheng berkata, "Kenapa kau begitu keras kepala? Menurut aku tak ada gunanya Saudara Tong menonton pertandingan ini. Orang ini sudah lama menyepi, ia tak suka orang lain melihat mukanya". Xiang Wentian berkata, "Kalau begitu, bagaimana Saudara Feng dapat bertanding pedang dengannya?" Heibaizi berkata, "Kedua belah pihak akan memakai topeng, hanya mata mereka yang terlihat, sehingga mereka berdua tak akan dapat melihat wajah masing-masing". Xiang Wentian berkata, "Apakah tuan-tuan berempat juga akan memakai topeng?" Heibaizi berkata, "Benar. Watak orang ini sangat aneh, kalau kita tak melakukan hal ini, ia tak mau bertanding". Xiang Wentian berkata, "Kalau begitu aku juga akan memakai topeng".
Heibaizi ragu-ragu sesaat, lalu berkata, "Karena Saudara Tong berkeras untuk menonton pertandingan, maka kami terpaksa menurutimu, namun Saudara Tong harus berjanji untuk melakukan sesuatu, kau sama sekali tak boleh bersuara". Xiang Wentian tersenyum, "Berpura-pura bisu dan tuli, apa susahnya?"
Heibaizi segera memimpin mereka berjalan, Xiang Wentian dan Linghu Chong mengikuti di belakangnya, sedangkan Tubiweng dan Dan Qingsheng berjalan paling belakang. Linghu Chong memperhatikan bahwa jalan yang mereka ambil ialah jalan menuju ke kediaman tuan pertama yang sebelumnya dilaluinya. Ketika mereka tiba di luar ruangan kecapi tuan pertama, Heibaizi mengetuk tiga kali dengan pelan, lalu mendorong pintu hingga terbuka. Di dalam ruangan nampak seseorang yang sudah memakai kedok hitam, menilik dari pakaiannya, ia adalah Huang Zhonggong. Heibaizi melangkah ke hadapannya, lalu membungkuk dan berbisik-bisik di telinganya. Huang Zhonghong menggeleng-geleng, lalu mengucapkan beberapa kalimat dengan lirih, rupaya ia tak ingin Xiang Wentian ikut campur. Heibaizi mengangguk-angguk, lalu berpaling dan berkata, "Menurut kakak pertama, pertandingan pedang itu masalah sepele, namun kalau sampai membuat kawan itu marah, keadaan akan jadi runyam. Pertandingan ini dibatalkan saja".
Kelima orang itu menjura memberi hormat pada Huang Zhonggong, lalu minta diri dan melangkah keluar.
Dan Qingsheng berkata dengan gusar, "Saudara Tong, kau ini memang aneh, apa kau khawatir kami akan mengeroyok Saudara Feng dan menganiayanya? Karena kau berkeras menonton pertandingan dan merecokinya, pertandingan ini menjadi buyar seperti kabut yang tertiup angin, bagaimana tak membuat orang kecewa?" Tubiweng berkata, "Kakak kedua telah bersusah payah memohon kakak pertamaku agar menyetujui usul kami, tapi kau malah membuat masalah".
Xiang Wentian tertawa dan berkata, "Baiklah, baiklah! Aku akan mundur selangkah dan tak menonton pertandingan ini. Namun kalian harus bersikap adil, tak boleh merugikan Saudara Fengku". Tubiweng dan Dan Qingsheng amat girang, mereka serentak berkata, "Kau anggap kami ini orang macam apa? Mana mungkin kami merugikan Pendekar Muda Feng?" Xiang Wentian tersenyum dan berkata, "Aku akan menunggu di ruang catur. Saudara Feng, aku tak tahu mereka sedang menjalankan permainan apa, kau harus amat sangat waspada, harus amat berhati-hati". Linghu Chong tersenyum, "Di Mei Zhuang ini hanya ada para jago dan sastrawan yang terpelajar, mana ada penipu dan pembohong?" Dan Qingsheng tertawa, "Benar, coba kalau Pendekar Muda Feng ini seperti kau, berpikiran sempit dan tak bersikap seperti seorang ksatria".
Xiang Wentian melangkah keluar beberapa langkah, lalu berbalik dan melambaikan tangannya, katanya, "Saudara Feng, kemarilah, ada sesuatu yang ingin kuberitahukan kepadamu supaya kau tak ditipu orang". Dan Qingsheng tersenyum, namun tak menghiraukannya. Linghu Chong berpikir dalam hati, "Kakak Xiang terlalu hati-hati, aku juga bukan bocah berumur tiga tahun, kalau mereka benar-benar mau menipuku, tak semudah ini". Ia lantas menghampirinya.
Xiang Wentian menarik tangannya, lalu Linghu Chong merasakan bahwa di dalam tangannya ada sebuah bola kertas.
Ketika Linghu Chong meremasnya, ia merasakan bahwa di dalam bola itu ada sebuah benda keras. Xiang Wentian menyeringai, lalu menariknya mendekat, di telinganya ia berbisik, "Begitu kau melihat orang itu, tariklah tangannya dan diam-diam taruhlah bola kertas ini bersama dengan benda yang ada di dalamnya ke dalam tangannya. Hal ini sangat penting, jangan melalaikannya. Hahaha, hahaha!" Ketika ia mengucapkan perkataan itu, nada suaranya amat serius, namun senyum selalu menghiasi wajahnya, tawanya yang terbahak-bahak sama sekali tak ada hubungannya dengan perkataannya.
Heibaizi bertiga mengira bahwa ia sedang mengolok-olok mereka. Dan Qingsheng berkata, "Apanya yang lucu? Ilmu pedang Saudara Feng memang cemerlang, tapi seperti apa ilmu pedang Saudara Tong, kami belum sempat melihatnya". Xiang Wentian tersenyum, "Ilmu pedangku biasa-biasa saja, tak ada bagusnya dilihat". Seraya berbicara ia melangkah keluar dengan jumawa.
* * *
Dan Qingsheng tersenyum dan berkata, "Baiklah, ayo kita temui kakak pertama". Keempat orang itu sekali lagi menuju ke ruang kecapi Huang Zhonggong.
Huang Zhonggong tak mengira bahwa mereka akan kembali dan telah membuka kedok yang menutupi kepalanya. Heibaizi berkata, "Kakak, akhirnya kami berhasil membujuk Saudara Tong itu supaya tak usah menonton pertandingan". Huang Zhonggong berkata, "Baiklah". Ia memunggut kedok kain hitam itu dan kembali memakainya di kepalanya. Dan Qingsheng membuka sebuah lemari kayu dan mengambil tiga helai kedok dari kain hitam, lalu memberikan sehelai kedok kepada Linghu Chong seraya berkata, "Ini punyaku, kau pakailah. Kakak pertama, aku pinjam sarung bantalmu". Ia masuk ke dalam, tak lama kemudian, ia keluar dengan kepala yang sudah ditutupi sarung bantal hijau, di sarung bantal itu telah dibuat dua buah lubang yang menampakkan sepasang bola mata yang licin.
Huang Zhonggong mengangguk-angguk, lalu berkata kepada Linghu Chong, "Saat kalian bertanding nanti, kalian berdua akan memakai pedang kayu, supaya kalau ada yang memakai tenaga dalam, Saudara Feng tidak dirugikan". Linghu Chong berkata dengan gembira, "Bagus sekali". Huang Zhonggong berkata pada Heibaizi, "Adik kedua, ambilkan dua bilah pedang kayu". Heibaizi membuka lemari kayu dan mengambil dua bilah pedang kayu.
Huang Zhongong berkata pada Linghu Chong, "Saudara Feng, dalam pertandingan ini tak perduli siapa yang menang atau siapa yang kalah, mohon supaya kau sama sekali tak memberitahukannya pada orang lain". Linghu Chong berkata, "Tentu saja, sebelumnya aku sudah berkata, bahwa aku datang ke Mei Zhuang bukan untuk mencari nama, mana mungkin aku bicara sembarangan di luaran? Lagipula, kemungkinan besar aku akan kalah, untuk apa aku menyombongkan diri?"
Huang Zhonggong berkata, "Hal itu belum dapat dipastikan. Namun aku percaya pada perkataan Saudara Feng bahwa kau tak akan memberitahu orang lain. Setelah saat ini, setiap kali kita berjumpa, mohon agar kau tidak menyebut-sebutnya, bahkan juga kepada Saudara Tong itu. Apa kau dapat melakukan hal ini?" Linghu Chong berkata dengan ragu-ragu, "Bahkan Saudara Tong juga tak boleh diberitahu? Setelah pertandingan pedang ini, ia pasti bertanya tentang apa yang terjadi, kalau aku tak berbicara apa-apa, bukankah aku akan mencederai persahabatan kami?" Huang Zhonggong berkata, "Saudara Tong itu adalah orang yang sudah banyak makan asam garam dunia persilatan, kalau ia tahu bahwa Saudara Feng sudah berjanji pada si tua ini, ia tak akan memaksamu melakukan sesuatu yang tak kau kehendaki. Janji seorang lelaki sejati adalah setara dengan seribu keping emas, kau tak boleh melanggarnya". Linghu Chong mengangguk, "Itu benar. Aku berjanji". Huang Zhonggong merangkap tangannya dan berkata, "Banyak terima kasih atas kemurahan hati Saudara Feng. Silahkan!"
Linghu Chong berbalik dan melangkah keluar. Tak nyana Dan Qingsheng malah menunjuk ke arah kamar tidur, katanya, "Di dalam sini".
Linghu Chong tertegun, ia amat heran, "Masa di dalam kamar tidur?" Namun ia segera sadar, "Ah, tentu saja! Orang yang akan bertanding pedang denganku adalah seorang wanita, mungkin istri atau selir tuan pertama, oleh karena itu ia berkeras tak memperbolehkan Kakak Xiang ikut menonton, tak memperbolehkannya melihat wajahku, dan juga tak mengizinkanku melihat wajahnya, tentunya karena laki-laki dan wanita harus dipisahkan. Tuan pertama berkali-kali mewanti-wanti aku untuk tidak memberitahu orang lain, bahkan kepada Kakak Xiangpun aku tak boleh bicara. Kalau bukan karena masalah ini menyangkut seorang wanita, kenapa harus begitu serius?"
Setelah ia menyimpulkan hal ini, segala kecurigaan di benaknya lenyap, namun ketika ia mengenggam bola kertas dan benda keras munggil di dalamnya, ia berpikir, "Agaknya Kakak Xiang telah mengatur segalanya, memikirkannya secara mendalam dan merencanakannya dengan teliti, semua supaya ia dapat berjumpa dengan wanita itu. Namun karena ia tak dapat bertemu muka sendiri dengannya, ia menyuruhku untuk memberikan surat dan benda tanda cinta ini. Dalam hal ini tentunya terdapat masalah asmara rahasia. Walaupun Kakak Xiang dan aku telah mengangkat saudara, namun keempat tuan-tuan ini juga telah memperlakukanku dengan amat baik. Kalau aku memberikan benda ini, aku akan membuat keempat tuan-tuan itu kecewa, apa yang harus kulakukan?" Ia berpikir lagi, "Kakak Xiang dan keempat tuan-tuan itu adalah orang-orang yang sudah berusia lima sampai enam puluhan tahun, perempuan itu tentunya juga sudah tak muda lagi, walaupun ada masalah asmara disini, tentunya juga sudah berlalu bertahun-tahun yang silam. Kalaupun aku memberikan surat yang disegel ini, kemungkinan besar juga tak akan menodai reputasinya". Ketika ia sedang mengumam pada dirinya sendiri, mereka berlima masuk ke dalam kamar tidur itu.
Dalam kamar itu ada sebuah ranjang dan sebuah meja, perabotannya sederhana, di atas ranjang tergantung kelambu dari kain kasa, modelnya sangat kuno, warnanya kekuningan. Dia atas meja tergolek sebuah kecapi pendek, seluruh badan kecapi itu berwarna gelap, seakan dibuat dari besi.
Linghu Chong berpikir, "Semua sudah diperhitungkan oleh Kakak Xiang. Ai, cintanya begitu mendalam, bagaimana aku dapat membantunya memenuhi angan-angannya ini?" Wataknya bebas merdeka, dari dahulu ia tak pernah ambil pusing terhadap adat dan sopan santun Konghucu, saat ini dalam lubuk hatinya yang terdalam, samar-samar wanita itu seakan menjadi Adik Kecil Yue Lingshan, ia sudah menikah dengan Adik Lin Pingzhi, sedangkan ia sendiri adalah Xiang Wentian, yang berpuluh tahun kemudian, berusaha dengan segala cara untuk bertemu muka dengan adik kecil. Ketika ia tak dapat berjumpa dengannya, ia mencoba untuk memberikan benda kenangan dari bertahun-tahun silam, sekedar untuk mengungkapkan perasaannya, hal itu sudah cukup untuk mengobati derita cinta yang tak terbalas selama berpuluh tahun. Lagi-lagi ia berpikir, "Mungkin Kakak Xiang keluar dari Sekte Iblis, dan tidak segan-segan bermusuhan dengan ketua dan saudara-saudara seagamanya, karena kisah asmara lama ini".
Ketika ia sedang tenggelam dalam angan-angan, Huang Zhonggong telah membuka seprai dan selimut di atas ranjang, ternyata dibaliknya terdapat sebuah lempengan besi yang di atasnya terdapat gelang tembaga. Huang Zhonggong mengenggam gelang tembaga itu dan menariknya ke atas, dan sebuah lempengan besi yang lebarnya sekitar empat chi dan panjangnya sekitar lima chi naik ke atas, sehingga sebuah lubang persegi yang besar muncul. Lempeng besi itu tebalnya setengah chi, jelas amat berat. Setelah menaruhnya di lantai, Huang Zhonggong berkata, "Kediaman orang ini agak aneh, Saudara Feng ikutlah denganku". Sambil berbicara ia melompat ke dalam lubang itu. Heibaizi berkata, "Pendekar Muda Feng, silahkan masuk dahulu".
Linghu Chong tercengang, ia ikut melompat masuk. Di bawah nampak sebuah lampu minyak tergantung di dinding, lampu itu mengeluarkan sinar kuning suram yang remang-remang menerangi daerah sekitarnya. Ia mengikuti Huang Zhonggong berjalan terus, sedangkan Hebaizi bertiga berturut-turut melompat ke dalam lubang.
* * *
Setelah berjalan sekitar dua zhang jauhnya, di hadapan mereka sudah tak ada jalan yang dapat dilalui lagi. Huang Zhonggong mengeluarkan serenceng kunci dari saku dadanya, memasukkannya ke dalam sebuah lubang kunci, beberapa kali memutarnya, lalu mendorongnya ke dalam. Terdengar suara berderit-derit, dan sebuah pintu batupun sedikit demi sedikit terbuka. Linghu Chong makin heran, dan juga makin merasa simpati pada Xiang Wentian, pikirnya, "Mereka mengurung wanita itu di bawah sini, rupanya mereka telah memenjarakan dia dengan paksa. Keempat tuan-tuan ini sepertinya adalah orang-orang gagah yang baik hati, bagaimana mereka dapat melakukan perbuatan yang hina seperti ini?"
Ia mengikuti Huang Zhonggong melewati gerbang batu itu, lalu melewati sebuah lorong yang menurun, setelah berjalan puluhan zhang lagi, mereka tiba di depan sebuah pintu geser. Huang Zhonggong kembali mengambil kunci dan membuka pintu, kali ini pintu itu adalah sebuah pintu besi. Lorong yang mereka lalui tidak henti-hentinya menurun, jangan-jangan mereka masuk ke dalam tanah sedalam seratus zhang lebih. Lorong itu berbelok beberapa kali, lalu di depan mereka nampak sebuah pintu lagi. Linghu Chong merasa geram, "Tadinya aku mengira bahwa keempat tuan-tuan ini adalah ahli-ahli kecapi, catur, kaligrafi dan melukis[1] yang anggun, jago-jago dan sastrawan yang terpelajar, tak nyana mereka mempunyai penjara bawah tanah untuk menyekap seorang wanita di tempat yang gelap gulita seperti ini".
Saat ia pertama kali masuk ke dalam lorong, ia sama sekali tak merasa perlu waspada terhadap keempat orang itu, namun saat ini mau tak mau ia merasa amat was-was, diam-diam ia berpikir dengan jeri, "Mereka kalah bertanding pedang denganku, jangan-jangan mereka memancingku ke sini untuk mengurungku? Di dalam lorong ini ada gerbang yang berlapis-lapis, walaupun bisa terbangpun aku tak akan bisa melarikan diri". Walaupun ia bersikap waspada, di depannya ada Huang Zhonggong, sedangkan di belakangnya ada Hebaizi, Tubiweng dan Dan Qingsheng, di tangannya pun tak ada senjata, apa yang dapat diperbuatnya?
Gerbang ketiga terdiri dari empat pintu, di balik pintu besi, terdapat sebuah pintu kayu penuh paku yang dilapisi lapisan kapuk, di baliknya ada sebuah pintu besi lagi, dan di baliknya ada lagi sebuah pintu berpaku yang dilapisi kapuk. Linghu Chong berpikir, "Kenapa diantara dua pintu besi ini ada dua buah pintu berpaku yang dilapisi kapuk? Aku tahu, kemungkinan orang yang dikurung tenaga dalamnya amat lihai, lapisan kapuk ini gunanya untuk menyerap tenaga pukulannya, sehingga ia tak bisa menjebol pintu besi".
Setelah itu mereka berjalan sepuluh zhang lebih lagi, tak terlihat ada pintu lagi, lampu minyak yang tergantung di dinding lorong makin jauh jaraknya satu sama lain, semakin lama keadaan makin gelap gulita, sehingga mereka harus meraba-raba untuk berjalan beberapa zhang ke depan, setelah itu barulah terlihat sinar lampu minyak kembali. Linghu Chong merasa napasnya sesak, dinding dan lantai lorong amat lembab, tiba-tiba ia ingat, "Aiyo, Mei Zhuang berada di tepi Danau Barat, setelah berjalan begitu jauh, jangan-jangan kita telah berada di dasar danau, tentunya orang itu tak bisa melarikan diri sendiri, kalau orang lain ingin membebaskannya, mereka tak akan dapat melakukannya, sedangkan kalau orang itu mencoba untuk menggali dinding sel, air danau akan masuk membanjir".
Setelah berjalan beberapa zhang lagi, lorong tiba-tiba menyempit sehingga mereka harus membungkuk, makin jauh mereka berjalan, mereka harus makin rendah membungkuk. Setelah berjalan beberapa zhang lagi, Huang Zhonggong berhenti melangkah dan mengeluarkan pemantik untuk menyalakan lampu minyak yang tergantung di tembok. Di bawah cahaya lampu yang remang-remang, nampak sebuah pintu besi yang tertutup, diatas pintu besi itu terdapat lubang-lubang persegi sebesar satu chi.
* * *
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Qi (catur), Qin (kecapi), Shu (kaligrafi) dan Hua (melukis) adalah empat seni yang harus dikuasai oleh seorang sastrawan yang terpelajar.
Bagian ketiga
Huang Zhonggong berseru ke arah lubang persegi itu, "Tuan Ren, Huang Zhonggong empat bersaudara datang berkunjung".
Linghu Chong tertegun, "Kenapa bisa Tuan Ren? Apa yang dikurung disini bukan seorang perempuan?" Namun dari dalam tiada suara yang menjawab.
Huang Zhonggong berkata, "Tuan Ren, aku lalai sudah lama tak berkunjung, aku sangat menyesal, hari ini aku datang khusus untuk memberitahumu mengenai suatu hal penting".
Dari dalam sebuah suara yang berat memaki, "Hal penting apa! Kalau mau buang kentut anjing, cepat buang, kalau tidak, lekas pergilah jauh-jauh sana!"
Linghu Chong amat terkejut, segala macam hal yang sebelumnya dibayangkannya dalam sekejap langsung buyar bagai asap yang tertiup angin, suara itu tak cuma suara seorang lelaki tua, tapi juga kasar, seperti seorang bergajul pasar.
Huang Zhonggong berkata, "Sebelumnya kami berpikir bahwa kalau berbicara tentang ilmu pedang di dunia saat ini, tentunya Tuan Ren adalah yang nomor satu, namun ternyata kami salah besar. Hari ini ada seseorang yang datang ke Mei Zhuang, kami empat bersaudara memang bukan tandingannya, kalau Tuan Ren bertanding ilmu pedang dengannya, juga akan terlihat seperti orang kerdil dihadapan seorang raksasa".
Linghu Chong berkata dalam hati, "Rupanya ia sedang memanas-manasi orang itu supaya mau bertanding pedang denganku".
Orang itu tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Kalian empat anjing tak dapat menang melawan orang, lalu mengadu dia dan aku, ingin supaya aku membereskan musuh tangguh untuk kalian empat keparat ini, benar tidak? Hahaha, kalian mimpi di siang bolong, sayangnya aku sudah sepuluh tahun lebih tak pernah memegang pedang, aku sudah sama sekali melupakan ilmu pedang. Kalian anak bulus sialan, lekaslah kabur dengan ekor diantara kaki kalian!"
Diam-diam Linghu Chong tercengang, "Orang ini luar biasa cerdas, ia seakan bisa meramal, begitu mendengar perkataan Huang Zhonggong, ia langsung dapat mengerti semuanya".
Tubiweng berkata, "Kakak pertama, Tuan Ren jelas bukan tandingan orang ini. Orang itu berkata bahwa di Mei Zhuang ini tidak ada orang yang dapat mengunggulinya, perkataannya itu memang benar. Kita tak usah banyak bicara dengan Tuan Ren". Orang bermarga Ren itu berkata dengan lantang, "Untuk apa kau memanas-manasiku? Si marga Ren ini masa sudi melakukan sesuatu untuk kalian empat anak anjing?" Tubiweng berkata, "Ilmu pedang orang ini benar-benar diwariskan oleh Tuan Feng dari Perguruan Huashan. Kakak pertama, kabarnya dahulu ketika Tuan Ren malang melintang di dunia persilatan, ia tak takut langit dan bumi, hanya takut pada Tuan Feng seorang. Tuan Ren mempunyai sebuah julukan, yaitu 'Begitu Ada Angin Lantas Lari' atau semacam itu, kata 'Angin'[1] disini menunjuk pada Tuan Feng, apa ini benar?"
Si marga Ren itu berteriak dengan marah, lalu memaki-maki, "Kentut, kentut, tak tahan baunya!"
Dan Qingsheng berkata, "Kakak ketiga salah". Tubiweng berkata, "Kenapa salah?" Dan Qingsheng berkata, "Ada satu kata yang salah. Julukan Tuan Ren bukan 'Begitu Ada Angin Lantas Lari', tapi 'Begitu Mendengar Angin Lantas Kabur'. Coba kau pikir, begitu Tuan Ren melihat Tuan Feng, kalau mereka berdua tak terpisah seberapa jauh, masa Tuan Feng akan membiarkan dia kabur? Begitu mendengar nama Tuan Feng saja dia langsung lari terbirit-birit seperti anjing geladak......" Tubiweng menyela, "Seperti ikan yang lolos dari jaring!" Dan Qingsheng berkata, "Makanya sampai sekarang ia masih punya kepala".
Orang bermarga Ren itu tak murka, tapi malah tertawa, lalu berkata, "Kalian empat keparat menghadapi jalan buntu, tak tahu harus berbuat apa, maka kalian datang kemari untuk minta si tua ini turun tangan. Nenekmu, kalau si tua ini sampai terkena akal-akalan kalian, margaku bukan Ren".
Huang Zhonggong menghela napas, lalu berkata, "Saudara Feng, begitu mendengar kata 'Feng', Tuan Ren ini langsung ketakutan setengah mati. Adu pedang ini dibatalkan saja, kami mengakui bahwa ilmu pedangmu nomor satu di dunia ini".
Walaupun Linghu Chong sudah tahu bahwa orang itu sama sekali bukan seorang perempuan, dan bahwa semua dugaannya sebelumnya salah, setelah menyaksikan ia dikurung di penjara bawah tanah, rupanya untuk waktu yang lama, dengan sendirinya rasa simpatinya timbul. Dari suara orang itu, ia membayangkan bahwa orang ini sudah termasuk sesepuh, ilmu silatnyapun setinggi langit. Ketika ia mendengar Huang Zhonggong berkata demikian, ia berkata, "Perkataan tuan pertama ini tentunya tak benar, saat Sesepuh Feng dan aku berbicara tentang ilmu pedang, Tuan......Tuan Ren ini sangat dipuji beliau. Beliau berkata bahwa di dunia ini, ia hanya mengagumi ilmu pedang Tuan Ren seorang. Di kemudian hari kalau aku beruntung dapat berjumpa dengan Tuan Ren, aku akan dengan tulus dan hormat bersujud pada beliau, serta mohon petunjuknya".
Mendengar perkataan ini, Huang Zhonggong berempat tercengang. Namun si marga Ren itu merasa amat bangga, ia tertawa terkekeh-kekeh, lalu berkata, "Sobat kecil, perkataanmu itu sangat benar, Feng Qingyang memang luar biasa, hanya dialah seorang yang tahu betapa luarbiasanya ilmu pedangku".
Huang Zhonggong berkata, "Tuan.....Tuan Feng tahu kalau dia......dia ada disini?" Suaranya agak gemetar, seakan ketakutan setengah mati.
Linghu Chong asal membual, "Tuan Feng mengira Tuan Ren telah mengundurkan diri ke sebuah gunung terkenal atau tempat yang indah pemandangannya. Saat beliau mengajariku ilmu pedang, ia sering berbicara tentang Tuan Ren, ia berkata bahwa aku harus mempelajari jurus-jurus ini hanya untuk melawan murid Tuan Ren, kalau di dunia ini tak ada Tuan Ren, tak ada perlunya mempelajari jurus-jurus yang merepotkan seperti ini". Saat ini ia merasa agak kesal pada keempat majikan Mei Zhuang, maka perkataannya ini bernada mengolok-olok. Ia berpikir bahwa Sesepuh Ren ini adalah seorang gagah, tapi disekap dalam sel bawah tanah yang gelap dan lembab, tentunya mereka telah berkomplot melawannya. Tanpa bertanya, ia tahu bahwa mereka berempat telah memakai cara-cara yang tak terpuji.
Si marga Ren itu berkata, "Benar, sobat kecil, Feng Qingyang memang berwawasan luas. Kau sudah mengalahkan orang-orang Mei Zhuang ini, benar tidak?"
Linghu Chong berkata, "Karena ilmu pedangku diajarkan oleh Tuan Feng sendiri, kecuali anda Tuan Ren sendiri, atau ahli warismu, orang biasa tak akan dapat menandingiku". Dengan perkataan ini, ia terang-terangan mempermalukan Huang Zhonggong berempat. Ia merasa bahwa sel bawah tanah yang lembab dan gelap ini begitu menyedihkan, ia hanya sebentar berada di tempat itu, namun ia sudah merasa begitu tak enak. Keempat majikan Mei Zhuang itu entah sudah berapa tahun menyekap jago dunia persilatan ini di tempat ini, rasa keadilannya terusik, maka ia lantas berbicara tanpa tedeng aling-aling lagi.
Begitu Huang Zhonggong dan yang lain-lain mendengarnya, mereka lantas merasa direndahkan, namun mereka memang benar-benar telah kalah beradu pedang, maka mereka tak bisa berkata apa-apa. Dan Qingsheng berkata, "Saudara Feng, perkataanmu ini......" Namun Heibaizi menarik-narik lengan bajunya, maka Dan Qingsheng langsung menutup mulutnya.
Orang itu berkata, "Bagus sekali, bagus sekali. Sobat kecil, kau mewakiliku melampiaskan amarah di dadaku. Bagaimana kau mengalahkan mereka?" Linghu Chong berkata, "Orang pertama di Mei Zhuang yang bertanding denganku adalah seorang kawan bermarga Ding, yang dijuluki 'Pedang Kilat Satu Kata' atau semacam itu, namanya Ding Jian". Orang itu berkata, "Ilmu pedang orang ini cuma untuk pamer saja, tapi tak ada isinya, ia hanya memakai kilatan pedang untuk menakut-nakuti orang, tapi sebenarnya tak punya kepandaian apapun. Kau tak perlu melancarkan jurus untuk melukainya, hanya perlu menaruh mata pedang disana, dan dia sendiri akan mengirim jari, pergelangan atau lengannya ke ujung pedangmu sehingga terpotong sendiri".
Begitu mendengar perkataanya, kelima orang itu tercengang, "Ah!", ujar mereka dengan serentak.
Orang itu bertanya, "Kenapa, apa perkataanku itu tak benar?" Linghu Chong berkata, "Perkataan anda sangat benar, tuan seakan menyaksikannya dengan mata kepala sendiri". Orang itu tertawa, "Bagus sekali! Apa kelima jarinya terpotong, atau telapaknya?" Linghu Chong berkata, "Aku sedikit mengeser mata pedangku". Orang itu berkata, "Salah, salah. Kenapa kau bermurah hati pada musuh? Hatimu terlalu baik, kelak kau pasti akan merasakan akibatnya. Siapa orang kedua yang melawanmu?"
Linghu Chong berkata, "Tuan keempat". Ren Woxing berkata, "Hmm, ilmu pedang si tua nomor empat ini dibanding si 'Pedang Kentut Satu Kata' atau apa itu sedikit lebih baik, tapi tak banyak lebih tinggi. Ketika dia melihatmu mengalahkan Ding Jian, pasti dia langsung menggunakan jurus andalan yang dia banggakan, hah, namanya ilmu pedang apa, ya? Aku tahu, namanya 'Ilmu Pedang Cipratan Tinta Pengiris Rami', jurus-jurusnya adalah 'Pelangi Putih Menembus Mentari', 'Naga Hujan Mengangkasa Burung Hong Terbang Tinggi', dan juga 'Pohon Liu Digoyang Angin Musim Semi' atau semacam itu". Ketika Dan Qingsheng mendengar bahwa ia dapat menyebutkan nama jurus-jurus yang dibanggakannya itu tanpa salah sama sekali, ia makin tercengang.
Linghu Chong berkata, "Ilmu pedang tuan keempat memang cemerlang, tapi kalau dia menyerang orang, kelemahannya terlalu banyak".
Orang itu tertawa terkekeh-kekeh, lalu berkata, "Ahli waris si tua Feng memang banyak akalnya, perkataanmu itu tepat sekali, kau telah menyebutkan titik lemah fatal 'Ilmu Pedang Cipratan Tinta Pengiris Rami' itu. Di dalam ilmu pedangnya itu, ada sebuah jurus pembunuh yang menurutnya paling lihai, namanya 'Naga Kumala Menggelantung'. Dalam jurus ini pedang membacok dari atas ke bawah kuat-kuat, namun lebih baik kalau ia tak melancarkan jurus ini, sebab kalau bertemu dengan ahli waris si tua Feng, musuh tinggal menebas ke atas di samping mata pedangnya, dan kelima jarinya akan langsung putus, darah yang menyembur dari tangannya akan persis seperti cipratan tinta. Ini namanya 'Ilmu Pedang Cipratan Darah Pengiris Jari', hahaha, hahaha!"
Linghu Chong berkata, "Tuan seperti bisa meramal, aku memang mengalahkannya dengan jurus itu. Namun aku tak punya permusuhan dengannya, tuan keempat juga telah mentraktirku minum arak bagus dengan sangat murah hati, maka aku juga tak perlu mengiris kelima jarinya, hahaha, hahaha!"
Rona wajah Dan Qingsheng terkadang merah terkadang hijau, benar-benar cocok dengan namanya yaitu 'Dan Qingsheng'[2], hanya saja wajahnya tertutup sarung bantal, sehingga tak ada yang dapat melihat wajahnya.
Orang itu berkata, "Si nomor tiga Tubiweng ahli memakai kuas panguan, tulisannya seperti tulisan anak umur tiga tahun, tapi berlagak seperti seorang sastrawan, ia mengaku bahwa dalam ilmu silatnya terkandung karya jago-jago kaligrafi terkenal. Hehehe, sobat kecil, tentunya kau tahu bahwa menghadapi musuh adalah perkara hidup dan mati, walaupun sudah berusaha sekuat tenaga, namun belum tentu menang, mana bisa sambil dengan santai memperhatikan salinan batu bertulis[3] segala? Kecuali kalau ilmu silat lawan jauh dibawahmu, barulah kau dapat bermain-main dengannya. Tapi kalau ilmu silat kedua belah pihak hampir sama tingginya dan kau masih menulis-nulis dengan kuas panguan, ini berarti kau mempersembahkan nyawamu kepada musuh dengan kedua belah tanganmu".
Linghu Chong berkata, "Perkataan tuan benar sekali, tuan ketiga ini memang kalau bertanding agak terlalu menganggap remeh orang".
Ketika Tubiweng pertama mendengar orang itu berkata demikian, ia amat geram, tapi makin lama ia makin merasa bahwa perkataannya itu memang masuk akal. Kalau ia memasukkan kaligrafi dalam jurus-jurus kuas panguannya, hal itu memang mengasyikkan, namun secara keseluruhan kekuatan kuasnya berkurang. Andaikan Linghu Chong tak bermurah hati padanya, sepuluh orang Tubiwengpun juga dapat dibinasakan olehnya. Ketika memikirkan hal ini, mau tak mau keringat dinginnya mengucur.
Orang itu tertawa dan berkata, "Kalau kau mau mengalahkan Tubiweng si nomor tiga, hal ini sangat mudah. Ilmu kuas panguannya tadinya cukup bagus, tapi dia terlalu sombong dan berkeras memasukkan tulisan indah segala ke dalam ilmu silatnya. Hah, ketika para jago bertarung, kalah menang hanya ditentukan hal-hal kecil, namun dia malah bermain-main dengan nyawanya sendiri. Kalau dia masih dapat hidup sampai sekarang, ini adalah suatu keanehan di dunia persilatan. Tubiweng si nomor tiga, sepuluh tahun belakangan ini kau bersembunyi seperti kura-kura dalam tempurungnya dan tak pernah berjalan-jalan di dunia persilatan, benar tidak?"
Tubiweng mendehem, namun tak menjawab, hatinya terasa dingin, pikirnya, "Perkataannya sama sekali tak salah, sepuluh tahun belakangan ini, andaikan aku harus berkelana di dunia persilatan, aku mana bisa masih hidup sampai sekarang?"
Orang itu berkata, "Tapi kungfu papan catur besi hitam si nomor dua benar-benar ampuh, begitu ia menyerang, jurusnya saling susul menyusul dengan cepat bagai topan badai, orang biasa akan sulit untuk menangkisnya. Sobat kecil, ceritakanlah bagaimana kau mengalahkannya". Linghu Chong berkata, "Kata 'mengalahkan' ini tak berani kupakai, hanya saja begitu pertandingan dimulai aku dan tuan kedua sama-sama menyerang, dengan jurus pertama aku berhasil memaksanya bertahan". Orang itu berkata, "Bagus sekali. Bagaimana dengan jurus kedua?" Linghu Chong berkata, "Pada jurus kedua aku masih menyerang, dan tuan kedua masih bertahan". Orang itu berkata, "Bagus sekali. Bagaimana dengan jurus ketiga?" Linghu Chong berkata, "Pada jurus ketiga, aku juga masih menyerang dan dia juga masih bertahan". Orang itu berkata, "Luar biasa. Bertahun-tahun silam Heibaizi benar-benar punya nama besar di dunia persilatan, saat itu ia memakai papan besi besar, kalau ada orang yang bisa menangkis tiga serangan berantainya, Heibaizi akan mengampuni jiwanya. Kemudian ia berganti memakai papan catur besi berani, ia makin unggul karena senjatanya itu, dan oleh karenanya makin hebat. Ternyata sobat kecil dapat memaksanya bertahan tiga jurus berturut-turut, bagus sekali! Bagaimana dia menyerang balik pada jurus keempat?" Linghu Chong berkata, "Pada jurus keempat aku masih tetap menyerang, sedangkan tuan kedua masih tetap bertahan". Orang itu berkata, "Apa ilmu pedang si tua Feng itu begitu cemerlang? Walaupun mengalahkan Heibaizi tak sulit, tapi ternyata kau dapat memaksanya tetap bertahan pada jurus keempat, hah, bagus sekali! Pada jurus kelima tentunya dia yang menyerang?"
Linghu Chong berkata, "Pada jurus kelima pihak yang menyerang dan bertahan masih tak berubah".
"Oh!", ujar si marga Ren itu, ia terdiam dan setelah beberapa saat, ia baru kembali berbicara, "Kau menyerang berapa jurus sebelum akhirnya Heibaizi dapat menyerang balik?" Linghu Chong berkata, "Aku......aku tak ingat berapa jurus".
Heibaizi berkata, "Ilmu pedang Pendekar Muda Feng amat sakti, dari awal sampai akhir, aku tak mampu melancarkan satu juruspun. Setelah dia menyerang empat puluh jurus lebih, aku tahu bahwa aku bukan tandingannya, maka aku menyimpan papan caturku dan mengaku kalah". Tak nyana, sampai saat ini nada bicaranya saat berbicara dengan si marga Ren itu sangat hormat.
"Ah!", seru orang itu, "Tak masuk akal! Walaupun Feng Qingyang adalah seorang tokoh luar biasa dari Faksi Pedang Perguruan Huashan, namun ilmu pedang Huashan ada batasnya. Aku tak percaya bahwa di Perguruan Huashan ada orang yang mampu bertarung dengan Heibaizi empat puluh jurus lebih dan membuatnya sama sekali tak mampu menyerang balik".
Heibaizi berkata, "Tuan Ren terlalu memujiku! Saudara Feng ini sudah jauh melebihi gurunya, ilmu pedangnya sudah jauh lebih tinggi dari ilmu pedang Faksi Pedang Huashan. Agaknya saat ini, hanya seorang jago dunia persilatan yang sulit dijumpai selama ratusan tahun seperti Tuan Ren inilah yang dapat memberinya petunjuk untuk satu atau dua jurus". Linghu Chong berpikir, "Huang Zhonggong, Tubiweng dan Dan Qingsheng perkataannya agak kasar, namun Heibaizi amat sopan. Namun maksud mereka sama, memanas-manasi sekaligus menyanjung, semuanya hanya agar tuan ini mau beradu pedang denganku".
Orang itu berkata, "Hah, kau menjilat-jilat kakiku, menjijikkan sekali. Ilmu silat Huang Zhonggong bagai pinang dibelah dua dengan Heibaizi, tapi tenaga dalamnya tidak jelek, sobat kecil, apa tenaga dalammu lebih tinggi darinya?" Linghu Chong berkata, "Sebelumnya aku telah terluka, dan sama sekali tak punya tenaga dalam, sehingga 'Ilmu Pedang Tujuh Senar Tak Berwujud' tuan pertama sama sekali tak ada efeknya terhadapku". Orang itu tertawa terkekeh-kekeh, "Lucu sekali. Bagus sekali, sobat kecil, aku ingin sekali menjajal-jajal ilmu pedangmu".
Linghu Chong berkata, "Tuan jangan tertipu. Empat Sahabat Jiangnan ingin mengadu tuan dan saya karena mereka mempunyai tujuan lain". Orang itu berkata, "Tujuan lain apa?" Linghu Chong berkata, "Mereka bertaruh dengan seorang temanku, bahwa kalau di Mei Zhuang ini ada orang yang bisa mengalahkan ilmu pedangku, maka temanku itu akan menghadiahkan beberapa benda kepada mereka". Orang itu berkata, "Menghadiahkan beberapa benda? Hah, pasti kitab kecapi dan catur langka, atau kaligrafi dan lukisan kuno yang asli". Linghu Chong berkata, "Tuan memang benar-benar bisa meramal".
Orang itu berkata, "Aku cuma ingin melihat ilmu pedangmu, bukan benar-benar bertarung, lagipula, aku juga belum tentu dapat mengunggulimu". Linghu Chong berkata, "Kalau tuan ingin mengungguliku, boleh dikatakan sudah pasti bisa, namun sebelumnya kita harus minta keempat tuan ini untuk menjanjikan sesuatu". Orang itu berkata, "Apa itu?" Linghu Chong berkata, "Kalau tuan menang atas pedang yang ada di tanganku ini, sehingga mereka memenangkan harta karun yang jarang terdapat di dunia itu, mereka berempat harus membuka pintu penjara dan dengan hormat mempersilahkan tuan meninggalkan tempat ini".
Tubiweng dan Dan Qingsheng serentak berkata, "Sama sekali tak mungkin". Huang Zhonggong mendengus.
Orang itu tertawa, "Sobat kecil idemu itu agak terlalu tak masuk akal. Apakah Feng Qingyang yang mengajarkannya padamu?"
Linghu Chong berkata, "Tuan Feng sama sekali tak tahu kalau tuan dikurung disini, aku juga sama sekali tak menduganya".
Sekonyong-konyong Heibaizi berkata, "Pendekar Muda Linghu, Tuan Ren ini siapa namanya? Kawan-kawan di dunia persilatan memanggilnya dengan julukan apa? Dia tadinya ketua perguruan apa? Kenapa ia dikurung disini? Apa kau pernah mendengar Tuan Feng berkata tentang dia?"
Heibaizi tiba-tiba mengajukan empat buah pertanyaan, dan Linghu Chong sama sekali tak dapat menjawab. Sebelumnya, ketika Linghu Chong menyerang empat puluh jurus lebih secara berantai, Heibaizi hanya dapat bertahan empat puluh jurus lebih juga. Saat ini, lawan mengajukan empat buah pertanyaan, seakan sedang melancarkan empat jurus menyerang, namun Linghu Chong sama sekali tak dapat bertahan dengan satu juruspun. Dengan terbata-bata, ia berkata, "Hal ini sama seklai belum pernah kudengar dari Tuan Feng, aku......aku sama sekali tak tahu".
Dan Qingsheng berkata, "Benar. Kurasa kau memang tak tahu, kalau kau tahu sebabnya, kau tentu tak akan minta kami melepaskan dia. Kalau orang ini sampai meninggalkan tempat ini, dunia persilatan akan jungkir balik, entah berapa orang yang akan tewas di tangannya, sejak saat itu di dunia persilatan tak akan ada satu haripun yang berlalu dengan damai".
Orang itu tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Benar sekali! Kalaupun Empat Sahabat Jiangnan punya keberanian sebesar langit, mereka juga tak akan berani melepaskan si tua ini dari penjara. Lagipula mereka telah diperintahkan untuk menjaga tempat ini, tak lebih dari sipir penjara rendahan, mereka mana punya kuasa untuk melepaskan aku si tua ini? Sobat kecil, perkataanmu itu menaikkan derajat mereka terlalu tinggi".
Linghu Chong tak berbicara, pikirnya, "Aku sama sekali tak tahu tentang seluk-beluk masalah ini, baru berbicara sekali saja aku langsung ketahuan".
Huang Zhonggong berkata, "Saudara Feng, begitu kau melihat bahwa sel ini gelap dan lembab, kau lantas amat bersimpati kepada Tuan Ren ini, sehingga kau merasa tak senang pada kami berempat, ini adalah karena sifatmu yang ksatria, aku si tua ini tak menyalahkanmu. Tapi kau harus tahu, bahwa kalau Tuan Ren ini dilepaskan ke dunia persilatan, di Perguruan Huashanmu saja, lebih dari separuh anggotanya akan tewas. Tuan Ren, perkataanku ini benar bukan?"
Orang itu tertawa, lalu berkata, "Benar, benar. Apa ketua Perguruan Huashan masih Yue Buqun? Orang ini berpura-pura baik, sayang waktu itu aku sedang sibuk, dan setelah itu aku jatuh ke dalam sebuah jebakan, kalau tidak sudah sejak dahulu kucabik-cabik topeng munafiknya".
Hati Linghu Chong terguncang, walaupun sang guru telah mengeluarkannya dari Perguruan Huashan, dan juga menyebarkan surat pemecatannya ke seluruh kolong langit, sehingga ia dianggap musuh oleh perguruan lurus di dunia persilatan, namun budi baik sang guru dan ibu guru yang membesarkannya sejak kecil serta selalu memperlakukannya sebagai anak kandung selalu diingatnya dengan perasaan mendalam. Saat ini ketika ia mendengar orang bermarga Ren itu dengan kasar menghina sang guru, mau tak mau ia berseru dengan gusar, "Tutup mulut! Gu....." Sebelum ia sempat mengucapkan kata 'guru' itu, ia segera menahan diri, karena teringat bahwa ketika Xiang Wentian membawanya ke Mei Zhuang ini, ia berpura-pura memperkenalkan diri sebagai paman guru gurunya sendiri. Ia tak tahu apakah orang-orang ini baik atau jahat, maka ia tak bisa mengungkapkan keadaan yang sebenarnya.
Namun orang bermarga Ren itu tak menyadari makna seruan marahnya itu, ia masih terus tertawa dan berkata, "Di Perguruan Huashan, tentu saja ada orang yang kupandang tinggi juga. Si tua Feng adalah salah satu diantara mereka, sobat kecil juga adalah salah satunya. Masih ada lagi seseorang dari angkatan dibawahmu, namanya 'Gadis Kumala Huashan' Ning......Ning siapa. Ah, aku tahu, namanya Ning Zhongze. Gadis kecil ini pemberani dan murah hati, ia adalah seorang tokoh, hanya sayangnya ia menikah dengan Yue Buqun, seperti setangkai bunga segar yang ditancapkan di atas kotoran kerbau saja". Ketika Linghu Chong mendengar ibu gurunya disebut sebagai 'gadis kecil', ia tak tahu harus tertawa atau menangis, maka ia tidak menjawab. Namun paling tidak orang itu masih memandang baik ibu guru, dan menyebutnya seorang tokoh.
Orang itu bertanya, "Sobat kecil, siapa namamu?" Linghu Chong berkata, "Margaku Feng, nama kecilku Er Zhong".
Orang itu berkata, "Orang bermarga Feng di Perguruan Huashan tentunya tak jelek. Kau masuklah kemari! Aku ingin menjajal-jajal ilmu pedang Sesepuh Feng". Tadinya ia memanggil Feng Qingyang 'si tua Feng', namun sekarang ia mengubahnya menjadi 'Sesepuh Feng'. Tentunya ia suka pada cara bicara Linghu Chong, maka ia juga berbicara dengan hormat tentang Feng Qingyang.
Rasa ingin tahu dalam benak Linghu Chong makin besar, ia ingin sekali melihat rupa orang ini dan ilmu silatnya yang cemerlang, katanya, "Ilmu pedangku yang dangkal hanya dapat digunakan untuk menakut-nakuti orang lain, tetapi di mata tuan tentunya hanya akan jadi bahan tertawaan saja. Namun Tuan Ren adalah bagai naga atau burung hong diantara manusia, mana bisa aku tak menjumpai tuan?"
Dan Qingsheng mendekatinya dan berbisik di telinganya, "Saudara Feng, ilmu silat orang ini sangat aneh, cara bertindaknya juga amat ganas dan kejam, kau harus sangat berhati-hati. Kalau ada sesuatu yang aneh, segeralah keluar". Suaranya amat lirih, namun keprihatinannya nampak tulus. Pikiran Linghu Chong terguncang, "Tuan keempat ini amat setia kawan padaku! Barusan ini aku mengolok-oloknya, namun ia sama sekali tak tersinggung, malahan ia sungguh-sungguh mengkhawatirkan keselamatanku". Mau tak mau ia diam-diam merasa malu.
Orang itu berkata dengan lantang, "Masuk, masuk. Mereka diluar sana bicara apa dengan sembunyi-sembunyi? Sobat kecil, Empat 'Badut' Jiangnan ini bukan orang baik, mereka hanya ingin menipumu, perkataan mereka tak ada yang baik, tak ada yang bisa dipercaya".
Linghu Chong sulit untuk memutuskan siapa diantara mereka yang dapat dipercaya, tak tahu siapa yang baik dan patut dibantu.
Dari saku dadanya Huang Zhonggong menggeluarkan sebuah kunci kecil, lalu memasukannya ke lubang kunci pintu besi dan beberapa kali memutarnya. Linghu Chong mengira bahwa begitu ia membuka kunci, ia akan dapat langsung mendorong pintu besi hingga terbuka, namun ternyata Huang Zhonggong mundur dan Heibaizi maju ke depan, lalu mengambil sebuah kunci lagi dari saku dadanya dan memasukannya ke sebuah lubang kunci lain. Setelah itu Tubiweng dan Dan Qingsheng masing-masing mengeluarkan kunci mereka dan memasukannya ke lubang-lubang kunci lain. Linghu Chong mendadak sadar, "Ternyata kedudukan sesepuh ini begitu penting, keempat tuan ini masing-masing menyimpan kunci, dan keempat kunci harus digunakan sekaligus, barulah pintu besi ini dapat dibuka. Empat Sahabat Jiangnan ini seperti kakak beradik, mereka berempat bertindak seperti satu orang, masa mereka saling tak mempercayai satu sama lain?" Ia berpikir lagi, "Barusan ini tuan itu berkata bahwa Empat Sahabat Jiangnan hanya menerima perintah untuk menjaga, seperti sipir penjara saja, mereka sama sekali tak berhak membebaskannya. Mungkin mereka semua masing-masing membawa kunci, adalah juga karena diperintahkan oleh orang yang menyuruh mereka. Suara berputarnya kunci terdengar seret, jelas bahwa lubang kunci penuh karat. Pintu besi ini entah sudah berapa lama tak pernah dibuka".
Setelah Dan Qingsheng memutar kuncinya, ia menarik-narik pintu besi itu hingga bergoyang-goyang beberapa kali, lalu mendorongnya sekuat tenaga ke dalam, terdengar suara berderit-derit, dan pintu besipun terbuka ke dalam selebar beberapa cun. Begitu pintu besi terbuka, Dan Qingsheng segera melompat ke belakang, Huang Zhonggong bertiga juga ikut melompat mundur sekitar satu zhang jauhnya. Mau tak mau Linghu Chong juga mundur beberapa langkah.
Orang itu tertawa terkekeh-kekeh, lalu berkata, "Sobat kecil, mereka takut padaku, tapi kenapa kau juga ikut-ikutan takut?"
Linghu Chong berkata, "Benar". Ia maju ke depan dan mengangsurkan tangannya untuk mendorong pintu besi. Ia merasakan bahwa karat di engsel pintu amat tebal, namun setelah mengerahkan banyak tenaga, ia berhasil mendorong pintu hingga terbuka selebar dua chi, bau bulukanpun segera menyeruak memenuhi lubang hidungnya. Dan Qingsheng maju ke depan dan memberikan dua bilah pedang kayu kepadanya. Linghu Chong menyambutnya dengan tangan kirinya. Tubiweng berkata, "Saudara, bawalah sebuah lampu minyak masuk ke dalam". Ia mengambil sebuah lampu minyak dari dinding. Linghu Chong menerimanya dengan tangan kanannya dan memasuki ruangan itu.
* * *
Ia melihat bahwa sel itu luasnya tak lebih dari sekitar satu zhang persegi, di sisi dinding terdapat sebuah bangku panjang, dan diatas bangku panjang itu duduk seorang lelaki, janggutnya yang panjang menggelantung sampai di depan dadanya, berewok memenuhi mukanya, hingga raut wajahnya tak dapat dilihat dengan jelas, rambut, alis dan janggutnya hitam legam, sama sekali tak beruban. Linghu Chong menyoja seraya berkata, "Hari ini aku beruntung dapat berjumpa dengan Tuan Ren, aku harap dapat menerima banyak petunjuk dari tuan". Orang itu tertawa, "Tak usah banyak peradatan. Kau datang mengusir rasa sepiku, aku harus banyak berterima kasih padamu". Linghu Chong berkata, "Aku tak berani. Apa lampu minyak ini harus kutaruh di atas bangku?" Orang itu berkata, "Baik!" Namun ia tak mengangsurkan tangannya untuk menerimanya.
Linghu Chong berpikir, "Sel ini begitu sempit dan kecil, bagaimana bisa untuk beradu pedang?" Ia segera melangkah ke depan bangku dan menaruh lampu minyak, lalu dengan cepat ia menjejalkan bola kertas berisi benda keras yang diberikan Xiang Wentian kepadanya ke dalam tangan orang itu.
Orang itu agak terkejut, namun ia menerima bola kertas itu, lalu dengan lantang berkata, "Eh, kalian berempat mau masuk atau tidak untuk menonton pertandingan?" Huang Zhonggong berkata, "Tempatnya terlalu sempit, tak ada tempat bagi kami". Orang itu berkata, "Baiklah! Sobat kecil, tutup pintunya". Linghu Chong berkata, "Baik!" Ia mendorong pintu hingga tertutup. Orang itu bangkit, terdengar sayup-sayup suara gemerincing pelan, seakan rantai-rantai besi yang amat kecil saling bertumbukan satu sama lain dan menimbulkan suara gemerincing itu. Ia mengangsurkan tangan kanannya dan menerima sebilah pedang dari tangan Linghu Chong, menghela napas dan berkata, "Aku si tua ini sudah sepuluh tahun lebih tak bermain senjata, entah apa aku masih ingat ilmu pedang yang dahulu kupelajari".
Linghu Chong melihat bahwa pergelangan tangannya dilingkari sebuah belenggu besi, rantai besi yang terdapat di belenggu itu tertambat di dinding di belakang tubuhnya, lalu ia juga melihat bahwa tangan yang satunya lagi dan sepasang kakinya juga diikat dengan rantai besi yang tertambat di dinding belakang. Dalam sekejap ia melihat bahwa keempat dinding nampak hijau berkilauan, ternyata keempat sisi dinding itu dibuat dari baja murni. Ia menduga bahwa belenggu dan rantai yang mengikat kaki dan tangannya kemungkinan besar terbuat dari baja murni, kalau tidak rantai yang begitu kecil akan sulit untuk menahan seorang jago silat sepertinya.
Orang itu menebas udara kosong dengan pedang kayunya, tebasan ini bergerak dari atas ke bawah, pedang itu hanya bergerak kurang dari dua chi, namun tak nyana suara berdengung memenuhi ruangan kecil itu. Linghu Chong memuji, "Tuan, tenaga dalam yang sungguh hebat!"
Orang itu berbalik, Linghu Chong samar-samar melihatnya membuka bola kertas, memandang benda keras di dalamnya, lalu membaca tulisan diatas kertas. Linghu Chong mundur selangkah dan menutupi lubang di atas pintu besi dengan kepalanya, sehingga keempat orang diluar tak dapat melihat apa yang diperbuat orang itu. Orang itu menguncangkan rantainya hingga bergemerincing, tubuhnya agak gemetar, sepertinya setelah membaca tulisan di atas kertas itu ia menjadi gelisah, namun tak lama kemudian, ia berbalik, matanya tiba-tiba bersinar-sinar, dan ia berkata, "Sobat kecil, walaupun tangan dan kakiku sulit bergerak, belum tentu aku tak dapat mengalahkanmu!"
Linghu Chong berkata, "Aku anak muda yang tak banyak belajar, bukan tandingan tuan".
Orang itu berkata, "Kau bisa menyerang Heibaizi selama empat puluh jurus lebih secara berturut-turut, sehingga ia tak mampu menyerang balik satu juruspun, sekarang kau ingin mencoba bertanding denganku".
Linghu Chong berkata, "Mohon maafkan sikapku yang semberono". Ia menikam ke arah orang itu. Ini adalah jurus pertama yang sebelumnya digunakannya untuk menyerang Heibaizi.
Orang itu memuji, "Bagus sekali!" Pedang kayunya menusuk dengan miring ke dada kiri Linghu Chong, selagi bertahan ia menyerang, dan selagi menyerang ia bertahan, ilmu pedangnya baik dalam bertahan maupun menyerang sebat dan ganas. Heibaizi melihat ke dalam melalui lubang persegi, begitu melihat pertarungan itu, ia tak kuasa menahan diri dan berseru, "Ilmu pedang yang bagus!" Orang itu tertawa dan berkata, "Hari ini kalian berempat bernasib baik, aku akan membuka mata kalian". Tepat pada saat itu, jurus kedua Linghu Chong telah tiba.
Orang itu mengayunkan pedangnya ke bahu kanan Linghu Chong, lagi-lagi dalam jurus bertahan ini terkandung jurus menyerang, dan dalam serangannya terkandung pertahanan yang hebat. Linghu Chong terkejut, ia melihat bahwa jurus itu tiada kelemahannya, sehingga sulit baginya untuk menikam ke arah titik-titik penting lawan. Ia melintangkan pedangnya, mata pedangnya menusuk dengan miring, hendak menikam ke arah perut lawan, jurus bertahannya ini juga mengandung suatu serangan. Orang itu tertawa, "Jurus ini bagus sekali". Ia segera menarik pedangnya dan menebas ke samping.
Mereka berdua saling menikam, dalam sekejap mereka telah bertukar dua puluh jurus lebih, namun pedang kayu mereka sama sekali belum pernah bersentuhan. Linghu Chong sadar bahwa ilmu pedang lawan berubah menjadi amat rumit, sejak ia mempelajari 'Sembilan Pedang Dugu', ia belum pernah berjumpa dengan musuh yang setangguh ini. Ilmu pedang musuh bukannya sama sekali tak ada kelemahannya, namun jurusnya selalu berubah-ubah tanpa bisa ditebak, sehingga ia tak dapat menyerang titik lemahnya. Ia sepenuhnya menaati ajaran Feng Qingyang tentang 'tanpa jurus menang terhadap yang berjurus' dan mengubah-ubah gerakannya sekehendak hatinya. Walaupun 'Jurus Pemecah Pedang' hanyalah salah satu jurus dalam 'Sembilan Pedang Dugu', namun di dalamnya terkandung berbagai ilmu pedang dari setiap perguruan dan aliran di kolong langit ini, walaupun ia disebut 'tanpa jurus', namun sebenarnya ilmu itu berdasarkan pada intisari jurus-jurus yang terdapat dalam semua ilmu pedang di dunia. Orang itu memperhatikan bahwa jurus-jurus Linghu Chong terus mengalir, setiap perubahannya belum pernah dilihatnya sebelumnya. Dengan mengandalkan pengalamannya yang luas dan ilmu silatnya yang tinggi, ia dapat memecahkan satu demi satu jurus-jurus itu, namun setelah bertukar empat puluh jurus lebih, gerakan pedangnya mulai melambat. Sedikit demi sedikit, ia memasukkan tenaga dalam ke dalam pedangnya, setiap kali pedangnya mengayun, sayup-sayup terdengar suara kesiuran topan badai.
Namun tak perduli seberapa hebatnya tenaga dalam lawan, kalau berhadapan dengan 'Sembilan Pedang Dugu' yang halus dan mendalam, tenaga dalam itu tak ada artinya. Hanya saja tenaga dalam orang itu memang hebat, ilmu pedangnya tinggi, dan keduanya bersatu padu sehingga tak dapat dipisahkan. Orang itu beberapa kali berhasil membuat Linghu Chong terdesak, sehingga seharusnya pemuda itu sudah harus melempar pedang dan mengaku kalah, namun Linghu Chong selalu melancarkan jurus-jurus aneh. Ia tak hanya dapat membebaskan dirinya dari keadaan terdesak, namun juga dapat mencuri kesempatan untuk menyerang balik, jurus-jurusnya itu sungguh aneh bin ajaib.
Huang Zhonggong berempat berdesak-desakan di luar pintu besi dan melihat ke dalam melalui lubang persegi. Lubang itu terlalu kecil, sehingga hanya dua orang yang dapat bersama-sama menonton, lagipula diantara kedua orang itu yang satunya harus melihat dengan mata kiri, sedangkan yang seorang lagi dengan mata kanan. Setelah kedua orang itu menonton untuk beberapa saat, mereka harus minggir supaya kedua orang lainnya juga bisa menonton.
Ketika mereka berempat mula-mula menonton orang itu dan Linghu Chong bertanding dengan menggunakan ilmu pedang yang hebat dan aneh, mau tak mau mereka terkagum-kagum, namun setelah itu, mereka tak lagi bisa mengerti kehebatan ilmu pedang kedua orang itu. Kadang-kadang setelah Huang Zhonggong melihat sebuah jurus dilancarkan, ia berpikir keras tentang intisarinya, dan setelah lama berpikir, barulah ia dapat memahaminya. Namun pada saat itu, kedua orang itu sudah melancarkan lebih dari sepuluh jurus lain, dan ia sama sekali tak melihat bagaimana sepuluh jurus lebih itu dilancarkan. Ia amat terkejut, pikirnya, "Ternyata ilmu pedang Saudara Feng sudah begitu hebat. Baru-baru ini ketika ia bertanding denganku, jangan-jangan ia hanya memakai tiga atau empat bagian dari kepandaiannya. Saat ia tak punya tenaga dalam, 'Ilmu Pedang Tujuh Senar Tak Berwujud' dari kecapiku tak dapat mempengaruhinya, namun kalaupun tenaga dalamnya melimpah, ilmu pedang tak berwujudku itu juga mana bisa mempengaruhinya? Ia tinggal melancarkan tiga serangan berantai saja, dan aku akan terpaksa membuang kecapi mengakui kekalahan. Kalau kami benar-benar bertarung mati-matian, dengan jurus pertamanya saja ia sudah bisa membutakan sepasang mataku dengan seruling kumala itu".
Huang Zhonggong tak tahu bahwa ia telah menilai ilmu pedang Linghu Chong terlalu tinggi. 'Sembilan Pedang Dugu' makin kuat apabila musuh kuat, namun kalau ilmu silat musuh tidak tinggi, intisari 'Sembilan Pedang Dugu' malah tak dapat digunakan. Orang yang bertarung dengan Linghu Chong hari ini adalah seorang tokoh yang pernah menguncangkan dunia persilatan, ketinggian ilmu silatnya telah mencapai tingkat yang sulit dibayangkan oleh orang biasa. Begitu diserang olehnya, berbagai macam detil yang halus dan mendalam dari 'Sembilan Pedang Dugu' dapat dimunculkan dengan jelas. Andaikan Dugu Qiubai hidup kembali, atau Feng Qingyang bisa hadir sendiri, dan berjumpa dengan lawan seperti ini, mereka akan luar biasa girangnya. Dalam menggunakan 'Sembilan Pedang Dugu', selain harus mahir dalam teori dan seni ilmu pedang, kecerdasan orang yang memakainya juga amat berpengaruh. Kalau ia telah mencapai tingkat dimana ia dapat melancarkannya dengan bebas merdeka tanpa harus mengikuti standar tertentu, makin cerdas orang yang memakainya, ilmu pedangnya juga akan semakin tinggi. Dalam setiap adu pedang ia akan membuat terobosan baru, seperti seorang penyair besar yang mendapatkan inspirasi untuk menciptakan sebuah puisi yang indah.
Setelah bertukar empat puluh jurus lebih, jurus-jurus yang dilancarkan Linghu Chong makin lancar dan mahir, bahkan banyak dari gerakan-gerakannya itu belum pernah diajarkan oleh Feng Qingyang sendiri. Ketika bertemu dengan ilmu pedang lawan yang cemerlang, dari 'Sembilan Pedang Dugu' secara alami muncul jurus-jurus penangkal untuk melawannya. Karena rasa jeri di dalam hatinya telah hilang, maka boleh dikatakan bahwa seluruh pikirannya tercurah ke dalam ilmu pedangnya, dan ia tak lagi sempat merasa takut atau senang. Orang itu dengan susul-menyusul memakai delapan macam ilmu pedang kelas satu, ada yang menyerang dengan sebat dan ganas, ada yang jurus-jurusnya susul-menyusul tanpa putus, ada yang lincah dan cepat, dan ada yang tenang namun penuh daya. Namun dengan cara bagaimanapun juga ia mengubah-ubah jurusnya, Linghu Chong selalu dapat mengatasi setiap ilmu pedang itu dengan mudah, seakan ia sejak kecil sudah mahir memainkan dan memecahkan kedelapan ilmu pedang itu.
Orang itu melintangkan pedangnya untuk menangkis seraya berseru, "Sobat kecil, siapa sebenarnya yang mengajarkan ilmu pedang ini kepadamu? Kurasa Sesepuh Feng tak punya kepandaian seperti ini".
Linghu Chong agak terkejut, katanya, "Ilmu pedang ini kalau bukan diajarkan oleh Tuan Feng, jago siapa lagi yang dapat mengajarkannya?"
Orang itu berkata, "Perkataanmu itu benar. Cobalah ilmu pedangku ini". Sambil meraung panjang, pedang kayunya tiba-tiba menebas. Linghu Chong menikam dengan miring dan memaksanya menarik kembali pedangnya untuk menangkis. Orang itu berulang kali meraung, seakan gila. Semakin keras raungannya, semakin sebat pula pedangnya.
Linghu Chong merasa bahwa ilmu pedangnya ini tak ada keanehannya, namun setiap raungannya membuat telinganya berdenging dan pikirannya kacau balau. Ia memaksa dirinya untuk tetap tenang dan tetap melayani jurus-jurus musuh.
Sekonyong-konyong, orang itu bersuit keras-keras, seakan sedang menguncang langit dan bumi. Telinga Linghu Chong berdenging, seakan gendang telinganya terguncang hingga pecah, kepalanya pusing, seketika itu juga ia tak sadarkan diri dan terjatuh ke tanah.
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Karakter 风 (Feng) dalam nama Feng Qingyang berarti 'Angin'.
[2] Dan Qing berarti 'merah dan hijau'.
[3] Salinan kaligrafi di atas kertas yang diambil dari batu yang diukir, biasanya dipakai sebagai contoh kaligrafi untuk ditiru.