Pendekar Hina Kelana Bab40: Harmoni (tamat)
<< Bab Sebelumnya - Halaman Utama Pendekar Hina Kelana
Terjemahan Cersil Pendekar Hina Kelana
oleh Grace Tjan @sungai dan telaga
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.
Berdasarkan novel edisi ketiga.
[Sarung kursi itu disulam dengan desain sembilan naga emas yang mengelilingi seorang putra yang sedang bangkit dari lautan. Di tepinya bertatahkan banyak mutiara, berlian, dan permata.] |
Smiling Proud Wanderer Jilid 4
Bab XL - Harmoni
Bagian Pertama
Linghu Chong mabuk berat setelah turun gunung dan baru sadar setelah lewat tengah malam. Setelah sadar dari mabuknya, ia sadar bahwa ia berada di tengah belantara, sedangkan murid-murid Hengshan duduk di kejauhan untuk menjaganya. Kepala Linghu Chong sakit seperti akan pecah, ketika teringat bahwa sejak ini jangan-jangan ia tak bisa bertemu dengan Yingying lagi, hatinya terasa amat pedih.
Ketika rombongan mereka tiba di Puncak Jianxing, mereka mengadakan upacara di depan papan arwah Dingxian, Dingjing dan Dingyi Shitai untuk memberitahukan bahwa dendam kesumat mereka telah terbalas. Mereka berpikir bahwa dalam waktu dekat, Riyue Shenjiao akan datang menyerang gunung mereka, setelah bertempur, Hengshan Pai tentu akan hancur, untung saja soal kalah menang sudah diketahui terlebih dahulu, sehingga semua orang malah merasa lega dan tak memikirkannya. Suami istri Bujie, Yilin dan Tian Boguang telah bergabung dengan mereka di kaki gunung dan bersama-sama pulang ke Hengshan. Mereka semua berpikir bahwa kalau mereka berlatih dengan tekun, paling-paling mereka akan dapat membunuh beberapa pengikut Riyue Shenjiao, dan hal ini sama sekali tak ada gunanya, maka mereka lebih baik tak usah berlatih ilmu pedang saja. Mereka yang saleh setiap hari membaca kitab suci, sedangkan sisanya berpesiar di sekitar gunung. Sebenarnya disiplin Hengshan Pai amat ketat, sembahyang pagi dan malam tak pernah terlupa, namun beberapa hari belakangan ini mereka menjadi amat santai.
Beberapa hari kemudian, Puncak Jianxing mendadak kedatangan sepuluh orang biksu yang dipimpin oleh kepala biara Shaolin, Fang Zheng Dashi.
Linghu Chong sedang minum-minum sendirian di biara utama, ia sedang dengan asyik memukul-mukul meja sambil menyanyi ketika tiba-tiba mendengar bahwa Fang Zheng Dashi datang, ia merasa terkejut sekaligus girang. Ketika Fang Zheng Dashi melihat bahwa ia bertelanjang kaki, belum sempat memakai sepatunya, dan wajahnya merah karena arak, ia tersenyum dan berkata, "Ketika orang zaman dahulu menyambut tamu, mereka masih ingat untuk memakai sepatu. Ketua Linghu menyambut tamu tanpa memakai sepatu, ini berarti menyambut tamu dengan tulus, melebihi orang zaman dahulu".
Linghu Chong menjura menghormat seraya berkata, "Fangzhang dashi telah sudi datang kemari, namun Linghu Chong tak menyambut dari jauh, aku benar-benar sangat malu. Fang Zheng Dashi telah tiba". Fang Zheng tersenyum simpul. Linghu Chong melihat bahwa delapan biksu lainnya berjanggut putih melambai-lambai, ia menanyakan nama agama mereka, dan ternyata mereka semua adalah biksu agung dari angkatan 'Fang'. Linghu Chong mengajak para biksu itu masuk ke dalam biara dan duduk di atas bantalan semedi.
Sebelumnya Linghu Chong tinggal di kamar tamu diluar biara, sejak kembali dari Huashan, semua orang berpikir bahwa hidup mereka tak akan panjang lagi, dan merasa bahwa mereka tak usah terlalu mematuhi berbagai pantangan lagi, maka ia pindah ke biara utama supaya lebih dekat dan mudah untuk mengurus segala sesuatu. Biara utama itu tadinya adalah tempat menyepi Dingxian Shitai dan biasanya selalu bersih dari debu, namun sejak Linghu Chong tinggal disitu, seluruh ruangan menjadi berantakan penuh guci dan cawan arak. Dengan wajah merah padam Linghu Chong berkata, "Tempat ini berantakan, mohon dashi sekalian tak menyalahkanku".
Fang Zheng tersenyum dan berkata, "Laona hari ini datang untuk membicarakan urusan penting, Ketua Linghu tak usah sungkan-sungkan". Setelah berhenti sejenak, ia berkata, "Kabarnya demi melindungi Hengshan Pai, Ketua Linghu tak menerima jabatan wakil ketua Riyue Shenjiao dan tak memperdulikan keselamatan diri sendiri, dan bahkan rela berpisah dengan kekasih sehidup sematimu, Ren Da Xiaojie. Semua kawan-kawan di dunia persilatan kagum padamu".
Linghu Chong tertegun, pikirnya, "Aku tak ingin melibatkan kawan-kawan dunia persilatan dalam masalah Hengshan Pai dan tak memperbolehkan para murid untuk membocorkan masalah ini agar tak menyeret Shaolin dan Wudang dalam pertarungan dan membuat banyak orang terluka atau terbunuh. Namun ternyata Fang Zheng Dashi sudah mendengar beritanya". Ia berkata, "Dashi salah memuji orang, aku jadi sangat malu. Dalam hubungan diantara wanbei dan ketua Riyue Shenjiao banyak suka duka yang sulit dijelaskan. Aku terpaksa tak bisa membalas budi dan kesetiaan Ren Da Xiaojie, tapi dashi tak menyalahkanku dan malah memujiku, aku benar-benar tak berani menerimanya".
Fang Zheng Dashi berkata, "Ren Jiaozhu hendak memimpin pengikutnya untuk membuat susah perguruan kalian yang mulia. Saat ini Songshan, Taishan, Heng Shan dan Huashan telah mengalami kemunduran, sedangkan Hengshan Pai memerlukan bantuan pihak luar, namun Ketua Linghu malah tak mengirim orang untuk memberitahu biara kami. Jangan-jangan Ketua Linghu menganggap para biksu Biara Shaolin kami mencari selamat sendiri dan tak memperdulikan rasa setia kawan di dunia persilatan?"
Linghu Chong bangkit dan berkata, "Jelas tidak. Dahulu wanbei tak berhati-hati dan bergaul dengan tokoh-tokoh Riyue Jiao, setelah itu berbagai masalah muncul oleh karenanya. Wanbei merasa bahwa setiap orang harus menanggung akibat perbuatannya sendiri, sampai melibatkan Hengshan Pai saja, hati wanbei sudah tak tenteram, aku mana berani merepotkan dashi dan Chong Xu Daozhang lagi? Kalau Shaolin dan Wudang datang membantu dan kehilangan banyak orang, dosa wanbei tak akan dapat ditebus walaupun wanbei harus mati laksaan kali".
Fang Zheng tersenyum, "Perkataan Ketua Linghu ini salah. Mo Jiao sudah bermaksud menghancurkan Shaolin kami, Wudang dan Wuyue Jianpai sejak ratusan tahun yang lalu, saat itu laona saja belum lahir, apa hubungannya dengan Ketua Linghu?"
Linghu Chong mengangguk seraya berkata, "Dahulu almarhum guruku sering mengajarkan bahwa sejak dahulu yang lurus dan yang sesat tak bisa hidup berdampingan, Mo Jiao dan aliran lurus kita sudah bermusuhan selama bertahun-tahun, kebencian diantara mereka sudah sangat dalam. Pengetahuan wanbei dangkal, wanbei hanya tahu bahwa kedua belah pihak harus mengalah supaya perdamaian dapat dicapai, namun ternyata walaupun hubungan diantara Ren Jiaozhu dan wanbei amat erat, pada akhirnya kami masih harus bertemu di medan perang".
Fang Zheng berkata, "Katamu kedua belah pihak harus mengalah supaya perdamaian dapat dicapai, perkataanmu ini tak salah. Riyue Shenjiao dan aliran lurus kita sudah bermusuhan selama bertahun-tahun, namun sebenarnya tak ada alasan kuat sehingga kita harus saling membunuh, hanya saja pemimpin masing-masing pihak ingin menguasai dunia persilatan dan ingin menumpas musuh. Saat itu ketika laona, Chong Xu Daozhang dan Ketua Linghu bertemu di Kuil Xuankong, kita amat mengkhawatirkan peleburan kelima perguruan oleh ketua Songshan Pai dan ambisinya untuk menguasai dunia persilatan". Sambil berbicara ia menghela napas panjang, lalu perlahan-lahan kembali berbicara, "Kabarnya Riyue Jiao memiliki semboyan yang berbunyi 'semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan', kalau semboyan itu sudah disimpan di hati, bagaimana dunia persilatan akan tetap damai? Tujuan dan kelakuan setiap perguruan di dunia persilatan sangat berbeda-beda. Dunia persilatan tak dapat dipersatukan, dan hal ini juga melawan kehendak semua orang".
Linghu Chong sangat menyetujui perkataan itu, sambil mengangguk ia berkata, "Perkataan fangzhang dashi sangat benar".
Fang Zheng berkata, "Ren Jiaozhu berkata bahwa dalam tempo sebulan ia akan naik ke Hengshan untuk melakukan pembantaian besar-besaran. Perkataannya teguh bagai gunung, tak mungkin berubah. Saat ini jago-jago Shaolin, Wudang, Kunlun, Emei dan Kongdong telah berkumpul di kaki Hengshan".
Linghu Chong terkejut, "Ah!", ujarnya. Ia bangkit seraya berkata, "Benarkah? Para qianbei perguruan-perguruan itu datang untuk membantu kami, tapi wanbei sama sekali tak mengetahuinya, wanbei benar-benar pantas mati". Sejak Hengshan Pai tahu Mo Jiao akan datang menyerang, mereka telah kehilangan harapan dan tak lagi berusaha mengadakan patroli atau penjagaan, bahkan pos penjagaan di kaki gunungpun sudah ditarik. Linghu Chong kembali berkata, "Mohon para dashi sekalian beristirahat di atas gunung, wanbei akan memimpin murid-murid kami turun gunung untuk menyambut mereka". Fang Zheng menggeleng seraya berkata, "Semua perguruan harus bersatu di saat yang sulit dan bergabung untuk melawan musuh, tak perlu banyak peradatan, kami sudah mengatur semuanya".
Linghu Chong menjawab, "Baik". Ia kembali bertanya, "Bagaimana fangzhang dashi tahu bahwa Riyue Jiao akan menyerang Hengshan Pai?" Fang Zheng berkata, "Laona menerima surat dari seorang qianbei, dan baru saja mengetahuinya". Linghu Chong berkata, "Seorang qianbei?" Ia merasa bahwa kedudukan Fang Zheng Dashi di dunia persilatan sudah amat tinggi, mana bisa ada orang yang lebih senior darinya? Fang Zheng tersenyum simpul, lalu berkata, "Qianbei ini adalah sesepuh Huashan Pai yang dahulu pernah mengajarkan ilmu pedang pada Ketua Linghu".
Linghu Chong amat girang, serunya, "Feng Taishishu!" Fang Zheng berkata, "Ia adalah Feng Qianbei. Feng Qianbei ini mengirim enam orang kawan ke Biara Shaolin untuk menyampaikan berita tentang apa yang dikatakan Ketua Linghu di Puncak Chaoyang. Perkataan keenam kawan ini agak berbelit-belit dan sulit dimengerti, mereka suka berdebat panjang lebar, namun setelah mendengarkan dengan sabar selama beberapa shichen, laona akhirnya paham maksud mereka". Ketika berbicara mengenai hal ini, mau tak mau ia tersenyum. Linghu Chong berkata sembari tertawa, "Mereka adalah Taogu Liuxian?" Fang Zheng tersenyum dan berkata, "Mereka memang adalah Taogu Liuxian".
Linghu Chong berkata dengan girang, "Setelah tiba di Huashan, aku hendak mengunjungi Feng Taishishu, namun berbagai kejadian terjadi silih berganti sehingga sampai turun gunung aku belum sempat bersujud pada beliau. Tak nyana beliau sudah mengetahui semuanya".
Fang Zheng berkata, "Tindak-tanduk Feng Qianbei bagai naga sakti yang kelihatan kepalanya tapi tak kelihatan ekornya. Beliau sudah hidup menyendiri di Huashan, namun ketika Riyue Jiao mengacau di Huashan, beliau mana bisa tak menghiraukannya? Taogu Liuxian berbuat onar di Huashan dan ditangkap oleh Feng Lao Qianbei, setelah mengurung mereka beberapa hari, ia menyuruh mereka mengantar surat ke Biara Shaolin".
Linghu Chong berpikir, "Jangan-jangan Taogu Liuxian tak mau mengaku bahwa mereka telah ditangkap oleh Feng Taishishu dan malah mengatakan bahwa merekalah yang telah menangkap Feng Taishishu, dan karena mereka berbaik hati, mereka lalu mewakilinya mengantar surat ke Biara Shaolin". Ia berkata, "Entah Feng Taishishu ingin kita melakukan apa?"
Fang Zheng berkata, "Feng Lao Qianbei sangat rendah hati, ia menulis bahwa ia telah mendengar tentang sesuatu hal dan menyuruh orang untuk memberitahukannya pada laona, ia juga menulis bahwa Ketua Linghu adalah murid yang disayanginya, dan beliau sangat senang melihat kau melawan Mo Jiao di Puncak Chaoyang. Beliau minta aku menjagamu. Tapi sebenarnya ilmu silat Ketua Linghu jauh melebihi laona, beliau terlalu berlebihan meminta laona menjagamu segala".
Linghu Chong merasa berterima kasih, sambil menyoja ia berkata, "Fangzhang dashi sudah menjaga wanbei lebih dari sekali".
Fang Zheng berkata, "Aku tak berani. Ketika laona mengetahui tentang hal ini, jangankan diperintahkan oleh Feng Lao Qianbei, hanya berdasarkan hubungan baik diantara kedua perguruan kita yang mulia saja dan persahabatan diantara laona dan Ketua Linghu, laona tak mungkin hanya berpangku tangan saja. Lagipula urusan ini menyangkut hidup matinya kedua perguruan kita, setelah Mo Jiao menghancurkan Hengshan Pai, mana mungkin mereka akan melepaskan Shaolin dan Wudang begitu saja? Oleh karenanya aku segera mengirim surat dan minta semua perguruan berkumpul di Hengshan untuk bersama-sama bertarung mati-matian dengan Mo Jiao".
Saat menuruni Huashan tempo hari, Linghu Chong sudah merasa putus asa, melihat kekuatan Riyue Jiao, Hengshan Pai jelas tak mampu melawannya, mereka hanya tinggal menunggu Ren Woxing datang menyerang dan melawan semampunya sampai titik darah penghabisan saja. Kalau ada orang-orang yang menasehatinya untuk minta bantuan Shaolin dan Wudang, Linghu Chong bertanya, 'Kalaupun Shaolin dan Wudang membantu kita, apakah mereka sanggup melawan Mo Jiao?' Orang yang menasehatinya itu langsung diam seribu bahasa. Linghu Chong kembali bertanya, 'Kalau Hengshan Pai memang tak bisa diselamatkan, untuk apa mengorbankan tak sedikit jago-jago Shaolin dan Wudang?' Dalam lubuk hatinya yang terdalam, ia tak ingin bertarung dengan Xiang Wentian, Ren Woxing dan yang lainnya, setelah harapannya untuk menikahi Yingying sirna, tanpa terasa ia telah tenggelam dalam keputusasaan, ia merasa hidup di dunia ini tak ada artinya lagi, dan merasa lebih baik cepat-cepat mati saja. Saat ini, ketika melihat Fang Zheng mendapat kepercayaan Feng Qingyang untuk menolongnya, ia merasa semangatnya timbul kembali, namun ia masih tak ingin bertarung mati-matian dengan orang-orang Riyue Shenjiao.
Fang Zheng berkata, "Ketua Linghu, orang beragama harus bersikap welas asih, laona bukan orang yang suka kekerasan. Kalau masalah ini dapat diselesaikan secara baik-baik, tentunya bagus sekali, tapi kalau kita mundur selangkah, Ren Jiaozhu akan maju selangkah. Persoalannya sekarang bukan karena kita tak mau mengalah, tapi karena Ren Jiaozhu sudah bertekad untuk menumpas seluruh perguruan aliran lurus kita. Kecuali kalau kita semua bersujud padanya seraya berseru 'semoga ketua suci hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan!' Amituofo!"
Ketika ia mengucapkan perkataan 'semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan', ia menambahkan kata 'amituofo' sehingga kedengarannya sangat menggelikan, mau tak mau Linghu Chong tertawa, lalu berkata, "Tepat sekali. Setiap kali wanbei mendengar perkataan 'ketua suci' atau 'hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan', bulu romaku langsung berdiri. Wanbei kuat minum tiga puluh cawan arak tanpa mabuk, tapi begitu mendengar perkataan 'hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan' itu, kepala wanbei kontan pusing dan mata berkunang-kunang, seakan mabuk".
Fang Zheng tersenyum simpul, lalu berkata, "Semboyan Riyue Jiao itu memang sangat hebat". Setelah berhenti sejenak, ia kembali berkata, "Ketika Feng Qianbei melihat Ketua Linghu hampir pingsan di Puncak Chaoyang, ia menyuruh Taogu Liuxian menyampaikan sebuah rumus ilmu tenaga dalam, dan meminta laona untuk mengajarkannya pada Ketua Linghu. Perkataan Taogu Liuxian berbelit-belit tak jelas, namun rumus rahasia tenaga dalam yang mereka sampaikan sangat jelas, benar-benar luar biasa, tentunya Feng Qianbei telah memaksa enam bersaudara itu untuk menghafalkannya. Mohon Ketua Linghu masuk ke dalam supaya laona dapat mengajarkan rumus ini".
Dengan hormat Linghu Chong membawa Fang Zheng ke sebuah ruangan yang tenang. Karena Feng Qingyang telah memerintahkan Fang Zheng untuk mengajarkan rumus itu kepadanya, hal ini adalah seperti kalau taishishu secara pribadi datang untuk mengajarinya, maka ia segera berlutut di hadapan Fang Zheng seraya berkata, "Budi Feng Taishishu terhadap murid setinggi gunung".
Fang Zheng tak dengan rendah hati menolak penghormatannya itu, katanya, "Feng Qianbei menaruh harapan besar pada Ketua Linghu, ia berharap agar kau berlatih dengan tekun berdasarkan rumus ini". Linghu Chong berkata, "Baik, murid akan mematuhinya".
Fang Zheng segera perlahan-lahan membacakan rumus itu satu kalimat demi satu kalimat, dengan penuh perhatian Linghu Chong menghafalkannya. Rumus itu tak terlalu panjang, seluruhnya hanya terdiri dari seribu kata lebih. Setelah selesai membacakannya, Fang Zheng minta Linghu Chong menghafalkannya, lalu setelah beberapa saat, ia kembali membacakannya. Setelah lima kali membacanya bersama-sama dari awal sampai akhir, Linghu Chong dapat merapalkannya dari depan sampai belakang tanpa salah.
Fang Zheng berkata, "Ilmu tenaga dalam yang diajarkan oleh Feng Qianbei ini walaupun hanya terdiri dari seribu kata lebih, amat mendalam dan tak dapat dipandang dengan sebelah mata. Kita adalah sahabat akrab, maka laona akan berbicara terus terang. Ilmu pedang Ketua Linghu hebat, namun dalam hal tenaga dalam, sepertinya Ketua Linghu sama sekali bukan ahlinya". Linghu Chong berkata, "Mengenai tenaga dalam, wanbei hanya tahu kulitnya saja, kalau dashi tak keberatan, wanbei masih ingin
banyak minta petunjuk". Fang Zheng mengangguk seraya berkata, "Ilmu tenaga dalam Feng Qianbei ini agak berbeda dengan milik Shaolin, namun semua ilmu silat di dunia ini sampai ke tujuan yang sama melalui berbagai jalan, intisarinya juga tak banyak berbeda. Kalau Ketua Linghu tak menganggapku terlalu menggurui, laona akan mencoba untuk menjelaskannya".
Linghu Chong tahu bahwa ia adalah salah seorang jago kelas wahid di dunia persilatan saat ini, mendapat petunjuk darinya adalah sama seperti menerima pelajaran dari Feng Taishishu sendiri, kalau Feng Taishishu mempercayakan pengajaran ilmu itu padanya, tentunya adalah karena tenaga dalam Fang Zheng sendiri amat hebat, maka ia cepat-cepat menyoja seraya berkata, "Wanbei akan mendengarkan ajaran dashi dengan hormat".
Fang Zheng berkata, "Aku tak berani!" Ia segera menguraikan secara rinci ilmu tenaga dalam itu kalimat demi kalimat, ia juga memberi petunjuk tentang cara mengambil napas, mengerahkan tenaga, tu na, dan cara memindahkan tenaga. Tadinya Linghu Chong hanya menghafal mati rumus itu saja, namun setelah mendengarkan uraian Fang Zheng, ia baru sadar bahwa setiap kalimatnya mengandung prinsip-prinsip mendalam yang tak terhitung jumlahnya.
Linghu Chong memang mudah memahami segala sesuatu, namun setiap kalimat rumus yang hebat itu membuatnya memutar otak untuk beberapa lama, untung saja Fang Zheng Dashi menjelaskannya secara terperinci, sehingga ia segera dapat menjajaki sebuah tingkat ilmu silat yang luar biasa dan belum pernah diinjaknya selama ini. Ia menghela napas, lalu berkata, "Fangzhang dashi, beberapa tahun belakangan ini wanbei bersikap semberono di dunia persilatan karena wanbei tak tahu keterbatasan diri sendiri, kalau mengingatnya, wanbei jadi malu sendiri. Walaupun hidup wanbei tak panjang, sehingga tak bisa mempelajari sampai mahir ilmu tenaga dalam yang diajarkan Feng Taishishu, namun orang zaman dahulu mempunyai pepatah yang bunyinya sepertinya 'kalau di pagi hari sempat mendengar pelajaran yang bagus, kalaupun harus mati malamnya juga tak apa', benarkah bunyinya demikian?" Fang Zheng berkata, "Jikalau pagi mendengar pelajaran, malam itu matipun tak apa!" Linghu Chong berkata, "Benar, itu pepatahnya, aku pernah mendengar shifu mengatakannya. Hari ini aku mendengar petunjuk dashi, benar-benar seperti seorang buta yang matanya terbuka, kalaupun setelah ini aku tak sempat mempelajarinya, aku masih tetap senang".
Fang Zheng berkata, "Semua perguruan dari aliran lurus telah berkumpul di sekitar Hengshan dan menjaga semua jalan penting, begitu Mo Jiao menyerang, kita akan bekerja sama menghadapinya, kita belum tentu akan kalah. Kenapa Ketua Linghu begitu berkecil hati? Ilmu tenaga dalam ini tak bisa dipelajari sampai mahir dalam waktu beberapa tahun saja, namun kalau kau berlatih sehari kau akan memperoleh faedah sehari pula, dan setelah berlatih beberapa lama, kau akan memperoleh kemajuan. Beberapa hari ini tak ada yang perlu dikerjakan, tak ada jeleknya kalau Ketua Linghu melatihnya. Mumpung laona sedang merecoki gunungmu yang mulia ini, kita dapat bersama-sama mempelajarinya". Linghu Chong berkata, "Wanbei sangat berterima kasih atas budi baik dashi".
Fang Zheng berkata, "Saat ini mungkin Chong Xu Daoxiong juga telah tiba, bagaimana kalau kita keluar untuk melihatnya?" Linghu Chong cepat-cepat berdiri seraya berkata, "Ternyata Chong Xu Daozhang juga datang, aku benar-benar lalai". Ia segera kembali ke aula luar bersama dengan Fang Zheng, di aula nampak dua buah lilin telah dinyalakan. Ternyata ketika mereka berdua mempelajari ilmu itu, tiga shichen lebih telah berlalu dan hari telah gelap.
* * *
Nampak tiga pendeta Tao tua duduk di atas bantalan semedi, mereka sedang berbicara dengan Fang Sheng Dashi, salah seorang diantara mereka ialah Chong Xu. Ketika melihat Fang Zheng dan Linghu Chong muncul, ketiganya serentak bangkit.
Linghu Chong menghormat, lalu berkata, "Ketika Hengshan Pai kesusahan, para pendeta sekalian menempuh seribu li untuk menolong kami, semua orang di perguruan kami tak tahu bagaimana harus membalas budi ini". Pendeta Chong Xu cepat-cepat menariknya berdiri, sambil tersenyum ia berkata, "Laodao sudah lama datang, namun ketika aku mendengar fangzhang dashi dan xiao xiongdi sedang mempelajari ilmu tenaga dalam di kamar, aku tak berani menganggu. Xiao xiongdi sudah mempelajari ilmu tenaga dalam yang hebat, kalau Ren Woxing datang kesini, boleh kau coba pergunakan padanya, supaya ia terkejut".
Linghu Chong berkata, "Rumus ilmu tenaga dalam ini amat mendalam, dalam beberapa hari saja, wanbei mana bisa menguasainya? Kabarnya para qianbei Emei, Kunlun dan Kongdong telah datang, seharusnya mereka diundang naik gunung untuk membicarakan rencana besar kita, bagaimana pendapat qianbei sekalian?"
Chong Xu berkata, "Mereka bersembunyi di tempat rahasia supaya kaki tangan Ren si iblis tua Mo Jiao itu tak bisa menemukan mereka, kalau mereka diundang naik gunung, jangan-jangan kabar tentang kedatangan mereka akan bocor keluar. Ketika kami naik gunung, kami juga menyamar, kalau tidak, bukankah murid-murid perguruanmu yang mulia sudah akan memberitahumu?"
Linghu Chong ingat bahwa ketika ia pertama kalinya bertemu dengan Pendeta Chong Xu, pendeta itu menyamar sebagai seorang tua yang menunggang keledai, sedangkan dua orang lelaki yang mengikutinya keduanya sebenarnya adalah jago-jago Wudang. Sekarang ketika ia memperhatikan mereka dengan seksama, ia mengenali kedua pendeta tua lainnya sebagai kedua lelaki yang dahulu pernah beradu pedang dengannya di jalanan Hubei itu, maka ia menjura, lalu berkata sembari tersenyum, "Kepandaian menyamar kalian berdua sangat hebat, kalau Pendeta Chong Xu tak berbicara tentang penyamaran kalian, wanbei tentu tak mampu mengenali kalian". Saat itu kedua pendeta itu menyamar sebagai petani, yang seorang memikul kayu bakar, dan yang seorang lagi memikul sayur, napas mereka terengah-engah, seakan mereka sedang sakit, namun saat ini mereka nampak sehat walafiat, hanya mata mereka yang samar-samar dapat dikenali.
Chong Xu menunjuk pendeta tua yang dahulu menyamar sebagai pemikul kayu bakar itu seraya berkata, "Dia adalah Qing Xu Shidi. Lalu ia menunjuk ke arah pendeta tua yang dahulu menyamar sebagai pemikul sayur seraya berkata, "Ini keponakan muridku, nama Taoisnya Xuan Gao". Mereka berempat tertawa. Qing Xu dan Xuan Gao berkata, "Ilmu pedang Ketua Linghu amat cemerlang". Dengan rendah hati Linghu Chong berterima kasih pada mereka, lalu berkata, "Maafkan kelancanganku!"
Chong Xu berkata, "Imu pedang adik dan keponakan seperguruanku ini tak terlalu hebat, tapi ketika mereka masih muda, mereka pernah tinggal selama belasan tahun di Daerah Barat, yang seorang ahli membuat perangkap rahasia, sedangkan yang satunya lagi ahli membuat dinamit". Linghu Chong berkata,"Itu adalah keahlian yang jarang terdapat di dunia ini". Chong Xu berkata, "Linghu Xiongdi, aku membawa mereka berdua kesini karena aku mempunyai sebuah maksud lain. Aku berharap mereka berdua dapat membantu kita melakukan sebuah perkara besar".
Linghu Chong tak mengerti, ia menyeletuk, "Melakukan sebuah perkara besar?" Chong Xu berkata, "Dengan gegabah laodao membawa sesuatu ke gunung yang mulia ini, aku hendak mohon Linghu Xiongdi melihatnya". Sifatnya lugas, tak seperti Fang Zheng yang pendiam, oleh karenanya ia memanggilnya 'Linghu Xiongdi', sedangkan Fang Zheng memanggilnya 'Ketua Linghu'. Linghu Chong merasa agak heran, ia ingin tahu benda apa yang akan dikeluarkan olehnya dari saku dadanya. Sambil tersenyum Chong Xu berkata, "Benda ini sebenarnya tak kecil, tak muat dalam saku dada. Qing Xu Shidi, suruh mereka membawanya masuk".
Qing Xu mengiyakan, tak lama kemudian ia mengajak masuk empat lelaki yang berpenampilan seperti petani, kaki mereka telanjang dan mereka memikul sayuran. Qing Xu berkata, "Ini Ketua Linghu dan kepala Biara Shaolin". Keempat lelaki itu serentak menyoja menghormat.
Linghu Chong tahu bahwa mereka tentunya adalah tokoh-tokoh Wudang yangmtak rendah kedudukannya, maka ia segera membalas penghormatan mereka dengan sopan. Qing Xu berkata, "Keluarkan dan pasanglah!" Keempat lelaki itu mengeluarkan sawi dan lobak dari pikulan mereka, ternyata di bawahnya terdapat beberapa bungkusan kain, mereka membuka bungkusan-bungkusan itu dan di dalamnya terdapat batang-batang kayu, benda-benda dari besi, sekrup, pegas dan benda-benda lain semacamnya. Gerakan mereka amat cekatan, keempat orang itu bekerja sama dan dalam sekejap mereka telah memasang sebuah kursi besar. Linghu Chong makin heran, pikirnya, "Kursi ini dipasangi begitu banyak pegas. Entah apa gunanya, apakah untuk belatih tenaga dalam?" Setelah kursi itu selesai dipasang, keempat orang itu mengeluarkan bantalan kursi dan sarungnya dari sebuah bungkusan lain, lalu memasangnya di atas kursi itu. Dalam ruangan yang sunyi itu mendadak muncul cahaya yang berkilauan, nampak bahwa sarung itu terbuat dari brokat berwarna kuning muda, di atasnya tersulam sembilan ekor naga emas dari benang sutra berwarna emas, di tengahnya terdapat sulaman mentari yang baru terbit dari tengah samudera, di sebelah kirinya terdapat enam huruf yang berbunyi 'membangkitkan agama suci, pembela rakyat jelata', sedangkan keenam huruf yang terdapat di sebelah kanannya berbunyi 'semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan'. Sembilan ekor naga itu nampak gagah dan hidup, selain itu kedua belas huruf di sisi mereka disulam dengan benang perak sehingga keseluruhannya sangat indah. Di sekeliling kedua belas huruf itu terdapat banyak mutiara, berlian, zamrud dan permata lainnya. Biara yang sederhana dan kecil itu mendadak dipenuhi batu permata.
Linghu Chong bertepuk tangan dan bersorak, ia ingat bahwa Chong Xu berkata bahwa Qing Xu pernah mempelajari kepandaian membuat perangkap rahasia di Daerah Barat, katanya, "Begitu Ren Jiaozhu melihat kursi ini, ia pasti akan duduk di atasnya. Lalu perangkap di dalam kursi ini akan bekerja dan membunuhnya, benar tidak?"
Chong Xu berkata, "Ren Woxing bergerak amat sebat bagai kilat, walaupun dalam kursi ini ada perangkap, begitu ia merasakan ada sesuatu yag tak beres, ia akan langsung melompat dan kita tak akan dapat melukainya. Di kaki kursi ini terdapat sumbu yang terhubung dengan setumpuk mesiu".
Begitu ia mengucapkan perkataan itu, wajah Linghu Chong dan para biksu Shaolin menjadi pucat pasi. Fang Zheng berdoa, "Amituofo!"
Chong Xu berkata, "Kegunaan pegas ini adalah kalau ada orang yang duduk di kursi, tak akan ada sesuatu yang terjadi selama sepembakaran dupa, setelah itu sumbu baru menyala. Ren Woxing tak mudah percaya dan sangat hati-hati, kalau ia melihat di Puncak Jianxing ini mendadak ada sebuah kursi, ia pasti tak akan langsung mendudukinya dan menyuruh bawahannya untuk mencobanya terlebih dahulu. Di sarung kursi ini terdapat naga-naga emas yang mengusung mentari, dan juga perkataan-perkataan seperti 'semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan' sehingga anggota Mo Jiao pasti tak berani berlama-lama mendudukinya, namun setelah Ren Woxing mendudukinya, ia pasti tak ingin turun". Linghu Chong berkata, "Daozhang telah merencanakannya dengan amat seksama". Chong Xu berkata, "Qing Xu Shidi telah mempersiapkan rencana lain, kalau Ren Woxing ternyata tak mendudukinya dan menyuruh orang membuka sarung dan bantalan, atau bahkan sampai membongkar kursi, begitu kursi dibongkar, sumbu juga akan menyala. Kali ini Xuan Gao Shizi telah membawa dua puluh ribu jin dinamit ke gunung yang indah ini, jangan-jangan pemandangan yang permai di pegunungan akan hancur".
Hati Linghu Chong terkesiap, pikirnya, "Dua puluh ribu jin dinamit! Kalau begitu banyak dinamit diledakkan, yang baik dan yang jahat akan sama-sama binasa, kalau Ren Jiaozhu tewas karena ledakan, Yingying dan Xiang Dage juga mau tak mau akan terkena".
Chong Xu melihat air mukanya berubah dan berkata, "Mo Jiao mengancam hendak membinasakan seluruh perguruanmu yang mulia, lalu setelah membinasakan Hengshan Pai, ia akan menyerang Shaolin dan Wudang kami, kita akan hancur lebur dan bencana besar ini akan sulit ditanggulangi. Sekarang kita memakai perangkap yang keji ini untuk menghadapi Ren Woxing, walaupun kejam, namun tujuannya adalah untuk menyelamatkan nyawa puluhan ribu orang dunia persilatan".
Fang Zheng Dashi menangkupkan kedua telapak tangannya seraya berkata, "Amituofo! Sang Buddha kami welas asih, namun harus membasmi iblis untuk menyelamatkan orang banyak. Membunuh seorang penguasa yang jahat untuk menolong ribuan atau laksaan orang adalah perbuatan yang welas asih". Saat mengucapkan perkataan ini wajahnya nampak khidmat, para biksu dan pendeta tua semua berdiri, menangkupkan tangan mereka dan menunduk, lalu serentak berkata, "Perkataan fangzhang dashi sangat benar".
Linghu Chong juga sadar bahwa perkataan Fang Zheng sangat masuk akal, Riyue Jiao hendak membinasakan Hengshan Pai, maka perguruan-perguruan lurus mencari akal untuk membunuh Ren Woxing dengan meledakannya, hal itu adalah sesuatu yang sudah sewajarnya, tak ada orang yang dapat menyangkalnya. Namun kalau harus membunuh Ren Woxing, ia merasa enggan, kalau harus membunuh Xiang Wentian, ia lebih-lebih lagi lebih suka mati dahulu; namun hidup dan mati Yingying malah tak dikhawatirkannya, mereka berdua toh akan hidup dan mati bersama, sehingga tak ada yang perlu dicemaskan. Pandangan semua orang nampak tertuju pada dirinya, untuk sesaat ia bimbang, lalu berkata, "Karena keadaan sudah seperti ini, Riyue Jiao memaksa kita mengambil jalan ini, sepertinya taktik Chong Xu Daozhang adalah yang akan melukai sesedikit mungkin orang".
Chong Xu berkata, "Perkataan Linghu Xiongdi benar. 'Melukai sesedikit mungkin orang' memang adalah tujuan kita".
Linghu Chong berkata, "Wanbei masih muda dan cetek pengalamannya, urusan di Hengshan hari ini mohon supaya ditangani oleh Fang Zheng Dashi dan Chong Xu Daozhang berdua. Wanbei akan memimpin murid-murid perguruan kami untuk bersama-sama mengusir musuh". Chong Xu berkata sembari tersenyum, "Mana bisa begitu. Kau adalah tuan rumah di Hengshan ini, aku dan fangzhang dashi adalah tamumu, mana bisa mengambil perananmu?" Linghu Chong berkata, "Dalam hal ini wanbei bukan mundur dengan rendah hati, tapi wanbei benar-benar ingin kalian berdua menanganinya". Fang Zheng berkata, "Maksud Ketua Linghu sangat tulus, daoxiong tak usah menolaknya. Masalah besar sekarang ini akan kita putuskan bersama, namun daoxionglah yang akan mengeluarkan perintah dan membereskannya".
Chong Xu mengucapkan beberapa perkataan merendah, namun akhirnya menyetujuinya, lalu ia berkata, "Kita telah menyembunyikan orang di setiap jalan yang menuju ke Hengshan, saat Mo Jiao menyerang Hengshan, kita tentu akan mendengar kabarnya terlebih dahulu. Tempo hari ketika Linghu Xiongdi memimpin para pendekar menyerang Biara Shaolin, kami menuruti rencana Zuo Lengchan dan menggunakan siasat kota kosong....." Wajah Linghu Chong merona merah, katanya, "Wanbei telah berbuat onar, mohon maaf". Chong Xu berkata, "Kita tak dapat menggunakan siasat ini lagi, Ren Woxing akan pasti akan curiga. Menurut pendapat laodao, Hengshan Pai harus bertahan di atas gunung, dan Shaolin serta Wudang harus mengirim beberapa puluh orang untuk membantu. Mo Jiao jelas-jelas akan menyerang, tak masuk akal kalau Shaolin dan Wudang sama sekali tak mengirim bala bantuan, si tua licik Ren Woxing pasti akan dapat menebak bahwa ada akal-akalan di baliknya".
Fang Zheng dan Linghu Chong berkata, "Tepat sekali".
Chong Xu berkata, "Namun Kunlun, Emei dan Kongdong Pai tak usah muncul, kita semua akan bersembunyi di gua. Saat Mo Jiao menyerang, Hengshan, Shaolin dan Wudang Pai akan melawan dengan sekuat tenaga, kita harus nampak benar-benar bertempur. Para petarung dari ketiga perguruan kita harus terdiri dari jago-jago kelas satu, makin banyak membunuh lawan makin baik, sedangkan kita harus berusaha menghindari jatuhnya korban di pihak sendiri".
Fang Zheng menghela napas dan berkata, "Jago-jago Mo Jiao amat banyak bagai awan dan mereka tentu sudah bersiap-siap, dalam pertarungan ini pasti banyak yang luka atau tewas dari kedua belah pihak".
Chong Xu berkata, "Kita cari beberapa tebing yang tinggi, lalu kita pasang tali atau rantai besi di situ, kalau kita sudah tak bisa melawan lagi, kita akan meluncur dengan tali ke dalam lembah yang dalam, sehingga musuh susah mengejar kita. Setelah meraih kemenangan, begitu Ren Woxing melihat kursi kebesaran ini, ia tentu akan kegirangan dan mendudukinya. Begitu dinamit meledak, walaupun kepandaian si iblis tua Ren itu setinggi langit atau ia punya sayap, ia tak akan dapat meloloskan diri. Menyusul kita akan serentak meledakkan tiga puluh dua ranjau darat di tiga belas jalan yang menuju ke Hengshan, sehingga para pengikut Mo Jiao tak dapat turun gunung".
Linghu Chong berkata dengan heran, "Tiga puluh dua ranjau darat?"
Chong Xu berkata, "Tepat sekali. Besok pagi-pagi, Xuan Gao Shizi akan pergi ke ketiga belas jalan penting yang menuju ke puncak dan memilih tempat-tempat yang paling strategis di setiap jalan. Ia akan menyembunyikan ranjau darat di tempat-tempat itu, begitu ranjau meledak, jalan naik dan turun gunung akan putus. Kalau Mo Jiao mengirim selaksa orang ke puncak gunung, selaksa diantara mereka akan mati kelaparan; kalau mereka mengirim dua laksa orang, dua laksa diantara mereka akan mati kelaparan pula. Kami telah mempelajari rencana lama Zuo Lengchan, namun kali ini kami tak akan membiarkan mereka melarikan diri lewat lorong bawah tanah".
Linghu Chong berkata, "Saat itu kami benar-benar beruntung dapat lolos dari Biara Shaolin." Mendadak ia teringat akan sesuatu, "Oh!", ujarnya.
Chong Xu berkata, "Setelah mendengar rencana ini, apakah Linghu Xiongdi merasa ada sesuatu yang tidak benar?" Linghu Chong berkata, "Wanbei berpikir, bahwa ketika Ren Jiaozhu datang ke Hengshan dan melihat kursi kebesaran ini, ia tentunya akan sangat senang. Tapi dia pasti akan curiga, untuk apa Hengshan Pai membuat kursi semacam ini, dan menyulamkan perkataan 'semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan' di sarungnya seperti ini? Kalau hal ini tak dijelaskan, sepertinya ia tak akan tertipu". Chong Xu berkata, "Masalah ini juga sudah laodao pikirkan. Apakah Ren Jiaozhu akan duduk di atas kursi itu tidaklah penting, kami juga sudah menyembunyikan sumbu lainnya yang juga dapat diledakkan. Ketika ia sedang kegirangan menerima pujian 'semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan' itu, bencana akan menimpanya, hal ini akan menjadi bahan pembicaraan di dunia persilatan". Linghu Chong mengangguk seraya berkata, "Baik".
Pendeta Xuan Gao berkata, "Shishu, murid mempunyai suatu ide, tapi entah bisa dilaksanakan atau tidak?" Chong Xu tersenyum dan berkata, "Katakanlah, dan mintalah pendapat fangzhang dashi dan Ketua Linghu". Xuan Gao berkata, "Kabarnya Ketua Linghu dan nona besarnya Ren Jiaozhu telah bertunangan, namun terhalang karena yang lurus dan yang sesat tak dapat hidup berdampingan. Ketua Linghu dapat mengirim dua orang murid Hengshan untuk menemui Ren Jiaozhu dan berkata bahwa demi Ren Da Xiaojie, Ketua Linghu telah secara khusus mencari tukang yang pandai untuk membuat sebuah kursi kebesaran, lalu memberikannya kepada yang mulia ayah mertua, dengan harapan agar kedua belah pihak dapat berdamai. Tak perduli apa jawaban Ren Jiaozhu, begitu ia naik ke Hengshan dan melihat kursi ini, ia tak akan curiga". Chong Xu bertepuk tangan, lalu berkata sembari tertawa, "Akal ini sangat bagus, pertama......"
Linghu Chong menggeleng seraya berkata, "Tak bisa!" Chong Xu tertegun, ia sadar bahwa ia telah mengundang penolakan dari Linghu Chong, tanyanya, "Apa pendapat Linghu Xiongdi?" Linghu Chong berkata, "Kalau Ren Jiaozhu hendak menumpas Hengshan Pai kami, aku akan melawan dengan sekuat tenaga, baik dengan akal maupun kekerasan, semua boleh dilakukan. Ia datang untuk membunuh, maka kita akan meledakannya, tapi aku sama sekali tak akan membohonginya".
Chong Xu berkata, "Bagus!" Linghu Xiongdi jujur dan terus terang, membuat orang kagum. Kita akan melakukannya sesuai dengan rencana semula. Apakah si iblis tua Ren curiga atau tidak, asalkan ia naik ke Hengshan dengan maksud untuk mencelakai orang, ia akan menelan pil pahit".
Mereka segera merundingkan cara menghadapi musuh dengan seksama, bagaimana cara melawan, bagaimana cara bertahan, bagaimana cara mundur, dan bagaimana cara menyulut mesiu dan ranjau darat, satu persatu dibicarakan dan diputuskan. Chong Xu amat cermat, ia sangat khawatir saat menghadapi musuh nanti, orang yang bertugas menyulut mesiu terbunuh, maka ia menugaskan beberapa orang lainnya untuk membantunya.
Pagi-pagi keesokan harinya, Linghu Chong memimpin semua orang untuk memeriksa keadaan alam di pegunungan itu. Qing Xu dan Xuan Gao menentukan tempat-tempat untuk menanam peledak, meletakkan sumbu, menyebar ranjau darat dan menempatkan pos-pos penjagaan. Chong Xu dan Linghu Chong memilih empat tempat yang berbahaya sebagai jalan mundur. Fang Zheng, Chong Xu, Linghu Chong dan Fang Sheng masing-masing akan menjaga satu tempat dan tak akan membiarkan musuh mendekatinya, setelah semua orang yang bertahan melawan musuh turun ke lembah dengan tali panjang, mereka baru akan ikut turun ke lembah. Setelah itu mereka akan mengayunkan pedang untuk memutuskan tali, sehingga musuh tak bisa mengejar mereka.
Selepas tengah hari, sepuluh orang Wudang Pai yang menyamar sebagai petani dan pencari kayu bakar naik ke puncak gunung, dengan menuruti petunjuk Qing Xu dan Xuan Gao, mereka menempatkan dinamit. Murid-murid perempuan Hengshan menjaga jalan-jalan menuju ke puncak gunung dan tak memperbolehkan orang-orang yang tak berkepentingan naik gunung, untuk mencegah Riyue Jiao mengirim mata-mata dan membongkar rahasia mereka. Setelah sibuk bekerja selama tiga hari, semuanya telah siap dan mereka tinggal menunggu operasi serangan Riyue Jiao dengan tenang. Menurut perhitungan mereka, sudah hampir sebulan lamanya sejak pertemuan dengan Ren Woxing di Puncak Chaoyang, ia pasti akan melakukan apa yang dikatakannya dan tak akan terlambat. Beberapa hari belakangan ini, Qing Xu dan Xuan Gao amat sibuk, namun Linghu Chong malah menganggur, setiap hari ia menghafalkan rumus ilmu tenaga dalam yang diajarkan Fang Zheng, lalu berlatih menurutinya, kalau ada bagian yang tak dimengertinya, ia minta petunjuk Fang Zheng.
* * *
Selepas tengah hari, Yihe, Yiqing, Yilin, Zheng E, Qin Yuan dan yang lainnya berlatih pedang di aula pedang, Linghu Chong memberi petunjuk di samping mereka, ketika melihat bahwa walaupun Qin Juan masih muda, namun sudah cukup memahami intisari ilmu pedang, Linghu Chong memujinya, "Qin Shimei sangat cerdas, kau sudah memahami jurus ini, tapi......" Sebelum ia sempat menyelesaikan perkataannya, dantiannya terasa amat nyeri sehingga ia langsung jatuh terduduk. Para murid perempuan amat terkejut, mereka memburu menghampirinya dan memapahnya seraya serentak bertanya, "Kenapa?" Linghu Chong tahu bahwa berbagai hawa murni dalam tubuhnya kembali bergolak, namun ia begitu kesakitan sehingga tak kuasa berbicara.
Ketika para murid masih ribut, mendadak terdengar suara kepakan sayap, dua ekor merpati putih terbang ke dalam aula. Para murid serentak berseru, "Aiyo!"
Hengshan Pai memelihara banyak merpati pos, tempo hari ketika Dingjing Shitai menghadapi musuh di Fuzhou dan Dingxian serta Dingyi Shitai terkepung musuh di Lembah Pandai Pedang di Longquan, mereka mengirim merpati pos untuk minta pertolongan. Kedua merpati yang terbang ke dalam aula itu dikirim oleh murid-murid perguruan mereka sendiri dari kaki gunung, di punggung merpati itu terdapat cat berwarna merah sehingga begitu melihatnya, mereka langsung tahu bahwa sang musuh tangguh Riyue Jiao telah datang menyerang. Sejak Fang Zheng Dashi dan Chong Xu Daozhang tiba di Hengshan, para murid melihat bahwa bala bantuan yang kuat telah datang dan telah mempersiapkan segalanya, maka mereka semua merasa lega, namun tak nyana tepat pada saat genting ini, penyakit Linghu Chong kambuh lagi, sungguh tak disangka-sangka.
Yiqing berseru, "Yizhi, Yiwen Shimei, cepat lapor pada Fang Zheng Dashi dan Chong Xu Daozhang". Mereka berdua mengiyakan dan pergi. Yiqing kembali berkata, "Yihe Shizi tolong bunyikan lonceng". Yihe mengangguk, melayang keluar aula dan berlari menuju menara lonceng.
"Tang, tang, tang --- tang, tang --- tang, tang, tang --- tang, tang", terdengar suara dentangan lonceng, tiga kali panjang dan dan dua kali pendek, berkumandang dari menara lonceng ke seluruh puncak gunung, menyusul lonceng-lonceng besar di Lembah Tongyuan, Kuil Xuankong dan Celah Heilong ikut berbunyi. Fang Zheng Dashi telah memerintahkan sebelumnya bahwa untuk memberitahukan kedatangan musuh, lonceng harus dibunyikan dengan panjang tiga kali dan pendek dua kali, namun suara lonceng tak boleh tergesa-gesa dan tak boleh kedengaran cemas. Tapi dasar Yihe berangasan, walaupun dalam nama agamanya terdapat kata 'he'[1] tindak tanduknya justru sebaliknya, sehingga suara lonceng yang dibunyikannya tanpa sengaja menunjukkan sifat tak sabarannya.
Para anggota Hengshan, Shaolin dan Wudang Pai segera berpencar menuju ke pos masing-masing sesuai dengan rencana yang telah diatur sebelumnya untuk bersiap menyambut musuh. Untuk mengurangi korban luka maupun jiwa, jalan-jalan yang menuju ke Puncak Jianxing sama sekali tak dijaga, pintu seakan dibuka lebar-lebar, setelah musuh tiba di Puncak Jianxing barulah mereka akan bertempur. Setelah suara lonceng berhenti, seluruh puncak gunung menjadi sunyi senyap. Para jago Kunlun, Emei dan Kongdong semua bersembunyi di tempat-tempat tersembunyi di lereng gunung, begitu para anggota Mo Jiao naik ke puncak dan mereka mendengar perintah, mereka akan memotong jalan mundur musuh. Untuk menghindari bocornya rahasia, saat menanam ranjau darat Chong Xu tak memberitahu tokoh-tokoh itu. Mo Jiao sangat lihai, tak aneh kalau mereka punya mata-mata diantara murid-murid Kunlun Pai dan perguruan lainnya.
Begitu mendengar suara lonceng, Linghu Chong tahu bahwa Riyue Jiao telah datang menyerang, namun perutnya seakan disayat-sayat laksaan pisau, saking sakitnya ia memegangi perutnya sambil berguling-guling di lantai. Yilin dan Qn Juan begitu takut sampai wajah mereka pucat pasi, mereka tak tahu harus berbuat apa.
Yiqing berkata, "Ayo papah ketua ke Biara Wuse, kita lihat apa pendapat fangzhang dashi dan Chong Xu Daozhang". Yu Sao dan seorang biksuni tua lain segera memayang Linghu Chong, dengan separuh memayang dan separuh mengangkatnya, mereka membawanya masuk ke Biara Wuse.
Mereka baru saja masuk ke dalam biara, ketika mendadak terdengar suara tembakan, menyusul terdengar suara sangkakala yang nyaring dan genderang yang bertalu-talu, ternyata pasukan Riyue Jiao yag tangguh memang telah datang menyerang gunung mereka.
Fang Zheng dan Chong Xu sudah tahu bahwa penyakit Linghu Chong kambuh, mereka memburu keluar dari dalam biara. Chong Xu berkata, "Linghu Xiongdi, kau tak usah khawatir. Aku sudah minta Ling Xu Shidi mengantikanku menjaga jalan mundur Wudang Pai, sehingga laodao dapat melindungi perguruanmu yang mulia". Linghu Chong mengangguk untuk menunjukkan rasa terima kasihnya. Fang Zheng berkata, "Ketua Linghu lebih baik mundur dahulu ke lembah dalam supaya tidak terjadi apa-apa". Linghu Chong segera berkata, "Sama sekali.......sama sekali tak bisa! Ambilkan......ambilkan pedang!" Chong Xu juga berusaha membujuknya, namun Linghu Chong tak bergeming.
Mendadak suara sangkakala dan genderang berhenti, menyusul terdengar sebuah seruan yang nyaring bagai geledek, "Semoga ketua suci hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan!" Mendengar suaranya, paling tidak ada lima ribu orang yang berseru. Fang Zheng, Chong Xu dan Linghu Chong saling berpandangan sambil tersenyum. Qin Juan membawa pedang Linghu Chong dan memberikannya padanya. Linghu Chong mengangsurkan tangannya untuk menerimanya, namun tangan kanannya tak henti-hentinya gemetar sehingga ia tak bisa memegang pedang dengan kokoh. Qin Juan mengantung pedang di pinggang Linghu Chong seraya berkata, "Begitu kau mengucapkan kata 'pedang', aku akan memberikannya padamu".
Terdengar suara terompet berkumandang, suaranya riang dan merdu, sama sekali tak seperti musik untuk berperang. Beberapa orang serentak berkata dengan lantang, "Ketua suci Riyue Shenjiao hendak naik ke Puncak Jianxing untuk bertemu dengan Ketua Linghu dari Hengshan Pai". Mereka adalah para tetua Riyue Jiao yang serentak berseru.
Fang Zheng berkata, "Riyue Jiao mencoba cara halus dulu sebelum memakai kekerasan, kita tak boleh bersikap picik. Ketua Linghu, bagaimana kalau kita membiarkan mereka naik gunung?"
Linghu Chong mengangguk-angguk, tepat pada saat itu, perutnya terasa amat nyeri. Ketika Fang Zheng melihat wajahnya dipenuhi keringat dingin, ia berkata, "Ketua Linghu, kalau rasa nyeri di dantian sulit ditahan, tak ada jeleknya kalau kau menggunakan ilmu tenaga dalam yang diajarkan Feng Qianbei, coba tambahkan dan putarlah".
Belasan hawa murni yang beragam dalam tubuh Linghu Chong sedang bergolak campur aduk tak keruan, kalau ia menambahkan latihan pernapasan lain, hal itu sama saja seperti membunuh diri dengan pisau, namun karena rasa sakit sudah makin menjadi-jadi dan mencapai puncaknya, tanpa memikirkan akibatnya lagi, ia segera memutar tenaga dalamnya sesuai dengan ilmu itu. Benar saja, hawa murni makin keras bergejolak, dan rasa nyeri di perut dibandingkan dengan sebelumnya makin sulit ditahan lagi, namun setelah beberapa kali memutar tenaga dalam, belasan hawa murni itu kembali mengalir seperti air kali yang kembali ke sungai, lalu bersatu menjadi aliran sungai besar, sedikit demi sedikit mengalir pada jalurnya, walaupun ia masih merasa nyeri seperti sebelumnya, namun sudah tak bergejolak tak keruan seperti sebelumnya, pikirannyapun mulai terang.
Terdengar Fang Zheng berkata dengan perlahan-lahan, "Ketua Hengshan Linghu Chong, Ketua Wudang Pendeta Chong Xu dan Ketua Biara Shaolin Fang Zheng menunggu kedatangan Ren Jiaozhu dari Riyue Shenjiao". Suaranya tak terlalu nyaring dan ia mengucapkan perkataannya dengan perlahan, namun terdengar sampai jauh.
Linghu Chong telah dapat dengan diam-diam mengerahkan ilmu tenaga dalam itu, maka ia sekalian duduk bersila dan berkonsentrasi, tangan kiri mengelus dadanya, sedangkan tangan kanannya menekan perut, ia terus berlatih sesuai dengan ilmu yang diajarkan oleh Fang Zheng. Ia baru beberapa hari mempelajari ilmu ini, walaupun tiap hari Fang Zheng telah menjelaskannya secara mendetil, namun latihannya masih dangkal. Tapi saat ini, dengan menggunakan ajaran itu, belasan hawa murni di tubuhnya telah dapat dikumpulkan. Ia tak berani lalai sedikitpun, dengan penuh perhatian ia memutar tenaga dalamnya, pikirnya, "Hari ini Hengshan Pai menghadapi bahaya besar, tapi tepat pada saat ini tenaga dalamku malah bergejolak, kalau terus begini, aku lebih baik mati saja hari ini". Sebelumnya ia masih dapat mendengar suara musik, namun setelah itu ia tak lagi dapat mendengar suara apapun.
Ketika Fang Zheng melihat Linghu Chong berkonsentrasi berlatih tenaga dalam, ia tersenyum, suara musik terdengar nyaring, para pengikut Riyue Jiao berseru, "Ketua suci yang berwatak ksatria dan pandai ilmu surat, pembela rakyat jelata, datang ke Hengshan!" Beberapa saat kemudian, suara musik terdengar mendekat.
Jalan yang menuju ke Puncak Jianxing amat panjang, walaupun orang-orang Riyue Jiao berjalan dengan cepat, setelah mereka berjalan untuk beberapa lama, suara musik baru sampai di lereng gunung. Tokoh-tokoh aliran lurus yang bersembunyi di berbagai lokasi di Hengshan diam-diam memaki, "Ketua bau itu sombong sekali, mati saja belum, untuk apa menabuh genderang dan meniup terompet segala?" Jantung orang-orang yang bersiap menyambut musuh makin berdebar-debar, tadinya mereka semua menyangka bahwa begitu para pengikut Mo Jiao akan naik gunung sambil membunuh orang, mereka akan melompat keluar dan bertempur mati-matian, setelah membunuh beberapa orang Mo Jiao, sambil menunggu musuh makin banyak dan makin kuat, mereka akan mundur ke lembah dalam dengan tali panjang. Tak nyana Ren Woxing malah banyak lagak, seperti kaisar yang sedang naik kereta untuk mengadakan inspeksi saja, dengan riuh rendah ia naik gunung sehingga mereka tak bisa langsung bertindak dan makin tegang saja.
Setelah beberapa lama, Linghu Chong perlahan-lahan merasakan bahwa berbagai hawa murni dalam tubuhnya dapat dikendalikan, rasa nyeri berkurang dan hatinya menjadi tenang, ia segera berpikir, "Ren Jiaozhu hendak naik gunung?" "Ah!", ujarnya sambil bangkit. Fang Zheng berkata sembari tersenyum, "Apa kau sudah merasa lebih baik?" Linghu Chong berkata, "Apa mereka sudah bertempur?" Fang Zheng berkata, "Mereka belum tiba!" Linghu Chong berkata, "Bagus sekali! Qin Shimei, ambilkan pedang!" Qin Juan menaruh gagang pedang di tangannya. Namun Fang Zheng, Chong Xu dan yang lainnya masih tak membawa senjata, sedangkan Yihe, Yiqing dan murid perempuan lainnya berbaris di tanah kosong di depan Biara Wuse sambil diam-diam membentuk barisan pedang Hengshan, namun pedang mereka masih tergantung di pinggang masing-masing. Ia baru ingat bahwa Ren Woxing belum naik gunung dan dirinya terlalu khawatir, maka ia tertawa terbahak-bahak dan mengembalikan pedang ke tangan Qin Juan,
Suara terompet dan genderang terdengar berhenti, lalu suara seruling bambu, huqin, yueqin[2] dan pipa[3] yang halus dan merdu berkumandang, pikirnya, "Ren Jiaozhu memang banyak tingkahnya, ia naik gunung diiring suara musik segala". Semakin lama menyaksikan tindak tanduk sang ketua yang aneh, ia merasa makin muak.
Di tengah alunan musik yang merdu itu, dua baris pengikut Riyue Jiao naik ke puncak sambil berendeng pundak. Mata semua orang terbeliak, mereka melihat bahwa setiap orang Riyue Jiao mengenakan jubah brokat baru berwarna hijau tua, pinggang mereka dililit ikat pinggang putih, penampilan mereka nampak indah dan mewah. Empat puluh orang yang berada di muka masing-masing membawa sebuah nampan yang ditutupi kain satin, entah apa yang berada di baliknya. Ternyata di pinggang orang-orang ini sama sekali tak tergantung pedang atau golok. Setelah keempat puluh pengikut Riyue Jiao berbaju brokat tiba di puncak gunung, mereka berdiri jauh-jauh. Orkes musik yang terdiri dari dua ratus orang yang juga berpakaian brokat menyusul naik sambil tak henti-hentinya memainkan seruling dan kecapi mereka. Mereka diikuti peniup sangkakala, penabuh genderang, gong besar dan kecil, gembreng besar dan lonceng serta para pemain musik lain.
Linghu Chong merasa tertarik melihatnya, pikirnya, "Kalau kita bertempur diiringi suara gong dan genderang, bukankah seperti bertarung di atas panggung sandiwara saja? Ren Woxing begitu angkuh, menggelikan sekali!"
Di tengah alunan musik, para pengikut Riyue Jiao berbaris ke atas gunung. Barisan-barisan itu agaknya diatur berdasarkan asal aula dan kedudukan mereka masing-masing, warna baju merekapun tak sama, ada yang berbaju kuning, hijau, biru, hitam dan putih, semuanya mewah dan meriah, seperti orang yang hendak bermain sandiwara saja. Pakaian mereka baru dan bersih, di pinggang mereka terlilit ikat pinggang putih. Orang-orang yang naik ke puncak berjumlah tiga atau empat ribu orang.
Chong Xu berpikir, "Kalau kita mendadak menyerang sebelum mereka mengatur diri, kita akan berada di atas angin. Tapi musuh sengaja membuat kita bingung, memakai cara halus sebelum menggunakan kekerasan. Kalau kita bergerak dahulu, kita akan dianggap tak bersikap ksatria". Ia melihat bahwa Linghu Chong tertawa-tawa tak perduli, sedangkan Fang Zheng nampak acuh tak acuh dan adem ayem saja, maka ia berpikir, "Kalau aku nampak cemas, aku akan kelihatan tak bisa mengendalikan diri".
Setelah para pengikut Riyue Jiao berbaris dengan rapi, sepuluh orang tetua naik, lima orang berdiri di sebelah kiri, sedangkan lima orang lainnya di sebelah kanan. Suara musik mendadak berhenti, lalu kesepuluh tetua itu serentak berkata, "Ketua suci Riyue Shenjiao yang berwatak ksatria dan pandai ilmu surat, pembela rakyat jelata, telah tiba".
Sebuah tandu wol biru besar nampak diusung ke puncak gunung. Tandu ini diusung oleh enam belas orang pengusung tandu, gerakan mereka cepat dan kokoh. Langkah kaki para pengusung tandu itu rapi jali, sehingga tandu itu seakan seorang jago ilmu ringan tubuh yang dengan cekatan dan enteng naik ke puncak gunung, jelas bahwa keenam belas orang ini ilmu ringan tubuhnya tidak rendah. Linghu Chong memusatkan pandangannya dan melihat bahwa diantara para pengusung tandu itu terdapat Zu Qianqiu, Huang Boliu, Ji Wushi dan yang lainnya. Ia menduga bahwa kalau saja Lao Touzi tak bertubuh terlalu buntak, sehingga ia tak bisa mengusung tandu bersama Zu Qianqiu dan yang lainnya, ia tentunya juga akan dipaksa menjadi pengusung tandu. Amarah Linghu Chong muncul, pikirnya, "Zu Qianqiu dan yang lainnya adalah para ksatria dunia saat ini, tapi Ren Jiaozhu malah memaksa mereka melakukan pekerjaan rendah mengusung tandu. Ia memperbudak para orang gagah di kolong langit ini, benar-benar membuat orang geram".
Di sebelah kanan dan kiri tandu biru itu masing-masing terdapat seseorang, yang di sebelah kiri adalah Xiang Wentian, sedangkan yang di sebelah kanan adalah seorang tua. Orang tua itu nampak sangat akrab, Linghu Chong tertegun, ia mengenalinya sebagai Luzhuweng yang pernah mengajarinya menabuh kecapi di Kota Luoyang. Orang ini memanggil Yingying 'bibi', sehingga ia menjadi keliru mengira Yingying seorang nenek tua, sejak meninggalkan Luoyang, ia tak pernah berjumpa lagi dengannya, namun hari ini ia ikut naik ke Puncak Jianxing bersama Ren Woxing. Jantungnya berdebar-debar, pikirnya, "Kenapa Yingying tak kelihatan?" Mendadak timbul suatu pikiran di dalam benaknya, semua pengikut Riyue Jiao ini nampak mengenakan ikat pinggang putih, seakan sedang berkabung, apakah karena melihat sang ayah tetap menyerbu Hengshan setelah mati-matian dicegah olehnya, Yingying lantas bunuh diri?
Darah di dada Linghu Chong bergolak, dantiannya terasa nyeri, ia hendak memburu ke arah Xiang Wentian, namun karena ingat Ren Woxing berada di dalam tandu, ia menahan dirinya.
* * *
Walaupun di atas Puncak Jianxing berkumpul ribuan orang, suasananya sunyi senyap. Tandu itu berhenti, pandangan semua orang menyorot ke tirai tandu, menunggu Ren Woxing keluar.
Mendadak terdengar suara tawa riuh dari Biara Wuse. Seseorang berseru, "Cepat minggir. Biarkan aku mendudukinya". Seseorang lain berkata, "Kita tak usah bertengkar, mulai dari yang tua sampai muda, kita akan bergantian duduk di kursi pusaka sembilan naga ini!" Suara itu adalah suara Taohua Xian dan Taozhi Xian.
Air muka Fang Zheng, Chong Xu, Linghu Chong dan yang lainnya kontan berubah karena heran. Entah kapan Taogu Liuxian berhasil menyusup ke Biara Wuse dan sekarang berebut duduk di kursi pusaka sembilan naga itu, kalau mereka lama duduk diatasnya dan terlalu dini menyalakan sumbu mesiu, bukankah keadaan akan jadi runyam? Chong Xu cepat-cepat memburu masuk ke dalam biara.
Terdengar ia membentak, "Cepat bangun! Kursi ini adalah kursi Ren Jiaozhu dari Riyue Jiao, kalian tak boleh mendudukinya!" Suara Taogu Liuxian terdengar dari dalam biara, "Kenapa tak boleh mendudukinya? Aku malah ingin duduk disini!" "Lekas bangun, biarkan aku mendudukinya!" "Kursi ini enak sekali diduduki, empuk sekali, seperti duduk di pantat orang gembrot!" "Memangnya kau pernah duduk di pantat orang gembrot?" Linghu Chong tahu bahwa mereka sedang berebut duduk di kursi pusaka sembilan naga, yang seorang duduk sebentar di atasnya, lalu digantikan orang lainnya lagi. Akhirnya mereka akan menekan pegas dan menyulut laksaan jin dinamit yang disembunyikan di bawah Biara Wuse dan para anggota Riyue Jiao, Shaolin, Wudang dan Hengshan Pai akan sama-sama hancur lebur. Mula-mula ia hendak menerjang masuk ke dalam biara untuk menghentikan mereka, namun entah kenapa, dalam lubuk hatinya yang terdalam, ia justru berharap agar dinamit itu meledak, karena Yingying toh sudah mati, iapun tak ingin hidup lagi. Kalau dalam sekejap mata semua orang mati bersama, bukankah semuanya akan selesai? Namun seketika itu juga ia melihat sepasang mata cantik Yilin menatap dirinya tanpa berkedip, begitu pandangan matanya bertemu dengan pandangannya, ia langsung menghindar, pikirnya, "Yilin Xiao Shimei masih begitu belia, kalau tubuhnya harus hancur berkeping-keping, bukankah sayang sekali? Tapi di dunia ini siapa yang tak mati? Andaikan hari ini kita dapat lolos tanpa kurang suatu apa, setelah seratus tahun berlalu, bukankah setiap orang di puncak gunung ini akan menjadi setumpuk tulang putih?"
Taogu Liuxian masih terdengar bertengkar tanpa henti, "Kau sudah mendudukinya dua kali, aku sekalipun belum pernah mendudukinya". "Ketika aku pertama kali mendudukinya, aku diseret turun, jadi tak dihitung". "Aku punya ide, kita enam bersaudara serentak berjejalan duduk di kursi ini, coba muat atau tidak?" "Bagus sekali, bagus sekali! Kita berjejalan saja, hahaha, hahaha!" "Aku duduk dulu!" "Kau duduk dulu, aku akan duduk di atasmu!" "Yang lebih tua duduk di atas, yang lebih muda di bawah!" "Tidak, yang tua duduk dahulu, yang umurnya makin muda duduknya makin tinggi!"
Fang Zheng Dashi melihat bahwa keadaan akan menjadi genting, namun ia tak bisa mencegah mereka tanpa membocorkan rahasia kursi itu, maka ia cepat-cepat melangkah masuk ke dalam aula seraya berkata dengan lantang, "Di luar ada tamu-tamu agung, jangan bertengkar dan membuat keributan!" Ketika mengucapkan perkataan 'membuat keributan' itu, ia menggunakan ilmu tenaga dalam Shaolin yang paling hebat, yaitu 'Auman Singa Jinkang[4]', seberkas tenaga dalampun menyembur ke arah Taogu Liuxian.
Chong Xu Daozhang merasa kepalanya pening dan ia hampir terjatuh. Taogu Liuxian serentak pingsan. Chong Xu amat girang, ia bergerak bagai angin, menyingkirkan dua orang yang duduk di atas kursi itu, menotok jalan darah mereka berenam, lalu mendorong mereka ke bawah meja altar Bodhisatwa Guanyin. Ia membungkuk di sisi kursi itu dan mendengarkan, untung saja sama sekali tak ada suara aneh, ia merasa tangan dan kakinya lemas, kepalanya bermandikan keringat. Kalau saja Fang Zheng terlambat sedikit saja dan sumbu sudah tersulut, semua orang akan hancur lebur.
* * *
Chong Xu dan Fang Zheng keluar dengan berendeng pundak, lalu berkata, "Ren Jiaozhu silahkan masuk untuk minum teh!" Namun tirai penutup tandu tak bergeming dan dari dalam tandupun tak ada suara gerakan. Chong Xu gusar, pikirnya, "Iblis tua ini terlalu angkuh! Aku dan Fang Zheng Dashi serta Ketua Linghu kedudukannya sangat tinggi di dunia persilatan saat ini, tapi kami berdiri disini menunggu, dan kau sama sekali tak perduli!" Andaikan di kursi sembilan naga tak tersembunyi perangkap, ia ingin mengangkat pedang, membuka tirai tandu dan bergebrak dengan Ren Woxing. Ia mengulangi perkataannya, namun masih tak ada orang yang menjawab dari dalam tandu.
Xiang Wentian membungkuk dan menempelkan telinganya di sisi tandu, mendengarkan instruksi orang yang berada di dalamnya dan mengangguk-angguk, setelah kembali berdiri tegak ia berkata, "Ren Jiaozhu dari agama kami berkata bahwa fangzhang dashi dari Biara Shaolin dan Chong Xu Daozhang dari Wudang Pai adalah dua qianbei dunia persilatan, tak pantas bagi mereka untuk menunggu disini, kelak beliau secara pribadi akan berkunjung ke Shaolin dan Wudang untuk mohon maaf". Dengan rendah hati Fang Zheng dan Chong Xu berkata, "Kami tak berani!"
Xiang Wentian kembali berkata, "Ren Jiaozhu berkata, hari ini beliau datang ke Hengshan khusus untuk bertemu dengan Ketua Linghu, beliau mohon Ketua Linghu menemui beliau seorang diri di dalam biara". Sambil berbicara ia memberi isyarat dengan tangannya, enam belas orang pengusung tandu mengusung tandu itu ke dalam Aula Guanyin di dalam biara dan meletakannya. Xiang Wentian dan Luzhuweng ikut menemani masuk, namun lalu keluar bersama para pengusung tandu lain, sehingga di dalam biara tinggal hanya ada tandu saja.
Chong Xu berpikir, "Di balik hal ini ada tipuan, entah ada perangkap apa yang disembunyikan dalam tandu itu". Ia melirik ke arah Fang Zheng dan Linghu Chong. Fang Zheng tak biasa menghadapi keadaan genting, ia tak tahu harus berbuat apa, wajahnya nampak bingung. Linghu Chong berkata, "Karena Ren Jiaozhu hanya ingin bertemu dengan wanbei seorang, mohon kalian berdua tunggu disini". Chong Xu berkata dengan lirih, "Hati-hati". Linghu Chong mengangguk, menerima pedang dari tangan Qin Juan, lalu masuk ke dalam biara.
Biara Wuse itu hanyalah sebuah rumah kecil, kalau ada orang berbicara keras-keras di Aula Guanyin, orang diluar akan dapat mendengarnya dengan jelas, terdengar Linghu Chong berkata, "Wanbei Linghu Chong menghadap Ren Jiaozhu". Namun apa yang dikatakan Ren Woxing tak terdengar, "Ah!", mendadak Linghu Chong berseru.
Chong Xu terkejut, ia khawatir Linghu Chong terkena muslihat jahat Ren Woxing, ia melangkah ke depan, hendak masuk untuk memberi pertolongan, namun ia segera berpikir, "Ilmu pedang Linghu Xiongdi amat hebat, di dunia ini tak ada tandingannya, ia membawa pedang ke dalam biara, kecil kemungkinannya dalam satu jurus saja ia dapat dibunuh oleh si iblis tua Ren itu. Andaikan ia benar-benar telah dicelakai, kalau aku berlari masuk dan bertarung, aku tetap tak bisa menolongnya. Kalau si iblis tua Ren belum membunuh Linghu Xiongdi, hal ini adalah yang paling baik, namun kalau Linghu Xiongdi sudah dicelakainya dan si iblis tua tinggal sendirian di dalam Aula Guanyin, ia pasti akan duduk di kursi sembilan naga, kalau aku menerjang masuk, aku malah akan mengacaukan perkara penting ini". Untuk sesaat pikirannya galau, pikirnya, "Jangan-jangan saat ini si iblis tua Ren itu sudah duduk di atas kursi, beberapa saat lagi sumbu akan tersulut dan separuh Puncak Jianxing ini dapat meledak berantakan. Kalau aku sekarang melarikan diri, aku akan kelihatan seperti seorang pengecut, dan begitu Xiang Wentian dan orang-orang lainnya melihatku, mereka akan memperingatkan orang-orangnya dan kita akan gagal saat hampir berhasil. Namun kalau dinamit sudah tersulut, tak perduli seberapa cepatnya aku bergerak, aku tak mungkin dapat menghindar, bagaimana sebaiknya?" Sebenarnya ia telah merencanakan segalanya dengan amat seksama, begitu Riyue Jiao menyerang ke puncak, bagaimana mereka harus bertempur serta bagaimana caranya mundur telah diperhitungkan olehnya, pada saat Ren Woxing duduk di kursi sembilan naga, orang-orang Shaolin, Wudang dan Hengshan sudah akan mundur ke lembah dalam. Namun tak nyana Riyue Jiao tak langsung beraksi dan menggunakan cara halus sebelum memakai kekerasan. Terlebih lagi, Ren Woxing hendak bertemu seorang diri dengan Linghu Chong dalam biara, hal ini adalah sesuatu yang tak terduga sebelumnya, walaupun ia pandai bermuslihat, namun untuk sesaat ia tak tahu harus berbuat apa.
Fang Zheng Dashi juga tahu keadaan amat genting, selain itu ia juga mengkhawatirkan keselamatan Linghu Chong, namun olah spiritualnya sudah amat mendalam dan pikirannya juga amat lapang, ia merasa bahwa hidup atau mati, kesuksesan atau kegagalan, kemalangan atau keberuntungan sebenarnya bukanlah perkara besar yang luar biasa, manusia boleh berusaha, namun keberhasilan berada di tangan langit, apapun hasil akhirnya tergantung pada karma masing-masing dan tak bisa dipaksakan. Oleh karenanya walaupun hatinya samar-samar terasa tak tenteram, ia tetap bersikap tenang, kalau dinamit benar-benar meledak dan tulang-tulangnya akan menjadi abu, bukankah ia hanya akan meninggalkan kantung kulit ini saja? Apa yang perlu ditakutkan?
Bahwa di kursi sembilan naga itu tersembunyi dinamit adalah rahasia, selain Fang Zheng, Chong Xu dan Linghu Chong, Qing Xu, Xuan Gao dan orang-orang lain yang menanam dinamit berada di lereng gunung, begitu puncak gunung meledak, mereka akan segera menyulut ranjau darat. Orang-orang lain di Puncak Jianxing tak mengetahui hal ini. Orang-orang Shaolin, Wudang dan Hengshan menunggu hasil pembicaraan Linghu Chong dan Ren Woxing dalam Biara Wuse, begitu tak ada kata sepakat, mereka akan menghunus pedang melawan para pengikut Riyue Jiao.
Chong Xu menunggu untuk beberapa lama, namun tak melihat gerakan dalam biara, selain itu juga tak ada suara apapun, maka ia segera mengerahkan tenaga dalamnya dan menguping, lamat-lamat ia seperti mendengar Linghu Chong berbicara dengan lirih, diam-diam ia merasa girang, "Ternyata Linghu Xiongdi baik-baik saja". Karena pikirannya terbelah, ia tak dapat mengerahkan tenaga dalamnya dengan sempurna dan untuk sesaat ia tak dapat mendengar apa-apa. Ia khawatir kalau suara yang baru didengarnya itu hanyalah khayalannya sendiri saja, karena hatinya menginginkannya, maka ia mendengar suaranya, namun suara itu belum tentu benar-benar suara Linghu Chong, kalau tidak, kenapa sekarang ia tak bisa mendengar suaranya?
Setelah beberapa saat, terdengar Linghu Chong berkata, "Xiang Dage, mohon masuk dan iringi Ren Jiaozhu keluar dari biara".
Xiang Wentian menjawab, "Baik!" Bersama Luzuhuweng ia memimpin enam belas pengusung tandu masuk ke dalam Biara Wuse, lalu membawa tandu besar yang terbuat dari wol biru itu keluar. Para pengikut Riyue Jiao yang berdiri di luar biara segera menyoja seraya berkata, "Kami menyambut Ren Jiaozhu dengan hormat". Tandu itu dibawa ke tempatnya semula, lalu diletakkan di atas tanah.
Xiang Wentian berkata, "Persembahkan hadiah untuk kepala Biara Shaolin".
Dua orang pengikut Riyue Jiao mengangkat sebuah nampan, melangkah ke hadapan Fang Zheng, lalu menyerahkan nampan itu kepadanya.
Fang Zheng melihat bahwa di atas nampan itu terdapat serenceng tasbih yang terbuat dari kayu gaharu, selain itu di atas nampan tersebut terdapat sebuah kitab tulisan tangan, sampulnya bertuliskan huruf sansekerta, ia mengenalinya sebagai Kitab Jinkang dan mau tak mau ia menjadi amat girang. Dalam mempelajari agama Buddha ia berkonsentrasi pada Kitab Jinkang, namun yang dibacanya ialah terjemahan Bahasa China biksu agung Jiumo Luoshen yang berasal dari masa Dinasti Jin Timurndan di dalamnya terdapat beberapa bagian yang sukar dimengerti, seumur hidupnya ia sangat ingin membaca kitab aslinya dalam Bahasa Sansekerta sebagai perbandingan, tapi kitab asli tersebut tak bisa ditemukan di Zhongyuan. Sekarang begitu melihatnya ia girang bukan kepalang, maka ia membungkuk sambil menangkupkan tangannya dan berkata, "Amituofo, rasa syukur biksu tua ini tak terkira karena berhasil mendapatkan kitab pusaka ini". Dengan khidmat ia mengangsurkan kedua tangannya untuk menjunjung Kitab Jinkang yang berbahasa sansekerta itu, setelah itu ia mengambil tasbih, begitu tasbih berada dalam genggamannya, terciumlah bau harum. Fang Zheng berkata, "Terima kasih atas hadiah besar Ren Jiaozhu, entah bagaimana aku dapat membalasnya".
Xiang Wentian berkata, "Tasbih ini didapatkan oleh leluhur agama kami di sebuah gunung termasyur di India, sekarang dengan tulus kami menghadiahkannya pada fangzhang dashi. Ketua agama kami berkata bahwa agama kami telah bersikap tak pantas pada orang-orang gagah di kolong langit ini dan kami sangat malu, oleh karenanya, asalkan fangzhang dashi tak menyalahkan kami, agama kami akan sangat berterima kasih". Ia berpaling dan berkata, "Persembahkan hadiah Ren Jiaozhu untuk ketua Wudang Pai".
Dua orang pengikut Riyue Jiao mengiyakan dan maju ke hadapan Pendeta Chong Xu, lalu memberikan sebuah nampan kepadanya.
Sebelum kedua orang itu berjalan mendekat, Chong Xu telah melihat bahwa diatas nampan tersebut tergeletak sebilah pedang, setelah kedua orang itu mendekat, ia memperhatikannya dengan seksama dan melihat bahwa sarung pedang itu terbuat dari tembaga yang sudah menghijau, di atasnya tertatah dua buah huruf kuno dari kawat tembaga yang berbunyi 'Zhen Wu'. "Ah!", Chong Xu tak kuasa menahan seruan terkejutnya. Leluhur pendiri Wudang Pai, Zhang Sanfeng[5], menggunakan pedang yang bernama 'Pedang Zhen Wu', kemudian pedang itu menjadi pusaka Wudang Pai, namun lebih dari delapan puluh tahun yang lalu, ketika para jago dan tetua Riyue Jiao menyerang Wudang Pai, mereka mencuri pedang pusaka itu beserta kitab Taiji Quan yang ditulis oleh Zhang Sanfeng. Dalam pertempuran sengit saat itu, Wudang Pai kehilangan tiga orang jago kelas satu, walaupun mereka berhasil membunuh empat tetua Riyue Jiao, mereka tak mampu merebut kembali pedang dan kitab tersebut. Peristiwa itu adalah aib besar bagi Wudang Pai, sampai lebih dari delapan puluh tahun kemudian, setiap ketua Wudang Pai menjelang ajal selalu meninggalkan wasiat agar pedang dan kitab itu direbut kembali. Namun Heimuya dijaga ketat, Wudang Pai beberapa kali berusaha mencurinya baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, namun tak pernah berhasil, dan malah setiap kali menghantarkan beberapa lembar nyawa di Heimuya, tak nyana sekarang pedang itu muncul di Puncak Jianxing ini. Saat ia melirik nampan yang satunya lagi, di nampan itu terdapat sebuah kitab tulisan tangan yang kertasnya sudah menguning, di sampulnya tertera empat huruf yang berbunyi 'Kitab Taiji Quan'. Di Wudangshan Pendeta Chong Xu sudah melihat banyak peninggalan tulisan tangan Zhang Sanfeng, maka begitu melihatnya ia langsung tahu bahwa empat huruf itu adalah tulisan tangan Zhang Sanfeng yang asli.
Sepasang tangannya gemetar, ia mengangkat pedang itu, tangan kanannya mengenggam gagang pedang dan dengan hati-hati ia menarik pedang itu keluar hingga separuh, lalu ia berhenti sejenak, hawa dingin terasa menusuk wajahnya. Ia tahu bahwa saat berusia lanjut ilmu pedang Zhang Sanfeng telah menjadi tak terkira tingginya sehingga ia tak lagi sembarangan menggunakan pedang, kalau terpaksa bertarung dengan seseorang, ia memakai pedang besi atau kayu biasa, Pedang Zhen Wu ini adalah pedang yang digunakannya ketika ia berusia setengah baya, pedang yang digunakannya untuk membasmi penjahat dan menggetarkan dunia persilatan ini amat tajam. Chong Xu masih amat khawatir tertipu oleh Ren Woxing, maka ia membolak-balik Kitab Taiji Quan itu, namun kitab itu memang benar-benar tulisan tangan Zhang Sanfeng. Ia menaruh pedang dan kitab pusaka itu diatas nampan, berlutut, lalu bersujud delapan kali kepada pedang dan kitab itu. Setelah bangkit ia berkata, "Ren Jiaozhu sangat murah hati bersedia mengembalikan benda-benda peninggalan leluhur kami ke Kuil Zhen Wu, walaupun tubuh Chong Xu hancur lebur, aku tak dapat membalas budi besar ini". Ia menerima pedang dan kitab itu, hatinya tersentuh dan tangannya gemetar tiada hentinya.
Xiang Wentian kembali berkata, "Persembahkan hadiah ketua suci untuk Ketua Linghu dari Hengshan Pai".
Fang Zheng dan Chong Xu sama-sama berpikir, "Entah hadiah berharga apa yang akan diberikannya pada Ketua Linghu".
Kali ini terlihat dua puluh orang pengikut Riyue Jiao yang berpakaian brokat maju ke hadapan Linghu Chong, mereka masing-masing membawa sebuah nampan. Namun di atas nampan itu hanya terdapat jubah, kopiah, sepatu, poci dan cawan arak, cawan teh dan benda-benda keperluan sehari-hari lainnya, walaupun semuanya halus buatannya, namun jelas bukan barang yang luar biasa. Hanya saja di sebuah nampan terdapat sebuah seruling kumala dan di atas sebuah nampan lain terdapat sebuah kecapi kuno yang relatif berharga, namun tak dapat dibandingkan dengan hadiah yang diberikan kepada Fang Zheng dan Chong Xu.
Linghu Chong menjura seraya berkata, "Banyak terima kasih". Ia memerintahkan Yu Sao dan murid-murid Hengshan Pai lainnya menerimanya.
Xiang Wentian berkata, "Ketua kami berkata bahwa kami telah banyak membuat keributan dengan datang ke Hengshan, benar-benar tak pantas. Setiap shitai Hengshan Pai akan diberi sehelai jubah dan sebilah pedang, sedangkan masing-masing shizi dan shimei dari kalangan awam akan diberi seperangkat perhiasan dan sebilah pedang, mohon agar kalian sudi menerimanya. Agama kami juga telah membeli lima ribu mu tanah pertanian yang subur di kaki Hengshan untuk dihadiahkan kepada Biara Wuse. Kami mohon diri dahulu". Sambil berbicara ia menjura dalam-dalam, berbalik, lalu melangkah pergi.
Chong Xu berkata, "Tuan Xiang!" Xiang Wentian berbalik, lalu bertanya sembari tersenyum, "Apa perintah daozhang?" Chong Xu berkata, "Kami telah menerima kemurahan hati ketua agama kalian yang mulia dan mendapatkan hadiah tanpa berbuat apa-apa, hati kami tak enak. Entah.....entah....." Ia dua kali berturut-turut mengucapkan kata 'entah' itu, lalu tak dapat berkata apa-apa lagi, ia sebenarnya hendak bertanya 'entah apa maksud kalian', namun ia tak kuasa mengucapkannya.
Xiang Wentian tertawa, lalu merangkap tangannya dan berkata, "Benda-benda pusaka ini memang sudah seharusnya dikembalikan kepada yang empunya, kenapa daozhang harus merasa tak enak hati?" Ia berbalik dan berseru, "Jiaozhu berangkat!" Musik berkumandang, sepuluh orang tetua membuka jalan, lalu enam belas pengusung tandu mengusung tandu wol biru besar itu dan melangkah menuruni gunung. Setelah itu orkes peniup sangkakala, orkes penabuh gong dan genderang serta para pemusik lainnya berbaris turun gunung, diikuti para pengikut Riyue Jiao dari masing-masing aula.
* * *
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Berarti 'tenang' atau 'damai'.
[2] Alat musik berdawai empat yang berbentuk seperti bulan purnama.
[3] Alat musik petik tradisional China.
[4] Jinkang adalah pengawal sang Buddha.
[5] Hokkian: Thio Sam Hong
-
Bagian Kedua
Chong Xu dan Fang Zheng serentak memandang Linghu Chong, keduanya berpikir, "Kenapa Ren Jiaozhu berubah pikiran? Kaulah yang tahu sebabnya". Namun dari air muka Linghu Chong mereka sama sekali tak dapat mengetahuinya, tapi ia kelihatan agak girang dan sekaligus agak berduka. Setelah para pengikut Riyue Jiao berjalan untuk beberapa lama, suara musik mereka sudah tak terdengar lagi, segala seruan 'semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan' juga sudah tak berkumandang lagi, mereka datang memamerkan kekuatan mereka, lalu menurunkan panji-panji mereka dan pergi begitu saja.
Chong Xu tak bisa menahan diri lagi dan bertanya, "Linghu Xiongdi, Ren Jiaozhu mendadak bersikap murah hati tentunya karena memandang reputasimu yang setinggi langit. Entah......entah......" Ia hendak berkata 'entah ia berbicara apa kepadamu', namun ia segera berpikir bahwa kalau Linghu Chong hendak berbicara mengenai sebab musabab peristiwa itu, ia akan bicara sendiri, namun kalau tidak, dirinya tak pantas banyak bertanya mengenai hal itu, maka ia hanya mengucapkan kata 'entah' itu dua kali, lalu menutup mulutnya.
Linghu Chong berkata, "Mohon maaf pada qianbei berdua, barusan ini wanbei telah berjanji pada Ren Jiaozhu bahwa untuk sementara ini, sebab musabab masalah ini tak dapat diungkapkan, namun di dalamnya tak terdapat rahasia yang serius, kalian berdua akan tahu dengan sendirinya kelak".
Fang Zheng tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Bencana besar telah dapat dihindari, benar-benar suatu keberuntungan bagi dunia persilatan. Melihat sikap Ren Jiaozhu hari ini, ia tak bermusuhan dengan perguruan-perguruan aliran lurus kita, kita dapat menghindarkan pembunuhan besar-besaran, hal ini adalah sesuatu yang benar-benar mengembirakan". Chong Xu tak dapat mengorek sebab musabab peristiwa itu dan merasa sangat penasaran, namun ia merasa bahwa perkataan Fang Zheng itu sangat masuk akal, maka ia berkata, "Bukannya laodao terlalu curiga, tapi Riyue Jiao amat licik, kita harus sedikit berhati-hati. Mungkin Ren Jiaozhu tahu bahwa kita sudah bersiap-siap dan khawatir dinamit akan meledak, maka hari ini ia sengaja mengambil hati kita, lalu menunggu saat kita lengah dan menyergap kita. Menurut kalian berdua, apakah hal itu dapat terjadi?"
Fang Zheng berkata, "Hal ini.....hati manusia sulit diselami, kita tak bisa tak bersikap waspada". Linghu Chong menggeleng seraya berkata, "Tak mungkin, pasti tak mungkin." Chong Xu berkata, "Kalau Ketua Linghu merasa pasti bahwa hal itu tak mungkin terjadi, maka hal itu tak akan terjadi". Namun diam-diam ia berpikir sebaliknya.
Setelah beberapa saat, laporan dari bawah gunung tiba, rombongan Riyue Jiao telah mundur sampai ke kaki gunung, orang-orang yang menjaga jalan tak menerima isyarat tanda bahaya, maka mereka tak bertarung atau meledakkan ranjau darat. Chong Xu menyuruh orang untuk memberitahu Qing Xu dan Xuan Gao untuk memotong sumbu yang terdapat di kursi sembilan naga dan ranjau darat di setiap lokasi.
* * *
Linghu Chong mengajak Fang Zheng dan Chong Xu masuk kembali ke Biara Wuse untuk beristirahat di Aula Guanyin. Fang Zheng membolak-balik Kitab Jinkang yang berbahasa Sansekerta. Chong Xu sebentar-sebentar mengelus Pedang Zhen Wu, lalu membaca Kitab Taiji Quan, ia kegirangan dan rasa curiga dalam hatinya perlahan-lahan sirna.
Sekonyong-konyong, dari kolong meja altar terdengar seseorang berkata, "Ah, Yingying, ternyata kau!" Seseorang lain berkata, "Chong Ge, kau......kau......kau......" Itulah suara Taogu Liuxian.
"Ah!", Linghu Chong berseru kaget seraya melompat dari kursi yang didudukinya.
Dari kolong meja altar terus terdengar suara, "Chong Ge, ayahku, beliau.....beliau telah meninggal dunia". "Bagaimana bisa meninggal dunia?" "Hari itu di Puncak Chaoyang di Huashan, tak lama setelah kau turun gunung, ayahku mendadak jatuh dari Xianren Zhang. Xiang Dage dan aku menyambut tubuhnya, namun setelah beberapa saat napasnya terhenti". "Apakah......apakah......ada orang yang mencelakainya?" "Tidak. Kata Xiang Dage ia sudah berusia lanjut dan pernah menderita belasan tahun di dasar Xihu, dan beberapa tahun belakangan ini ia menggunakan tenaga dalam yang kuat untuk membuyarkan berbagai hawa murni dalam tubuhnya sehingga kesehatannya terganggu. Kali ini untuk memusnahkan Wuyue Jianpai, ia banyak bekerja keras. Masa hidup beliau sudah berakhir". "Benar-benar tak terduga". "Saat itu juga di Puncak Chaoyang, Xiang Dage berunding dengan kesepuluh tetua dan mereka sepakat untuk mengangkatku menjadi jiaozhu Riyue Shenjiao". "Ternyata Ren Jiaozhu itu adalah Nona Ren, bukan Tuan Ren tua".
Baru-baru ini ketika Taogu Liuxian berebut duduk di kursi sembilan naga, Fang Zheng menguncang mereka dengan ilmu Buddhis tertinggi, yaitu 'Auman Singa'. Chong Xu khawatir mereka akan membocorkan rahasia, maka ia menotok keenam orang itu, lalu memasukkan mereka ke kolong meja altar. Namun ternyata tenaga dalam mereka berenam amat kuat, tak seberapa lama kemudian mereka telah kembali sadar sehingga dapat menguping percakapan diantara Linghu Chong dan 'Ren Jiaozhu'. Sekarang mereka membocorkan percakapan yang seharusnya dirahasiakan. Begitu Fang Zheng dan Chong Xu mendengar bahwa Ren Woxing telah mati dan bahwa Yingying telah menjadi ketua, semuanya menjadi terang benderang bagi mereka, mereka merasa terkejut sekaligus girang. Yingying telah memberi mereka hadiah besar, namun ia hanya menghadiahi Linghu Chong pakaian, sepatu dan barang-barang keperluan sehari-hari lainnya karena benda-benda itu adalah hadiah tanda pertunangan mereka.
Terdengar Taogu Liuxian terus mengucapkan setiap perkataan mereka berdua, kalimat demi kalimat:
"Chong Ge, hari ini aku naik ke Hengshan untuk menemuimu, kalau sampai ketahuan orang-orang aliran lurus, akan mengundang tertawaan orang". "Memangnya kenapa? Kau ini terlalu pemalu". "Tidak, aku tak mau orang lain tahu". "Baiklah, aku berjanji tak akan mengatakannya". "Aku menyuruh mereka untuk tetap menyerukan semboyan ketua suci yang berwatak ksatria dan pandai ilmu surat, pembela rakyat jelata, serta semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan segala, supaya orang lain tak tahu. Aku bukannya bersikap sombong dan kasar pada Hengshan Paimu, Kepala Biara Fang Zheng dan Chong Xu Daozhang". "Kau tak usah khawatir, dashi dan daozhang tak mungkin tahu". "Lagipula Riyue Jiao berubah dari musuh menjadi kawan Hengshan Pai, Shaolin Pai dan Wudang Pai, aku juga tak mau orang berkata bahwa hal itu adalah ideku. Orang-orang gagah di dunia persilatan pasti akan berkata bahwa karena aku.....dan kau......karena hubunganku denganmu, pertempuran besar tak terjadi, kalau sampai tersiar keluar hal ini akan sangat memalukan". "Hehehe, tapi aku tak khawatir". "Mukamu tebal, terang saja kau tak khawatir. Kabar tentang kepergian ayah sangat dirahasiakan oleh Riyue Jiao, dunia luar hanya tahu kalau ayahku datang ke Hengshan dan berunding denganmu, lalu berdamai denganmu. Hal ini juga baik bagi reputasi ayahku. Setelah aku tiba di Heimuya, aku akan mengumumkan berita kematiannya". "Benar, sebagai menantu aku akan datang untuk bersujud dan berbelasungkawa". "Kalau kau bisa datang tentunya paling baik. Di Puncak Chaoyang di Huashan, ayah memang dengan mulutnya sendiri sudah mengizinkan pernikahan kita, tapi......tapi hal ini harus menunggu sampai masa perkabungan selesai......"
Begitu Linghu Chong mendengar mereka berenam sedikit demi sedikit mengungkapkan rencana pernikahan mereka, ia langsung berseru keras-keras, "Taogu Liuxian, kalau kalian tak keluar dan terus bicara sembarangan di kolong meja altar, kalian akan kukuliti dan urat kalian akan kuputus".
Akan tetapi terdengar Taogan Xian lamat-lamat menghela napas, lalu berkata sambil menirukan suara Yingying, "Tapi aku mengkhawatirkan kesehatanmu. Ayah belum mengajarkan cara membuyarkan berbagai hawa murni dalam tubuhmu, tapi kalaupun ia mengajarkannya padamu, toh juga tak ada gunanya. Ayah sendiri, ai!" Taogan Xian meninggikan suaranya sehingga kedengaran amat pilu.
Ketika mendengarnya, Fang Zheng, Chong Xu dan Linghu Chong bertiga ikut merasa sedih. Ren Woxing adalah seorang gagah yang aneh di dunia saat ini, walaupun seumur hidupnya ia tak sedikit berbuat jahat, namun kalau ia harus mati dengan cara seperti itu, hal itu adalah sesuatu yang mengenaskan. Perasaan Linghu Chong terhadap Ren Woxing semakin aneh, walaupun ia merasa muak akan sikapnya terhadap kekuasaan serta sifatnya yang selalu ingin menang sendiri dan menguasai orang lain, namun mau tak mau ia mengagumi kelihaiannya dalam urusan militer maupun sipil, terutama wataknya yang bebas merdeka dan berani melakukan apa yang dianggapnya benar walaupun ditentang orang, suatu watak yang mirip dengan wataknya sendiri, walaupun dirinya sama sekali tak mempunyai ambisi untuk 'menyatukan dunia persilatan'.
Seketika itu juga dalam benak ketiga orang itu serentak muncul sebuah pikiran, "Sejak dahulu kala, baik kaisar, jenderal, menteri, nabi, orang gagah, orang ambisius, perampok besar atau penjahat besar sekalipun, tak ada yang akhirnya tak mati!"
Taohua Xian meninggikan suaranya, katanya, "Chong Ge, aku....." Chong Xu berpikir bahwa kalau mereka terus berbicara, Linghu Chong akan menjadi jengah, maka ia berkata sembari tertawa, "Enam saudara persik, maafkan kelancanganku barusan ini. Tapi kalian sudah cukup berbicara, kalau kalian sampai membuat Ketua Linghu marah, ia akan menotok 'Titik Bisu Abadi' kalian, celaka sekali". Taogu Liuxian amat terkejut, mereka serentak berkata, "Titik Bisu Abadi apa?" Chong Xu berkata, "Begitu Titik Bisu Abadi itu ditotok, kalian akan menjadi bisu seumur hidup, selamanya tak bisa bicara lagi. Tapi kalian masih bisa makan dan minum arak". Taogu Liuxian serentak berteriak, "Bicara nomor satu, makan dan minum nomor dua". Chong Xu berkata, "Kalian tak boleh mengulangi perkataan yang baru saja kalian ucapkan. Ketua Linghu, dengan memandang muka fangzhang dashi dan laodao, mohon jangan totok Titik Bisu Abadi mereka. Fangzhang dashi dan laodao menjamin bahwa pembicaraan diantara kau dan Ren Da Xiaojie yang telah dicuri dengar oleh mereka berenam dari kolong meja altar tak akan bocor sepatah katapun".
Taohua Xian berkata, "Tak adil, tak adil! Kami bukannya sengaja hendak menguping, tapi kalau perkataan mereka masuk sendiri ke dalam kuping kami, kami bisa apa?" Chong Xu berkata, "Kalau kalian ingin mendengarkan, ya dengarkan saja, tapi kalau setelah mendengar kalian bicara sembarangan, itu yang tak boleh". Taogu Liuxian serentak berkata, "Baik, baik! Kami tak akan bicara, kami tak akan bicara". Taogen Xian berkata, "Tapi semboyan ketua suci Riyue Jiao mereka yang sudah berubah, apakah boleh kami katakan?" Linghu Chong membentak, "Tak boleh, lebih-lebih lagi tak boleh kalian katakan!" Taozhi Xian menggerutu, "Tak boleh, ya sudah. Kau dan Ren Da Xiaojie boleh mengatakannya, tapi kami tak boleh".
Chong Xu berpikir, "Semboyan Riyue Jiao sudah berubah? Semboyan mereka tentunya
'Semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan'. Setelah Ren Da Xiaojie menjadi ketua, ia tak ingin mempersatukan dunia persilatan lagi, tapi entah semboyan mereka diubah menjadi apa?"
* * *
Pada suatu hari tiga tahun kemudian, Mei Zhuang yang terletak di Bukit Gu di tepi Xihu di Hangzhou dihiasi lentera dan hiasan yang meriah berwarna-warni, hari itu adalah hari bahagia pernikahan Linghu Chong dan Yingying.
Saat itu Linghu Chong telah menyerahkan jabatan ketua Hengshan Pai kepada Yiqing. Yiqing berusaha untuk memberikan jabatan ketua pada Yilin, ia berkata bahwa Yilin telah membunuh musuh besar mereka dengan tangannya sendiri dan membalaskan dendam almarhum guru mereka, maka ia seharusnya menjabat sebagai ketua. Namun bagaimanapun juga Yilin terus menolak, hingga saking cemasnya ia menangis di depan umum. Akhirnya mereka menuruti pendapat Linghu Chong dan jabatan ketua diberikan kepada Yiqing. Sementara itu Songshan, Taishan, Huashan dan Heng Shan Pai masing-masing telah mengangkat ketua mereka sendiri-sendiri, dan dengan perlahan-lahan memupuk bakat anggota mereka, sehingga merekapun kembali berjaya. Yingying juga telah mengundurkan diri sebagai ketua Riyue Jiao dan memberikan jabatan itu kepada Xiang Wentian. Walaupun Xiang Wentian adalah seorang tokoh yang keras kepala dan sukar dikendalikan, namun ia tak berambisi mencaplok perguruan-perguruan lurus, sehingga selama beberapa tahun belakangan ini keadaan dunia persilatan aman tenteram.
Beberapa hari belakangan ini, tokoh-tokoh dunia persilatan yang hendak menghadiri pernikahan mereka telah memenuhi Mei Zhuang, setelah acara menggoda pengantin baru yang dilakukan setelah upacara besar dan jamuan selesai, para hadirin ingin kedua mempelai mempertunjukkan ilmu pedang mereka. Semua orang tahu bahwa ilmu pedang Linghu Chong luar biasa, namun banyak diantara para hadirin belum pernah menyaksikannya. Linghu Chong berkata sembari tersenyum, "Hari ini kalau main pedang segala agak merusak suasana, bagaimana kalau caixia dan pengantin perempuan berduet memainkan sebuah lagu saja?" Para hadirin bersorak sorai. Linghu Chong segera mengambil kecapi dan seruling kumala, lalu memberikannya pada Yingying. Tanpa membuka kerudung pengantinnya, Yingying mengangsurkan tangannya yang semampai, putih dan halus, menyambut seruling itu dan mengatur nadanya, lalu berduet dengan Linghu Chong.
Yang dimainkan oleh mereka adalah lagu Xiao Ao Jiang Hu. Dalam tiga tahun terakhir ini, di bawah pimpinan Yingying, Linghu Chong telah dengan tekun belajar menabuh kecapi dan telah mampu memainkan lagu ini dengan cukup menawan. Linghu Chong mengingat hari itu di belantara di luar kota Heng Shan ketika ia untuk pertama kalinya mendengar Liu Zhengfeng dari Hengshan Pai dan tetua Riyue Jiao Qu Yang berduet memainkan lagu ini. Mereka berdua bersahabat dengan sangat akrab, namun karena berasal dari aliran yang berbeda, walaupun bersahabat akhirnya mereka berdua mati mengenaskan. Hari ini dirinya dan Yingying telah menikah, perbedaan aliran tak lagi dapat menghalangi mereka, dibandingkan dengan orang yang menulis lagu itu, dirinya sungguh sangat beruntung. Ia juga berpikir bahwa Liu dan Qu berdua menciptakan lagu ini dengan maksud yang mendalam, yaitu untuk menjembatani dua aliran yang berbeda dan menghapuskan permusuhan yang sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya, sekarang mereka suami istri berduet memainkan lagu itu, sehingga akhirnya cita-cita Liu dan Qu itupun tercapai. Ketika memikirkan hal ini, duet kecapi dan seruling bertambah serasi. Para hadirin kebanyakan tak paham seni musik, namun semua yang mendengarnya merasa lega dan bahagia.
Setelah lagu selesai, para hadirin bersorak-sorai, sambil memberi selamat mereka menuju ke kamar pengantin. Mak comblang memohon mereka untuk tenang, lalu menutup pintu kamar.
Sekonyong-konyong dari luar kamar lamat-lamat terdengar suara huqin. Linghu Chong berkata dengan girang, "Mo Da Shibo....." Yingying berbisik, "Jangan bersuara".
Suara huqin itu terdengar merdu menyentuh hati, memainkan lagu Burung Hong Jantan Mencari Burung Hong Betina, namun dari awal sampai akhir iramanya tetap sedih merana. Tiga tahun belakangan ini, Linghu Chong selalu mengkhawatirkan Tuan Mo Da, namun setiap kali ia mengirim orang ke Heng Shan untuk mencari kabar, ia tak pernah mendengar berita apapun. Heng Shan Pai juga telah menunjuk ketua baru, dan tiga tahun belakangan ini semuanya aman tenteram. Saat ini ketika ia mendengar suara huqin itu, Linghu Chong merasa amat girang, "Ternyata Mo Da Shibo belum mati, hari ini ia memainkan lagu ini untuk mengucapkan selamat padaku dan Yingying". Suara huqin perlahan-lahan menjauh, sampai akhirnya tak terdengar lagi walaupun lagunya belum selesai.
Linghu Chong berbalik, lalu dengan lembut membuka kerudung pengantin yang menutupi wajah Yingying. Yingying tersenyum menawan, di bawah cahaya lilin ia benar-benar cantik jelita, namun sekonyong-konyong ia membentak, "Keluar!" Linghu Chong tertegun, pikirnya, "Keluar bagaimana?"
Sembari tertawa Yingying membentak, "Keluar! Kalau tak keluar kusiram kalian dengan air mendidih!"
Dari kolong ranjang keluarlah enam orang, mereka adalah Taogu Liuxian. Mereka berenam bersembunyi di kolong ranjang dengan harapan agar dapat menguping pembicaraan pengantin baru, lalu membual di hadapan para tamu di aula. Linghu Chong sedang mabuk kepayang dan tak berhati-hati. Namun Yingying amat waspada dan dapat mendengar suara napas lembut tertahan mereka berenam. Linghu Chong tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Enam saudara persik, hampir saja aku terjebak oleh kalian!"
Taogu Liuxian keluar dari kamar pengantin sambil berseru keras-keras, "Semoga hidup selamanya, selamanya menjadi suami istri!, semoga hidup selamanya, selamanya menjadi suami istri!"[1] Ketika Chong Xu yang sedang berbincang-bincang dengan Fang Zheng di ruangan depan mendengar seruan Taogu Liuxian itu, ia tak kuasa menahan senyum, akhirnya teka-teki yang telah tersimpan selama tiga tahun di dalam hatinyapun terpecahkan: ternyata hari itu di Aula Guanyin Linghu Chong dan Yingying mengikat janji setia, namun Taogu Liuxian menyangka mereka mengubah semboyan Riyue Jiao.
* * *
Empat bulan kemudian, di akhir musim semi saat rerumputan tumbuh tinggi dan bunga-bunga semarak bermekaran, dua sejoli pengantin baru Linghu Chong dan Yingying pergi ke Huashan sambil bergandengan tangan. Linghu Chong hendak mengajak sang istri mengunjungi Taishishu Feng Qingyang untuk berterima kasih atas budi baiknya mengajarkan ilmu pedang pada dirinya. Namun setalah mereka berdua menelusuri kelima puncak dan ketiga rangkaian pegunungan Huashan, serta mencari-cari di setiap lembah dalam, mereka tetap tak dapat menemukan jejak Feng Qingyang.
Linghu Chong merasa kesal. Yingying berkata, "Feng Taishishu adalah orang sakti yang
suka hidup menyendiri, benar-benar seperti seekor naga sakti yang nampak kepalanya namun ekornya tak kelihatan, entah kemana ia pergi mengembara". Linghu Chong menghela napas, lalu berkata, "Ilmu pedang Feng Taishishu memang sakti, ilmu tenaga dalam beliau juga tiada tandingannya di dunia ini. Tiga setengah tahun belakangan ini aku berlatih ilmu tenaga dalam yang diajarkan beliau dan sudah dapat membuyarkan hampir seluruh hawa murni dalam tubuhku". "Yingying berkata, "Dalam hal ini kita harus berterima kasih pada Fang Zheng Dashi dari Biara Shaolin. Karena kita tak bisa menemukan Feng Taishishu, besok kita pergi ke Biara Shaolin untuk bersujud dan berterima kasih pada Fang Zheng Dashi". Linghu Chong berkata, "Fang Zheng Dashi telah mewakili Feng Taishishu mengajarkan ilmu sakti ini dan banyak memberiku petunjuk untuk mempelajarinya sehingga ia seperti setengah guruku saja, kita memang harus berterima kasih padanya". Yingying mengerucutkan bibirnya, lalu berkata sembari tertawa, "Chong Ge, sampai hari ini kau masih tak sadar bahwa yang kau pelajari itu ialah Yijin Jing milik Shaolin Pai".
"Ah!", ujar Linghu Chong sambil melonjak saking terkejutnya, katanya, "Ini.....ini Yijin Jing? Bagaimana kau tahu?" Yingying tersenyum, lalu berkata, "Tempo hari aku mendengar darimu bahwa ilmu ini disampaikan Feng Taishishu kepada Fang Zheng Dashi lewat Taogu Liuxian. Dalam hati aku merasa curiga, ilmu tenaga dalam ini halus dan mendalam, kalau saat berlatih kurang sedikit saja, seringan-ringannya akan mengalami penyimpangan dan kalau berat akan menghantar nyawa, mana bisa disampaikan lewat Taogu Liuxian? Taogu Liuxian omongannya berbelit-belit tak keruan, mereka mana bisa menyampaikannya dengan jelas? Walaupun Fang Zheng Dashi berkata bahwa kemungkinan besar Feng Taishishu memaksa mereka menghafalkannya, tapi pada akhirnya hal ini terlalu beresiko. Setelah itu aku menanyai enam bersaudara itu dan mereka berkata bahwa semuanya itu benar. Namun ketika aku meminta mereka merapalkan beberapa kalimat, yang seorang berkata bahwa ia sudah lupa sama sekali, sedangkan yang seorang lagi berkata bahwa ia harus memberitahu Fang Zheng si biksu tua dahulu karena hal ini tak boleh didengar orang lain. Mereka berenam mengucapkan beberapa kalimat lagi, tapi awal dan akhirnya tak cocok serta penuh kesalahan. Kemudian mereka kelepasan bicara dan tak bisa menyangkal lagi, lalu mereka berkata bahwa demi menyelamatkan nyawamu tanpa sepengetahuanmu, Fang Zheng Dashi memakai nama Feng Taishishu untuk mengajarimu ilmu itu, kalau kau bertanya, mereka disuruh merahasiakannya". Mulut Linghu Chong mengangga, ia sama sekali tak sangup bersuara sedikitpun. Yingying kembali berkata, "Tapi Feng Taishishu memang pernah memanggil dan menanyai mereka, namun ia memanggil mereka untuk menyuruh mereka memberitahu Fang Zheng Dashi bahwa Riyue Jiao akan menyerang Hengshan, dan mohon Shaolin dan Wudang Pai memberi bantuan".
Linghu Chong berkata, "Kau ini juga keterlaluan, kau sudah lama tahu tentang hal ini, tapi sampai hari ini kau baru bicara". Yingying tersenyum, lalu berkata, "Hari itu di Biara Shaolin, kau bandel sekali. Fang Zheng Dashi ingin kau menjadi muridnya dan masuk
Shaolin, lalu mengajarimu ilmu sakti Yijin Jing, tapi biar bagaimanapun juga kau tetap menolak, lalu sambil mengibaskan lengan baju kau turun gunung. Kalau Fang Zheng Dashi kembali berkata bahwa ia hendak mengajarimu Yijin Jing, ia khawatir kalau-kalau kebandelan lamamu muncul kembali, dan kau lebih suka mati daripada mempelajarinya, bukankah keadaan akan menjadi runyam? Oleh karenanya, ia terpaksa memakai nama Feng Taishishu supaya kau mengiranya ilmu tenaga dalam Huashan sendiri dan mau mempelajarinya".
Linghu Chong berkata, "Ah, aku tahu, kau tak pernah memberitahuku karena kau takut kebandelanku kumat dan tiba-tiba tak mau berlatih? Sekarang setelah tahu kalau berbagai hawa murni dalam tubuhku sudah hampir buyar seluruhnya, kau baru mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi".
Yingying mengerucutkan bibirnya, tertawa, lalu berkata, "Semua orang tahu kalau kebandelanmu itu tak boleh sampai terpancing keluar".
Linghu Chong kembali menghela napas, ia menarik tangan Yingying seraya berkata, "Yingying, dahulu kau rela mengorbankan nyawamu di Biara Shaolin supaya Fang Zheng Dashi sudi mengajariku Yijin Jing, walaupun kau tak jadi berkorban jiwa, namun Fang Zheng Dashi merasa bahwa ia belum menunaikan janjinya padamu, ia adalah seorang qianbei yang teguh memegang janji sehingga akhirnya ia mengajarkan ilmu sakti itu padaku. Kungfu yang kau tukar dengan nyawamu sendiri ini, walaupun aku tak memperdulikan hidup matiku, masa......masa tanpa dengan sedikitpun menghiraukanmu aku berkeras tak mau melatihnya?"
Yingying berkata, "Aku juga berpikir begitu, tapi dalam hati aku masih khawatir".
Linghu Chong berkata, "Besok kita turun gunung dan pergi ke Shaolin, karena aku sudah mempelajari Yijin Jing, sesampainya di Shaolin aku terpaksa menjadi biksu". Yingying tahu ia hanya bergurau, maka ia berkata, "Biksu liar sepertimu tak akan diterima di kuil besar atau kecil, peraturan Biara Shaolin amat ketat, belum setengah hari saja biksu pemakan daging dan peminum arak seperti kau sudah akan digebuk dan dikeluarkan".
Sambil bergandengan tangan, mereka berdua berjalan sambil mengobrol. Linghu Chong melihat bahwa Yingying tak henti-hentinya melihat kesana kemari seperti sedang mencari sesuatu, maka ia bertanya, "Kau sedang mencari apa?" Yingying berkata, "Untuk sementara ini aku tak bisa memberitahumu, kalau sudah ketemu kau pasti akan tahu. Kali ini kita datang ke Huashan dan tak bisa menemui Feng Taishishu, hal ini patut disesalkan, namun kalau kita sampai tak bisa menemukan orang ini, rasanya sayang sekali". Linghu Chong berkata dengan heran, "Jadi kita hendak mencari seseorang lagi, siapa dia?"
Yingying tersenyum simpul namun tak menjawab, lalu ia berkata, "Kau memenjarakan Lin Pingzhi di sel gelap bawah tanah Mei Zhuang, caramu mengatur hal ini sangat cemerlang. Kau berjanji pada xiao shimeimu untuk mengurus Lin Pingzhi seumur hidupnya, di sel gelap itu ia cukup sandang dan pangan, dan tak ada orang yang dapat mencelakainya, kau benar-benar telah mengurusnya untuk seumur hidupnya. Aku juga telah memikirkan sebuah cara untuk mengurus seorang kawanmu yang lain".
Linghu Chong makin heran, pikirnya, "Seorang kawanku yang lain? Tapi siapa dia?" Ia tahu bahwa tindak tanduk sang istri sering tak bisa diduga, karena ia tak mau bicara, banyak bertanyapun tiada gunanya.
Malam itu mereka berdua bermalam di kediaman lama Linghu Chong, sambil memandangi bulan mereka minum arak ditemani makanan kecil. Walaupun Linghu Chong berhadapan dengan istri tercinta, namun karena mengenang berbagai peristiwa masa lampau, mau tak mau ia berduka dan minum belasan cawan arak sehingga agak mabuk. Tiba-tiba wajah Yingying nampak gembira, ia menaruh cawan araknya, lalu berkata dengan lirih, "Nampaknya ia telah datang, ayo kita lihat dia". Linghu Chong mendengar suara monyet menjerit-jerit di bukit di depan mereka, ia tak tahu siapa yang menurut Yingying telah datang, maka ia ikut keluar kamar.
Yingying mengikuti suara jeritan monyet dan berlari dengan cepat ke lereng bukit yang berada di hadapan mereka itu. Di bawah sinar rembulan, ia melihat tujuh atau delapan ekor monyet berkumpul. Di Huashan banyak sekali monyet, Linghu Chong sama sekali tak heran, namun kemudian dilihatnya bahwa di tengah kerumunan monyet itu ada seseorang, ia memusatkan pandangannya dan ternyata orang itu adalah Lao Denuo. Ia merasa girang sekaligus geram dan hendak kembali ke kamar untuk mengambil pedang. Namun Yingying menarik lengannya seraya berbisik, "Ayo kita mendekat supaya bisa melihat dengan jelas". Setelah mereka berdua berlari mendekat hingga belasan zhang jaraknya, nampak bahwa Lao Denuo terjepit diantara dua ekor monyet yang sangat besar, ia ditarik kesana kemari oleh kedua monyet besar itu, seakan tak bisa diam. Ia mahir ilmu silat, namun ternyata sama sekali tak berdaya melawan kedua monyet besar itu.
Dengan tercengang Linghu Chong bertanya, "Kenapa bisa begitu?" Yingying tersenyum dan berkata, "Kau lihat saja, aku akan perlahan-lahan memberitahumu".
Monyet sifatnya berangasan, selalu melompat kesana kemari dan tak bisa diam. Lao Denuo ditarik kesana kemari, terkadang ia menjerit kesakitan dan kedua monyet itu lantas mencakari mukanya. Saat itu Linghu Chong sadar bahwa tangan kanannya terikat pada pergelangan tangan monyet yang berada di sebelah kanannya, nampaknya terbelenggu oleh semacam borgol besi. Setelah agak paham, ia bertanya, "Ini perbuatanmu, ya?" Yingying berkata, "Memangnya kenapa?" Linghu Chong berkata, "Apa kau telah memusnahkan ilmu silatnya?" Yingying berkata, "Tidak, dia sendirilah yang melakukannya untuk menebus dosa".
Ketika kawanan monyet itu mendengar suara manusia, sambil menjerit-jerit mereka menyeret Lao Denuo ke balik bukit.
Tadinya Linghu Chong hendak membunuh Lao Denuo untuk membalaskan dendam Lu Dayou, namun karena melihatnya sudah mengalami penderitaan yang jauh lebih parah daripada kalau lehernya dipenggal dengan pedang, ia merasa bahwa dendam sudah cukup terbalaskan, pikirnya, "Orang ini sangat licik, kejahatannya jauh melebihi Lin Shidi, ia memang pantas lebih banyak lagi menelan pil pahit". Ia berkata, "Ternyata beberapa hari belakangan ini kau mencari-cari dia supaya aku dapat melihatnya".
Yingying berkata, "Hari itu ketika ayah datang ke Puncak Chaoyang, orang ini datang dan menjilat-jilat ayah, katanya ia hendak mempersembahkan Pixie Jianpu pada ayah. Ayah bertanya apa maksudnya dan ia berkata bahwa ia ingin menjadi tetua Riyue Jiao. Ayah tak sempat banyak bicara dengannya dan menyuruh seseorang untuk menahannya. Setelah itu ayah meninggal dan kami semua terlalu sibuk, sehingga tak ada yang memperdulikannya, kami hanya membawanya ke Heimuya. Belasan hari kemudian, aku baru teringat akan hal ini dan menyuruh dia dihadapkan untuk ditanyai, ternyata ia telah berlatih Pixie Jianfa dengan cara yang tak benar sehingga ilmu silatnya sendiri musnah. Orang ini adalah pembunuh adik keenammu, dan semasa hidupnya adik keenammu suka pada monyet, maka aku menyuruh orang untuk mencari dua ekor monyet besar untuk diikatkan padanya, lalu dilepas di Huashan ini". Seraya berbicara ia mengangsurkan tangannya dan memegang pergelangan tangan Linghu Chong, lalu menghela napas dan berkata, "Tak nyana aku Ren Yingying harus seumur hidup terikat pada seekor monyet besar seperti ini, dan tak akan berpisah lagi". Sambil berbicara ia tersenyum menawan, senyum yang lembut dan menggoda.
Seumur hidupnya Linghu Chong selalu mengejar kebebasan, xiao ao jiang hu, namun setelah menikah dengan Yingying, walaupun ia berhasil memenuhi hasrat seumur hidupnya dan selalu berbahagia, ia tak dapat menghindari kekangan lembut sang istri tercinta sehingga ia tak dapat benar-benar bebas merdeka. Namun tiba-tiba dalam hatinya melodi lagu Xiao Ao Jiang Hu berkumandang, mendadak terpikir olehnya, "Kalau aku ingin memainkan lagu ini, aku dapat memainkan nada tinggi atau rendah sesuka hatiku, hanya kalau aku bermain kecapi seorang diri, barulah aku dapat bebas merdeka, namun kalau aku berduet dengan Yingying, aku harus memainkan lagu sesuai dengan naskah musik, tak bisa seenak hatiku saja, kalau ia memainkan nada tinggi, aku harus mengikutinya, demikian pula kalau ia memainkan nada rendah, ini baru bisa disebut serasi. Kaum Buddhis menekankan bahwa untuk mencapai 'nirwana', pertama-tama seseorang harus terbebas dari segala egoisme dan keinginan, sehingga ia dapat menjadi bebas merdeka. Namun dalam kehidupan di dunia ini, orang harus makan, harus berpakaian dan harus memperdulikan orang lain, mana bisa benar-benar bebas dari segala egoisme dan keinginan? Nirwana adalah 'kondisi tanpa aksi', namun sebagai manusia kita berada dalam 'kondisi beraksi'. Di dalam 'kondisi beraksi', selama kita tak memiliki keinginan yang tak pantas, kita tak akan terikat dalam ikatan yang tak pantas pula, itulah kebebasan sejati".
Catatan Kaki Penerjemah
[1] Linghu Chong mempelesetkan semboyan Riyue Shenjiao yang berbunyi 'qian qiu wan zhai, yi tong jiang hu' (千秋万载 一统江湖), atau 'semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan', menjadi 'qian qiu wan zhai, yong wei fu fu' (千秋万载, 永为夫妇), atau 'semoga hidup selamanya, selamanya menjadi suami istri'.
全书完
(Tamat)
Terimakasih kepada saudari Grace Tjan di FB Sungai & Telaga yang telah susah payah menerjemahkan novel Pendekar Hina Kelana Edisi 3 (revisi terakhir Jin Yong / Chin Yun)
Setelah wanbei membaca bab 40 ini, alih bahasa yang dilakukan oleh Grace Tjan terhadap hina kelana ini, wanbei berkesimpulan, masih agak kurang luwes (terasa agak kaku). Mungkin ini karena bersifat menerjemahkan sehingga harus sesuai dengan kalimat aslinya, jadi jika dibaca, terasa kurang luwes. Dari segi keluwesan alih bahasa, menurut wanbei, sepuh2 (yang terdahulu) masih lebih jago. Btw, apakah ada hubungan antara Grace Tjan dengan almarhum Tjan Ing Djioe?